AKUNTANSI PERPAJAKAN
AKUNTANSI PERPAJAKAN
PENGANTAR
PENGANTAR
IKA
2 2
PEMBUKU
PEMBUKUAN DALAM
AN DALAM PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
PERPAJAKAN
PERPAJAKAN
•
•
Definisi Akuntansi & Akuntansi Perpajakan
Definisi Akuntansi & Akuntansi Perpajakan
•
•
Pembukuan dalam Perspektif Pajak
Pembukuan dalam Perspektif Pajak
–
–
Pasal 28 UU No. 28 tahun 2007 tentang
Pasal 28 UU No. 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
•
•
Stelses Kas dan Stelsel Akrual Dalam
Stelses Kas dan Stelsel Akrual Dalam
Pembukuan
Pembukuan
•
2 2
PEMBUKU
PEMBUKUAN DALAM
AN DALAM PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
PERPAJAKAN
PERPAJAKAN
•
•
Definisi Akuntansi & Akuntansi Perpajakan
Definisi Akuntansi & Akuntansi Perpajakan
•
•
Pembukuan dalam Perspektif Pajak
Pembukuan dalam Perspektif Pajak
–
–
Pasal 28 UU No. 28 tahun 2007 tentang
Pasal 28 UU No. 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
•
•
Stelses Kas dan Stelsel Akrual Dalam
Stelses Kas dan Stelsel Akrual Dalam
Pembukuan
Pembukuan
•
Definisi Akuntansi
Definisi Akuntansi
““
Accounting is
Accounting
is a
a service
service activity
activity.
. Its
Its
function is to provide quantitative
function is to provide quantitative
information, primarily financial in nature,
information, primarily financial in nature,
about economic entities that is intended to
about economic entities that is intended to
be useful in
be useful in making economic decisio
making economic decisions
ns —
—
in making reasoned choices among
in making reasoned choices among
alternative courses of action.” (
alternative courses of action.” (Statement
Statement
of the
of the Accounting Principles Board No. 4
Accounting Principles Board No. 4,,
p. 40)
4 4
DEFINISI AKUNTANSI PERPAJAKAN
DEFINISI AKUNTANSI PERPAJAKAN
Niswonger dan Fees (Accounting Principles,
Niswonger dan Fees (Accounting Principles,
2007):
2007):
Akuntansi
Akuntansi
perpajakan
perpajakan
dirumuskan
dirumuskan
sebagai
sebagai
bagian dari akuntansi yang menekankan
bagian dari akuntansi yang menekankan
kepada penyusunan surat pemberitahuan
kepada penyusunan surat pemberitahuan
pajak
(tax
return)
dan
pertimbangan
pajak
(tax
return)
dan
pertimbangan
konsekuensi perpajakan terhadap transaksi
konsekuensi perpajakan terhadap transaksi
atau kegiatan perusahaan dalam rangka
atau kegiatan perusahaan dalam rangka
pemenuhan
kewajiban
perpajakan
(
pemenuhan
kewajiban
perpajakan
(
tax
tax
compliance
5 Investors Community
Board of Directors
Management
Employees
Suppliers Employees Creditors Customers Analysts GovernmentMajor Internal and External
Stakeholder Groups
PENGERTIAN PEMBUKUAN
MELIPUTI
Harta
Kewajiban Modal
Penghasilan dan Biaya
Harga Perolehan dan Penyerahan Barang/Jasa
Proses Pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan DATA dan INFORMASI KEUANGANDengan menyusun LAPORAN KEUANGAN (NERACA & LABA RUGI)
Untuk periode Tahun Pajak tersebut
KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2007 - 2008
Pasal 28 ayat (1) UU KUP Jo. PMK No.01/PMK.03/2007
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS, PEREDARAN BRUTO DALAM 1 (SATU) TAHUN >= 1,8
MILIAR WAJIB PAJAK BADAN
DI INDONESIA
WAJIB
MENYELENGGARAKAN
PEMBUKUAN
KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2009 - DST
Pasal 28 ayat (1) UU KUP Jo. Pasal 14 ayat (1) UU PPh No. 36 Tahun 2008
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS,
PEREDARAN BRUTO DALAM SATU TAHUN >= 4,8 MILIAR WAJIB PAJAK BADAN
DI INDONESIA
WAJIB
MENYELENGGARAKAN
PEMBUKUAN
KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2009 - DST
Pasal 28 ayat (1) UU KUP Jo. Pasal 14 ayat (1) UU PPh No. 36 Tahun 2008
KEWAJIBAN PEMBUKAN
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem
yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan
perundang-undang perpajakan menentukan lain (Pasal 28 ayat 7 UU
KUP No.28 Tahun 2007)
DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
TETAPI WAJIB PENCATATAN UNTUK TAHUN 2007 - 2008
Pasal 28 ayat (2) UU KUP
WP ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA/ PEKERJAAN BEBAS
YANG DIPERBOLEHKAN MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DGN
MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO PEREDARAN BRUTONYA DALAM 1 (SATU) TAHUN KURANG DARI Rp 1.800.000.000,00 (PMK
NO. 01/PMK.03/2007)
TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI WAJIB MELAKUKAN PENCATATAN
WP ORANG PRIBADI
YANG TIDAK MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA
ATAU
DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
TETAPI WAJIB PENCATATAN UNTUK TAHUN 2009 - DST
Pasal 28 ayat (2) UU KUP
WP ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA/ PEKERJAAN BEBAS
YANG DIPERBOLEHKAN MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DGN
MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO PEREDARAN BRUTONYA DALAM 1 (SATU) TAHUN KURANG DARI Rp 4.800.000.000,00 (Ps.
14 ayat (2) UU PPh No.36 Th 2008)
TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI WAJIB MELAKUKAN PENCATATAN
WP ORANG PRIBADI
YANG TIDAK MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA
ATAU
Harus memperhatikan itikad baik;
Mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya;
Diselenggarakan di Indonesia;
Huruf latin;
Angka Arab;
Satuan mata uang Rupiah;
Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing yang diizinkan Menteri
Keuangan yaitu bahasa Inggris;
Diselenggarakan dgn prinsip taat asas dan dgn stelsel akrual
atau stelsel kas;
Sekurang-kurangnya
terdiri
dari
catatan
mengenai
harta,kewajiban, modal, penghasilan & biaya, serta penjualan
& pembelian (sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang).
SYARAT PEMBUKUAN
PERUBAHAN TAHUN BUKU DAN/ATAU METODE PEMBUKUAN
TAHUN BUKU
METODE PEMBUKUAN,
misal :
Pengakuan Penghasilan
& biaya
Metode Penyusutan
Aktiva Tetap
Metode Penilaian Persediaan
Harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak
Diajukan sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan alasan-alasan perubahan
Pasal 28 ayat (6) UU KUP
PENGERTIAN PENCATATAN
PENGUMPULAN DATA SECARA TERATUR
tentang
Peredaran atau penerimaan bruto
dan atau;
Penghasilan bruto
SEBAGAI DASAR UNTUK
MENGHITUNG JUMLAH PAJAK TERUTANG,
(termasuk Penghasilan yg bukan objek pajak
dan atau yg dikenakan pajak yg
bersifat final)
KEWAJIBAN PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMEN
BADAN
ORANG PRIBADI
Pasal 28 ayat (11) UU KUP
PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMEN YANG MENJADI
DASAR PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN & DOKUMEN LAIN
TERMASUK PEMBUKUAN SECARA ELEKTRONIK/PROGRAM
APLIKASI
ONLINESELAMA 10 TAHUN
DI INDONESIA
Tempat Kedudukan
Tempat Kegiatan
atau
Tempat Tinggal
KEGIATAN PENCATATAN
Pasal 28 ayat (12) UU KUP dan Peraturan Menkeu (Keputusan Dirjen Pajak KEP-520/PJ./2000)
1. WP OP YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS YANG DIPERBOLEHKAN
MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
2. WP OP YANG TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS
PENCATATAN WAJIB DILAKUKAN
SYARAT PENCATATAN
1. PENCATATAN HARUS DIBUAT LENGKAP DAN BENAR 2. DIDUKUNG DENGAN DOKUMEN ;
* YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGAN PEREDARAN ATAU PENERIMAAN BRUTO DAN ATAU PENGHASILAN BRUTO * PENGHASILAN YANG BUKAN OBJEK PAJAK DAN ATAU * PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA
FINAL
3. JANGKA WAKTU PENCATATAN MELIPUTI JANGKA WAKTU 12 BULAN MULAI TANGGAL 1 JANUARI SAMPAI DENGAN TANGGAL 31 DESEMBER
Conceptual Framework of
Accounting
Objectives of Financial Reporting Qualitative Characteristics of Information Accounting Elements of Financial StatementsRecognition and Measurement Concepts
Predictive Value Feedback Value Timeliness Relevance Verifiability Neutrality Representational Faithfulness Reliability Decision Usefulness Understandability Decision Makers
Qualitative Characteristics of
Accounting Information
Materiality Benefits > Cost Comparability (including Consistency)19
PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI DAN AKUNTANSI
PERPAJAKAN
Prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi yang
mengatur penyusunan Laporan Keuangan
Standar
Akuntansi Keuangan
Fungsi akuntansi adalah menyajikan data kuantitatif yang
akan digunakan dalam pengambilan keputusan
harus
memenuhi tujuan kualitatif:
Relevan
Dapat dimengerti
Daya Uji
Netral
Tepat Waktu
Daya Banding
Lengkap
Batasannya: 1) manfaat lebih besar dari beban, 2) Material
(cukup berarti).
Assumptions
• Economic Entity
• Going Concern
• Arm’s-Length
Transactions
• Monetary Unit
• Periodicity
Principles
• Historical Cost
• Revenue
Recognition
• Matching
• Full Disclosure
Constraints
• Cost-Benefit
• Materiality
• Industry Practice
• Conservatism
Recognition, Measurement,
and Reporting
21
PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI DAN AKUNTANSI
PERPAJAKAN
a)
Kesatuan Ekonomi (harus ada pemisahan yg jelas antara
perusahaan dengan pemilik);
b)
Kesinambungan Usaha (Going Concern )
Historical Cost
dan Periodisasi;
c)
Harga Pertukaran yang Obyektif/Wajar
Arm
’s-length
Price , tidak dipengaruhi hubungan istimewa, tidak ada
transfer pricing;
d)
Mempertemukan pendapatan dan beban yang paling tepat
berdasarkan Stelsel Akrual
Untuk tujuan perpajakan,
stelsel akrual dan stelsel cash modified (campuran) diakui
untuk penghitungan penghasilan dan biaya kena pajak;
e)
Konsisten
jika ada perubahan metode akuntansi /
pembukuan harus diungkapkan dalam laporan keuangan
secara fiskal harus mendapat persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak.
What About Conservatism?
The concept of conservatism can be
summarized as follows: When in
doubt, recognize all losses but don’t
Recognition, Measurement,
and Reporting
Measurement
1. Historical cost
2. Current replacement cost
3. Current market value
4. Net realizable value
Perbandingan SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan Komersial NO ASPEK SPT TAHUNAN PPh BADAN LAPORAN KEUANGAN
1 Pengguna Fiskus Berbagai pengguna (Multi Users )
2 Sifat Informasi Rahasia Dapat digunakan oleh umum, khususnya untuk laporan keuangan listed company .
3 Pedoman Penyusunan
Udang-Undang Perpajakan dan Peraturan Pelaksanaannya
Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU): PSAK, Interpretasi PSAK, Peraturan Pemerintah untuk Industri, IFRS, buletin teknis, pedoman atau praktik konvensional, hasil riset dan pendapat ahli.
4 Mata Uang Pelaporan
Wajib dalam Rupiah dan mata uang US$ sepanjang memperoleh izin dari otoritas pajak terkait.
Dapat menggunakan mata uang lain selain Rupiah. Jika laporan keuangan disajikan dalam mata uang selain mata uang fungsionalnya, laporan keuangan harus lebih dahulu dilakukan remeasurement .
5 Dasar
Pencatatan Transaksi
Transaksi dicatat dan dilaporkan apabila memenuhi syarat dan ketentuan perpajakan. Transaksi dicatat dengan mengutamakan hakikat formal atau hukum daripada substansinya.
Transaksi dicatat dengan asas substance over form .
6 Batas Waktu Penyampaian
Disampaikan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak dan dapat melakukan perpanjangan paling lama 2 bulan.
Pasal 66 (1) UU No.40 Tahun 2007 “Perseroan
Terbatas”, Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu 6 bulan setelah tahun buku Perseoran berakhir.
SIKLUS AKUNTANSI & FISKAL
Dokumen Sumber
Jurnal
transaksi Buku Besar
Laporan Keuangan (Laba Rugi) Rekonsiliasi Fiskal SPT Tahunan PPh Badan Neraca saldo Koreksi Fiskal Perbedaan temporer (koreksi positif/negatif) Perbedaan permanen (koreksi positif/negatif) PSAK 46
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN
PEMOTONGAN & PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN:
PPh PASAL 21/26
PPh PASAL 22
PPh PASAL 23
PPh PASAL 4(2)
PAJAK PENGHASILAN TAHUN BERJALAN (PPh PASAL
25)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, BEA PEROLEHAN
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 21/26
•
Saat Terutang PPh Pasal 21/26 (Pasal 21 Peraturan
Dirjen Pajak - PER - 31/PJ/2009, 25 Mei 2009):
1) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi
Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran
atau
pada
saat
terutangnya
penghasilan
yang
bersangkutan;
2) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk
setiap masa pajak;
3) Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 21/26
Ilustrasi Kasus:
Ahmad Zakaria, ber-NPWP, pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 2.500.000,00 Rp 125.000,00 2. Iuran pensiun Rp 100.000,00 Rp 225.000,00 Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00 Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 2.275.000,00 Rp 27.300.000,00 PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 - tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 10.140.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 10.140.000,00= Rp 507.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp 507.000,00 : 12 = Rp 42.250,00
Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan: Biaya Gaji 2.500.000
Iuran Pensiun Terutang 100.000 PPh Pasal 21 Terutang 42.250
Kas dan Bank 2.357.750
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via bank: PPh Pasal 21 Terutang 42.250
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 21/26
Ilustrasi Kasus:
Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin), ber-NPWP, bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan.
Perhitungan PPh Pasal 21/bulan:
Gaji setahun (12xRp 2.750.000,00) = Rp 33.000.000,00 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 12 x Rp 27.500,00 = Rp 330.000,00 Premi Jaminan Kematian12 x Rp 8.250,00 = Rp 99.000,00
Jumlah Rp 33.429.000,00 Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 33.429.000,00= Rp 1.671.450,00 2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00= Rp 600.000,00 3. Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp 55.000,00= Rp 660.000,00
Jumlah Rp 2.931.450,00 Penghasilan neto setahun = Rp 30.497.550,00 PTKP
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 14.657.550,00 Pembulatan Rp 14.657.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 14.657.000,00= Rp 732.850,00
Pembahasan:
Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan: Biaya Gaji 2.750.000 Biaya Asuransi- JKK 27.500 Biaya Asuransi- Jaminan Kematian 8.250
Asuransi- JKK Terutang 27.500 Asuransi- Jaminan Kematian Terutang 8.250 Iuran Pensiun Terutang 50.000 Iuran JHT Terutang 55.000 PPh Pasal 21 Terutang 61.071 Kas dan Bank 2.583.929
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via bank:
PPh Pasal 21 Terutang 61.071 Asuransi- JKK Terutang 27.500 Asuransi- Jaminan Kematian Terutang 8.250 Iuran Pensiun Terutang 50.000 Iuran JHT Terutang 55.000
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 22
• SAAT TERUTANG PPH PASAL 22 (Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001):
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
– Dalam hal pembayaran Bea Masuk atas impor barang ditunda atau
dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif , yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, terutang dan dipungut pada saat penjualan (industri rokok mulai 1 Januari 2009 tidak ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, lihat PMK 210/PMK.03/2008);
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya, dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 22
• Ilustrasi Kasus:
PT Blora adalah produsen semen Empat Roda dan menjual semen kepada PT Jaya, distributor semen, senilai Rp 400.000.000 secara tunai. Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
• Jurnal oleh PT Blora selaku Pemungut PPh 22: – Saat terjadi transaksi:
Kas dan Bank Rp 401.000.000
PPh pasal 22 terutang 1.000.000
Penjualan 400.000.000
– Saat penyetoran PPh Pasal 22:
PPh pasal 22 terutang Rp 1.000.000
Kas dan Bank 1.000.000
• Jurnal oleh PT Jaya selaku Pihak yang Dipungut: – Saat terjadi transaksi:
Pembelian Rp 400.000.000
PPh pasal 22-Dibayar dimuka 1.000.000
Kas dan Bank 401.000.000
– Saat pengkreditan PPh Pasal 22 di PPh Badan terutang akhir tahun:
PPh terutang Rp 1.000.000
CASE STUDY
- PPh PASAL 22
PT EUREKA pada tahun 2009 melakukan transaksi
sebagai berikut:
•
Mengimpor 300 set computer dengan
menggunakan Angka Pengenal Impor dengan
harga CIF @ US$ 1.000, Bea Masuk 10% dan
Bea Masuk Tambahan 5%. Kurs pada saat
transaksi 1 US$ = Rp. 9.800,- sedangkan kurs
KMK 1 US$ =
9.750,-•
Melakukan penyerahan 20 set computer @
Rp22.000.000,-
(
included
PPN)
kepada
Dispenda DKI Jakarta.
Buatlah ayat jurnal yang sesuai dengan transaksi
tersebut!
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 23
• SAAT TERUTANG PPH PASAL 23:
– Ketentuan sebelum 1 Januari 2009:
Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu (Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000).
– Ketentuan sejak 1 Januari 2009:
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan….” (Pasal 23 UU Nomor 36 Tahun 2008).
– Note:
Selama ini banyak terjadi sengketa antara Wajib Pajak dengan Fiskus dalam hal kapan saat terutang PPh Pasal 23, dimana menurut Undang-undang PPh yang berlaku sekarang PPh Pasal 23 terutang pada saat mana yang lebih dahulu terjadi apakah dilakukan pembayaran atau dibebankan sebagai biaya, sementara sebagian Wajib Pajak memotong PPh Pasal 23 pada saat adanya pembayaran.
Ilustrasi Kasus PPh Pasal 23
• PT Naroda meminjam dana sebesar Rp 1 miliar kepada PT ABC, bukan bank,
dengan tingkat bunga 10% per tahun dengan pembayaran tiap tengah tahun (semi annual).
• Atas pembayaran bunga pinjaman sebesar Rp 50 juta tiap semester, maka jurnal
yang terkait:
• Bagi PT Naroda (pihak yang membayar): – Saat pembayaran bunga:
Biaya bunga 50.000.000
PPh Pasal 23 terutang 7.500.000 Kas dan Bank 42.500.000
– Saat menyetor PPh Pasal 23 ke kas negara:
PPh Pasal 23 terutang 7.500.000
Kas dan bank 7.500.000
• Bagi PT ABC (pihak yang menerima penghasilan bunga): – Saat pembayaran bunga:
Kas dan bank 42.500.000 PPh Pasal 23 – Dibayar dimuka 7.500.000
Penghasilan bunga pinjaman 50.000.000
– Saat mengkreditkan PPh Pasal 23 ke PPh Badan terutang akhir tahun: • PPh Badan terutang 7.500.000
Case Study
- PPh Pasal 23
Transaksi lain yang dilakukan oleh PT EUREKA pada tahun 2009 adalah
sebagai berikut:
•
Membayar bunga pinjaman kepada Citibank Cabang Jakarta sebesar
Rp 50.000.000,-;
•
Menerima dividen dari PT AULIA sebesar Rp27.000.000,-. PT
EUREKA memiliki 10.000 lembar saham dari 100.000 lembar saham
yang beredar;
•
Membayar biaya
service
kendaraan sebesar Rp1.600.000,- kepada
PT Garda Otto dengan perincian penggantian suku cadang
Rp1.000.000,- dan jasa
service
Rp600.000,-;
•
Membayar tagihan
catering
dari perusahaan
catering
Enak Tenan
dengan perincian bahan makanan Rp5.000.000,- dan jasa catering
Rp. 1.000.000,-;
•
Pada tanggal 31 Desember 2009 meng-
accrued
adanya beban bunga
yang masih harus dibayar (
interest payable
) kepada PT Nusantara
Abadi sebesar Rp. 7.500.000,- yang akan jatuh tempo pada bulan
Maret 2010 serta mengakui adanya sewa mobil dibayar di muka
(
prepaid rent
) sebesar
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 4(2)
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b) penghasilan berupa hadiah undian;
c) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan
e) penghasilan tertentu lainnya;
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (Pasal 4 ayat 2 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008).
Ilustrasi Kasus-PPh PASAL 4(2)
PT Aman membayar sewa bangunan sebesar Rp
50.000.000 kepada PT XYZ. Atas sewa bangunan
dikenakan PPh final 10%.
Jurnal yang terkait dengan transaksi di atas:
1)Pihak yang membayar sewa:
Beban sewa bangunan Rp 50.000.000
PPh Final –Terutang 5.000.000 Kas dan Bank 45.000.000 2) Pihak yang menerima penghasilan:
Kas dan Bank Rp 45.000.000
Beban PPh Final 5.000.000 not creditable Penghasilan Sewa Bangunan Rp 50.000.000
Case Study
- PPh Pasal 4(2)
Pada tahun 2009 PT EUREKA juga melakukan transaksi
sebagai berikut:
•
Membayar sewa gedung sebesar Rp.
24.000.000,-untuk jangka waktu satu tahun pada tanggal 1
September 2009;
•
Menerima penghasilan bunga deposito dari Bank
Mandiri sebesar Rp15.000.000,- pada tanggal 31
Desember 2009;
•
Melakukan penjualan 10% saham anak perusahaan
(PT BAHANA Tbk) di Bursa Efek Indonesia pada tanggal
16 November 2010 dengan nilai transaksi sebesar
Rp125.000.000,-
termasuk
gain
sebesar
Rp35.000.000,-.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 25
Tuan Andi, WP OP, memiliki data Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sbb:
Pajak Penghasilan Terutang Rp 50.000.000,00 Dikurangi:
Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja (Pasal 21) Rp15.000.000,00 Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp10.000.000,00 Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) Rp 2.500.000,00 Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp7.500.000,00 (+) Jumlah kredit pajak Rp35.000.000,00 (-) Selisih Rp15.000.000,00 Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
1)Jurnal pada saat penyetoran PPh Pasal 25 setiap bulan: PPh Pasal 25-dibayar dimuka Rp 1.250.000
Kas dan bank Rp 1.250.000 2) Jurnal pada saat mengkreditkan PPh Pasal 25 di akhir tahun:
PPh WP OP -Terutang Rp 15.000.000
Case Study
- PPh Pasal 25
Pada tahun 2009 PT EUREKA membayar angsuran
PPh Pasal 25 sebesar Rp2.500.000,- setiap bulan
dan pada bulan November 2009 selain membayar
angsuran PPh Pasal 25, PT EUREKA juga membayar
sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak PPh
Pasal 25 sebesar Rp1.020.000,- (sanksi administrasi
sebesar Rp20.000,-) atas kekurangan pembayaran
angsuran PPh Pasal 25 bulan September 2010.
Buatlah ayat jurnal yang sesuai untuk transaksi
tersebut!
AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
1) Pencatatan akuntansi yang harus diperhatikan adalah:
Akun PPN Masukan (Value Added Tax
–In/VAT-in )
Untuk mencatat besarnya PPN terutang yang dibayar atau
dipungut atas terjadinya transaksi pembelian BKP dan JKP.
Akun PPN Keluaran (Value Added Tax
–Out/VAT-in
)
Untuk mencatat besarnya PPN terutang yang wajib
dipungut atas penyerahan BKP dan JKP kepada pihak lain.
2)Beberapa
kemungkinan
transaksi
perolehan
dan
penyerahan BKP/JKP antara lain perolehan secara tunai
dan secara kredit, terdapat diskon atau tidak, terjadinya
retur barang atau tidak, terjadi penggantian Faktur Pajak
yang mengakibatkan pembetulan SPT Masa PPN,
kompensasi PPN lebih bayar ke masa berikutnya.
3)Pemahaman saat terutang dan saat paling lambat
penerbitan Faktur Pajak, khususnya Faktur Pajak standar
menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh Wajib
Pajak untuk melakukan pembukuan terkait dengan PPN
secara benar.
Ilustrasi Akuntansi Pajak untuk PPN
• PT ABC, telah PKP, melakukan penjualan barang secara tunai, diskon 10%,
kepada PT XYZ dengan harga jual sebesar Rp 100 juta.
– Harga jual Rp 100.000.000 – Potongan tunai Rp 10.000.000 – Jumlah Pembayaran Rp 90.000.000 – PPN (10%) Rp 9.000.000
• Potongan harga yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar dapat
mengurangi dasar pengenaan PPN. Ayat jurnal terkait:
• Bagi PT ABC selaku penjual:
Kas Rp 99.000.000 Potongan Penjualan 10.000.000
Penjualan 100.000.000 PPN Keluaran 9.000.000
• Bagi PT XYZ selaku pembeli:
Pembelian-net Rp 90.000.000 PPN Masukan 9.000.000
Ilustrasi Akuntansi Pajak untuk PPN
• Masih melanjutkan kasus sebelumnya, jika PT ABC juga melakukan
pembelian barang secara tunai kepada PT FGH dengan harga jual sebesar Rp 88 juta termasuk PPN, maka jurnal terkait:
• Bagi PT ABC selaku pembeli:
Pembelian-net Rp 80.000.000 PPN Masukan 8.000.000
Kas Rp 88.000.000
•
Jika pajak keluaran dan pajak masukan PT ABC pada
dilaporkan pada SPT Masa PPN yang sama, maka pencatatan
akuntansi untuk menunjukkan selisih kurang atau lebih bayar
PPN sebagai berikut:
PPN Keluaran Rp 9.000.000
PPN Masukan Rp 8.000.000 PPN Terutang Rp 1.000.000
•
Selanjutnya, penyetoran PPN terutang ke kas negara:
PPN terutang Rp 1.000.000
Case Study
- Akuntansi Pajak untuk PPN
Pada akhir tahun 2009 PT EUREKA melakukan transaksi sebagai berikut:
•
Diekspor sejumlah tekstil ke Nigeria dengan Nilai Ekspor
Rp100.000.000,- ;
•
Diserahkan sejumlah tekstil kepada PT Mega selaku distributor seharga
Rp50.000.000,- secara konsinyasi;
•
Diserahkan sejumlah tekstil sebagai bahan baku kepada PT Jujur,
perusahaan garmen yang berkedudukan di Kawasan Berikat Nusantara
Cakung senilai Rp 75.000.000,-. Faktur Pajak dibuat pada saat
penyerahan (atas penyerahan ini PT Jujur mendapat fasilitas PPN yang
terutang tidak dipungut);
•
Dijual tunai sebuah mesin pabrik senilai Rp150.000.000,- kepada PT
Second Line. Mesin tersebut dibeli pada 30 Agustus 2000 seharga Rp
400.000.000,- (PPN Masukan dapat dikreditkan);
•
Dikeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Priuk sejumlah benang emas yang
diimpor dari Malaysia dengan Nilai Impor Rp100.000.000,-. Atas impor
ini terutang Bea Masuk 40%;
•
Dibeli bahan pewarna dari PT Lembayung Ungu dengan harga
Rp25.000.000,- tunai.
AKUNTANSI PAJAK: PERLAKUAN BPHTB ATAS
PEROLEHAN TANAH & BANGUNAN
(Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-01/PJ.42/2002 )
•
BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan
dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam
penghitungan
Penghasilan
Kena
Pajak
sepanjang hak atas tanah tersebut
dapat diamortisasi sesuai ketentuan Pasal 11A Undang-undang
Pajak Penghasilan;
•
BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan
dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam
penghitungan
Penghasilan
Kena
Pajak
tersebut sesuai ketentuan Pasal 11
Undang-undang Pajak Penghasilan.
melalui
amortisasi hak atas tanah
melalui
penyusutan bangunan
Case Study
- Akuntansi Pajak untuk PBB dan BPHTB
Pada akhir tahun 2009 PT EUREKA juga melakukan
transaksi sebagai berikut:
•
Membayar Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2009
untuk gedung pabrik sebesar Rp15.000.000,- dan
gedung kantor sebesar Rp10.000.000,- serta sanksi
keterlambatan
pembayaran
Pajak
Bumi
dan
Bangunan sebesar Rp250.000,-;
•