• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kitab at Thowasin Al Azal - Al Hallaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kitab at Thowasin Al Azal - Al Hallaj"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

AL HALLAJ

AL HALLAJ

|

|

At Thowasin Al Azal

At Thowasin Al Azal

1

1

At Thowasin Al Azal

At Thowasin Al Azal

Syeikh Hussain bin Manshur Al-Hallaj

Syeikh Hussain bin Manshur Al-Hallaj

D

D A

A F

F T

T A

A R

R

I

I S

S II

At Thowasin Al Azal

At Thowasin Al Azal

Thosin Al Siraj

Thosin Al Siraj

Thosin Al Fahm

Thosin Al Fahm

Thosin Al Shafa

Thosin Al Shafa

Thosin Al Dairoh

Thosin Al Dairoh

Thosin Al Nuqtah

Thosin Al Nuqtah

Thosin Al Azal wa al Iltibas

Thosin Al Azal wa al Iltibas

Thosin Al Masyi-ah

Thosin Al Masyi-ah

Thosin Al Tauhid

Thosin Al Tauhid

Thosin Al Asrar fi

Thosin Al Asrar fi al Tauhid

al Tauhid

Thosin Al Tanzih

Thosin Al Tanzih

Thosin: Pencapaian Sang Laron

Thosin: Pencapaian Sang Laron

Thosin Titik Azali

Thosin Titik Azali

Tasauf Falsafi Al-Hallaj

Tasauf Falsafi Al-Hallaj

1

1

2

2

7

7

10

10

13

13

15

15

23

23

32

32

34

34

36

36

39

39

43

43

44

44

47

47

(5)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Siraj

1

BAB 1

Thosin Al Siraj

(Pelita Nubuwah Nabi Muhammad SAW)

1. Sang Pelita (As-Siroj) tampak dan tercerah dari Cahaya

Keghaiban, ia terpancar dan (tampak) kembali, dan

melampaui pelita-pelita lain.Ia rembulan yang cerlang, yang

menampakkan kecemerlangannya lebih dari bulan-bulan lain.

Ia bintang yang graha perbintangannya di Langit ‘Azaly.

Allah menyebutnya ‘ummi (awam) atas dasar keterpusatan

aspirasinya,juga harami (suci) disebabkan kelimpahan

syafa’atnya, dan makki (pusat) karena kedekatannya di

Hadirat-Nya.

2. Dia (Allah) lapangkan dadanya, Dia tingkatkan kekuatannya,

dan

mengangkatnya

dari

beban“yang

memberati

 punggungnya”

(Q.

94:

2-3)

serta

Dia

tetapkan

kewenangannya. Sebagaimana Allah membuat ‘Badr’-nya

terpancar, demikianlah purnamanya muncul dari awan

Yamamah, mentarinya terbit di bukit Tihamah [Makkah],dan

 pelitanya bersinar gemerlap dari sumur Karomah (Zamzam).

3. Ia tidak menyampaikan sesuatu kecuali yang menyangkut

 pandangan (bashiroh) batinnya, dan tidak mewajibkan diikuti

keteladanannya kecuali yang menyangkut kebenaran

Sunnah-nya. Ia berada di Hadirat Allah, dan ia mengajukan yang lain

ke Hadirat-Nya.Ia telah ‘melihat’ (Kebenaran), lalu ia

sampaikan apa yang dilihatnya. Ia telah diutus sebagai sang

(6)

2

Thosin Al Siraj

|

 AL HALLAJ

Pemberi Tunjuk, maka ia menggariskan batas (halal-haram)

 perilaku.

4. Tidak seorang pun mampu mengungkapkan kebenaran

maknanya kecuali sang Tulus Hati (Al-Amin) ini. Karena ia

menegaskan ke-syahid-annya, serta mengiringkannya, maka

tiada lagi tersisa perbedaan di antara kaumnya.

5. Tiada seorang arif (‘irfan) pun yang merasa ‘kenal’ padanya,

yang tidak keliru mengenali kebenaran kualitasnya.

Kualitasnya hanya jelas kepada seseorang yang Allah

 bimbing untuk menyingkap (kasyf) tabirnya, “Yaitu yang

telah Kami berikan kepadanya Kitab, mereka mengenalinya

seperti mengenali anak-anaknya. Namun, sebagian mereka

menyembunyikan

kebenarannya,

padahal

mereka

mengetahui.” [Q. 2: 146]

6. Segenap cahaya nubuwah berasal dari cahayanya, dan

cahayanya tercerahkan dari Cahaya yang Gaib. Di antara

cahaya-cahaya itu tidak ada yang lebih gemerlap, lebih nyata

atau lebih mutlak dari cahayanya sang Junjungan Semesta

Rahmat ini.

7. Aspirasi (himmah)-nya mendahului segenap aspirasi lain,

adanya mendahului ‘Tiada’ (‘Adam), namanya mendahului

‘Pena’ (Qolam), sebab keberadaannya terdahulu ada sebelum

apa pun.

8. Tidak pernah ada di atas semesta atau di luar semesta, tidak

 juga di balik semesta, sesuatu yang lebih indah, lebih agung,

lebih bijak, lebih adil, lebih kasih, lebih taat atau lebih takwa,

yang lebih dari sang Tokoh Utama ini.Gelarnya adalah sang

Junjungan Makhluk, namanya adalah Ahmad, dan harkatnya

adalah Muhammad. Perintahnya penuh kepastian, hikmahnya

(7)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Siraj

3

 penuh kebaikan, sifatnya penuh kemuliaan, dan aspirasinya

 penuh keunikan.

9. Maha Suci Allah! Adakah yang lebih nyata, lebih tampak,

lebih agung, lebih masyhur, lebih kemilau, lebih perkasa

ataupun cendekia, yang lebih darinya? Ia – sungguh – telah

dikenal sebelum penciptaan sesuatu, yang ada, juga semesta.

Ia senantiasa diingat sebelum adanya ‘sebelum’ dan setelah

adanya ‘setelah’, juga sebelum ada substansi dan kualitas.

Substansinya adalah cahaya semata, ucapannya adalah

nubuwah, hikmahnya adalah wahyu, gaya bahasanya adalah

Arab, kesukuannya adalah “tiada Timur dan tiada Barat” [Q.

24: 35], silsilahnya adalah garis kebapakan, misinya adalah

damai, dan sebutannya adalah ‘ummi (awam).

10.Segenap mata terbuka dengan isyaratnya, segenap rahasia

dan segenap jiwa terasa dengan kehadirannya yang ada.

11.Adalah Allah, yang membuatnya fasih menghafalkan

rangkaian Firman-Nya, dan menjadi Bukti (Al-Hujjah) yang

meneguhkannya. Juga Allah yang mengutusnya, dan ia

adalah Bukti – senyatanya Bukti. Adalah ia yang memuaskan

dahaga hati pedamba yang kehausan, yang tidak tersentuh

apa pun, tidak terkatakan lidah, tidak juga terekayasa, yang

‘menyatu’ dengan Allah tanpa terpisahkan, bahkan jauh di

luar jangkauan pikiran. Pokoknya ia yang mengabarkan

adanya akhir, dan akhirnya akhir, serta akhir-akhirnya akhir.

12.Ia singkapkan awan, dan menunjuk ke Rumah Suci (Bayt

al-Haram). Ia adalah ‘pembeda’, bahkan ia adalah panglima

 perang. Adalah ia yang diperintah untuk meluluhlantakkan

 berhala-berhala, juga ia yang diutus kepada ummat manusia

(8)

4

4

Thosin Al Siraj

Thosin Al Siraj

|

|

 AL HALLAJ

 AL HALLAJ

13.

13.Di atasnya awan bergemuruh menyambarkan kilat, dan di

Di atasnya awan bergemuruh menyambarkan kilat, dan di

 bawahnya

 bawahnya

kilat

kilat

menyambar

menyambar

gemuruh,

gemuruh,

berkilatan,

berkilatan,

mencurahkan

hujan,

serta

menyuburkan.

Segenap

mencurahkan

hujan,

serta

menyuburkan.

Segenap

 pengetahuan

 pengetahuan hanyalah

hanyalah setetes

setetes dari

dari samuderanya,

samuderanya, segenap

segenap

kearifan hanyalah secauk dari bengawannya, dan segenap

kearifan hanyalah secauk dari bengawannya, dan segenap

waktu hanyalah sesaat dari masanya.

waktu hanyalah sesaat dari masanya.

14.

14.Allah (‘ada’) bersamanya, dan bersamanya adalah hakikat. Ia

Allah (‘ada’) bersamanya, dan bersamanya adalah hakikat. Ia

yang pertama dalam kesatuan (penciptaan) dan terakhir yang

yang pertama dalam kesatuan (penciptaan) dan terakhir yang

diutus sebagai Rasul, yang hakikatnya bersifat batin, dan

diutus sebagai Rasul, yang hakikatnya bersifat batin, dan

ma’rifatnya bersifat lahir.

ma’rifatnya bersifat lahir.

15.

15.Tiada seorang pakar pun yang pernah mencapai hikmahnya,

Tiada seorang pakar pun yang pernah mencapai hikmahnya,

 bahkan para filsuf niscaya tersadar atas kearifannya.

 bahkan para filsuf niscaya tersadar atas kearifannya.

16.

16.Allah tidak menyerahkan [hakikat-Nya] itu kepada makhluk-

Allah tidak menyerahkan [hakikat-Nya] itu kepada

makhluk- Nya,

 Nya, sebab

sebab ia

ia adalah

adalah ‘ia’,

‘ia’, dan

dan ia

ia adanya

adanya bersama

bersama Dia,

Dia,

sedangkan Dia adalah ‘Dia’.

sedangkan Dia adalah ‘Dia’.

17.

17.Tidak ada apa pun yang keluar dari ‘Mim’ (

Tidak ada apa pun yang keluar dari ‘Mim’ (

Muhammad (

Muhammad (

  ), dan tidak ada yang masuk ke ‘Ha’ (

  ), dan tidak ada yang masuk ke ‘Ha’ (

nya. Adapun ‘Ha’ (

nya. Adapun ‘Ha’ (

)-nya yang

)-nya yang

kedua, sedangkan ’Dal’ (

kedua, sedangkan ’Dal’ (

 pertama.

 pertama. ‘Mim’

‘Mim’ ((

(maqam)-nya, serta ‘Ha’ (

(maqam)-nya, serta ‘Ha’ (

spritualnya, sebagaimana ‘Mim’ (

spritualnya, sebagaimana ‘Mim’ (  )-nya yang kedua.

 )-nya yang kedua.

18.

18.Allah membuat bicaranya jelas, menambah nilainya, dan

Allah membuat bicaranya jelas, menambah nilainya, dan

membuat bukti (hujjah)-nya dikenal. Dia menurunkan wahyu

membuat bukti (hujjah)-nya dikenal. Dia menurunkan wahyu

Pembeda [Al-Furqan] kepadanya. Dia membuat lidahnya

Pembeda [Al-Furqan] kepadanya. Dia membuat lidahnya

fasih, dan Dia membuat hatinya terang. Dia membuat ummat

fasih, dan Dia membuat hatinya terang. Dia membuat ummat

sezamannya tidak mampu [memalsu Al-Qur’an].Dia pun

sezamannya tidak mampu [memalsu Al-Qur’an].Dia pun

mengakui kejelasannya, dan memuji kemuliaannya.

mengakui kejelasannya, dan memuji kemuliaannya.

  )-nya

  )-nya

)-)-nya sebagaimana ‘Mim’ (

)-nya sebagaimana ‘Mim’ (

)-nya seperti ‘Mim’ (

)-nya seperti ‘Mim’ ( )-nya yang

)-nya yang

)-nya yang pertama adalah peringkat

)-nya yang pertama adalah peringkat

)-nya adalah keadaan (hal)

)-nya adalah keadaan (hal)

(9)

AL HALLAJ

AL HALLAJ

|

|

Thosin Al Siraj

Thosin Al Siraj

5

5

19.

19.Andaikan kau melarikan diri dari kewenangan syari’at-nya,

Andaikan kau melarikan diri dari kewenangan syari’at-nya,

adakah jalan (lain) yang dapat kau tempuh, tanpa adanya

adakah jalan (lain) yang dapat kau tempuh, tanpa adanya

 pembimbing,

 pembimbing, hai

hai orang

orang yang

yang malang?

malang? Ketahuilah,

Ketahuilah, segenap

segenap

fatwa para filsuf berantakan, seperti gundukan pasir,

fatwa para filsuf berantakan, seperti gundukan pasir,

dibandingkan hikmahnya.

(10)

6

6

Thosin Al Fahm

Thosin Al Fahm

|

|

 AL HALLAJ

 AL HALLAJ

BAB 2

BAB 2

Thosin Al Fahm

Thosin Al Fahm

(Pemahaman)

(Pemahaman)

1.

1. Pemahaman tentang alam-makhluk tidak terkait dengan

Pemahaman tentang alam-makhluk tidak terkait dengan

hakikat, dan hakikat tidak juga terkait dengan alam-makhluk.

hakikat, dan hakikat tidak juga terkait dengan alam-makhluk.

Pemikiran [yang asal-terima] adalah taqlid, dan taqlid-nya

Pemikiran [yang asal-terima] adalah taqlid, dan taqlid-nya

alam-makhluk tidak ada keterkaitannya dengan hakikat.

alam-makhluk tidak ada keterkaitannya dengan hakikat.

Pengertian tentang hakikat itu sulit dicapai, makanya betapa

Pengertian tentang hakikat itu sulit dicapai, makanya betapa

lebih sulit lagi mencapai pengertian tentang

lebih sulit lagi mencapai pengertian tentang

hakikatnya-Hakikat (Allah). Apalagi, Allah itu di luar hakikat, dan

Hakikat (Allah). Apalagi, Allah itu di luar hakikat, dan

hakikat tidak dengan sendirinya menyatakan 'ada'-Nya Allah.

hakikat tidak dengan sendirinya menyatakan 'ada'-Nya Allah.

2.

2. Sang laron terbang di sekeliling nyala api hingga terbit fajar.

Sang laron terbang di sekeliling nyala api hingga terbit fajar.

Lalu, ia kembali ke teman-temannya, dan menceritakan

Lalu, ia kembali ke teman-temannya, dan menceritakan

keadaan (hal) spiritualnya dengan ungkapan yang penuh

keadaan (hal) spiritualnya dengan ungkapan yang penuh

kesan. Ia berpadu (hulul) dengan geliatnya nyala api dalam

kesan. Ia berpadu (hulul) dengan geliatnya nyala api dalam

hasratnya untuk mencapai Penyatuan (Tawhid) yang

hasratnya untuk mencapai Penyatuan (Tawhid) yang

sempurna.

sempurna.

3.

3. Cahayanya nyala api adalah Pengetahuan ('llm) hakikat,

Cahayanya nyala api adalah Pengetahuan ('llm) hakikat,

 panasnya

 panasnya adalah

adalah Kenyataan

Kenyataan ('Ayn)

('Ayn) hakikat,

hakikat, dan

dan Penyatuan

Penyatuan

dengannya adalah Kebenaran (Haqq) hakikat.

dengannya adalah Kebenaran (Haqq) hakikat.

4.

4. Ia merasa tidak puas dengan cahayanya ataupun dengan

Ia merasa tidak puas dengan cahayanya ataupun dengan

 panasnya,

 panasnya, sehingga

sehingga ia

ia melompat

melompat ke

ke dalam

dalam nyala

nyala api

api

langsung. Sementara itu, teman-temannya menantikan

langsung. Sementara itu, teman-temannya menantikan

kedatangannya, supaya ia menceritakan kepada mereka

kedatangannya, supaya ia menceritakan kepada mereka

(11)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Fahm

7

tentang 'penglihatan' aktualnya, karena ia merasa tidak puas

dengan kabar angin saja. Tetapi, ketika itu ia tengah tuntas

sirna (fana'), musnah dan buyar ke dalam serpihan-serpihan,

yang tersisa tanpa wujud, tanpa jasad ataupun tanda

 pengenal. Jadi, dalam peringkat (maqam) apa ia dapat

kembali ke teman-temannya? Dan, keadaan (hal) spiritual apa

yang tengah dicapainya sekarang? Ia yang sampai pada

 pandangan (bashirah) batin niscaya sanggup terlepas dari

 pekabaran saja. Juga ia yang sampai pada inti pandangan

 batin tidak lebih prihatin tentang pandangan batinnya.

5. Pemaknaan (masalah) ini tidak menyangkut manusia yang

alpa, tidak juga manusia yang maya, atau manusia yang

 penuh dosa, ataupun manusia yang menuruti hawa-nafsunya

semata.

6. Wahai kau yang ragu-ragu! Jangan persamakan 'aku' (insani)

dengan 'Aku' Ilahi -- janganlah sekarang, janganlah di masa

depan nanti, janganlah pula di masa lampau dulu. Bahkan,

kendatipun 'aku' itu merupakan pencapaian seorang 'Arif,

kendatipun ini merupakan keadaan (hal) spiritual, namun itu

 bukanlah kesempurnaan. Kendatipun 'aku' adalah milik-Nya,

namun 'aku' bukanlah Dia.

7. Bila kau memahami ini, maka pahamilah juga bahwa

 pemaknaan (masalah) itu bukanlah kebenaran bagi siapa pun

kecuali (bagi) Muhammad (sholallohu 'alaihi wasallam), dan

"Muhammad bukanlah bapak dari salah seorang kerabatmu"

(Q. 33: 40) tapi Rasululloh (Utusan Allah) dan penutup para

nabi (khatam an-nabiyyin). Ia mem-fana'-kan dirinya dari

manusia dan jin, serta memejamkan matanya ke (arah) 'mana'

 pun, hingga tidak lagi tersisa kepalsuan hati ataupun

(12)

8

Thosin Al Fahm

|

 AL HALLAJ

8. Ada suatu "jarak sepanjang dua busur" lebarnya (Q. 53: 9),

atau lebih dekat lagi, saat ia mencapai gurun Pengetahuan

hakikat, dan "ia beritahukan hal itu dari hati lahirnya (fu'ad)"

(Q. 53: 10). Ketika sampai pada Kebenaran hakikat, ia

menanggalkan hasratnya di situ, dan mempersembahkan

dirinya naik ke Hadirat Sang Pengasih. Setelah mencapai

Kebenaran (Allah), ia pun kembali sambil berkata:

"Hati- batinku bersujud kepada-Mu, dan hati-lahirku beriman

kepada-Mu." Ketika mencapai Pohon-Batas Penghabisan, ia

 berkata: "Aku tidak dapat memuji-Mu sebagaimana mestinya

Engkau dipuji." Dan, ketika mencapai Kenyataan hakikat, ia

 berkata: "Hanya Engkau Sendiri yang dapat memuji

Diri-Mu." Ia menanggalkan lagi hasratnya, dan menuruti

 panggilan tugasnya, "hatinya tidak berdusta tentang apa yang

dilihatnya" (Q. 53:11) di maqam dekat Pohon-Batas-Terjauh

(Sidrat al-Muntaha). (Q. 53:14) Ia tidak berpaling ke kanan,

ke arah hakikat sesuatu, tidak juga ke kiri, ke arah Kenyataan

hakikat. “Penglihatan (Nabi Muhammad) tidak berkisar

daripada menyaksikan Dengan tepat (akan pemandangan

Yang indah di situ Yang diizinkan melihatnya), dan tidak

 pula melampaui batas." (Q. 53: 17)

(13)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Shafa

9

BAB 3

Thosin Al Shafa

(Kebeningan)

1. Hakikat itu adalah sesuatu yang sangat halus, dan sulit

menguraikannya. Jalan untuk menempuhnya sempit, dan

tentang jalannya itu, seorang penempuh (salik) harus

mengarungi 'kobaran api' di tengah gurun yang dalam.

Seorang asing (gharib) telah mengikuti jalan ini, dan

menyampaikan bahwa apa yang dialaminya ada empat puluh

Maqom, yaitu:

1. Kesopan santunan ['adab], 2. Kegentar hatian [rahab],3.

Kejerih payahan [nashab], 4. Penuntutan-diri [thalab], 5.

Ketakjuban ['ajab], 6. Peniadaan ['athab], 7. Pemujaan

[tharab], 8. Pendambaan [syarah], 9. Penjernihan [nazah], 10.

Kelurusan [shidq], 11. Persahabatan [rifq], 12. Persamaan

[litq], 13. Keberangkatan [taswih], 14. Penghiburan [tarwih],

15. Ketajaman [tamyiz], 16. Penyaksian [syuhud], 17.

Keberadaan

[wujud],

18.

Penghitungan

['add],

19.

Pengupayaan [kadda], 20. Pemulihan [radda], 21. Perluasan

[imtidad], 22. Pengolahan [i'dad], 23. Penyendirian [infirad],

24. Pengendalian [inqiyad], 25. Kemauan [murad], 26.

Kehadiran [hudur], 27. Pelatihan [riyadhah], 28.

Kehati-hatian

[hiyathah],

29.

Penyesalan

[iftiqad],

30.

Kedayatahanan [istilad], 31. Pengawasan [tadabbur], 32.

Keterkejutan [tahayyur], 33. Perenungan [tafaqqur], 34.

Kesabaran [tashabbur], 35. Penafsiran [ta'abbur], 36.

Penolakan [rafdh], 37. Pengoreksian [naqd], 38. Pengamatan

(14)

10

Thosin Al Shafa

|

 AL HALLAJ

[ri'ayah], 39. Pembimbingan [hidayah], 40. Permulaan-jalan

[bidayah].

Maqam terakhir ini adalah maqam-nya orang-orang yang Hatinya

tenang dan suci (shufi).

2. Tiap maqam memiliki keadaan (hal) spiritualnya sendiri

sebagai pahalanya, yang sebagiannya mungkin diperoleh dan

sebagian lainnya tidak.

3. Adapun sang Ghorib yang telah mengarungi gurun (hakikat)

dan

menyeberanginya,

telah

mencakupnya

serta

memahaminya secara keseluruhan. Ia tidak memperoleh

sesuatu yang lazim ataupun biasa, tidak di gunung ataupun di

darat.

4. "Ketika Musa (as) menunaikan tugasnya", ia meninggalkan

ummatnya karena hakikat akan merengkuhnya sebagai

'milik'-Nya. Tapi, masih juga ia berpuas dengan penerangan

semu tanpa pandangan (bashirah) batin langsung, sehingga

ada perbedaan antara ia dan sang Insan Kamil [Muhammad

saw]. Karena itu ia (Musa as) berkata: "Siapa tahu aku dapat

membawa sedikit penerangan untukmu." [Q. 20: 10]

5. Andaikan sang Pembimbing Utama puas dengan penerangan

semu, bagaimana dapat seseorang yang menempuh jalan

(thariqah) tidak mencukupkan dirinya dengan jejak semu.

6. Dari Semak yang Terbakar, di Bukit Sinai, apa yang

kedengarannya difirmankan Semak bukanlah dari Semak atau

 belukarnya, tetapi (firman) Allah.

(15)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Shafa

11

8. Jadi, hakikat adalah 'hakikat' dan makhluk adalah 'makhluk'.

Makanya buanglah sifat kemakhlukanmu, supaya kau sesuai

dengan-Nya, beserta Dia -- kau pun dalam liputan hakikat.

9. 'Aku' sejati adalah subyek, dan obyek yang terurai adalah

subyek dalam hakikatnya. Soalnya adalah bagaimana itu

terurai?

10.Alloh berfirman kepada Musa (as): "Kau bimbinglah

(ummatmu) pada Bukti (al-Hujjah)," tapi bukan pada

Obyeknya Bukti. Adapun bagi-Ku, Aku adalah 'Bukti' dari

setiap bukti.

11.Alloh membuatku melampaui apa adanya hakikat dengan

kesepakatan, perjanjian, dan persekutuan. Rahasiaku adalah

 penyaksian (syahadah) langsung tanpa (keikutsertaan) pribadi

makhlukku. Itulah rahasiaku, dan inilah hakikat.

12.Alloh memfirmankan pengetahuanku melalui 'aku' dari

hatiku. Dia menarikku dekat pada-Nya setelah jauh dari-Nya.

Dia membuat aku menjadi Sahabat (Waly)-Nya, Dia memilih

aku…

(16)

12

Thosin Al Dairoh

|

 AL HALLAJ

BAB 4

Thosin Al Dairoh

(Lingkaran)

1. Pintu ‘ba’ (

menjangkau lingkaran Kebenaran.Pintu ‘ba’ (

melambangkan orang yang menjangkaunya, yang setelah

memasukinya, sampailah ia ke pintu yang tertutup. Pintu ‘ba’

(

Sifatnya-Kebenaran.

2. Ia yang memasuki lingkaran itu jauh dari Kebenaran, sebab

 jalannya terjegal dan sang penempuh (salik) disuruh kembali.

Adapun noktah di atas melambangkan hasratnya. Noktah

yang lebih bawah melambangkan kembalinya ke

titik-tolaknya, dan noktah di tengah adalah kebingungannya.

3. Lingkaran dalam tidak memiliki pintu ‘ba’ (

yang ada di dalamnya adalah pusat Kebenaran.

4. Makna tentang Kebenaran adalah yang darinya, baik lahir

maupun batin, tidak ada yang luput. Dan, ia pun tidak

direkayasa.

5. Andaikan kau berhasrat memahami apa yang aku terangkan

ini.“ambillah empat ekor ‘burung’, cincanglah buatmu,” (QS.

2: 260) sebab Al-Haqq (Alloh) ‘tak-terbang’.

) pertama melambangkan seseorang yang

) kedua

) ketiga melambangkan seseorang yang tersesat di gurun

(17)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Dairoh

13

6. Adalah kecemburuan-Nya yang membuat ia tampak, setelah

Dia menyembunyikannya. Adalah keterpesonaan yang

menjaga keterpisahan kita. Adalah kebingungan yang

mencabut kita dari-Nya.

7. Inilah makna tentang Kebenaran. Ia lebih licin dari lingkaran

Asal, ataupun rancangan Bidang. Dan, yang lebih licin lagi

adalah memfungsikan kearifan secara batin, karena

ketersembunyiannya (Kebenaran) dari khayalan.

8. Ini karena sang pengkaji hanya mengkaji lingkaran dari

wilayah luar, bukannya dari wilayah dalam.

9. Adapun tentang pengetahuannya-pengetahuan Kebenaran,

sang pengkaji tidak memahaminya, karena ia tidak mampu.

Pengetahuan menunjukkan tempat, sedang lingkaran itu

‘tempat’ yang terlarang [haram].

10.Makanya mereka menamakan Sang Rasul (saw): Haramy,

sebab hanya ia seorang yang keluar dari Lingkarang Haram

itu.

11.Ia penuh kegentaran dan keterpesonaan, serta mengenakan

 jubah Kebenaran. Ia keluar dan menyerukan “Ah!!!” (

)

(18)

14

Thosin Al Nuqtah

|

 AL HALLAJ

BAB 5

Thosin Al Nuqtah

(Titik)

1. Ada yang lebih halus dari itu, yakni penyebutan tentang Titik

‘AzaliyAda yang lebih halus dari itu, yakni penyebutan

tentang Titik ‘Azaliy yang berupa Asal, dan yang

(keberadaannya) tidak bertambah ataupun berkurang, tidak

 juga habis sirna dirinya.

2. Orang yang mengangkal keadaan (hal) batinku telah

menyangkalnya, karena tidak mengetahui aku, malah

menyebutku bid’ah. Dituduhnya aku dengan sebutan Iblis,

serta

dianggapnya

kekeramatanku

sebagai

praktik

 perdukunan, juga demikian terhadap lingkaran suci yang

 berada di luarnya-luar jangkauan, yang dicemoohkannya.

3. Orang yang menjangkau lingkaran kedua membayangkan aku

menjadi sang Pemangku Ilham.

4. Orang yang menjangkau lingkaran ketiga mengira aku berada

di bawah pengaruh nafsu.

5. Dan, orang yang menjangkau lingkaran Kebenaran

melupakan aku, bahkan perhatiannya beralih dariku.

6. “Tentu saja tidak! Tidak ada seorang pelindung pun. Pada

hari itu hanya Tuhan penolongmu untuk kembali. Juga pada

hari itu setiap manusia akan diberi tahu tentang perbuatan

(19)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Nuqtah

15

yang didahulukannya dan yang dilalaikannya.” (QS. 75:

11-13)

7.  Namun, umumnya manusia berpaling pada pernyataan semu,

melarikan diri pada sang pelindung, mengkhawatiri

pertanda- pertanda, tujuan hidupnya terpedaya, dan akibatnya tersesat.

8. Aku terisap ke kedalaman samudera kelanggengan (baqo’).

Dan, orang yang menjangkau lingkaran Kebenaran itu sibuk

di pantai samudera pengetahuan dengan pengetahuannya

sendiri, luput pandangan (bashirah) batinnya dariku.

9. Aku melihat sejenis burung khasysy dari pribadi Shufi yang

terbang dengan dua sayap Tashawuf. Ia menyangkal

kekeramatanku, sebagaimana ia terus membumbung dalam

 penerbangannya.

10.Ia menanyai aku tentang kesucian-batin, dan aku

menjawabnya: “Pangkaslah sayapmu dengan gunting

 penyirnaan-diri (fana’). Kalau tidak, kau tidak dapat

mengikuti aku.”

11.Ia berkata kepadaku: “Aku terbang dengan sayapku menuju

Kekasihku.” Aku katakan kepadanya: “Hati-hati buat kau!

Sebab, tidak ada yang menyerupai-Nya. Hanya Dia sang

Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Maka, seketika itu ia

 jatuh ke samudera kearifan dan hilang tenggelam.

12.Orang dapat menggambarkan samudera kearifan sebagai

 berikut: Aku ‘melihat’ Tuhanku dengan mata hatiku, aku

menyapa: “Siapakah Engkau?” Dia menjawab: “Kau!”

 Namun, bagi-Mu, ‘di mana’ tidak memiliki tempat. Dan,

tidak ada ‘di mana’ ketika perhatian hanya menyangkut-Mu.

Akal pun tidak punya bayangan tentang keberadaan-Mu

(20)

16

Thosin Al Nuqtah

|

 AL HALLAJ

dalam (dimensi) waktu, yang memungkinkan akal

mengetahui ‘di mana’ adanya Engkau. Engkau adalah

Sesuatu yang meliputi setiap ‘di mana’, mengatasi ‘titik’

yang tak di mana-mana. Jadi, ‘di mana’ Engkau adanya?

13.Sebuah titik-tunggal yang unik dari lingkaran (titik-titik),

menandakan beragamnya anggapan tentang kearifan. Adalah

sebuah titik-tunggal saja yang dirinya berupa Kebenaran,

sedangkan sisanya merupakan kekeliruan.

14.Ia begitu dekat” saat kenaikannya (mi’raj) – “ia tampak

kembali”

saat

kemuncakannya

(transenden).

Karena

 pencarian, ia begitu dekat. Karena kegairahan, ia tampak

kembali. Ia menanggalkan hatinya ‘di sana’, dan begitu dekat

kepada-Nya. Ia sirna (fana’) ketika ‘melihat’ Alloh, kendati

demikian ia tidak sampai tuntas sirna (fana’ ul-fana’).

Bagaimana mungkin ia hadir sekaligus tak-hadir? Bagaimana

mungkin pula ia tampak dan sekaligus tak-tampak?

15.Dari ketakjuban ia melintas ke pencerahan, dan dari

 pencerahan ke ketakjuban. Dengan kesaksian Allah, ia

‘menyaksikan’ Alloh. Ia sampai dan sekaligus pisah. Ia

mencapai Pujaan-Nya, dan terputus dari hatinya. “Hatinya

tidak berdusta tentang apa yang dilihatnya.” (QS. 53: 11)

16.Allah menyembunyikannya ketika membuatnya begitu dekat.

Dia mengangkatnya dan menyucikannya. Dia membuatnya

dahaga dan menyegarkannya. Dia menyucikannya dan

memilihnya. Dia menyerunya dan memerintahkannya. Dia

menimpainya

Cobaan

dan

menjenguknya

untuk

membantunya. Dia mempersenjatainya dan mendudukkannya

di atas pelana.

(21)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Nuqtah

17

17.Ada sebuah jarak dari “satu rentangan busur”, dan ketika ia

kembali, ia pun mencapai sasarannya. Ketika diseru, ia

menjawabnya – merasa dilihat, ia rendahkan dirinya. Karena

minum, ia merasa puas. Karena mendekat, ia dicekam

keterpesonaan. Dan, karena keterpisahan dirinya dari Kota

serta para pembantunya, ia pun terpisah dari bisikan nurani,

dari pandangan, juga dari lamunan makhluk.

18.“Sahabatmu tidak tersesat,” (QS. 53: 2) ia tidak lemah atau

 bertambah sedih. Matanya tidak goyah atau lelah oleh suatu

‘Saat’ dari sejatinya masa.

19.“Sahabatmu tidak tersesat” dalam tafakurnya mengenai

Kami. Ia tidak menyeberang dalam kunjungannya kepada

Kami, tidak juga melanggar terhadap Risalah Kami. Ia tidak

membandingkan Kami dengan yang lain kalau membicarakan

Kami. Ia tidak menyimpang di taman zikir dalam tafakurnya

mengenai Kami, tidak juga tersesat dalam pengembaraan di

alam fikir.

20.Cukuplah ia mengingat Allah (zikru’lloh) dalam tarikan

nafasnya, dan kerdipan matanya. Bertawakkal kepada-Nya

dalam kesusahan, dan bersyukur atas nikmat-Nya.

21.“Ini tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan,” (QS. 53:

4) dari Cahaya ke ‘Cahaya’.

22.Ubahlah bicaramu! Kosongkan dirimu dari khayalan,

angkatlah kakimu tinggi-tinggi dari manusia serta makhluk

lainnya. Bicaralah tentang Dia dengan selaras dan

sekadarnya! Jadilah berghairah, dan tenggelamlah dalam

keghairahanmu. Ketahuilah – bahwa kau akan terbang

melampaui gunung dan lembah, gunung kesadaran dan

lembah perlindungan, agar ‘melihat’ Dia yang kau puja-puja.

(22)

18

Thosin Al Nuqtah

|

 AL HALLAJ

Dan, puasa wajib pun berakhir dengan datang ke Rumah Suci

(Ka’bah).

23.Maka, ia begitu dekatnya kepada Alloh, seperti seorang

’asyiq

yang

memasuki

Ma’syuq.

Selanjutnya

ia

memaklumkan bahwa itu terlarang. Itu seperti sebuah

rintangan yang lebih dari cukup untuk melemahlunglaikan. Ia

melintas dari Maqam Pembersihan ke Maqam Pencelaan, dan

dari Maqam Pencelaan ke Maqam Kedekatan. Ia begitu dekat

sebagai pencari, dan ia kembali secara berlari. Ia begitu dekat

sebagai pendoa, dan ia kembali sebagai ‘Abdi. Ia begitu

dekatnya sebagai penyeru, dan kembali dengan bai’at sebagai

Qarib-Nya Ilahi. Ia begitu dekatnya sebagai seorang saksi,

dan kembalinya sebagai ahli tafakur.

24.Jarak di antara keduanya adalah “dua rentangan busur”. Ia

membidik tanda ‘di mana’ [‘ayna] dengan panah ‘di antara’

[bayna]. Ia menyatakan bahwa ada dua rentangan busur untuk

menetapkan ketepatan tempat-nya, baik karena tiada

terlukiskannya sifat Zat, atau karena serasa lebih akrab pada

Zatnya-Zat.

25.Sang Faqir yang Luar dari Biasa (Khariq ul-‘Addah)

Al-Husain ibn Manshur Al-Hallaj, berkata:

26.Aku tidak percaya bahwa ungkapan kita di sini dapat

dipahami, kecuali untuk orang yang sampai pada rentangan

 busur kedua, yang adanya melampaui Lembaran yang

Terjaga [Lawh ul-Mahfudz].

27.Itulah suratan yang tidak mempergunakan huruf Arab

ataupun Persia.

(23)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Nuqtah

19

28.Kecuali satu huruf saja, yaitu huruf ‘mim’ (

merupakan huruf pertanda “apa yang ia pancarkan.”

29.‘Mim’ (

30.‘Mim’ (

Rentangan busur pertamanya adalah ‘Alam Kegagahan

(Jabarut), dan yang keduanya adalah ‘Alam Kerajaan

(Malakut). Sedangkan Sifat-Nya adalah untaian dua ‘Alam

itu. Serta Zat-Nya yang Khusus Beriluminasi (tajalliy

khasysy) adalah panah yang Mutlak, panahnya dua

rentangan.

31.Panahnya itu dari Seseorang yang menyalakan api Iluminasi

(tajalliy).

32.Dia berfirman bahwa kepantasan dari pembicaraan adalah

yang pengertiannya merupakan gambaran kedekatan. Adapun

sang Firman dari pemaknaan ini adalah Kebenaran Allah,

 bukan metode ciptaan-Nya. Dan, kedekatan ini juga hanya

 berlaku dalam lingkaran ketepatan yang amat sangat tepat.

33.Kebenaran dan Kebenarannya-Kebenaran (Allah) ini terdapat

dalam halusnya perbedaan, lewat pengalaman sebelumnya,

dengan memakai penangkal yang dibuat oleh sang pecinta,

untuk membalas keterputusannya dengan segenap kecintaan

(makhluk), di pelananya yang sampai secara berbarengan,

karena bahaya terus mengancam, serta tajamnya perbedaan,

yang diatasinya dengan ayat pembebasan. Inilah jalan (shufi)

yang terpilih dalam memperhatikan Diri pribadi. Dan,

kedekatannya terlihat sebagai areal luas, agar sang arif

(‘irfan) yang taat mengikuti jalannya tradisi nubuwah ini

dapat dipahami adanya.

  ), yang

 ) yang menandakan “Yang Terakhir”.

(24)

20

Thosin Al Nuqtah

|

 AL HALLAJ

34.Sang Junjungan Yatsrib (Muhammad), shalawat dan salam

atasnya, memaklumkan keagungan yang kerasukan jiwa

anggun ini, yang tak-tergugat, yang terawat dalam “Kitab

Tersembunyi”

(QS.

56:

78),

sebagaimana

Dia

menyatakannya dalam Kitab (alam) Terbuka, dalam “Kitab

Tertulis” yang menerangkan makna bahasa burung, ketika

Dia mengangkatnya ‘ke sana’.

35.Apabila kau memahami ini, hai pecinta, pahamilah bahwa

Tuhan tidak berbicara kecuali dengan Diri-Nya, atau dengan

Sahabat-Nya (waly).

36.Untuk menjadi Sahabat-Nya, janganlah punya Guru ataupun

Murid. Jadilah tanpa pilihan, tanpa perbedaan, tanpa

kepura- puraan atau sok-nasihat, jangan mengakui sesuatu itu

“miliknya” atau “darinya”. Tapi, apa yang ada padanya

cukuplah sebagai “apa yang ada padanya”, tanpa merasa

adanya itu “padanya”, sebagaimana gurun tanpa air di suatu

“gurun tanpa air”, juga sebagaimana pertanda di suatu

“pertanda”.

37.Wacana umum mengalihartikan maknanya. Makna pun

mengalihartikan maksudnya, sedangkan maksudnya terlihat

dari kejauhan. Jalannya sulit, namanya agung, tampilannya

unik.

Pengetahuannya

adalah

ketidaktahuan,

ketidaktahuannya adalah kebenaran tunggal, keawamannya

adalah sumber rahasianya. Namanya adalah Jalannya,

karakter-lahirnya adalah kehangatannya, dan

perlambang- batinnya adalah kegairahannya.

38.Hukum syari’at [syar’iy] adalah ciri-khasnya, kebenaran

[haqa’iq] adalah gelanggangnya dan keagungannya. Jiwanya

adalah serambinya, Syaitan adalah pengajarnya, dan setiap

musafir yang ada dijadikannya sebagai kerabatnya.

(25)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Nuqtah

21

Keinsanan

adalah

nuraninya,

kerendahhatian

adalah

kemuliaannya, kefanaan adalah subyek zikir-nya, istri adalah

tamansarinya, dan fananya-fana adalah singgasananya.

39.Pelindungnya adalah perlindunganku, prinsipnya adalah

 peringatanku, syafa’atnya adalah permohonanku, karunianya

adalah

persinggahanku,

dan

duka-citanya

adalah

kesedihanku.

40.Pewarisannya adalah kedai tempat minum-(ku), lengan

 bajunya bukan apa-apa kecuali sekadar pengelap debu-(ku).

Ajarannya adalah dasar pijakan keadaan (hal) batinnya,

sedangkan keadaan batinnya adalah kefanaan. Kendati

demikian, sembarang keadaan (ahwal) lainnya dapat menjadi

obyek kemurkaan Allah. Makanya cukuplah ini, semoga

rahmat Allah besertamu.

(26)

22

Thosin Al Azal wa al Iltibas

|

 AL HALLAJ

BAB 6

Thosin Al Azal wa al Iltibas

(Kebahagian dan Derita Eterniti/Keabadian dan

Kekeliruan Pemahaman)

[:Untuk ia yang 'arif, dalam ke'arifannya-ke'arif saat berhubungan

dengan wacana publik tentang apa yang logis dalam

memperhatikan tujuan...]

1. Sang Faqir, Abu Mughits (Al-Hallaj), semoga Allah

merahmatinya, berkata: "Tidak ada misi yang tangguh

kecuali yang diemban Iblis dan Muhammad, shalawat dan

salam atasnya. Hanya, Iblis terjatuh dari Zat, dan Muhammad

merasakan Zatnya-Zat."

2. Telah dikatakan kepada Iblis: "Sujudlah!"  (QS. 2: 34) dan

kepada Muhammad: "Tengoklah!" (QS. 53: 13) Namun, Iblis

tidak bersujud, dan Muhammad pun tidak menengok. Ia tidak

 berpaling ke kanan atau ke kiri, "Matanya tidak celingukan,

tidak juga jelalatan." (QS. 53: 17)

3. Sementara Iblis, setelah menyatakan misinya, ia tidak

kembali ke kemampuan awalnya.

4. Sedangkan Muhammad, ketika menyatakan misinya, ia

kembali ke kemampuannya.

5. Dengan pernyataan ini: "Bersama Engkau semata aku merasa

 bahagia, dan kepada Engkau semata aku mengabdikan

(27)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Azal wa al Iltibas

23

diriku." Dan: "Wahai Engkau yang membolak-balik hati."

Serta: "Aku tidak tahu bagaimana memuji-Mu sebagaimana

mestinya Engkau dipuji."

6. Di antara penghuni surga tidak ada pemuja sekaligus

peng-Esa (Tawhid) yang seperti Iblis.

7. Karena Iblis 'di situ' telah 'melihat' penampakan Zat Ilahi. Ia

 pun tercegah bahkan dari mengedipkan mata kesadarannya,

dan mulailah ia memuja Sang Esa Pujaan dalam pengasingan

khusyuknya.

8. Ia dikutuk ketika menjangkau pengasingan ganda, dan ia

didakwa ketika menuntut kesendirian (Allah) mutlak.

9. Allah berfirman kepadanya: "Sujudlah (kepada Adam as)!" Ia

menjawab: "Tidak, kepada yang selain Engkau." Dia

 berfirman lagi kepadanya: "Bahkan, apabila kutuk-Ku jatuh

menimpamu?" Ia menjawab lagi: "Itu tidak akan

mengazabku!"

10."Pengingkaranku adalah untuk menegaskan Kesucian-Mu,

dan alasanku (ingkar) niscaya melanggar bagi-Mu. Tetapi,

apalah Adam dibandingkan dengan-Mu, dan siapalah aku

--Iblis, hingga dibedakan dari-Mu!"

11.Ia jatuh ke Samudera Keluasan, ia menjadi 'buta', dan

 berkata: "Tidak ada jalan bagiku kepada yang lain selain

dari-Mu. Aku pecinta yang 'buta'!" Dia berfirman kepadanya:

"Kau telah takabur!" Ia menjawab: "Apabila ada satu saja

kilasan pandang di antara kita, itu cukup membuatku

sombong dan takabur. Kendati begitu, aku adalah 'ia' yang

mengenal-Mu sejak ke-baqa'-an masa Terdahulu, dan "aku

(28)

24

Thosin Al Azal wa al Iltibas

|

 AL HALLAJ

lebih baik daripadanya" (QS. 7: 12), sebab aku lebih lama

mengabdi kepada-Mu. Tidak ada satu pun, di antara dua jenis

makhluk (Adam dan Iblis) ini, yang mengenal-Mu secara

lebih baik daripadaku!" "Ada Kehendak-Mu bersamaku, dan

ada

kehendakku

bersama-Mu,

sedangkan

keduanya

mendahului Adam. Apabila aku bersujud kepada yang selain

Engkau, ataupun tidak bersujud, niscaya harus bagiku untuk

kembali ke asalku. Karena Engkau menciptakan aku dari api,

dan api kembali ke 'api', menuruti keseimbangan (sunnah)

dan pilihan yang adanya milik-Mu."

12."Tidak ada jarak dari-Mu padaku, karena aku yakin bahwa

 jarak dan kedekatan itu 'satu'!" "Bagiku, apabila aku

dibiarkan, pengabaian-Mu justru menjadi mitraku. Jadi,

seberapa pun jauhnya lagi, pengabaian dan cinta tetap

'menyatu'!" "Terpujilah Engkau, dalam taufiq-Mu dan

Zat-Mu yang tiada terjangkau, bagi sang pemuja setia ini, yang

tiada bersujud ke yang selain Engkau!"

13.Musa (as) bertemu Iblis di lereng Bukit Sinai, dan bertanya

kepadanya: "Hai Iblis, apa yang mencegahmu dari bersujud?"

Ia (Iblis) menjawab: "Yang mencegahku adalah pernyataan

ikrarku mengenai Sang Pujaan yang Unik. Dan, jika aku

 bersujud, aku akan menjadi sepertimu. Karena kau hanya

 perlu dipanggil sekali, "Tengoklah ke gunung," kau langsung

menengok. Sementara aku, aku telah dipanggil ribuan kali

untuk menyujudkan diriku kepada Adam, aku tidak bersujud,

karena aku bersiteguh dengan 'Tujuan' Ikrarku."

14.Musa (as) bertanya: "Kau membangkangi perintah?" Iblis

 pun menjawab: "Itu sebuah ujian, bukannya perintah." Musa

 bertanya lagi: "Tanpa dosa? Kendati wajahmu berubah

 begitu?" Iblis menyahut: "Hai Musa, keadaanku ini sekadar

kemenduaan dari penampilan-lahir, sementara keadaan (hal)

(29)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Azal wa al Iltibas

25

spiritualku tidak bergantung atasnya, bahkan tidak berubah.

Ma'rifat tetaplah benar sebagaimana pada awalnya, dan itu

tidak berubah kendatipun pribadinya berubah."

15.Musa (as) bertanya: "Adakah kau mengingat-Nya (zikir)

sekarang?" "Hai Musa, pikiran yang murni tidak

membutuhkan daya-ingat, -- dengan itu aku mengingat (Dia)

dan Dia mengingat (aku). Ingatan-Nya adalah ingatanku, dan

ingatanku adalah ingatan-Nya. Bagaimana mungkin, ketika

kami saling mengingat, kami berdua berlainan satu sama

lain?" "Pengabdianku sekarang lebih murni, waktuku lebih

lapang, ingatanku lebih agung, sebab aku mengabdi

kepada- Nya secara mutlak demi keberuntunganku, bahkan sekarang

aku mengabdi kepada-Nya demi Diri-Nya."

16."Aku mencabut keserakahan dari segenap apa pun yang

mencegahku atau menahanku, baik demi kerugian ataupun

keuntungan. Dia mengasingkanku, membuatku

mabuk-kepayang, melinglungkanku, mengeluarkanku, sehingga aku

tidak dapat berpadu dengan para ruh suci. Dia menjauhkanku

dari yang lain, sebab kecemburuanku (kepada-Nya) supaya

Dia Sendiri saja. Dia mengubahku, sebab Dia mengagumiku.

Dia

mengagumiku,

sebab

Dia

membuangku.

Dia

membuangku, sebab aku pengabdi. Dan, menempatkanku

dalam ahwal terlarang disebabkan kemitraanku. Dia

mempertunjukkan kekurangan nilaiku disebabkan aku

memuji Keagungan-Nya. Dia menyederhanakanku dengan

sehelai kain ihram disebabkan kehajianku [hijya]. Dia

membiarkanku disebabkan 'penemuan'-ku atas-Nya dalam

zikir. Dia menyingkapkan (kasyf) hijabku disebabkaan

 penyatuanku. Dia mempenyatukanku disebabkan Dia

memencilkanku. Dan, Dia memencilkanku disebabkan Dia

mencegah hasratku."

(30)

26

Thosin Al Azal wa al Iltibas

|

 AL HALLAJ

17."Dengan Kebenaran-Nya, maka aku tidak salah dalam

memperhatikan titah-Nya, bukannya aku menolak takdir.

Aku tidak peduli sama sekali tentang perubahan wajahku.

Aku hanya menjaga keseimbanganku (sunnah) melalui

hukuman ini."

18."Kendatipun Dia mengazabku dengan api-Nya sepanjang

masa, aku tetap tidak akan bersujud kepada sesuatu

(selain- Nya). Aku tidak akan merundukkan diriku kepada pribadi

atau jasad (Adam as), sebab aku tidak mengaku berlawanan

dengan-Nya! Ikrarku khusyuk, dan aku memang seorang

yang khusyuk dalam 'cinta'!"

19.Al-Hallaj berkata: "Ada beragam teori yang berkenaan

dengan keadaan (hal) spiritualnya 'Azazyl (

Iblis sebelum kejatuhannya]. Seseorang mengatakan bahwa ia

ditugaskan dengan misi di surga, serta dengan suatu misi

(lainnya) di bumi. Di surga ia berkhutbah kepada malaikat,

menunjukinya tentang amalan yang baik. Dan, di bumi ia

 berkhutbah kepada manusia dan jin, menunjukinya tentang

 perbuatan yang jahat."

20."Sebab, seseorang tidak akan mengenali sesuatu kecuali

dengan (mengenali) yang sebaliknya. Sebagaimana dengan

sutera putih halus, yang hanya dapat ditenun dengan

menggunakan lakan hitam di belakangnya -- makanya,

malaikat mempertunjukkan amalan baiknya, dan berkata

simbolis, "Jika kau beramal, kau akan mandapat pahala."

 Namun, ia yang tidak mengenal kejahatan sebelumnya,

niscaya tidak dapat mengenali kebaikan."

21.Sang Faqir, Abu Umar Al-Hallaj, berkata: "Aku bersoal

dengan Iblis dan Fir'aun tentang kehormatan Sang Pemurah."

(31)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Azal wa al Iltibas

27

Kata Iblis: "Jika aku bersujud, aku niscaya kehilangan gelar

kehormatanku." Dan, kata Fir'aun: "Jika aku beriman kepada

Rasul (Musa as) itu, aku niscaya terjatuh dari harkat

kehormatanku."

22.Al-Hallaj pun berkata: "Jika aku memungkiri pengajaranku

dan pernyataanku, aku juga niscaya jatuh dari altar

kehormatanku."

23.Tatkala Iblis berkata: "Aku lebih baik daripada ia (Adam

as)," maka ia tidak melihat sesuatu pun selain dirinya.

Tatkala Fir'aun berkata: "Aku tahu pun tidak bahwa kau

(Musa as) mempunyai Tuhan yang selain aku," ia tidak

mengetahui bahwa sembarang rakyatnya dapat membedakan

antara kebenaran dan kepalsuan.

24.Jadi, aku (Al-Hallaj) berkata: "Andaipun kau tidak

mengenal- Nya, maka kenalilah pertanda-Nya. Akulah pertanda-Nya

[tajally], dan akulah Sang Kebenaran (anal'-Haqq)! Hal ini

disebabkan aku tiada henti menyadari 'ada'-Nya Sang

Kebenaran!"

25.Temanku adalah Iblis, dan guruku adalah Fir'aun. Iblis

diancam dengan api dan tidak mencabut pernyataannya.

Fir'aun ditenggelamkan di Laut Merah tanpa mencabut

 pernyataannya ataupun mengakui sembarang perantara

(rasul). kendatipun begitu ia berkata: "Aku beriman bahwa

tiada Tuhan kecuali Dia yang diimani oleh Bani Isra'il." (QS.

10: 90) Dan, bukankah kau melihat bahwa Alloh pun

menentang Jibril dalam Keagungan-Nya? Dia berfirman:

"Mengapa kau penuhi mulutmu dengan 'pasir'?"

(32)

28

Thosin Al Azal wa al Iltibas

|

 AL HALLAJ

26.Jadi, aku (akhirnya) dibunuh, digantung, tangan dan kakiku

dipotong, tanpa aku mencabut pernyataan tegasku!

27.Istilah Iblis diperoleh dari 'mutasi' nama pertamanya, 'Azazyl

(

  ). 'Ain'-nya (

'zay'-nya (

 Nya), 'alif'-nya ( ) sebagai jalan hidupnya dalam harkat-Nya,

'zay'-nya (

'ya'-nya (

dan 'lam'-nya (

28.Dia (Allah) berfirman kepadanya: "Kau tidak bersujud, hai

yang nista!" Ia menjawab: "Sebutlah lebih baik -- 'pecinta'!"

Karena pecinta dianggap rendah, maka Engkau menyebutku

nista. Aku telah membaca dalam Kitab yang Nyata, wahai

Sang Kuasa dan Setia, bahwa hal ini akan terjadi padaku.

Jadi, bagaimana mungkin aku menistakan diriku kepada

Adam, padahal Engkau menciptakannya dari tanah,

sedangkan aku dari api? Dua hal yang berlawanan tidak dapat

diakurkan. Dan, aku telah mengabdi-Mu lebih lama, juga

memiliki kebajikan yang lebih luhur, pengetahuan yang lebih

luas, serta aktivitas yang lebih sempurna."

29.Allah, yang senantiasa terpujilah Dia, berfirman kepadanya:

"Pilihan adalah milik-Ku, bukannya milikmu." Ia menjawab:

"Segenap pilihan, bahkan pilihan diriku, adalah milik-Mu.

Karena Engkau telah terpilih untukku, wahai Sang Khaliq.

Jika Engkau mencegahku dari bersujud kepadaanya (Adam

as), Engkau adalah 'Sebab' pencegahan itu. Jika aku khilaf

 berbicara, Engkau tidak membiarkanku, karena Engkau Sang

Maha Mendengar. Jika Engkau berkehendak aku bersujud

kepadanya, aku niscaya taat. Aku tidak mengetahui seorang

 pun di antara (makhluk) yang 'Arif, yang mengenal-Mu

secara lebih baik daripada aku."

) menunjukkan keluasan ikhtiarnya,

) adalah bertambah kerapnya kunjungan

(kepada-) yang kedua keasketisannya dalam derajat-Nya,

) langkah pengembaraannya ke penderitaannya,

(33)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Azal wa al Iltibas

29

30.Jangan persalahkan aku, ide kecaman jauh dariku,

anugerahilah aku, wahai Penguasaku, demi aku sendiri.

Kalaupun dalam hal janji, janji-Mu itu sejatinya Kebenaran

 prinsip, tentunya prinsip ikhtiarku juga kuat. Ia yang

 berhasrat menulis ikrarku ini, atau membacanya, akan

mengetahui bahwa aku (akhirnya) menjadi seorang Syahid!

31.Hai saudaraku! Ia (Iblis) disebut 'Azazyl karena ia

dibebastugaskan ('uzyla), dibebastugaskan dari kesucian

 purbanya. Ia tidak kembali dari asalnya ke akhirnya, sebab ia

tidak keluar dari akhirnya. Ia dibiarkan, dikutuk dari asalnya.

32.Upayanya untuk keluar pun gagal, disebabkan perasaan

iba-dirinya. Ia mendapatkan dirinya antara api tempat

 peristirahatannya dan cahaya posisi ketinggiannya.

33.Sumber air di darat adalah telaga yang rendah. Ia (Iblis)

terazab kehausan di tempat yang (airnya) berlimpah-ruah. Ia

menangisi kesakitannya, karena api telah membakarnya.

Kekhawatirannya tidak lain hanyalah kepura-puraan, dan

ke-'buta'-annya adalah kesia-siaan -- itulah ia adanya!

34.Hai saudaraku! Andaikan kau mengerti, kau telah

mempertimbangkan jalan sempit di kesempitannya yang

teramat sangat. Kau telah menunjukkan khayalan itu

kepadamu dalam kemusykilannya yang teramat sangat. Dan,

kau akan menderita serta penuh kegelisahan.

35.Kaum shufi yang paling terjaga pun tetap bungkam tentang

Iblis, dan para 'arifin tidak memiliki kemampuan untuk

menjelaskan apa yang telah dipelajarinya (tentang Iblis). Iblis

lebih kuat daripada mereka dalam hal pemujaan, dan lebih

(34)

30

Thosin Al Azal wa al Iltibas

|

 AL HALLAJ

dekat daripada mereka kepada Sang Zat Wujud. Ia (Iblis)

mengerahkan dirinya lebih dan 'lebih' setia pada perjanjian,

serta lebih dekat daripada mereka kepada Sang Pujaan.

36.Malaikat lain bersujud kepada Adam (as) karena dukungan

(Allah), sedangkan Iblis menolak (bersujud) karena ia telah

'tafakur' sekian lamanya.

37.Kendati begitu, keadaannya menjadi membingungkan, dan

 pikirannya kesasar, sehingga ia berkata: "Aku lebih baik

daripada ia (Adam as)."  (QS. 7: 12) Ia tetap di balik tabir,

tidak menghargai 'debu' (asal kejadian Adam as), dan

mengusung kutukan di atas pundaknya hingga Akhir

Ke-'baqa'-an Masanya-Masa Ke-Ke-'baqa'-an nanti...

(35)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Masyi-ah

31

BAB 7

Thosin Al Masyi-ah

(Kehendak)

1. Inilah penggambaran tentang Taqdir Ilahi. Lingkaran ( o )

 pertama adalah Kehendak [masyi’ah] Allah, dan ( o ) kedua

adalah Hikmah-Nya, serta ( o ) ketiga adalah Kuasa-Nya,

sedangkan ( o ) keempat adalah Ilmu-Nya yang ‘Azaliy.

2. Iblis berkata: “Bila aku memasuki lingkaran pertama, aku

akan menempuh ujian dari (lingkaran) yang kedua. Dan, bila

aku melintas ke yang kedua, aku harus menempuh ujian dari

(lingkaran) yang ketiga. Bahkan, bila aku menyeberang ke

yang ketiga, aku mesti menempuh ujian dari (lingkaran) yang

keempat.”

3. Maka – tidak (la), tidak (la), tidak (la), tidak (la), dan tidak

(la)! Bahkan, bila aku istirah di ‘tidak’ pertamaku, aku pasti

dikutuk sampai aku mengucapkan (‘tidak’) yang kedua, dan

dibuang sampai aku mengucapkan (‘tidak’) yang ketiga. Jadi,

apakah yang keempat berarti bagiku?

4. Kalaulah aku tahu bahwa bersujud (kepada Adam as) pasti

menyelamatkan aku, aku niscaya bersujud. Kendati demikian,

aku tahu bahwa setelah lingkaran (pertama) itu ada

lingkaran-lingkaran (kedua, ketiga, dan keempat) lainnya. Dengan

 pemikiran begitu, maka kukatakan kepada diriku: Kalaupun

aku selamat dari lingkaran (pertama) ini, bagaimana dapat

(36)

32

Thosin Al Masyi-ah

|

 AL HALLAJ

aku keluar dari (lingkaran) yang kedua, yang ketiga, dan yang

keempat?

5. Adapun ‘Alif’ ( ) dari ‘La’ (

Tuhan, Sang Hidup.” (QS. 2: 255)

(37)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Tauhid

33

BAB 8

Thosin Al Tauhid

(Keesaan)

1. Dia – Allah, Sang Maha Hidup (Al-Hayy).

2. Allah adalah Sang Esa, Unik, Sendiri, dan ‘saksi’ sebagai

yang Satu.

3. Sekaligus, Sang Esa dan kesaksian atas Penyatuan (Tawhid)

yang Satu, Adalah ‘di Dia’ dan ‘dari Dia’.

4. Dari-Nya datang jarak pemisah (makhluk) yang lain dari

Penyatuan-Nya, dan itu dapat dilambangkan demikian ini:

[Tauhid terpisah dari Allah, dan simbol ‘wahdaniyah’ ini

dilambangkan oleh ‘Alif’ ( ) panjang, dengan sejumlah ‘dal’

(

) merupakan Zat, dan

‘dal’-nya (

5. Pengetahuan Tauhid adalah sebuah ikhtisar kesadaran yang

mandiri, dan perlambangnya demikian ini: [Inilah ‘Alif’ ( )

 purba-Nya Zat (’Alif’ panjang) dengan ‘alif-alif’ ( ) lainnya,

yang merupakan wujud-wujud makhluk, dan yang hidup di

atas ‘Alif’ ( ) utama.]

6. Tauhid adalah sifat subyek makhluk yang melafalkan

ketauhidannya, dan bukan sifat sang Obyek yang tersaksikan

Satu.

  ) di dalamnya. Adapun ‘Alif’-nya (

 ) sebagai Sifat.]

(38)

34

Thosin Al Tauhid

|

 AL HALLAJ

7. Apabila aku yang makhluk mengatakan “aku”, dapatkah aku

membuat-Nya juga mengatakan “Aku”? Tauhidku datang

dariku, dan bukan dari-Nya. Dia suci [munazzah] dariku dan

Tauhidku.

8. Bila aku mengatakan: “Tauhid kembali ke ‘ia’ yang

mengatakannya,” maka aku membuatnya (Tauhid) sebagai

suatu makhluk.

9. Jika aku mengatakan: “Tidak, Tauhid itu datang dari sang

Obyek yang tersaksikan,” maka adakah hubungan yang

mengaitkan seorang peng-Esa (Tauhid) ke pernyataannya

tentang Penyatuan itu?

10.Andai kukatakan: “Memang, Tauhid adalah hubungan yang

mengaitkan sang Obyek ke subyeknya,” maka aku telah

mengarahkan hal ini ke sebuah ketentuan nalar!

(39)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Asrar fi al Tauhid

35

BAB 9

Thosin Al Asrar fi al Tauhid

(Kesadaran Diri Dalam Tauhid)

1. Adapun perlambang “Thasin Al Asrar fi al Tauhid :

Kesadaran-Diri dalam Tauhid” adalah demikian ini: [‘Alif’ (

) panjang – Penyatuan; Tauhid. ‘Hamzah’ ( ) –

kesadaran-diri, beberapa di satu sisi dan beberapa lagi di sisi lainnya.

‘Ain’ ( ) di awal dan akhir – Zat.]

Kesadaran-diri itu berproses dari-Nya, kembali pada-Nya,

dan beredar di dalam-Nya. Kendati demikian, secara nalar

semuanya tidak penting (bagi-Nya).

2. Subyek sejatinya Tauhid berbolak-balik melintasi keragaman

subyek, sebab Dia tidak tercakup dalam subyek atau dalam

obyek ataupun dalam ganti lainnya. Akhiran

kata- bendanya juga tidak terliput pada Obyeknya. Kata-kepunyaan

‘ha’-nya (

 ), dan bukan ‘Ha’ (

lain, yang tidak membuat kita bertauhid.

3. Bila kukatakan tentang ‘Ha’ (

lainnya akan berseru padaku, “Malangnya!”

4. Itulah julukan, sebutan dan kiasan demonstrative yang

menembus (Tauhid) ini, sehingga kita dapat ‘melihat’ Allah

melalui keadaan (hal) senyatanya.

) adalah milik ‘Ah’-nya (

)

(40)

36

Thosin Al Asrar fi al Tauhid

|

 AL HALLAJ

5. Segenap peribadi insan seperti “sebuah bangunan yang

tersusun rapi”. Inilah ketentuannya, dan Penyatuan Alloh

(Tauhid) tidak terkecuali bagi ketentuan ini. Kendati

demikian, setiap ketentuan adalah batasan, dan sifat batasan

hanya berlaku bagi obyek-terbatas. Sebaliknya, obyek Tauhid

tidak mengakui pembatasan tersebut.

6. Kebenaran [al-Haqq] itu sendiri tidak lain dari singgasana

Allah, bukannya Zat Allah.

7. Dikatakan, Tauhid tidak mencapai (Kebenaran) itu, karena

 peran kebahasaan dari suatu istilah dan pengertiannya yang

 pas, tidak berpadu satu sama lain, ketika menyangkut sebuah

imbuhan. Kalau begitu, bagaimana dapat semua berpadu,

ketika menyangkut Allah?

8. Kalau kukatakan: “Tauhid terpancar dari-Nya,” maka aku

menggandakan Zat Ilahi, dan membuat pancaran dari Dirinya

sendiri, ada bersama dengan-Nya, ‘ada’ ataupun ‘tiada’

Zatnya secara bersamaan.

9. Andai kukatakan bahwa ‘ada’-nya tersembunyi ‘di dalam’

Allah, dan Dia mengejawantahkannya. Bagaimana itu

tersembunyinya, sedangkan di (Allah) sana tidak ada

‘bagaimana’ atau ‘apa’ ataupun ‘ini-itu’, dan di sana juga

tidak ada tempat [‘dimana’] yang memuat Dia.

10.Sebab, ‘di dalam ini-itu’ adalah ciptaan Allah, sebagaimana

adanya ‘di mana’.

11.Adapun yang mendukung suatu aksi (aksiden) bukannya

tanpa substansi. Dan, yang tidak terpisahkan dari jasad

 bukannya tanpa unsur jasad. Juga yang tidak terpisahkan dari

(41)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Asrar fi al Tauhid

37

ruh bukannya tanpa unsur ruh. Karena itu, Tauhid merupakan

sebuah perpaduan (spiritual).

12.Kita kembali dulu, di luar semua itu, ke pokok masalah

[Obyek kita] dan memisahkannya dari kalimat tambahan,

 pemaduan, penghitungan, peleburan dan penyifatan.

13.Lingkaran pertama [pada diagram berikutnya] terdiri atas

tindakan Allah, yang kedua terdiri atas tiruannya (tindakan).

Dan, inilah dua lingkaran (makhluk) ciptaan.

14.Sedangkan (lingkaran) titik-pusat melambangkan Tauhid,

tetapi bukan (sebenarnya) Tauhid. Kalau tidak, bagaimana

mungkin itu terpisahkan dari lingkaran?

(42)

38

Thosin Al Tanzih

|

 AL HALLAJ

BAB 10

Thosin Al Tanzih

(Kesucian, Keterbebasan)

1. Inilah lingkaran qiyas (alegori) Tauhid, dan inilah sosok

 perlambangnya:

2. Inilah kesemestaan yang dapat memperlihatkan kepada kita

mengenai fatwa dan hukum (Tauhid), juga buat para pakar,

ahli ‘ibadah dan ahli madzhab, ahli fiqih dan ahli kalam.

3. Lingkaran pertama adalah ‘perasaan’ harfiah, yang kedua

adalah ‘rasa’ batin, dan yang ketiga adalah kias ‘ruh’ (yang

tidak terkiaskan).

4. Itulah keseluruhan segala sesuatu, yang dicipta ataupun

digubah, yang dipakai, ditapis, disaring, disangkal, yang

dibuai ataupun dibius.

5. Ia beredar dalam kata-ganti ‘kami’ subyek-subyek pribadi.

Seperti sebatang panah, ia menembusi sekujur mereka,

melengkapinya, mengejutkannya, dan membalikkannya. Ia

 juga

menakjubkan

mereka,

meneranginya,

dan

ia

mempesonakannya saat ‘menemui’ mereka.

6. Itulah keseluruhan substansi dan kualitas makhluk. Adapun

Allah tidak berhubungan dengan perumpamaan ini.

(43)

AL HALLAJ

|

Thosin Al Tanzih

39

7. Kalau kukatakan: “Ia adalah Dia,” pernyataan itu bukanlah

(refleksi) Tauhid.

8. Bila kukatakan bahwa Tauhid Alloh itu shahih, orang akan

menjawabku – “Tidak sangsi lagi!’

9. Andai kukatakan “tanpa waktu,” orang akan bertanya:

“Adakah maknanya Tauhid itu tamsil?” Padahal, tidak ada

 perbandingan saat menggambarkan Allah. Tauhidmu itu tidak

ada hubungannya dengan Allah ataupun makhluk, sebab

faktanya mengungkapkan bahwa sejumlah waktu itu

mengintrodusir kondisi terbatas. Dalam hal ini, kau telah

menambahkan pengertian pada Tauhid, seolah (Tauhid) itu

 bergantung. Bagaimanapun, kebergantungan bukanlah sifat

Allah. Zat-Nya itu Unik. Dan, sekaligus, baik Kebenaran

maupun apa yang gaib, tidak mungkin terpancar (keluar) dari

Zat-Nya Zat.

10.Jika kukatakan: “Tauhid adalah Firman itu sendiri,” ‘Firman’

adalah sifatnya Zat, bukan Zat itu sendiri.

11.Jika kukatakan: “Tauhid maknanya Allah berhasrat sebagai

yang Satu,’ ‘Kehendak’ Ilahi adalah sifatnya Zat, sedangkan

hasrat adalah makhluk.

12.Jika kukatakan: “Allah adalah Tauhidnya Zat yang

dinyatakan pada dirinya sendiri,” maka aku membuat Zat

 bertauhid, yang bisa menjadi pergunjingan kita.

13.Jika kukatakan: “Tidak, ’ia’ (Tauhid) bukan Zat,” lalu

dapatkah aku menyatakan bahwa Tauhid adalah makhluk?

(44)

40

Thosin Al Tanzih

|

 AL HALLAJ

14.Jika kukatakan: “Nama dan obyek yang dinamai itu Satu,”

maka apakah pengertian (nama) yang dikandung Tauhid?

15.Jika kukatakan:” Allah adalah Allah, maka adakah aku

mengatakan bahwa Allah adalah zatnya-Zat, dan ‘ia’

(Tauhid) adalah Dia?

16.Inilah “Tha-Sin” yang membicarakan tentang penyangkalan

atas

alasan-alasan

sekunder,

dan

inilah

lingkaran-lingkarannya, dengan ‘La’ (

sosoknya:

17.Lingkaran pertama adalah pra-Kelanggengan, yang kedua

Keterang jelasannya, yang ketiga Dimensinya, dan yang

keempat Berpengetahuannya.

18.Adapun Zat bukannya tanpa sifat.

19.Sang penempuh (lingkaran) pertama membuka Gerbang

Pengetahuan, dan tidak bertemu. Yang kedua membuka

Gerbang Penyucian, dan tidak bertemu. Yang ketiga

membuka Gerbang Pemahaman, dan tidak bertemu. Yang

keempat membuka Gerbang Pemaknaan, dan tidak bertemu.

Tidak seorang pun ‘ketemu’ Alloh dalam Zat-nya atau dalam

Kehendak-Nya, tidak dalam pembicaraan, apalagi dalam

Dia-nya ‘Dia’ Sejati.

20.Maha Besar Allah, yang Maha Suci, yang dengan

kesucian- Nya tidaklah Dia terjangkau oleh segenap cara (thariqah)

sang arif, apalagi oleh segenap intuisi orang kebatinan.

21.Inilah “Tho-Sin” tentang Nafi’-Itsbat (Penyangkalan dan

Penegasan) dan inilah penjabarannya:

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas peserta didik berdasarkan observasi memperileh nilai rata-rata 82,47% dengan kategori sangat baik. Hasil tersebut diperoleh dari berbagai aktivitas yang dilakukan

“Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPS Dengan Menggunakan Pembelajaran Koperatif Tipe Numbered Heads Together di Kelas IV SDN 2 Inpres

Pengetahuan atau penggunaan obat tradisional pada Suku Tengger Kecamatan Sukapura yang terdiri dari 5 desa yaitu Desa Ngadirejo, Desa Ngadas, Desa Jetak, Desa Wonotoro, dan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Firm Characteristic terhadap Environmental Disclosure pada perusahaan sektor Food and Beverage yang terdaftar pada

(4) Dalam hal rapat paripurna memutuskan memberi persetujuan dengan pengubahan terhadap usul rancangan undang-undang yang berasal dari DPD sebagaimana dimaksud pada

Perbedaan Putusan perkara nomor 2198/Pdt.G/2012/PA.Mlg dengan ketentuan pasal 94 Kompilasi Hukum Islam yaitu terdapat pada asas Hukum Acara Perdata bahwa hakim

[r]

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali Rosidi (2010) yang berjudul hubungan kebiasaan cuci tangan dan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak