• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPONSE SURFACE FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PRODUKTIVITAS PENGEBORAN PEKERJAAN PONDASI BORED PILE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPONSE SURFACE FAKTOR-FAKTOR PENGARUH PRODUKTIVITAS PENGEBORAN PEKERJAAN PONDASI BORED PILE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONSE SURFACE FAKTOR-FAKTOR PENGARUH

PRODUKTIVITAS PENGEBORAN PEKERJAAN PONDASI BORED

PILE

Benny Widya Christiawan1, Supani H. D.2, Haryono3 Bidang Keahlian Manajemen Proyek

1Magister Manajemen Teknologi-ITS 2Dosen Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS

3Dosen Jurusan Statistika, FMIPA-ITS ABSTRAK

Pelaksanaan pekerjaan pengeboran pondasi bored pile merupakan suatu hal yang kompleks. Pekerjaan ini memerlukan analisa yang tepat sehingga batasan biaya, mutu, dan waktu yang merupakan suatu standar pada pelaksanaan proyek dapat terpenuhi. Pengelolaan yang baik akan dapat menghasilkan pekerjaan yang tepat biaya, tepat mutu dan tepat waktu. Apalagi jika pekerjaan ini dilakukan dalam skala besar, baik volume maupun jumlahnya. Salah satu contoh kasus untuk pekerjaan tersebut adalah pekerjaan pengeboran pondasi bored pile pada pembangunan Jembatan Suramadu.

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah melakukan pemodelan dengan menggunakan Response Surface Method terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas pengeboran untuk pondasi bored pile. Dari pemodelan ini, dapat diketahui nilai produktivitas pengeboran paling optimal dari faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa model yang dihasilkan adalah y = - 3.815 + 0.0324 x1- 10.516 x2+ 8.426 x3+ 7.918 x12+ 8.652 x22+ 10.964 x32- 5.124 x1x2+ 2.415

x1x3 + 1.1791 x1x4- 21.28 x2x3dengan R2=44,8%. Berdasarkan persaman tersebut, nilai

produktivitas maksimal dihasilkan jika pengeboran dilakukan dengan diameter besar, pada tanah berbutir kecil, keras, dan pada daerah yang cukup dalam.

Kata kunci: Bored pile, Response Surface Method

PENDAHULUAN

Dunia usaha yang saat ini berkembang semakin pesat, memiliki efek-efek yang mengakibatkan munculnya persaingan diantara para pelaku usaha. Pelaku usaha dituntut untuk bisa menampilkan diri sebagai penyedia jasa atau barang yang dapat diandalkan. Namun demikian, pelaku usaha juga dituntut untuk memberikan harga yang kompetitif bagi konsumennya. Jika hal ini tidak dipegang oleh pelaku usaha, niscaya usaha yang dijalankan tidak akan sukses.

Tiap pelaku usaha akan mengukur produktivitas dan mutu berdasarkan keunikan tujuan dan sasarannya. Sebagai contoh, suatu perusahaan akan lebih fokus pada upaya-upaya pengembangan pangsa pasar sementara yang lain mungkin fokus pada pengurangan derajad kerusakan produk. Selain itu, mungkin ada pula yang akan memperbaiki dalam hal cara produksi, sedang yang lain fokus pada mengembangkan pemasaran hasil.

Banyak faktor yang menentukan produktivitas dan mutu produk yang rendah. Faktor-faktor tersebut antara lain peralatan yang kuno, beban kerja yang tidak dapat diprediksi, arus kerja yang tidak efisien, rancangan pekerjaan tidak tepat, dan jarangnya kegiatan pelatihan dan pengembangan. Disamping itu adalah faktor-faktor intrinsik

(2)

karyawan itu sendiri seperti tingkat pengetahuan, sikap, ketrampilan dan kemampuan serta motivasi. Semuanya dapat menyebabkan biaya produksi menjadi mahal.

Demikian halnya dengan pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu, pelaku usaha yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan jembatan ini juga dituntut untuk bisa memberikan produk yang bagus dan harga rendah agar dapat bersaing dengan kompetitor yang juga memiliki usaha serupa.

Satu hal yang perlu disoroti dalam pembangunan pondasi Jembatan Suramadu, ada satu jenis pekerjaan yang nilai dan volumenyanya cukup besar, yaitu pekerjaan pengeboran tanah pondasi bored pile. Pekerjaan ini merupakan sebuah pekerjaan berulang yang dilakukan dengan memperhatikan berbagai macam variabel yang berbeda-beda. Selain itu, pekerjaan pengeboran tanah ini merupakan pekerjaan yang dilakukan dengan obyek kerja yang tidak diketahui, sehingga banyak sekali ketidak pastian yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan ini meskipun telah didahului dengan penyelidikan tanah. Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam melihat proyek ini, bahwa semua pekerjaan pengeboran dilakukan di laut. Hal ini tentu saja menyebabkan tingkat kesulitan pekerjaan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan melaksanakan pekerjaan di darat.

Sesuai dengan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produktivitas pengeboran pondasi bored pile pada pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu. Sehingga masalah-masalah yang dikemukakan dalam penelitan ini adalah:

1. Bagaimana menyusun model permukaan respons untuk tingkat produktivitas pengeboran pekerjaan pondasi bored pile pada Jembatan Suramadu?

2. Berapakan nilai faktor-faktor yang menghasilkan nilai produktivitas yang optimal? Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, penelitian dapat terarah dengan baik sesuai tujuan penelitian dan adanya keterbatasan waktu maka perlu memberikan batasan terhadap penelitian yang akan dilakukan, yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan pada Bentang Tengah Jembatan Suramadu (approach

bridge dan main bridge).

2. Penelitian dilakukan pada pekerjaan yang telah selesai melakukan pekerjaan drilling. 3. Penelitian dilakukan pada bored pile dengan alat bor RCD tekan.

4. Penelitian tidak dilakukan pada bor pile yang memiliki kasus buckling pada casing. 5. Penelitian tidak memperhitungkan volume kelongsoran pada lubang bor.

6. Penelitian tidak membandingkan biaya-biaya yang timbul akibat penggunaan alat yang berbeda.

7. Data yang dipakai dalam penelitian adalah data statis. METODA

Metode Response Surface merupakan suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi. Penggunaan metode ini bertujuan untuk menentukan titik optimum dari permukaan respon yang didapatkan. Metode ini merupakan gabungan antara teknik-teknik matematika dan teknik-teknik statistika yang berguna untuk menentukan variabel bebas yang berpengaruh terhadap respon.

Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah:

Y = f(X1, X2,...., Xk) + ε

dimana:

Y = variabel respon

(3)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode permukaan respon adalah: 1. Mendefinisikan variabel respon dan variabel bebas yang akan digunakan

2. Membuat rancangan percobaan dan melakukan pendugaan model permukaan respon orde pertama

3. Menguji dugaan model permukaan respon orde pertama.

4. Membuat rancangan percobaan dan melakukan pendugaan model permukaan respon orde kedua.

5. Menguji dugaan model permukaan respon orde kedua.

6. Menentukan kondisi optimum dari dugaan model yang telah diperoleh. Rancangan Percobaan Model Permukaan Respon Orde Pertama

Model orde pertama diperoleh dengan menggunakan rancangan faktorial 2k dan ditambah dengan pengamatan di beberapa titik pusat. Rancangan faktorial 2kdigunakan untuk percobaan yang terdiri dari k faktor dan untuk masing-masing variabel diberi kode -1 dan 1. Kode -1 menyatakan level rendah dan kode 1 menyatakan level tinggi. Kode variabel diperoleh dengan persamaan:

Dimana:

x*

i= nilai koding

xi= nilai variabel yang sebenarnya x0i= nilai pusat dalam range percobaan

Ri= range antara nilai variabel maksimum dengan variabel minimum

Kode variabel tersebut digunakan untuk menyusun rancangan percobaan orde pertama apabila ada tiga variabel prediktor dan pengulangan sebanyak tiga kali pada titik pusat (center point) seperti ditunjukkan pada tabel dibawah. Total pengamatan pada percobaan orde pertama adalah sebanyak N=2k+n0, n0 adalah banyak pengamatan pada

titik pusat, (Montgomery, 2008). Model orde pertama adalah:

  

k i i iX Y 1 0 Dimana: Y = variabel respon

βi= koefisien parameter model

Xi = variabel bebas ε = residual

Rancangan Percobaan Model Permukaan Respon Orde Kedua

Rancangan percobaan model permukaan respon orde kedua paling sedikit harus memiliki tiga level untuk masing-masing variabel. Rancangan percobaan ini dipilih berdasarkan pertimbangan ketelitian relatif dalam menduga koefisien parameter model dan banyaknya pengamatan yang dibutuhkan. Rancangan percobaan model permukaan orde kedua pada penelitian mengunakan rancangan Box Behnken untuk k=3 dan no=3 seperti ditunjukkan dibawah. Rancangan Box Behnken disusun dengan mengkombinasikan rancangan dua level faktorial dengan rancangan blok tak lengkap (Montgomery, 2000). Model orde kedua adalah:

(4)



        j i j i ij k i ii k i i iX X X X Y i 1 2 1 0 Optimalisasi

Optimalisasi dlakukan untuk mengetahui karakteristik permukaan respon dari persamaan yang kita peroleh. Hasilnya bisa berupa kondisi maksimum atau minimum. Hasil Analisa

Adapun variabel-variabel beserta level dalam penelitian ini meliputi:

1) Variabel respon (y), yaitu: produktivitas pengeboran pekerjaan pondasi bored pile 2) Variabel bebas/ faktor, terdiri dari:

 Diameter mata bor (x1), untuk diameter 1800mm, 2200mm, dan 2400mm

 Jenis tanah (x2), range antara 1,040 s/d 2,667

 Kekerasan tanah SPT (x3), range antara 16,65 s/d 52,71 pukulan /30cm

 Kedalaman bor (x4), range antara 66,61 s/d 104,10 m

Nilai dari level-level di atas ditentukan berdasarkan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Tabel 1 Kode dan Nilai Level Eksperimen Orde I

Kode -1 +1

Diameter mata bor (x1) 1800mm 2400mm

Jenis tanah (x2) 1.040 2.667

Kekerasan tanah SPT (x3) 16.65 pukulan /30cm 52.71 pukulan /30cm

Kedalaman bor (x4) 66.61m 104.10m

Dari data lapangan yang ada, kemudian dilakukan pengkodean untuk nilai x1, x2,

x3, dan x4untuk dapat diolah. Pengkodean nilai nilai tersebut dilakukan terhadap nilai x1,

x2, x3, dan x4dengan menggunakan rumusan berikut:

Analisa Orde I

Pembentukan model orde pertama dilakukan dengan meregresikan semua variabel bebas (x1, x2, x3, dan x4) dengan variabel tidak bebas (y). Tabel 5.7

menunjukkan hasil dari ANOVA untuk model orde pertama: Tabel 2 Tabel ANOVA Model Orde I

Prediktor Koefisien Nilai Uji T Nilai P VIF

Konstanta x1 x2 x3 x4 3,2516 -0,2139 -0,5245 -0,0097 0,4468 22,52 -1,78 -1,91 -0,03 1,93 0,000 0,076 0,057 0,977 0,054 2,2 3,2 2,8 1,6

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa bentuk model orde pertama dari persamaan tersebut diatas adalah:

Y = 3,2516–0,2139 x1–0,5245 x2–0,0097 x3+ 0,4468 x4

Nilai R2dari persamaan tersebut adalah 9%.

(5)

diperoleh nilai α lebih besar dari 5%. Sehingga dapat disimpulkan model orde pertama

tidak sesuai untuk mewakili kondisi yang ada. Karena model orde pertama tersebut tidak sesuai, maka langkah selanjutnya adalah membuat rancangan model regresi orde kedua. Analisa Orde II

Pembentukan model regresi orde kedua dilaksanakan dengan meregresikan semua variabel prediktor (x1, x2, x3, dan x4) dengan interaksinya terhadap variabel dependen Y.

Hasil lengkap output komputer dapat dilihat pada lampiran 5. Tabel 3 menunjukkan ANOVA untuk model regresi orde kedua.

Tabel 3 Tabel ANOVA Model Orde II

Prediktor Koefisien Nilai Uji T Nilai P VIF

Konstanta x1 x2 x3 x4 x12 x22 x32 x42 x1x2 x1x3 x1x4 x2x3 x2x4 x3x4 -3,815 0,0324 -10,516 8,426 -0,2901 7,918 8,652 10,964 0,3666 -5,124 2,415 1,1791 -21,282 0,290 -0,812 -3,73 0,11 -6,42 4,13 -0,63 6,17 3,85 5,12 0,96 -3,23 2,33 2,07 -5,78 0,25 -0,66 0,000 0,913 0,000 0,000 0,532 0,000 0,000 0,000 0,338 0,001 0,020 0,040 0,000 0,806 0,509 21,1 178,5 164,9 10,2 18,0 186,3 85,2 2,5 171,0 125,2 16,6 351,9 22,1 34,0

Berdasarkan tabel di atas, model regresi orde kedua tersebut signifikan karena nilai –p dari uji kesesuaian moodelnya adalah 0,000. Nilai ini juga lebih kecil dari α=5%. Dari

tabel ini juga terlihat bahwa variabel-variabel x1, x4, x42, x2x4dan x3x4 tidak signifikan,

karena nilai –p untuk uji kesesuaian koefisien regresi masing-masing variabel tersebut

diperoleh nilai α lebih besar dari 5%. Walaupun nilai x1 tidak signifikan dalam model

orde kedua ini, nilai variabel x1 tetap dimasukkan ke dalam persamaan, karena tidak

mungkin melakukan pengeboran tanpa menggunakan atribut diameter alat bor. Didapati juga kenyataan, dari analisa diatas bahwa nilai x12nilainya sangat signifikan. Sedangkan

variabel x4 tidak dimasukkan ke dalam model orde kedua. Sehingga, diperoleh

persamaan model orde kedua dengan R244,8% adalah sebagai berikut:

y = - 3.815 + 0.0324 x1- 10.516 x2 + 8.426 x3 + 7.918 x12 + 8.652 x22 + 10.964 x32

-5.124 x1x2+ 2.415 x1x3+ 1.1791 x1x4- 21.28 x2x3

Dari data diatas dapat diketahui bahwa, produktivitas maksimal terjadi ketika: x1= 1

x2= -1

x3= 1

x4= 1

Nilai maksimal yang dihasilkan adalah produktivitas sebesar 72, 4039 m3/jam.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian produktivitas pengeboran pada pekerjaan pondasi bored pile di Jembatan Suramadu diketahui hal-hal sebagai berikut:

(6)

1. Persamaan yang diperoleh untuk menggambarkan produktivitas yang maksimal adalah:

y = - 3.815 + 0.0324 x1- 10.516 x2+ 8.426 x3 + 7.918 x12+ 8.652 x22+ 10.964 x32

-5.124 x1x2+ 2.415 x1x3+ 1.1791 x1x4- 21.28 x2x3

dengan nilai R2 dari persamaan diatas adalah 44,8%.

Dari empat faktor utama yang diajukan sebagai faktor yang mempengaruhi produktivitas pengeboran, yaitu: diameter mata bor, kekerasan tanah, jenis tanah, dan kedalaman pengeboran ternyata tidak semuanya memiliki kontribusi yang signifikan. Dari persamaan orde kedua diatas, faktor yang tidak signifikan tersebut adalah kedalaman pengeboran (x4), fungsi kuadrat kedalaman pengeboran(x42), interaksi antara jenis tanah dan kedalaman pengeboran(x2x4), serta interaksi antara kekerasan tanah dan kedalaman pengeboran(x3x4).

2. Dari persamaan diatas, dapat diketahui bahwa produktivitas pengeboran maksimal adalah sebesar 72,694m3/jam yang akan terjadi jika nilai:

x1= 1 atau diameter 2400mm

x2= -1 atau jenis tanah 1,040 (tanah lempung)

x3= 1 atau jenis tanah keras (52,71 pukulan per 30cm)

x4= 1atau pengeboran tanah yang paling dalam (104,10m)

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, A. (1996) Manajemen Produksi; Perencanaan Sistem Produksi. Buku I. Edisi Keempat. BPFE, Yogyakarta.

Barrie, D.S. and Paulson, Jr. B.C. (1992) Professional Construction Management. First Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Consortium of Indonesian Contractors (2006), Evaluation of Bored Pile Works,

Consortium of Indonesian Contractors, Surabaya.

Consortium of Indonesian Contractors (2006), Method Statement of Sonic Logging Test, Surabaya.

Federal Highway Administration (1999), Drilled Shafts: Construction Procedures and

Design Methods, US Department of Transportation, Washington.

Hendrickson, C. (2000) Project Management for Construction; Fundamental Concepts

for Owners, Engineers, Architects and Builders. Second Edition. Prentice Hall.

Herjanto, E. (1999) Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Kedua. Grasindo, Jakarta. Iriawan, N., Astuti, S., (2006) Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan

Minitab 14, Edisi I, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Kerzner, H. (2001) Project Management. Seventh Edition. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Lee, W.J. dan Kim, S. H. (2001) An integrated approach for interdependent information

system project selection. International Journal of Project Management 19, Pergamon,

pp. 111-118.

(7)

Nugraha, P., Natan, I., dan Sutjipto, R., (1985) Manajemen Proyek Konstruksi. Jilid 1. Edisi Pertama. Penerbit Kartika Yudha.

Riduwan (2004) Metode & Teknik Menyusun Tesis. Edisi Pertama. Alfabeta, CV., Bandung.

Siegel, I.H., (1980) Company Productivity: Measurement for Improvement, The W.E. Upjohn Institute for Employment Research, Kalamazoo Mich.

Soeharto, I. (2001) Manajemen Proyek. Jilid 1. Edisi Kedua. Penerbit Erlangga, Jakarta. Soeharto, I. (2001) Manajemen Proyek. Jilid 2. Edisi Kedua. Penerbit Erlangga, Jakarta. Subagyo, Suangga, M. (2006), Teknologi Pondasi Bore Pile.

Sumanth, D.J, (1985), Productivity Engineering and Management, First Printing, McGraw Hill, New York

Wysocki, R.K., Beck, Jr., R., Crane, D.B. (2000) Effective Project Management. Second Edition. Wiley Computer Publishing, New York.

Gambar

Tabel 2 Tabel ANOVA Model Orde I
Tabel 3 Tabel ANOVA Model Orde II

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Seperti dikutip dalam suratnya, Elias Wonda mengatakan bahwa keberadaan BPKP ini akan menjadi pilihan utama bagi para guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan orang tua

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Karakterisasi meliputi uji kekuatan tarik, analisa permukaan dengan SEM, analisa termal dengan DTA dan uji koefesien serap bunyi. 1.4

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang