• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PEMANFAATAN GAYA BAHASA DALAM ARTIKEL OPINI HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Oleh: I Made Bagus Ocky Yogiswara NIM: 131224053. PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIAKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PEMANFAATAN GAYA BAHASA DALAM ARTIKEL OPINI HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Oleh: I Made Bagus Ocky Yogiswara NIM: 131224053. PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIAKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018. i.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTO DAN PERSEMBAHAN. Jangan berhenti mencoba, jangan mencoba berhenti (Nanoe Biroe). Dengan harapan dan perjuangan karya pertama ini, Saya persembahkan untuk Ayah dan Ibu tercinta.. iv.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Yogiswara, I Made Bagus Ocky. 2018. Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Artikel Opini Harian Kompas Edisi Januari 2017. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa dan makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat dalam artikel opini harian Kompas. Dari penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan hal-hal sebagai berikut. (1) Jenis-jenis gaya bahasa yang terdapat dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017. (2) Makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017. Data dalam penelitian ini berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa yang terdapat dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak bebas libat cakap yang dipadukan dengan teknik catat. Istilah menyimak di sini tidak shanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tulis. Peneliti saat ini melakukan penelitian dengan penggunaan bahasa secara tertulis, maka dalam penyadapan peneliti menggunakan teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap. Metode analisis data yang relevan dengan penelitian ini adalah metode agih, sedangkan teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca markah. Peneliti menganalisis suatu kalimat yang memiliki kriteria jenis gaya bahasa tertentu berdasarkan pemarkah yang menunjukkannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dua hal yaitu: 1) Terdapat 11 jenis gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017. Jumlah keseluruhan kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam artikel tersebut berjumlah 68 kalimat. Berikut akan dijelaskan rincian masing-masing jumlah gaya bahasa yang ditemukan. Metafora 19 buah, personifikasi 12 buah, satire 2 buah, simile 10 buah, antonomasia 3 buah, metonimia 2 buah, sinekdoke 2 buah, eufemisme 7 buah, hiperbola 7 buah , asonansi 1 buah, dan erotesis 3 buah. Sebelas gaya bahasa yang ditemukan ini terbagi atas dua klasifikasi gaya bahasa, yaitu gaya kiasan dan retoris. 2) Makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahas dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017 berjumlah 12 makna. Makna penggunaan gaya bahasa pada penelitian ini umumnya adalah untuk menyampaikan pendapat. Namun terdapat juga makna lain seperti menyampaikan informasi, mengritik, untuk menjelaskan mengenai suatu permasalahan, menunjukkan kondisi, memperingatkan, menyindir, memberi pernyataan, menginisialkan, menekankan suatu hal, menyatakan keinginan, melebih-lebihkan, memperhalus kalimat, memperindah bunyi, dan mempengaruhi pembaca.. vii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Yogiswara, I Made Bagus Ocky. 2018. Utilization of Language Style in Opinion Articles in Kompas January 2017 Circulation. Thesis. Yogyakarta: PBSI, Guidance and Counseling, University of Sanata Dharma. This study aimed to describe the style of language and meaning that arises from the use of style that is contained in the daily opinion article Compass. From research conducted, researchers found the following matters. (1) The types of style that is contained in the Kompas newspaper opinion article, 2017. January issue (2) meaning that arise from the use of language style in the opinion article in January 2017 edition of Kompas daily. The data in this study a sentence that contains a style that is contained in the Kompas newspaper opinion article, 2017. January issue of data collection methods used in this research was engaging free, talkative-spectator method combined with noting technique. The term listening here not only related to the use of verbal language, but also the use of language in writing. Researchers are currently conducting research with the use of a written language, so the researchers used a technique of tapping on file as a free refer Engaged coupling technique capable. Data analysis methods relevant to this study is the method, while the techniques used in this research are many reading techniques. Researchers analyzed a sentence that has certain criteria of style language based markers that show this. Based on research that has been done, we can conclude two things: 1)There are 11 types of style that is utilized in the Kompas newspaper opinion article in January 2017. The total issue a sentence that contains the style of language in the article amounted to 68 sentences. The following will explain the details of each amount of style that is found. 19 pieces metaphor, personification 12 pieces, satire 2 pieces, 10 pieces simile, antonomasia 3 pieces, 2 pieces metonymy, sinekdoke 2 pieces, 7 pieces euphemisms, hyperboles 7 pieces, assonance 1 piece, and erotesis 3 pieces. Eleven style that is found is divided into two classifications style, that style and rhetorical tropes. 2) meaning that arise from the use of force discussed in Kompas daily opinion article in January 2017 amounted to 12 meaning. Meaning the use of language style in this study generally is to deliver opinions. But there are also other meanings such as conveying information, to criticize, to explain about the problem, indicates the condition, warning, sarcastic, gave a statement, initializing, emphasizing one thing, expressing a desire, exaggerating, softening the sentence, beautifying the sound and influencing the reader.. viii.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan atas berkat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Artikel Opini Harian Kompas Edisi Januari 2017 dengan baik. Penyusunan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Prodi Bahasa Sastra Indonesia, pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini telah memberikan bantuan, bimbingan, nasihat, motivasi, doa, semangat, dan kerja sama yang tidak ternilai harganya dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang senantiasa sabar untuk membimbing, memotivasi, mengarahkan jalan pikir peneliti, serta memberikan berbagai masukan yang membangun dari proses awal hingga akhir dari penelitian ini.. ix.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A. selaku selaku dosen Triangulasi Data yang telah berkenan untuk meluangkan waktu, pikiran, serta memberikan masukan yang membangun untuk kebaikan skripsi ini. 5. Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang mendedikasikan untuk membimbing, mendidik, memberikan dukungan, bantuan, arahan dari awal perkuliahan hingga peneliti dapat sampai pada jenjang ini. 6. Kedua orang tuaku, I Made Kota dan Gusti Ayu Cakra Wati yang selalu memberikan doa, restu, motivasi, bimbingan serta dukungan secara moril dan material kepada penulis hingga saat ini. 7. Kedua saudaraku Ni Luh Ayu Budianti dan I Komang Bagus Tri Dananjaya yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis 8. Etheldredha Tiara Wuryaningtyas yang tak pernah lelah dan selalu riang memberi dukungan dan memotivasi kepada penulis agar dalam mengerjakan penelitian ini. 9. Kornelis Mauk, Yulius Steven Balubun, Sarta Saogo, Giovanno Alexander Engko, sahabat-sahabatku yang tak pernah lelah menghibur dan selalu humoris. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah turut membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan perkuliahan dari awal hingga penulisan skripsi ini.. x.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. Halaman Judul ............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii ABSTRACT ..................................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3 1.5 Batasan Istilah ............................................................................................ 4 1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................ 5 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 7 2.1 Penelitian yang Relevane .......................................................................... 7 2.2 Kajian Teori ............................................................................................... 8 2.2.1 Gaya Bahasa ..................................................................................... 8 2.2.1.1 Jenis-jenis Gaya Bahasa ......................................................... 9. xii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.2.1.2 Sendi Gaya Bahasa .............................................................. 43 2.2.2 Bahasa Jurnalistik ............................................................................ 45 2.2.3 Artikel Opini di Media Massa .......................................................... 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 55 3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 55 3.2 Sumber Data dan Data Penelitian .............................................................. 55 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 56 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data .............................................................. 57 3.5 Triangulasi Data ......................................................................................... 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 60 4.1 Deskripsi Data ............................................................................................ 60 4.2 Hasil Analisis Data ..................................................................................... 62 4.2.1 Jenis Gaya Bahasa ............................................................................. 62 4.2.1.1 Gaya Bahasa Metafora ............................................................. 62 4.2.1.2 Gaya Bahasa Personifikasi ....................................................... 64 4.2.1.3 Gaya Bahasa Satire ................................................................... 65 4.2.1.4 Gaya Bahasa Simile ................................................................. 66 4.2.1.5 Gaya Bahasa Antonomasia....................................................... 67 4.2.1.6 Gaya Bahasa Metonimia .......................................................... 68 4.2.1.7 Gaya Bahasa Sinekdoke .......................................................... 69 4.2.1.8 Gaya Bahasa Eufemisme .......................................................... 70 4.2.1.9 Gaya Bahasa Hiperbola ............................................................ 72 4.2.1.10 Gaya Bahasa Asonansi ........................................................... 73. xiii.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.2.1.11 Gaya Bahasa Erotesis ............................................................. 74 4.2.2 Makna Gaya Bahasa ........................................................................... 76 4.2.2.1 Gaya Bahasa Metafora ............................................................. 76 4.2.2.2 Gaya Bahasa Personifikasi ....................................................... 78 4.2.2.3 Gaya Bahasa Satire ................................................................... 80 4.2.2.4 Gaya Bahasa Simile ................................................................. 81 4.2.2.5 Gaya Bahasa Antonomasia....................................................... 82 4.2.2.6 Gaya Bahasa Metonimia .......................................................... 83 4.2.2.7 Gaya Bahasa Sinekdoke ........................................................... 84 4.2.2.8 Gaya Bahasa Eufimisme .......................................................... 86 4.2.2.9 Gaya Bahasa Hiperbola ............................................................ 87 4.2.2.10 Gaya Bahasa Asonansi ........................................................... 88 4.2.2.7 Gaya Bahasa Erotesis .............................................................. 88 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 90 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 93 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 93 5.2 Saran ........................................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95 LAMPIRAN .................................................................................................... 96 Tabel Triangulasi Gayaya Bahasa ................................................................... 96 Artikel Opini Kompas ...................................................................................... 138 BIODATA PENULIS ..................................................................................... 173. xiv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Surat kabar adalah media cetak yang di dalamnya terdapat berbagai macam berita. Berita politik, ekonomi, edukasi, kesehatan, teknologi, budaya, dan pariwisata, adalah beberapa jenis berita yang dapat dijumpai dalam surat kabar. Selain berita, di dalam surat kabar juga terdapat halaman opini. Lebih khususnya artikel opini, memang seharusnya suatu redaksi surat kabar menyediakan halaman opini bagi masyarakat. Melalui pemberian kesempatan bagi masyarakat mengirimkan tulisan untuk dimuat dalam surat kabar tentu saja memiliki nilai lebih bagi suatu redaksi. Nilai lebih yang dimaksud adalah suatu redaksi telah turut berkontribusi dalam mengajak masyarakat luas untuk berpikir kritis dan ikut serta memberi tanggapan terhadap suatu masalah yang sifatnya aktual dan kontroversial. Surat kabar Kompas merupakan surat kabar nasional yang populer di Indonesia. Surat kabar Kompas adalah salah satu surat kabar yang menyediakan kolom opini bagi masyarakat setiap harinya. Kecuali hari Minggu, terdapat empat sampai lima artikel opini terbit di harian Kompas. Tulisan-tulisan opini yang terbit di harian Kompas seringkali ditulis oleh tokoh masyarakat maupun oleh tokohtokoh kenegaraan. Presiden Indonesia periode 2004 sampai dengan 2014 Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani merupakan beberapa tokoh kenegaraan yang tulisannya pernah dimuat di harian Kompas. Pada bulan. 1.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Januari tahun 2017 saja tidak kurang dari 90 tulisan artikel dimuat di harian Kompas. Masing-masing penulis artikel opini tentu saja mengungkapkan pemikiran atau gagasannya dengan gaya bahasa yang berbeda-beda. Setiap gagasan yang diungkapkan dengan menggunakan gaya bahasa, tentu saja memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Pemakaian gaya bahasa yang baik memiliki syarat yaitu, gaya bahasa harus mengandung tiga unsur: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. (Keraf, 1984: 113). Melihat pemanfaatan gaya bahasa yang digunakan oleh penulis artikel opini kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan penulisnya. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian seseorang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya (Keraf, 2009: 113). Oleh karena itu, dalam penggunaan gaya bahasa haruslah cermat dan memperhatikan kesantunan dalam penggunaanya. Berdasarkan paparan pada paragraf-paragraf sebelumnya maka perlu diteliti mengenai pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini Harian Kompas edisi Januari 2017.. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: a. Gaya bahasa apa sajakah yang dimanfaatkan dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017? b. Makna apa sajakah yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017?.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. 1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat pada artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017. b. Mendeskripsikan makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat pada artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017.. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini di harian Kompas diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi mahasiswa mengenai gaya bahasa. b. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti lain untuk meneliti gaya bahasa, sehingga kajian mengenai gaya bahasa menjadi semakin lengkap ke depannya. c. Bagi Kalangan Pendidik Bahasa Sastra Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan bahan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi yang berkaitan dengan jurnalistik di media massa cetak seperti koran..

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. 1.5 Batasan Istilah Batasan istilah merupakan definisi istilah. Batasan istilah dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlampau luas dan melebar. Selain itu, batasan istilah berfungsi untuk menghindari salah pengertian ataupun salah tafsir istilah-istilah yang ada. Batasan-batasan istilah tersebut sebagai berikut: a. Surat kabar Surat kabar ialah lembaran kertas yang berisi berita, opini, dan iklan yang dicetak secara rutin. Surat kabar dijual secara umum, dan sering disebut dengan “koran”. b. Artikel Opini Tulisan berkategori Views di media massa dapat mencakup beberapa tulisan, yang di antaranya adalah opini atau yang sering disebut artikel opini. Artikel opini adalah tulisan yang ditulis oleh orang dari luar redaksi yang bersangkutan. Artikel opini yang dimaksud dalam penelitian ini ialah tulisan lepas yang ditulis oleh penulis di luar redaksi media harian Kompas dan dimuat selama edisi bulan Januari 2017. Artikel opini yang dipilih ialah artikel utama pada terbitan harian Kompas selama edisi Januari 2017. c. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara setiap orang mengungkapkan pemikirannya menggunakan bahasa secara khas yang dapat memperlihatkan kepribadian dari penulis atau pemakai bahasa. Penggunaan gaya bahasa yang baik adalah gaya bahasa yang berdasarkan kejujuran, sopan santun, dan kemenarikan. Gaya bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pengungkapan ide atau.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. pikiran penulis artikel opini yang terdapat dalam artikel opini harian Kompas selama edisi bulan Januari 2017.. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penulisan. Latar belakang berisi alasan peneliti melakukan penelitian dan permasalahan yang ditemukan. Rumusan masalah mencakup uraian permasalahan berupa kalimat tanya. Tujuan penelitian berisi tujuan dilakukannya penelitian yang sejalan dengan rumusan masalah. Manfaat penelitian berisi manfaat atau dampak dari hasil penelitian. Batasan istilah disertakan untuk membatasi istilah yang ada agar tidak terlampau luas. Sistematika penulisan, berisi alur penulisan agar tercipta kesistematisan penulisan. Bab II merupakan landasan teori, yang berisi penelitian yang relevan dan kajian teori. Penelitian yang relevan menunjukkan posisi tulisan sehingga tidak dimungkinkan pengulangan karya ilmiah dan peneliti dapat membahas masalah dengan tajam dan kritis. Kajian teori menunjukkan ketajaman dan kedalaman alat analisis. Pisau analisis yang berupa dasar teori digunakan sebagai alat pembedah data dalam penyusunan karya ilmiah. Bab III merupakan bab metodologi penelitian. Bab ini meliputi jenis penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data. Jenis penelitian merupakan pengategorian menurut data yang diperoleh. Data adalah bahan yang dapat dijadikan dasar kajian. Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Instrumen penelitian berisi alat pengumpulan data utama. Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah untuk mendapatkan data. Teknik analisis data merupakan langkah lanjutan setelah data dikumpulkan. Teknik penyajian data merupakan bentuk penyajian data. Bab IV merupakan bab yang berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini merupakan inti dan jantung karya ilmiah. Pada bagian pembahasan, masalah yang dirumuskan pada bagian latar belakang dan rumusan masalah dibahas dan dibedah sesuai teori yang diacu. Bab V merupakan bab penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran bagi peneliti selanjutnya. Kesimpulan berisi pokok-pokok pikiran dari hasil pembahasan dan berkaitan dengan rumusan masalah. Saran merupakan imbauan kepada peneliti selanjutnya jika ingin melakukan penelitian yang serupa..

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelitian yang Relevan Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisabet Apti Elita Sari. Penelitian Elisabet berjudul Gaya Bahasa dan Struktur Feature Perjalanan Majalah Intisari Edisi Januari 2016. Penelitian tersebut sejenis dengan penelitian yang akan dilakukan penulis saat ini. Peneliti akan meneliti mengenai pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017. Elisabet dalam penelitiannya menemukan lima gaya bahasa yang digunakan dalam Feature yang ditelitinya. Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa Perumpamaan, metafora, hiperbola, personifikasi, dan litotes. Pola struktur penulisan dalam feature perjalanan yang diteliti oleh Elisabet menggunakan pola struktur Piramida Kronologis. Selain relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisabet penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska Budi Fitriana. Penelitian Fransiska berjudul, Pemakaian Gaya Bahasa dan Diksi Tokoh Masyarakat dalam Surat Kabar Kompas. Penelitian tersebut sejenis dengan penelitian yang akan dilakukan penulis saat ini. Peneliti sebelumnya meneliti mengenai gaya bahasa dan diksi tokoh masyarakat dalam surat kabar Kompas, kali ini peneliti akan meneliti mengenai pemanfaatan gaya bahasa dalam artikel opini harian Kompas edisi Januari 2017.. 7.

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. Fransiska dalam penelitiannya menemukan 12 jenis gaya bahasa yang digunakan. Jenis gaya bahasa itu yaitu gaya bahasa personifikasi, metafora, perumpamaan (simile), antitesis, hiperbola, litotes, ironi, zeugma, metonimia, sinekdoke, alusi, dan eufemisme. Penggunaan diksi yang ditemukan oleh Fransiska sejumlah 10 diksi, yaitu: makna konotatif, makna denotatif, kata bersinonim, kata berantonim, kata konkret, kata abstrak, kata umum, kata khusus, kata berasa, dan kata lugas.. 2.2 Kajian Teori 2.2.1 Gaya Bahasa Gaya bahasa sebenarnya merupakan bagian dari pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu, untuk menghadapi situasi-situasi tertentu. Sebab itu persoalan gaya bahasa itu meliputi semua hierarki kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat atau mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Bahkan nada yang tersirat di balik sebuah wacana termasuk pula persoalan gaya bahasa. Jadi jangkauan gaya bahasa sebenarnya sangat luas, tidak hanya meliputi unsur-unsur kalimat yang memperlihatkan corak-corak tertentu, seperti yang umum terdapat dalam retorika-retorika klasik (Keraf, 1981: 99). Gaya sebenarnya tidak lain dari pada cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku berpakaian, dan sebagainya. Itulah sebabnya kita biasa mengatakan „cara berpakaiannya menarik perhatian orang banyak‟, „cara menulisnya lain daripada kebanyakan orang‟, yang memang sama artinya dengan „gaya berpakaian‟ dan „gaya menulis‟. Dilihat dari segi bahasa, gaya.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9. bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian seseorang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya (Keraf, 1981: 99).. 2.2.1.1 Jenis-jenis Gaya Bahasa Keraf, (2009: 166:117) dilihat dari sudut bahasa dan unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu: Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Tarigan (1986:5) mengelompokkan gaya bahasa ke dalam empat kelompok yaitu pertama, perbandingan yang terdiri atas gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa sindiran/alegori, dan gaya bahasa antitesis. Kedua, pertentangan yang terdiri atas gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa litotes, gaya bahasa oksimoron, gaya bahasa ironi, gaya bahasa paronomasia, gaya bahasa paralipsis, dan gaya bahasa zeugma. Kelompok ketiga adalah pertautan yang terdiri atas gaya bahasa metonimia, gaya bahasa sinekdoke, gaya bahasa alusi, gaya bahasa eufemisme, gaya bahasa elipsis. Kelompok terakhir yaitu perulangan yang terdiri atas gaya bahasa aliterasi, antanaklasis, kiasmus, dan repetisi. Dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Namun, ada.

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. baiknya pula peneliti juga akan memberikan paparan mengenai gaya bahasa berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang lainnya.. 2.2.1.1.1 Gaya Bahasa berdasarkan Pilihan Kata Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu di dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa di masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa nonstandar tidak akan dibicarakan di sini, karena tidak akan berguna dalam tulisan-tulisan ilmiah atau ilmiah populer (Keraf, 2009: 117).. 2.2.1.1.2 Gaya Bahasa berdasarkan Nada Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sugesti sering kali akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan. Karena nada itu pertama-tama lahir dari sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata, sedangkan rangkaian kata-kata itu tunduk pada kaidah-kaidah sintaksis yang berlaku, maka nada, pilihan kata, dan struktur kalimat sebenarnya berjalan sejajar. Yang satu akan mempengaruhi yang lain. Dengan latar belakang.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. ini, gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah (Keraf, 2009: 121). 2.2.1.1.3 Gaya Bahasa berdasarkan Struktur Kalimat Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapatkan tekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapatkan tekanan ditempatkan pada awal kalimat. Bagian yang kurang penting atau semakin kurang penting dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi. dan jenis ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat (Keraf, 2009:124).. 2.2.1.1.4 Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatif nya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud di sini..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trop atau figure of speech. Istilah trop sebenarnya berarti “pembalikan” atau “penyimpangan”. Kata trop lebih dulu populer sampai dengan abad XVIII. Karena ekses yang terjadi sebelumnya, trop dianggap sebagai penggunaan bahasa yang indah dan menyesatkan. Sebab itu pada abad XVIII istilah itu mulai diganti dengan figure of speech. Trope atau figure of speech memiliki macam-macam fungsi: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa yang disebut trop atau figure of speech dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencari efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Contoh: - Satu kilometer terdiri dari 1000 meter. -Rumah itu terletak 300 kilometer dari jalan raya. - Ia memukul adiknya dengan sebuah tongkat. Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa bahasa yang dipergunakan adalah bahas biasa, yang masih bersifat polos, bahasa yang mengandung unsurunsur kelangsungan makna, dengan konstruksi-konstruksi yang umum dalam bahasa Indonesia. Arti yang didukungnya tidak lebih dan tidak kurang dari nilai lahirnya, tidak ada usaha untuk menyembunyikan sesuatu di dalamnya (Keraf, 2009: 129-130)..

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. a. Gaya Bahasa Retoris 1. Aliterasi Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya (Tarigan, 1985: 197). Sedangkan menurut Keraf, aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadangkadang dalam prosa, untuk perhiasan atau penekanan (Keraf, 2009: 130). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa aliterasi merupakan gaya bahasa yang mengulang kembali suatu konsonan yang sama. Gaya bahasa ini sering digunakan dalam tulisan sastra seperti puisi dan prosa. Hal ini bertujuan untuk memberikan penekanan atau keindahan. Contoh: -Takut titik lalu tumpah, Keras-keras kerak kena air lembut juga (Keraf, 2009:130).. 2. Asonansi Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang juga dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekadar keindahan (Keraf, 2009: 130). Sejalan dengan Pendapat Keraf, Tarigan juga menyatakan asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan (Tarigan, 2013: 176). Berdasarkan.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. pandangan pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa aliterasi merupakan gaya bahasa yang mengulang kembali suatu vokal yang sama. Gaya bahasa ini sering digunakan dalam tulisan sastra seperti puisi dan prosa. Hal ini bertujuan untuk memberikan penekanan atau keindahan. Contoh: -Ini muka penuh luka siapa punya, Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu (Keraf, 2009:130).. 3. Anastrof Menurut Keraf, Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf,2009: 130). Durot and Todorov, ananstrof atau inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi atau perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis (Durot and Todorov, 1981:277 dalam Tarigan 2013: 85). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa anastrof merupakan gaya bahasa retoris dengan cara membalikkan urutan unsur-unsur sintaksisnya. Contoh: -Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya, Bersoraksorak orang di tepi jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar (Keraf, 2009:130)..

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. 4. Apofasis atau Preterisio Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya (Keraf, 2009: 130). Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya disebut apofasis (Tarigan, 2013:86). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan penulis atau pengarang untuk menegaskan sesuatu, tetapi ia terlihat menyangkalnya. Contoh: -Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa Anda pasti membiarkan anda menipu diri sendiri (Keraf, 2009:131). 5. Apostrof Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orator klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu massa, sang orator secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir: kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada para hadirin (Keraf, 2009: 131). Menurut Tarigan, apostrof adalah sejenis gaya.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir (Tarigan, 2013: 83). Berdasarkan pandangan pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa apostrof merupakan gaya bahasa yang berupa pengalihan terhadap sesuatu yang sudah tidak ada di dunia ini, sesuatu yang keberadaannya abstrak, atau khayalan. Biasanya gaya bahasa ini digunakan oleh orator dalam pidatonya. Contoh: -Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskan kami dari belenggu penindasan ini (Keraf, 2009:131).. 6. Asindeton Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma, seperti ucapan terkenal dari Julius Caesar: Veni, vidi, vici. “saya datang, saya lihat, saya menang” (Keraf, 2009: 131). Menurut Tarigan, asindeton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung (Tarigan 2013: 136). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa asindeton merupakan gaya bahasa yang tidak menggunakan kata hubung dalam menyambung beberapa kata, frasa, atau klausa. Penggunaan kata hubung digantikan dengan penggunaan tanda koma. Contoh:.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. -Materi pengalaman diaduk-aduk, modus eksistensi dari cogito ergo sum dicoba, medium bahasa dieksploitir, imaji-imaji, metode, prosedur dijungkir balik, masih itu-itu juga (Keraf, 2009:131).. 7. Polisindeton Polisindenton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung (Keraf, 2009: 131). Menurut Tarigan polisindenton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Dalam polisindenton, beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. (Tarigan, 2013: 137). Berdasarkan dua pandangan ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa polisindenton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Pengguna gaya bahasa ini, menggunakan kata hubung untuk menggabungkan beberapa kata, frasa, dan klausa. Contoh: -Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya? (Keraf, 2009:131).. 8. Kiasmus Kiasmus (chiasmus) adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya (Keraf, 2009: 132). Menurut.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. Ducrot dan Todorov, kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat (Ducrot dan Todorov, 1981: 277 dalam Tarigan, 2013: 180). Berdasarkan pandangan ahli tersebut dapat disimpulkan gaya bahasa kiasmus merupakan gaya bahasa yang terdiri dari klausa dan frasa yang bersifat berimbang dan bertentangan, hubungan klausa dan frasa itu terbalik dengan frasa dan klausa yang lainnya. Contoh: -Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu. (Keraf, 2009:132).. 9. Elipsis Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku (Keraf, 2009: 132). Menurut Tarigan, elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa (Tarigan, 2013: 133). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa, gaya bahasa elipsis merupakan gaya bahasa yang menghilangkan bagian dari kalimat yang keberadaannya mudah diprediksi oleh pembaca atau pendengar. Contoh:.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. -Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis. (Keraf, 2009:132). Bila bagian yang dihilangkan itu berada di tengah-tengah kalimat disebut anakoluton. Contoh: -Jika anda gagal melaksanakan tugasmu... tetapi baiklah kita tidak membiarkan hal itu. Bila pemutusan di tengah-tengah kalimat itu dimaksudkan untuk menyatakan secara tak langsung suatu peringatan atau karena suatu emosi yang kuat, maka disebut aposiopesis.. 10. Eufemisme Eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan (Keraf, 2009: 132). Menurut Tarigan, eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan (Tarigan, 2013: 125-126). Berdasarkan pandangan ahli tersebut, dapat kita simpulkan bahwa gaya bahasa eufemisme adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk memperhalus penggunaan acuan-acuan yang mungkin dirasa kurang sopan atau tidak baik, bahkan menghina. Contoh: -Besarnya desakan warga negara, khususnya kaum ibu-ibu yang anaknya gugur atau cacat dalam perang di Vietnam,..... (gugur = mati). Surip Kadi, Kompas, 3 Januari 2017, paragraf 5..

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. 11. Litotes Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya (Moeliono, 1984: 3. Dalam Tarigan 2013: 58). Menurut Keraf, litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendah diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya (Keraf, 2009: 132-133).. Berdasarkan pandangan ahli tersebut,. dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa litotes adalah gaya bahasa yang digunakan untuk merendahkan diri sendiri. Tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Contoh: -Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali, saya tidak akan merasa bahagia bila mendapat warisan satu miliar rupiah (Keraf, 2009:133).. 12. Histeron Proteron Histeron Proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa (Keraf, 2009: 133). Dalam tulisan ataupun percakapan, dalam menulis ataupun berbicara, ada kalanya kita membalikkan sesuatu yang logis, membalikkan sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan pada awal peristiwa sesuatu yang sebenarnya terjadi kemudian. Gaya bahasa seperti ini disebut hysteron proteron atau hiperbaton (Tarigan, 2013: 88). Berdasarkan pandangan ahli tersebut dapat.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. disimpulkan bahwa gaya bahasa histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari hal yang sewajarnya. Contoh: - Saudara-saudara, sudah lama terbukti bahwa Anda sekalian tidak lebih baik sedikitpun dari pada pesuruh, hal itu tampak dari anggapan yang berkembang akhir-akhir ini, kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya (Keraf, 2009:133).. 13. Pleonasme dan Tautologi Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (Poerwadarminta, 1976: 761 dalam Tarigan, 2013: 28). Menurut Keraf, pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan katakata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan (Keraf, 2009: 133). Berdasarkan pandangan pakar di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa pleonasme dan tautologi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata lebih banyak dari kebutuhan yang diperlukan untuk menyatakan suatu pendapat atau argumen. Disebut pleonasme jika kata-kata yang berlebihan itu dihilangkan, dan disebut tautologi jika kata yang berlebihan tersebut diperlukan dan dirasa harus tetap ditambahkan. Contoh: -Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri, saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri. (Keraf, 2009:133). Ungkapan tersebut adalah pleonasme karena semua acuan itu tetap utuh dengan makna yang.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. sama, walaupun dihilangkan kata-kata: dengan telinga saya dan dengan mata kepala saya. -Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat, globe itu bundar bentuknya (Keraf, 2009:133). Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebihan itu sebenarnya mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam sudah tercakup dalam jam 20.00 dan bundar sudah tercakup dalam globe.. 14. Perifrasis Perifrasis. adalah. gaya. yang. mirip. dengan. pleonasme,. yaitu. mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berkelebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja (Keraf, 2009: 134). Parifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya menggunakan kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan Tarigan, 2013: 31) Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa parifasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, yaitu menggunakan kata melebihi dari yang diperlukan. Hal yang membedakannya adalah, kata yang berlebihan itu dapat digantikan dengan menggunakan satu kata saja. Contoh: -Ia telah beristirahat dengan damai (= mati, atau meninggal), jawaban dari permintaan saudara adalah tidak (= ditolak), Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya? (Keraf, 2009:134)..

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. 15. Prolepsis atau Antisipasi Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi (Keraf, 2009: 134). Menurut Tarigan, preolepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya terjadi (Tarigan, 2013: 33). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa. gaya bahasa. prolepsis atau antisipasi merupakan gaya bahasa yang digunakan di mana sebuah kata mendahului gagasan yang sebenarnya terjadi. Contoh: -Almarhum Padi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal orang itu, kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu (Keraf, 2009:134).. 16. Erotesis atau Pertanyaan Retoris Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan atau mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban (Keraf, 2009: 134). Menurut Tarigan, erotesis adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban (Tarigan, 2013: 130). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris merupakan gaya bahasa yang berbentuk.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. pertanyaan yang sama sekali tidak memerlukan suatu jawaban. Biasanya gaya bahasa ini digunakan oleh seorang orator untuk mempengaruhi pendengar dalam pidatonya. Contoh: -Dengan kata lain, yang bukan Pancasilais tidak ambil bagian. Terdengar keras? Memang. Sebab, demokrasi yang terlalu lunak justru memanjakan kaum radikal. Kaum yang satu saat membunuh pengasuhnya sendiri. Donny Gahral Adian, Kompas, 14 Januari 2017, paragraf 17.. 17. Silepsis dan Zeugma Silepsis dan Zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama (Keraf, 2009:. 135).. Zeugma dan. silepsis. adalah. gaya. bahasa. yang. mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata yang pertama (Tarigan, 2013: 68). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa silepsis dan zeugma merupakan gaya bahasa yang menghubungkan sebuah kata dengan dua kata yang sebenarnya hanya salah satu saja memiliki hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis, gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar. Contoh: -Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya..

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. -Fungsi dan sikap bahasa (Keraf, 2009:135). Konstruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat, yang satu memiliki makna denotasional, yang lain memiliki makna kiasan. Dalam zeugma kata yang digunakan untuk kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu saja baik secara logis maupun secara gramatikal. Misalnya: Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu, ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami (Keraf, 2009:135).. 18. Koreksio atau Epanortosis Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya (Keraf, 2009: 135). Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahas yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan, 2013: 34). Berdasarkan pandangan ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa koreksio atau epanortosis merupakan gaya bahasa yang awalnya menegaskan sesuatu, tetapi kemudian membenahinya. Contoh: -Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali (Keraf, 2009:135)..

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. 19. Hiperbola Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan, 1984: 143). Menurut Keraf, hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal (Keraf, 2009: 135). Berdasarkan pandangan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa hiperbola merupakan gaya bahasa yang menggunakan pernyataan secara berlebih-lebihan, dengan membesar-besarkannya. Contoh: -Saat-saat kritis telah kita lewati, bagaimana mungkin gara-gara seorang Basuki, eksistensi kita sebagai negara bangsa nyaris tercabik-cabik. Surip Kadi, Kompas, 3 Januari 2017, paragraf 3.. 20. Paradoks Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena keberaniannya (Keraf, 1985: 136). Menurut Tarigan, paradoks adalah suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan pertentangan (Tarigan, 2013: 77). Berdasarkan pandangan pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa paradoks merupakan gaya bahasa yang terdapat pertentangan dengan fakta yang ada..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. Contoh: -Musuh sering merupakan kawan yang akrab, Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah (Keraf, 2009:136).. 21. Oksimoron Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung penegasan atau pendirian suatu hubungan sintaksis – baik koordinasi maupun determinasi – antara dua antonim (Ducrot and Tororov, 1981: 278 dalam Tarigan, 2013: 63). Menurut Keraf, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks (Keraf, 2009: 136). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa oksimoron merupakan gaya bahasa yang menggabungkan suatu kata dengan kata lain untuk mencapai efek bertentangan. Contoh: -Keramahtamahan yang bengis, Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar, itu sudah menjadi rahasia umum (Keraf, 2009:136).. b. Gaya Bahasa Kiasan Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut.. Perbandingan. sebenarnya. mengandung. dua. pengertian,. yaitu. perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, dan.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Kelompok pertama dalam contoh berikut termasuk gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk gaya bahasa kiasan. 1) Dia sama pintar dengan kakaknya, kerbau itu sama kuat dengan sapi 2) Matanya seperti bintang timur, bibirnya seperti delima markah (Keraf, 2009: 136). Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya. Perbandingan bisa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan Sebab itu, untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut: 1) Tetapkanlah terlebih dahulu kelas ke dua hal yang diperbandingkan. 2) Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut. 3) perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tidak ada kesamaan maka perbandingan itu adalah bahasa kiasan. Pada mulanya, bahasa kiasan berkembang dari analogi. Mula-mula analogi dipakai dengan pengertian proporsi; sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuantitatif. Misalnya hubungan antara 3 dan 4 dinyatakan sebagai analog dengan 9 dan 12. Secara lebih umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara x dan y sebagai analog dengan hubungan antara nx dan ny”. Dalam memecahkan banyak persamaan, dapat disimpulkan bahwa nilai dari suatu.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. kuantitas yang tidak diketahui dapat ditetapkan bila diberikan relasinya dengan sebuah kuantitas yang diketahui. (Keraf, 2009:136-138). Perbandingan dengan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-macam gaya bahasa kiasan, seperti diuraikan di bawah ini.. 1. Persamaan atau Simile Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Dimaksud dengan perbandingan bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain (Keraf, 2009: 138). Tarigan berpendapat bahwa, gaya bahasa simile adalah perbandingan dua hala yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja dianggap sama Tarigan, (2013: 9). Berdasarkan pandangan pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa simile adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan hal lain, dan menyatakan hal tersebut sama dengan hal yang lain. Oleh karena itu simile memerlukan cara untuk menunjukkan persamaannya dengan menggunakan kata seperti, sama, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Contoh: -Secara formal proses pendidikan tetap berjalan, tetapi secara faktual ia bagai kerokot tumbuh di batu hidup segan mati tak mau. Daoed Joesoef, Kompas, 25 Januari 2017, paragraf 7. Persamaan masih dapat dibedakan lagi atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu; pembaca atau pendengar diharapkan akan mengisi sendiri sifat persamaannya,.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. Contoh: -Tertutup: Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa tegang seperti mengikuti pertandingan bulu tangkis dalam set terakhir dengan kedudukan 14-14. -Terbuka: Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa seperti mengikuti pertandingan bulu tangkis dalam set terakhir dengan kedudukan 14-14 (Keraf, 2009:138).. 2. Metafora Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi yang terdahulu tadi ( Tarigan, 1983: 141; Tarigan, 1985: 183). Sejalan dengan Tarigan, Keraf juga berpendapat bahwa gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cendera mata, dan sebagainya (Keraf, 2009: 139). Berdasarkan pandangan ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung, dengan singkat dan tanpa menggunakan kata seperti, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Contoh: -Bahkan untuk kepentingan konglomerat ”hitam”, negara melakukan terorisme oleh negara (state terrorism). Surip Kadi, Kompas, 3 Januari 2017, paragraf 12..

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. Metafora tidak harus menduduki fungsi predikat, tetapi dapat juga menduduki fungsi lain seperti subjek, objek, dan sebagainya. Dengan demikian metafora dapat berdiri-sendiri sebagai kata, lain halnya dengan simile. Konteks bagi sebuah simile sangat penting, karena akan membantu makna persamaan itu; sebaliknya, makna metafora justru dibatasi oleh sebuah konteks.. 3. Alegori, Parabel, dan Fabel Alegori adalah. cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang;. merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan (Tarigan, 2013: 24). Parabel juga merupakan alegori singkat yang mengandung pengajaran mengenai moral dan kebenaran (Tarigan, 2013: 25). Fabel adalah sejenis alegori, yang di dalamnya binatang-binatang bertingkah berbicara dan bertingkah laku seperti manusia (Tarigan, 2013: 24-25). Alegori, Parabel, dan Fabel merupakan perluasan dari metafora. Ketiga perluasan ini biasanya mengandung ajaran moral dan susah dibandingkan antara satu dan yang lainnya. Berdasarkan pandangan pakar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa alegori merupakan cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus dilihat dari awal ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, secara tujuannya selalu jelas tersurat. Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh yang diperankan oleh manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif, di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual. Fabel adalah suatu gaya metafora yang berbentuk cerita mengenai dunia binatang, binatang-binatang atau makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah seperti manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran moral. Fabel menyampaikan suatu tingkah laku melalui analogi yang transparan dari tingkah-laku binatang, tumbuh-tumbuhan, atau makhluk yang tidak bernyawa.. 4. Personifikasi atau Prosoppoeia Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara, seperti manusia (Keraf, 2009: 140). Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013: 17). Berdasarkan pandangan ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan bendabenda mati seolah memiliki sifat atau bersikap seperti manusia. Contoh: -Jika Amerika Serikat dan negara-negara Barat mulai disengaged atau tidak melibatkan diri lagi atas konflik Suriah, bola ada di tangan Bashar al-Assad,.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. Rusia, Iran, dan Turki. Susilo Bambang Yudhoyono, Kompas, 2 Januari 2017, paragraf 6. -Matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di sana (Keraf, 2009:140). Seperti halnya dengan simile dan metafora, personifikasi mengandung suatu unsur persamaan. Kalau metafora (sebagai istilah umum) membuat perbandingan dengan suatu hal yang lain, maka dalam penginsanan hal yang lain itu adalah benda-benda mati yang bertindak dan berbuat seperti manusia, atau perwatakan manusia. Pokok yang dibandingkan itu seolah-olah berwujud manusia, baik dalam tindak-tanduk, perasan, dan perwatakan manusia lainnya.. 5. Alusi Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan persamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal (Keraf, 2009: 141). Sejalan dengan Keraf, tarigan mengemukakan bahwa gaya bahasa alusi atau kilatan adalah sejenis gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca, serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu (Tarigan, 2013: 124). Berdasarkan pandangan pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Alusi merupakan gaya bahasa yang mensugesti antara tempat, orang, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. adalah suatu referensi kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Contoh: -Misalnya dulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris Jawa. Demikian dapat dikatakan: Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya (Keraf, 2009:141). Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah alusi yang baik, yaitu: 1. Harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal juga oleh pembaca; 2. Penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih jelas; 3. Bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan untuk menghindari acuan semacam itu. Bila hal-hal di atas tidak diperhatikan maka acuan itu akan dianggap plagiat atau akan kehilangan vitalitasnya. 6. Eponim Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu (Keraf, 2009: 141). Sejalan dengan Keraf, Tarigan memaparkan bahwa gaya bahasa eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seorang yang sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu (Tarigan, 2013: 127). Berdasarkan pandangan pakar.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa eponim adalah gaya bahasa yang menggunakan nama seseorang yang sering dihubungkan dengan sifat tertentu. Contoh: -Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dan Troya untuk menyatakan kecantikan (Keraf, 2009:141). 7. Epitet Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang (Keraf, 2009: 141). Sependapat dengan Keraf, Tarigan mengemukakan bahwa gaya bahasa epitet adalah semacam gaya bahasa yang mengandang acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu (Tarigan, 2013: 128). Berdasarkan pandangan ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa epitet merupakan gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau ciri dari suatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Contoh: -Lonceng pagi untuk ayam jantan -Putri malam untuk bulan. (Keraf, 2009:141)..

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36. 8. Sinekdoke Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya (Moeliono, 1984: 3 dalam Tarigan, 2013: 123). Sependapat dengan Moeliono, Keraf mengemukakan bahwa, gaya bahasa sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte) (Keraf, 2009: 142). Berdasarkan pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa sinekdoke merupakan gaya bahasa yang menggunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau menggunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian saja (totum pro parte). Contoh: -Bukti paling menonjol, sejak 2013, secara umum, pengadilan menjatuhkan vonis semakin hari makin ringan. Bahkan, akhir-akhir ini, vonis bagi mereka yang melakukan korupsi berada di kisaran dua tahun. Saldi Isra, Kompas, 4 Januari 2017, paragraf 13. -Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp1000,-Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3-4 (Keraf, 2009:142).. Bukti paling menonjol, sejak 2013, secara umum, pengadilan menjatuhkan vonis semakin hari makin ringan. Bahkan, akhir-akhir ini, vonis bagi mereka yang melakukan korupsi berada di kisaran dua tahun..

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37. Saldi Isra, Kompas, 4 Januari 2017, paragraf 13.. 9. Metonimia Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hala yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya (Moeliono, 1984: 3). Keraf berpendapat Bahwa gaya bahasa metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari sinekdoke (Keraf, 2009: 142). Berdasarkan pandangan pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa metonimia merupakan gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal yang lain, karena memiliki hubungan yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, dan sebagainya. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari sinekdoke. Contoh: -Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur (Keraf, 2009:142). -Dan seandainya saja Boeing belum menerapkan model rantai pasokan global dalam produksi Dreamliner-nya, barangkali ia juga akan dipaksa untuk melakukannya lebih cepat. Christopher Smart, Kompas, 10 Januari 2017, paragraf 12..

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38. 10. Antonomasia Antonomasia merupakan suatu bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri (Keraf, 2009: 142). Sejalan dengan Keraf, Tarigan berpendapat bahwa gaya bahasa antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan gelar diri (Tarigan, 2013: 129). Berdasarkan pandangan pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antonomasia adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri Contoh: -Yang Mulia tidak dapat menghadiri pertemuan ini (Keraf, 2009:142). - Dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Klaten yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini dapat menjadi contoh gamblang. Djayadi Hanan, Kompas, 16 Januari 2017,_paragraf 3.. 11. Hipalase Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan (Keraf, 2009:142). Sependapat dengan Keraf, Tarigan berpendapat bahwa gaya bahasa.

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39. hipalase adalah sejenis gaya bahasa yang menggunakan suatu kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain Tarigan (2013: 99). Berdasarkan pandangan ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa hipalase merupakan gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu digunakan untuk menjelaskan sebuah kata yang seharusnya digunakan pada sebuah kata yang lain. Misalnya: -Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya bukan bantalnya) (Keraf, 2009:142).. 12. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya. Contoh: -Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya! (Keraf, 2009:143)..

(55) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40. -Terkadang, dipergunakan juga istilah lain, yaitu sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk ejekan (Keraf, 2009: 143). Contoh: -Jika ironi di atas diubah, maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis. Contoh: -Tidak diragukan lagi bahwa Anda adalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu! Dengan kata lain, sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya (Keraf, 2009:143). Sarkasme merupakan suatu sindiran yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung celaan. Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan tidak enak di dengar (Keraf, 2009: 143). Contoh: -Mulut kau harimau kau (Keraf, 2009:144). Ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin menyampaikan sesuatu dengan makna atau maksud yang berbeda dari apa yang terkandung di dalamnya. Ironi akan berhasil jika pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya.. 13. Satire Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis atau estetis.

(56) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41. (Keraf, 2009: 144). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Namun, bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Contoh: -Rasanya lucu kalau kita berharap lantai yang disapu bakal bersih, sementara sapu yang digunakan begitu kotornya. Bagaimana mungkin, kita berharap pabrik tahu bisa memproduksi keju… mimpi kali.. Surip Kadi, Kompas, 3 Januari 2017, paragraf 21.. 14. Inuendo Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu (Keraf, 2009: 144). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa inuendo merupakan penggunaan gaya bahasa melalui sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ucapan sindiran dalam inuendo sering kali tidak terlihat menyakitkan hati. Contoh: -Setiap kali ada pesta, pasti dia akan sedikit mabuk karena kebanyakan minum (Keraf, 2009:144).. 15. Antifrasis Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau.

(57) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42. kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya (Keraf, 2009: 144-145). Sependapat dengan Keraf, Tarigan berpendapat bahwa antifrasis adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya (Tarigan, 2013: 76). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antifrasis adalah gaya bahasa seperti ironi yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Contoh: -Lihatlah sang raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol) (Keraf, 2009:144).. 16. Fun atau Paronomasia Paronomasia ialah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda (Ducrot dan Todorov 1981: 278; Tarigan, 1985: 190). Fun Adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya (Keraf, 2009: 145). Berdasarkan pandangan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa fun atau paronomasia adalah gaya bahasa kiasan dengan menggunakan kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan dalam makna sebenarnya. Contoh: -Tanggal dua gigi saya tanggal dua (Keraf, 2009:144)..

(58) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43. 2.2.1.2 Sendi Gaya Bahasa Pranowo (2009: 92) dalam teorinya mengenai kesantunan menegaskan bahwa, pemakaian gaya bahasa menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan pemakaian bahasa menjadi santun. Ia juga menegaskan bahwa gaya bahasa adalah optimalisasi pemakaian bahasa dengan cara-cara tertentu untuk mengefektifkan komunikasi. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: Kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 2009: 113). Jadi pengguna gaya bahasa diharapkan memperhatikan ketiga unsur tersebut jika mempergunakan gaya bahasa dalam berkomunikasi sehari-hari. Berikut ini akan diuraikan ketiga unsur yang harus diperhatikan dalam penggunaan gaya bahasa tersebut: 1. Kejujuran Hidup manusia hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran. Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidahkaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tidak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit, adalah jalan yang dapat mengundang ketidak jujuran. Dalam pembicaraan yang berbelit-belit, seolah pembicara ingin menyembunyikan pikirannya di balik rangkaian kata-kata yang kabur tersebut. Selain itu, pemakaian bahasa yang berbelit-belit menandakan.

Referensi

Dokumen terkait

mempermudah proses, kemudian daun diblender dengan jumlah air keseluruhan mencapai 2,5 liter. Ekstraksi sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu. Proses pencelupan

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Pada Gambar 4.4 di bawah dapat dilihat pada sistem dengan teknik pengkodean LDPC, seiring dengan peningkatan nilai code rate yang digunakan dalam sistem maka performansi dari

Hasil akhir analisis faktor-faktor risiko dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) berdasarkan kejadian didapatkan aspek-aspek risiko, yaitu; aspek

Menurut Mastuti (2008: 13-14), ada beberapa ciri atau karakteristik individu yang memiliki rasa percaya diri diantaranya adalah; (1) percaya akan kompetensi/kemampuan diri

Benar bahwa yang bersangkutan telah bekerja pada paket tersebut diatas terhitung sejak mulai tanggal 18 Agustus s/d 15 Desember 2015... Sadewa Raya B6/19 Pondok Sani

Pada periode bersih gulma diketahui bahwa tanaman kedelai membutuhkan pengendalian gulma selama 6 MST agar dominasi tanaman tercapai sehingga kehilangan hasil

You could really want the download soft data of the book Isla Del Tesoro (Spanish Edition) By Robert Louis Stevenson by undergoing various other activities. And that's