• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Inventarization of Floor Vegetation at Environment of Quarry, Sekotong, West Lombok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Inventarization of Floor Vegetation at Environment of Quarry, Sekotong, West Lombok"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Inventarization of Floor Vegetation at Environment of Quarry,

Sekotong, West Lombok

Moro, H.K.E.P

Lecture, Department of Biology Education, Faculty of Teacher Training and Education,

Ahmad Dahlan University

This investigation was carried out between October 2009 and November 2009 in order to inventarization floor vegetation from the quarry. Traditional gold mining causes damage to habitat and vegetation. The diversity of floor vegetation can be disturbed by the presence of

tailings dumped in the quarry from maining activities. The research area under review is at

Pelangan and Selodong in 13 different stations. Plant data was collected and displayed in the form of identification key.

Fifty one of plant species from 20 families were found with Cynodon dactylon L. was

found as the dominant species at environment of quarry. The largest family are Poaceae with 17 taxa, Asteraceae 7 taxa, Papilionaceae 4 taxa, Malvaceae and Euphorbiaceae 3 taxa, Cyperaceae and Solanaceae 2 taxa.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah (tailing) dari kegiatan penggelondongan ditampung di quarry, yakni lubang atau dam penampung tailing yang dibangun untuk mengatasi toksisitas merkuri (Van Niekerk & Viljoen, 2005). Di Sekotong, para penambang membangun quarry untuk meningkatkan perolehan emas dan mengambil kembali merkuri yang terbuang. Daya tampung yang kecil mengakibatkan quarry cepat penuh. Tailing meluap dan mengalir ke tanah yang lebih rendah di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan lingkungan sekitar quarry terlihat kritis, karena hanya sedikit tumbuhan yang mampu hidup.

Jenis tumbuhan lantai yang hidup di sekitar quarry menarik untuk diamati. Tumbuhan tersebut secara langsung terpapar merkuri melalui luapan tailing dan terdeposisi melalui udara, sedangkan secara tidak langsung melalui penyerapan akar. Juhaeti et al. (2005) melaporkan tumbuhan mampu mengakumulasi logam berat (merkuri) dalam tubuhnya.

Menurut Iqbal & Munir (1988), kondisi floristik di tempat tercemar sangat buruk. Kehadiran jenis tumbuhan lantai dapat menunjukkan kualitas habitat (Michael, 1995; Li et

al., 2000). Tumbuhan lantai seperti herba, semak, dan rumput memiliki siklus hidup yang

pendek, sehingga pengaruh toksin mudah terlihat (Samingan, 1989). Tumbuhan tersebut dipakai sebagai indikator kualitas tempat tumbuh. Keadaan tanah, kandungan unsur hara, kelembaban, aerasi tanah, dan pH tanah dapat dicirikan dengan keberadaan tumbuhan lantai (Barbour et al., 1988). Beberapa jenis tumbuhan lantai mampu bertahan dan beradaptasi dari limbah merkuri karena memiliki strategi hidup dan kemampuan mentolerir lingkungan yang tercemar. Jenis tersebut menentukan keanekaragaman tumbuhan yang hidup di sekitar daerah tercemar (Iqbal & Munir, 1988).

(3)

Menurut penelitian Iqbal & Munir (1988) dan Sarma (2005) jumlah pohon dan keanekaragaman jenis semak di daerah tercemar menurun, namun jenis herba meningkat. Menurut Juhaeti et al. (2005) hanya 13 jenis tumbuhan dari suku Butomaceae, Convolvulaceae, Salviniaceae, Scropulariaceae, Cyperaceae, Poaceae, dan Asteraceae

ada di sekitar tambang emas Pongkor, Bogor. Menurut Iqbal & Munir (1988) jenis rumput yang dijumpai di daerah tercemar hanya Paspalidium germinatum (Forsk.) Stapf dan

Cynodon dactylon L.

Dari latar belakang ini, diketahui keberadaan quarry yang buruk sebagai penampung limbah tailing mengakibatkan kondisi lingkungan sekitarnya kritis. Kehadiran jenis–jenis tumbuhan penyusun vegetasi lantai di sekitar quarry sangat rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi tumbuhan lantai yang toleran hidup di sekitar quarry dari yang nantinya dapat digunakan sebagai pangkalan data untuk penelitian bioremidiasi, bioakumulasi dan bioindikator.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dapat dirumuskan permasalahan, yakni apa saja jenis tumbuhan lantai yang hidup di sekitar quarry

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis tumbuhan lantai sekitar quarry

D. Manfaat Penelitian

1. Berkontribusi sebagai pangkalan data flora, jenis-jenis tumbuhan lantai di Lombok Barat 2. Menjadi sumber informasi jenis tumbuhan yang toleran hidup di daerah tercemar merkuri

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penambangan Emas Tradisional di Sekotong

Pulau Lombok berada di 30 km sebelah Timur Pulau Bali yang masuk daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau ini memiliki luas 4.945 km2

(Jensen, 2005) dan memiliki iklim tropis sepanjang tahun. Rata-rata temperatur sekitar 200

C sepanjang tahun, dengan musim kemarau mulai April-September dan musim hujan mulai Oktober–Maret. Curah hujan di Pulau Lombok kurang dari 100 mm per bulan (Monk et al., 2000; Anonim, 2011). Kecamatan Sekotong adalah kecamatan paling Selatan dari Kabupaten Lombok Barat dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

(5)

Pembuatan quarry untuk menampung tailing agar merkuri dan kandungan emas tidak ikut terbuang, namun justru resapan air dari quarry menyebabkan tercemarnya tanah oleh merkuri. Merkuri merupakan unsur logam berat sehingga mudah mengendap (Palar, 2008), terutama pada tekstur tanah liat yang tinggi seperti di Lombok Barat. Air mudah terlindih sebagai runoff menuju ke sungai atau daerah yang lebih rendah, apalagi ketika hujan. Merkuri terangkut dan mengendap melalui leaching sebagai limpasan (runoff) dan peresapan (absorption) (Palar, 2008).Tumbuhan penyusun vegetasi lantai di sekitar quarry umumnya tertutup lumpur tailing, terutama untuk daerah 0-1 m di sekitar quarry.

B. Merkuri dan Pencemaran Lingkungan

Merkuri merupakan salah satu dari logam berat yang ada di alam. Merkuri atau

hydragyrum (Hg) yang berarti “perak cair” (liquid silver) adalah jenis logam berat berbentuk

cair pada temperatur kamar, berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada temperatur –39oC dan mendidih pada temperatur 396oC (Palar, 2008). Hg termasuk golongan IIB sistem periodik unsur yang mempunyai nomor atom 80, bobot atom 200,5, densitas 13,6 g/cm3

.

Merkuri sangat penting dalam pencemaran lingkungan karena tiga hal, yakni : 1. Sifat toksik merkuri organik, dimana merkuri organik dapat terbentuk di alam (monometil merkuri atau dimetil merkuri), 2. Bioakumulasi metil merkuri, 3. Adanya jalur distribusi dan interkonversi antar senyawa merkuri yang berbeda (Eric et al., 1996). Merkuri di dalam tanah semakin bertambah dengan bertambahnya waktu. Sifat dari tanah dan jarak perairan dengan tanah menentukan tingkat pencemaran logam berat. Tanah yang mengandung logam berat mudah tersuspensi kembali oleh adanya air yang bergerak, sehingga tanah menjadi sumber pencemar potensial untuk jangka waktu tertentu (Mustaruddin, 2005)

(6)

Penambangan emas tradisional di kecamatan Sekotong semakin banyak dan belum ada pemantauan maupun evaluasi tentang rangkaian kegiatan mulai dari penggalian hingga pembuangan limbah dari pihak berwenang. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan terjadi akumulasi limbah merkuri dalam lingkungan. Pada bulan Juli 2009, telah dilakukan survey awal kandungan merkuri di daerah penambangan tradisional ini. Hasil cuplikan

tailling dan tumbuhan lantai yang dianalisis di LPPT-UGM menunjukkan angka 5.210 dan

5.230 ppb (unpublished). Tanah sekitar quarry di Sekotong mengandung kandungan merkuri di atas Nilai Ambang Batas (NAB) yakni 0,002 ppb, sehingga kandungan merkuri sekitar

quarry di Sekotong dianggap sangat tinggi (Anonim 2010). Merkuri terakumulasi dalam air

(sungai, danau, laut) dan masuk ke tubuh mikroorganisme, hewan, atau tumbuhan melalui proses metabolisme secara langsung atau rantai makanan secara tidak langsung. Bahan-bahan yang mengandung merkuri oleh mikroorganisme secara kimiawi diubah menjadi senyawa metil merkuri (Palar, 2008).

Quarry di Sekotong merupakan galian tanah dengan ukuran dan kedalaman

bervariasi. Quarry dibuat tanpa dinding, sehingga merkuri mudah meresap dan mengendap di tanah atau meluap keluar jika penuh. Pada daerah penambangan emas tradisional, kondisi habitatnya menjadi buruk bagi tumbuhan. Jumlah pohon dan keanekaragaman jenis semak berkurang, namun jenis herba meningkat (Iqbal & Munir, 1988; Sarma, 2005).

C. Kemampuan Tumbuhan Hidup di Tanah Tercemar Merkuri

Bagi tumbuhan sekitar quarry, tanah yang terkontaminasi merkuri dapat mengganggu pertumbuhan. Pengaruh toksin pada tumbuhan terjadi pada kemampuan memperoleh sumber daya (air, hara, dan karbon) maupun terhadap kemampuan penggunaan sumber daya (menghambat enzim, penghambatan pembelahan sel, dan defisiensi oksigen) (Fitter & Hay, 1992). Tanah tercemar limbah tailing merupakan tanah yang miskin hara, kondisinya

(7)

tergantung penanganan limbah dan kondisi iklim karena terjadi pencucian air hujan di musim penghujan (Juhaeti et al., 2005). Tumbuhan di sekitar quarry harus memiliki strategi hidup dalam mendapatkan unsur hara yang sangat sedikit itu.

Beberapa jenis tumbuhan terbukti mampu beradaptasi pada lingkungan pembuangan limbah penambangan emas tradisional yang terkontaminasi merkuri (Hg) Iqbal & Munir (1988) melaporkan jenis rumput-rumputan lebih bertahan hidup di daerah tercemar karena memiliki sistem perakaran serabut, mampu membentuk stolon, toleransi terhadap lingkungan yang baik, dan memiliki penyerapan hara yang tinggi. Beberapa jenis tumbuhan yang hidup di sekitar lingkungan tercemar bahkan mengakumulasi senyawa toksik sampai kandungan yang tinggi (Vousta et al., 1996).

Juhaeti et al. (2005) melaporkan 13 jenis tumbuhan terdiri dari suku Butomaceae, Convolvulaceae, Salviniaceae, Scropulariaceae, Cyperaceae, Poaceae, dan Asteraceae ada di sekitar quarry tambang emas Pongkor, Bogor. Tumbuhan penyusun vegetasi lantai seperti

Paspalidium germinatum (Forsk.) Stapf dan Cynodon dactylon L. adalah jenis dominan

disamping tumbuhan herba yang toleran hidup di lahan tercemar dengan floristik sangat buruk (Iqbal & Munir, 1988). Beberapa jenis tumbuhan yang dominan di daerah tercemar merkuri dapat dilihat pada tabel 1.

(8)

Variasi penyerapan tumbuhan terhadap senyawa tersebut dari tanah tergantung berbagai hal, seperti pH, kandungan bahan organik, kapasitas tertukar kation, ikatan dengan kompenen tanah lain, dan jenis tumbuhannya sendiri (Nyles & Ray, 1999). Elemen toksik diakumulasi bahan organik di tanah kemudian diambil oleh tumbuhan. Logam bukan merupakan unsur toksik ketika terkondensasi sebagai elemen bebas, namun berbahaya dalam bentuk kation dan ketika berikatan membentuk rantai pendek dengan karbon ( Okoronkwo et

al., 2005).

Suatu tumbuhan dapat beradaptasi di daerah tercemar logam berat apabila memiliki karakter sebagai berikut : 1. tumbuhan memiliki laju penyerapan unsur dari tanah yang lebih tinggi, 2. tumbuhan dapat mentoleransi unsur dalam tingkat yang tinggi pada jaringan akar dan daunnya, 3. tumbuhan memiliki laju translokasi unsur dari akar ke daun yang tinggi, sehingga akumulasinya pada daun lebih tinggi daripada pada akar (Brown et al., 1995). Okoronkwo et al. (2005) menambahkan mekanisme biologis dari akumulasi unsur logam pada dasarnya meliputi proses interaksi rizosferik, yakni proses interaksi akar tumbuhan dengan tanah atau air. Hal ini dibuktikan dari rasio kandungan logam daun dengan akar pada tumbuhan lebih dari satu

D. Tumbuhan Lantai dan Perannya dalam Lingkungan

Menurut Ewusie (1990) bentuk suatu vegetasi merupakan pencerminan dari iklim, tanah, topografi, dan ketinggian yang saling berinteraksi. Setiap jenis tumbuhan membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Perubahan dan variasi kondisi lingkungan tertentu akan memberikan dampak bagi struktur dan komposisi jenis tumbuhan terutama dari segi kemelimpahan, pola penyebaran, asosiasi dengan jenis lain, serta kondisi pertumbuhan yang berbeda dengan jenis lainnya.

(9)

Interaksi dari faktor-faktor lingkungan tersebut dapat digunakan sebagai indikator penduga sifat lingkungan yang bersangkutan (Deshmukh, 1991).

Pada suatu daerah, seringkali dijumpai adanya jenis tumbuhan vegetasi lantai yang dapat menunjukkan kualitas tempat tumbuh (Michael, 1995). Tumbuhan yang demikian ini dapat dipakai sebagai indikator kualitas tempat tumbuh. Beberapa perbedaan dari kualitas tanah, kandungan unsur hara, kelembaban, aerasi tanah, dan pH sering kali dapat dicirikan dengan keberadaan tumbuhan vegetasi lantai (Barbour et al., 1988). Tumbuhan dapat dipakai sebagai indikator tempat tumbuh karena jenis tersebut memiliki sifat toleransi yang sempit (steno) terhadap suatu peubah lingkungan (Odum, 1995). Vegetasi merupakan hasil interaksi alam lingkungan dan batas-batas toleransi genetik dari jenis-jenis anggotanya. Vegetasi merupakan ciri yang baik digunakan sebagai alat pengenal atau indikator tempat tumbuh (Samingan, 1989).

E. Hipotesis

Jenis tumbuhan penyusun vegetasi lantai di sekitar quarry yang dijumpai dapat berasal dari anggota suku Convolvulaceae, Commelinaceae, Cyperaceae, Poaceae, atau Asteraceae.

(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk pembuatan herbarium antara lain : peta lokasi, buku lapangan (fieldbook), alat pengepres (sasak), alat pengering (oven), parang, gunting stek, dan alat tulis. Peralatan untuk kegiatan penelitian di lapangan adalah : GPS Garmin Personal

Navigator, pita meteran/roll, soil core, kamera digital Sony DSC P8.

B. Bahan Penelitian

Bahan dalam penelitian ini adalah spesimen herbarium, yakni : akar, batang, rhizom, daun, bunga. Bahan untuk herbarium adalah : label gantung, label tempel, kertas minyak, kardus, lampu pijar 60 watt, kertas koran, alkohol 70%, selotip, lem, amplop spesimen, dan tali.

C. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober–November 2009 di Pelangan dan Selodong. Kedua daerah memiliki banyak quarry dan gelondong, serta memiliki kondisi yang mewakili daerah penelitian. Lokasi stasiun ditentukan pada quarry yang kegiatan penggelondongannya tinggi. Peta diberi tanda pada lokasi stasiun menggunakan GPS (global positioning systems). Titik pencuplikan dimulai dari ditemukannya tumbuhan lantai terdekat dari quarry yakni 0-1 meter, dan 1-3 meter dari quarry. Kondisi sekitar daerah cuplikan yang dicatat, yakni penutupan kanopi, arah luapan tailing dari quarry ke sungai, kegiatan ketika pengambilan cuplikan, dan kondisi morfologis tumbuhan yang langsung dapat diamati.

Jumlah total quarry dalam penelitian ini, Pelangan 5, Selodong 6. Seluruh quarry ada 13 stasiun, yakni : stasiun 1 di hulu Pelangan (HP), stasiun 2 di Mecanggah (SP1), stasiun 3 di Rambut Petung (SP2), stasiun 4 di Gubuk Bali (SP3), stasiun 5 di Pelangan (SP4), stasiun

(11)

6 di Muara Pelangan (MP), stasiun 7 di hulu selodong (HS), stasiun 8 di penggelondongan milik Gde Kamar (SS1), stasiun 9 di penggelondongan milik Joni (SS2), stasiun 10 di penggelondongan milik Deni (SS3), stasiun 11 di penggelondongan milik Herman (SS4), stasiun 12 di penggelondongan milik Muh (SS5), stasiun 13 di muara Selodong (MS).

Sampel tumbuhan (speciment) diberi etiket gantung dan dibuat catatan dalam

fieldbook. Pengambilan sampel tumbuhan, sampel tanah, pengukuran parameter vegetasi, dan

parameter lingkungan, dilakukan setelah penghitungan persentase penutupan (coverage) tumbuhan lantai di setiap plot. Daerah pembanding di tetapkan di hulu Sungai Selodong dan Sungai Pelangan yang relatif jauh dari kegiatan penggelondongan dan tidak

ada quarry.

1. Cara Pembuatan Herbarium

Pembuatan herbarium dilakukan menurut Tjitrosoepomo (1993). Sampel tumbuhan (spesimen) berupa akar, batang, daun, bunga, dan buah. Spesimen diberi etiket gantung dan dicatat dalam buku lapangan (fieldbook). Spesimen bunga, akar, batang, dan daun diatur dalam sasak ukuran 41x28 cm. Spesimen bunga dan buah yang mudah rusak dimasukkan larutan prusi (aquades 1.000 cc, asam asetat glasial 1 cc, formalin 15 cc, dan tembaga (II) sulfat 25 g). Spesimen yang tidak lengkap dapat dilengkapi dari tumbuhan sejenis di sekitar

plot yang bagiannya lengkap. Spesimen tambahan diherbarium dengan catatan khusus.

Karakter morfologi dan keadaan tumbuhan yang mudah berubah (misal : warna dan rambut) dicatat dengan lengkap.

Spesimen disusun dalam sasak secara berurutan, yakni kayu/triplek, kardus, koran, spesimen, koran, kardus, kayu/triplek. Sasak diikat dengan erat dan dikeringkan dalam oven. Modifikasi oven di lapangan berupa kardus besar yang diberi lampu pijar 60 watt sebagai alat pengering. Sebuah kardus besar dapat memuat 10-20 sasak. Setelah benar-benar kering (3-10

(12)

hari), spesimen ditata (mounting) di kertas herbarium. Mounting dilakukan agar seluruh bagian tumbuhan menempel dan tidak ada yang menonjol keluar. Herbarium diberi etiket tempel, ditutup kertas minyak sebagai sampul, dan salah satu daun dibalik untuk menunjukkan permukaan bawah daunnya. Bagian tumbuhan yang terlepas dimasukkan dalam amplop dan ditempelkan di kertas herbarium. Karakterisasi dan identifikasi spesimen secara morfologi dilakukan setelah pengeringan atau dalam keadaan masih segar di alam (de Vogel, 1987).

2. Cara Pembuatan Deskripsi & Kunci Determinasi

Deskripsi seluruh jenis tumbuhan dibuat lengkap dan berurutan. Pertelaan organ diurutkan mulai : 1.dari sifat umum ke khusus, 2.dari organ ke bagian organ, 3.dari bagian pangkal ke ujung, 4.dari bagian luar ke dalam, 5.dari bagian umum ke lebih rinci, dan 6.dimulai dari akar, batang, daun, bunga, buah, biji. Pertelaan organ ditulis dengan tipe telegraf, ringkas dan jelas (tanpa kata sambung). Dalam deskripsi digunakan istilah teknis botani yang jelas (Tjitrosoepomo, 1993).

Tumbuhan penyusun vegetasi lantai disusun kunci determinasi dikotomi. Kunci determinasi dikotomi yang dipilih susunan paralel (bracked). Dibandingkan susunan bertakik (indented), susunan paralel memiliki kelebihan, yakni lebih singkat dan leadnya berdekatan, walaupun taksanya tidak mengelompok.

Kunci bentuk paralel memiliki dua pernyataan yang bertentangan dari suatu sifat. Bait/ kuplet disusun dalam nomor sampai ditemukan jenis atau marganya. Bait diberi notasi nomor, sedangkan penuntun diberi notasi huruf. Pernyataan berisi sifat khas (ciri) takson tumbuhan yang disusun untuk dicocokan dengan spesimen. Kata utama setiap lajur harus sama, namun dua bait yang berurutan tidak boleh memakai kata utama yang sama.

(13)

Penggunaan ukuran yang overlap dihindari. Sifat makroskopis lebih baik digunakan daripada sifat mikroskopis (Tjitrosoepomo, 1993).

D. Analisis Data

Identifikasi seluruh jenis tumbuhan penyusun vegetasi lantai mengacu buku Flora

of Java (Backer & Brink, 1963, 1965, 1968) dan Flora untuk sekolah di Indonesia (van

Steenis, 1997). Seluruh jenis tumbuhan ditampilkan dalam bentuk kunci determinasi. Dalam deskripsi jenis terdapat nama ilmiah (diusahakan sampai tingkat jenis) sesuai aturan penulisan tata nama dalam International Code of Botanical Nomenclature (ICBN) Tjitrosoepomo, 1993; Judd et al., 1999).

(14)

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis Tumbuhan Lantai sekitar Quarry di Sekotong.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dijumpai 51 jenis tumbuhan penyusun vegetasi lantai. Seluruh jenis dikelompokkan dalam 44 marga dan 20 suku. Jumlah tersebut meliputi tumbuhan paku (Pteridophyta) sebanyak 1 jenis, kelompok tumbuhan rumput 19 jenis yang meliputi 14 marga dan 2 suku, kelompok semak 14 jenis yang meliputi 13 marga dan 9 suku, serta kelompok herba 17 jenis yang meliputi 16 marga dan 10 suku (Tabel2).

(15)

Dari 51 jenis tumbuhan tersebut, hampir seluruhnya teridentifikasi hingga tingkat jenis dan hanya 14 tumbuhan teridentifikasi sampai tingkat marga. Jenis yang teridentifikasi menambah daftar jenis tumbuhan di Lombok dan jenis tumbuhan yang mampu hidup di daerah tercemar. Menurut data vegetasi lantai terakhir di Lombok (Monk et al., 2000), tercatat hanya 4 marga yang dijumpai, yakni : Cyperus, Eupatorium, Imperata, dan Mucuna.

Poaceae tercatat sebagai suku yang paling banyak anggotanya, yakni 17 jenis. Beberapa suku lain yang umum dijumpai adalah Asteraceae (7 jenis), Papilionaceae (4

(16)

jenis), Malvaceae dan Euphorbiaceae (masing-masing 3 jenis). Cyperaceae dan Solanaceae (masing-masing 2 jenis). Tercatat sebanyak 13 suku (25,49%) hanya diwakili oleh satu marga atau satu jenis saja. Dari penelitian di Sekotong terdapat 14 marga dari 5 suku, pernah dilaporkan sebagai tumbuhan yang dijumpai di daerah tercemar merkuri, yakni Convolvulaceae, Poaceae, Asteraceae, Commelinaceae, dan Cyperaceae (Iqbal & Munir, 1988; Hidayati et al., 2004; Juhaeti, 2005; Sarma, 2005).

Secara umum kondisi tumbuhan di sekitar quarry sangat kritis. Tumbuhan yang dijumpai hanya jenis tertentu dan memiliki karakter yang tidak lengkap atau rusak. Kondisi ini sama seperti penelitian Iqbal & Munir (1988), Hidayati et al. (2004), dan Sarma (2005). Tanah sekitar quarry terkena limpasan dari tailing yang liat dan basah. Selain itu, faktor fisiko kimia seperti pH dan unsur hara yang rendah menyebabkan tumbuhan mati atau mengalami tekanan dalam pertumbuhan (Fitter & Hay, 1991).

Beberapa jenis tumbuhan sulit diidentifikasi karena kondisi tumbuhan yang tidak lengkap atau rusak, diduga akibat pengaruh merkuri atau kegiatan manusia. Tumbuhan dengan bunga sangat kecil yakni Ischaemum spp, Digitaria sp. dan bunga mudah gugur yakni

Borreria sp., Scoparia sp. hanya diidentifikasi sampai tingkat marga. Jenis Desmodium sp., Mucuna sp. Salvia sp., Synedrella sp. dan Ipomoea sp. bahkan tidak dijumpai bunga. Strategi

tumbuhan hidup di daerah tercemar senyawa toksik diantaranya dengan memperpendek siklus hidup (Fitter & Hay, 1991). Jenis tumbuhan tertentu diduga mengganti strategi reproduksi generatif (dengan bunga) dengan strategi reproduksi vegetatif, seperti stolon, rhizoma, atau umbi. Jenis Solanum sp. dan Cayratia sp. tidak dijumpai bunga, kemungkinan pertumbuhannya terganggu akibat keracunan senyawa merkuri atau memang kondisi keduanya masih muda.

Pada Elephantopus scaber dan Solanum mamosum, meskipun bunganya tidak dijumpai, identifikasi dilakukan dengan karakter pembeda lain yang khas. Elephantopus

(17)

scaber memiliki daun bentuk sudip, permukaan kasap, dan letaknya berkarang akar (Backer

van den Brink 1968; van Steenis 1997) (Gambar 5B). Pada Solanum mamosum, adanya duri di pertulangan daun, dan permukaan daun berambut merupakan ciri khasnya (Backer van den Brink 1965). Pada Imperata cylindrica dijumpai bunga meskipun kondisinya tidak lengkap. Jenis tersebut dapat diidentifikasi sampai tingkat jenis karena bunganya masih dapat diamati tersusun malai, pelepah daun sempit, daun berambut di pangkal, dan tepi bergerigi halus (Backer van den Brink 1968).

Dari 51 jenis tersebut disusun kunci determinasi menggunakan karakter morfologi yang dimiliki. Tercatat 16 jenis tidak dijumpai bunga, 1 jenis merupakan tumbuhan paku (Pteridophyta), dan seluruh jenis tidak dijumpai buah. Kunci determinasi 51 jenis tumbuhan penyusun vegetasi lantai di Sekotong adalah sebagai berikut:

Kunci Determinasi Vegetasi Lantai Selodong dan Pelangan

1. a. Memiliki spora ... Lygodium sp.

b. Tidak memiliki spora ... 2

2. a. Rumput dengan akar serabut... 3

b. Herba atau semak, dengan akar tunggang atau serabut ... 21

3. a. Batang bersegi tiga ... 4

b. Batang pipih atau bulat ... 5

4. a. Bunga besar, tersusun bongkol………...… Kyllingia monocephala Rottb. b. Bunga kecil, tersusun bulir ... Cyperus rotundus L. 5. a. Bunga tersusun tandan... Panicum flavudum Retz. b. Bunga tersusun bulir atau malai... 6

6. a. Bunga tersusun malai ... Imperata cylindrica (L.) Beauv. b. Bunga tersusun bulir majemuk... 7

7. a. Permukaan daun licin ... Cynodon dactylon L. b. Permukaan daun kasap... 8

8. a. Pelepah daun pipih ... Anastropus compressus Schlecht b. Pelepah daun bulat ... 9

9. a. Batang beruas-ruas ... 10

b. Batang tidak beruas-ruas ... 13

10. a. Batang pipih ... Isachne miliacea L. b. Batang bulat ………...……… 11

11. a. Batang berambut halus ... 12 b. Batang tidak berambut ... Ischaemum muticum L. 12. a. Rambut di seluruh batang ... Ischaemum sp.1 b. Rambut hanya di nodus batang ... Ischaemum sp.2 13. a. Pelepah daun seperti selaput ... Dactyloctenium sp.

(18)

b. Pelepah daun jelas ... 14

14. a. Batang beralur ... 15

b. Batang tidak beralur ... 16

15. a. Lidah berambut halus ... Brachyaria sp. b. Lidah seperti selaput ... Eleusine indica (L.) Gaertn 16. a. Pangkal daun asimetris ... Oplismenus compositus L. b. Pangkal daun simetris ... 17

17. a. Anak bulir menutup tersusun seperti genting ... 18

b. Anak bulir membuka tidak seperti genting ... 20

18. a. Batang berongga ... 19

b. Batang tidak berongga ... Paspalum vaginatum Sw. 19. a. Bulir berjauhan berkumpul 1 sisi ... Paspalum comersonii Beck. b. Bulir dekat, berpasangan ... Paspalum conjugatum L. 20. a. Memiliki stolon ... Digitaria sp. b. Tidak memiliki stolon ... Digitaria sanguinalis Scop. 21. a. Bunga kecil dalam bongkol... 22

b. Bunga tidak demikian ... 28

22. a. Daun terletak berkarang ... Elephantopus scaber L. b. Daun berhadapan ... 23

23. a. Batang bersegi 4 ………...……….. 24

b. Batang bulat ………...……… 25

24. a. Batang berambut ………...……….. Borreria sp. b. Batang tidak berambut ………...………... Vernonia cinerea L. 25. a. Batang bercabang ... 26

b. Batang tidak bercabang ... Eclipta alba (L.) Hassk. 26. a. Tangkai daun seperti talang ... Synedrella sp. b. Tangkai daun bulat ... 27

27. a. Tepi daun beringgit ... Scoparia sp. b. Tepi daun bergerigi ... Eupatorium inulifolium L. 28. a. Daun tersusun tangga memutar ... Globa strobilifera L. b. Daun tidak tersusun memutar ... 29

29. a. Helaian daun bentuk ginjal ... Centella asiatica L. b. Helaian daun tidak bentuk ginjal ...………... 30

30. a. Mahkota seperti kupu-kupu ... 31

b. Mahkota tidak seperti kupu-kupu …...……….. ... 34

31. a. Mahkota bunga putih, bercak merah... Flemingia macrophylla (Willd.) Merr. b. Mahkota bunga kuning atau yang lain... 32

32. a. Bunga dalam daun pelindung bulat... 33

b. Bunga tidak dalam daun pelindung ... Mucuna sp. 33. a. Daun majemuk beranak daun 3...Desmodium triflorum (L.) DC. b. Daun majemuk beranak daun 2 ...Desmodium sp 34. a. Batang berbuku-buku ...……...…... Polygonum dichotomum Bl. b. Batang tidak berbuku-buku ... 35

35. a. Batang berduri tempel ...………...………... 36

b. Batang tidak berduri tempel.... ………...………... 37

36. a. Pertulangan daun berduri tempel ... ...Solanum mamosum L. b. Pertulangan daun tidak berduri tempel…...………... Solanum sp. 37. a. Memiliki alat pembelit ... Cayratia sp. b. Tidak memiliki alat pembelit ... 38 38. a. Mahkota 4 tersusun tandan ...Cleome aspera Koen.

(19)

b. Mahkota 3 atau 5 ...……….………... 39 39. a. Memiliki daun pelindung ………...…... 40 b. Tidak memiliki daun pelindung………...…………... 42 40. a. Bagian bawah daun merah ... Commelina nodiflora L.

b. Bagian bawah daun hijau ... 41 41. a. Daun pelindung seperti selaput...Stachytarpheta indica (L.) Vahl.

b. Daun pelindung runcing kecil ...Justicia gendarussa Burm.f. 42. a. Batang bersegi 4 ... Salvia sp. b. Batang bulat ... 43 43. a. Batang beralur, tidak berambut ... 44 b. Batang tidak beralur, berambut ... 46 44. a. Daun pelindung bentuk lonceng...Euphorbia hirta L.

b. Daun pelindung bentuk perahu atau yang lain... 45 45. a. Tangkai daun membentuk sudut... Pedilanthus tithymaloides (L.) Poit. b. Tangkai daun lurus ...Phyllanthus urinaria L. 46. a. Rambut kasar - kaku ... Heliotropium indicum L. b. Rambut halus ... 47 47. a. Rambut di ujung batang ... Cassia tora L.

b. Rambut di seluruh batang ... 48 48. a. Memiliki umbi akar ... Ipomoea sp. b. Tidak punya umbi akar... 49 49. a. Bunga merah muda ... Urena lobata L.

b. Bunga kuning ... 50 50. a. Pangkal daun berlekuk ... Triumfetta indica (L.) Backer b. Pangkal daun runcing ...Sida rhombifolia L.

Dari identifikasi di lokasi penelitian, diduga ada jenis yang sama, yakni Desmodium sp., Ischaemum sp1. dan Ischaemum sp2. Hal ini disebabkan adanya kemiripan morfologi meskipun tidak dapat dipastikan jenisnya, karena karakter yang dijumpai tidak cukup untuk diidentifikasi. Perubahan karakter morfologi merupakan tanggapan dari cekaman lingkungan (Fitter & Hay, 1991). Ketiga jenis tersebut dijumpai di lokasi yang sama dengan tumbuhan yang berhasil diidentifikasi sampai tingkat jenis dengan marga yang sama, yakni Desmodium

triflorum dan Ischaemum muticum.

Pada jarak 0-1 meter sekitar quarry dijumpai 40 jenis, dengan 7 jenis spesifik, yakni

Elephantopus scaber, Scoparia sp., Panicum flavudum, Pedilanthus tithymaloides, Solanum mamosum, Triumfetta indica, Urena lobata, sedangkan pada jarak 1-3 meter dijumpai 35

(20)

Paspalum conjugatum. (Tabel 4). Di daerah hulu Pelangan dan hulu Selodong (pembanding)

terdapat 6 jenis spesifik, yakni Desmodium sp., Euphorbia hirta, Flemingia macrophylla,

Lygodium sp., Mucuna sp., Ischaemum muticum. Eupatorium inulifolium dan Cyperus rotundus merupakan jenis yang dapat dijumpai di Pelangan, Selodong, maupun hulu sungai

sebagai daerah pembanding. Hal tersebut menunjukkan tingkat toleransi dari Eupatorium

inulifolium dan Cyperus rotundus yang tinggi terhadap limbah merkuri. Eupatorium inulifolium dan Cyperus rotundus disebut jenis umum karena dapat dijumpai di berbagai

lokasi pengamatan.

Keberadaan jenis tersebut tidak dijumpai pada stasiun yang tercemar merkuri karena kurang memiliki toleransi hidup di daerah yang tercemar limbah dari quarry. Adanya jenis tumbuhan yang dijumpai di satu stasiun pengamatan, menunjukkan respon adaptif yang berbeda-beda antar jenis. Faktor lingkungan ikut berpengaruh terhadap kehadiran jenis di lokasi pengamatan. Hal ini menunjukkan perbedaaan kondisi mikroklimat yang berbeda-beda di setiap stasiun pengamatan. Poaceae merupakan suku yang memiliki anggota jenis paling banyak (17 jenis) untuk rumput, dan Asteraceae (7 jenis) untuk semak (Tabel 3). Hal ini sama seperti penelitian Iqbal & Munir (1988), Juhaeti et al. (2005), dan Sarma (2005). Selain berakar serabut, Poaceae juga tahan terhadap kondisi tercemar karena kemampuannya membentuk stolon, toleransi yang luas pada lingkungan, periode pertumbuhan yang panjang, dan kemampuan mengambil hara yang tinggi (Iqbal & Munir, 1988).

Stolon adalah batang yang menjalar baik di atas atau dalam tanah. Pada buku-buku batang (nodus) tumbuh tunas dan keluar akar. Tumbuhan berstolon tumbuh memanjang dan menjauhi induknya kemudian membentuk individu baru. Stolon juga berfungsi sebagai alat perkembangbiakan vegetatif dan memiliki kemampuan sangat baik untuk mendapatkan sumber hara atau cahaya meskipun berada di daerah yang tercemar.

(21)

Tumbuhan berdaun lebar (misalnya : Zingiberaceae) dijumpai lebih sering pada daerah yang jenis tanahnya podsolik (Nasution, 1981). Tanah podsolik bersifat lempung dan menimbulkan genangan karena pengatusannya lambat. Jenis tanah yang terdapat sekitar

quarry tertutup jenis tanah yang diduga jenis podsolik coklat kekuningan dari tailing. Tanah

tersebut berasal dari pengunungan dimana bijih emas diambil. Kondisi tanah tersebut mengakibatkan Poaceae dijumpai dengan jenis lebih beragam daripada Cyperaceae, karena jenis tanahnya mengakibatkan genangan (Utami et al., 2006). Hampir semua anggota Poaceae toleran terhadap faktor lingkungan yang ekstrim seperti kekeringan, terbakar, dan hara yang miskin, tetapi tidak toleran terhadap air tergenang dan suasana ternaung (Utami et

al., 2006) sedangkan herba menyukai tanah lembab yang kadar airnya tinggi. Oleh karena itu,

sekitar quarry merupakan habitat yang paling sesuai bagi kehadiran jenis herba dan rumput. Selain Poaceae, jenis tumbuhan yang juga cukup banyak adalah dari anggota Asteraceae, yakni 7 jenis. Asteraceae mampu hidup di daerah tercemar disebabkan mekanisme pemencaran biji dengan angin (anemokori) (van der Pijl, 1990). Dengan mekanisme tersebut, anggota Poaceae dan Asteraceae lebih mudah melakukan pemencaran ke tempat yang jauh dari induk asalnya. Suku lain yang anggotanya relatif banyak dijumpai adalah Papilionaceae (4 jenis), Malvaceae (3 jenis), dan Euphorbiaceae (3 jenis). Euphorbiaceae merupakan suku dominan di daerah Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara, karena memiliki adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan (Purwaningsih, 2004), sedangkan Malvaceae dan tumbuhan polong-polongan seperti Papilionaceae memiliki strategi pemencaran biji dengan angin (anemokori) (van der Pijl, 1990).

Jumlah jenis semak lebih rendah (14 jenis) dibandingkan herba (17 jenis). Hal ini juga sama seperti penelitian Iqbal & Munir (1988) dan Sarma (2005).

(22)

BAB V.

KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan jumlah tumbuhan yang dijumpai di sekitar

quarry di Sekotong sebanyak 51 jenis dari 20 suku yang didominasi Poaceae (17 jenis) dan

Asteraceae (7 jenis).

B. Saran

Dari penelitian ini disarankan :

1. Perlu segera dilaksanakan perbaikan daerah sekitar quarry sebelum kondisi pencemaran meluas karena masuk ke badan sungai.

2. Sebaiknya dilakukan pendataan dan pelestarian jenis-jenis tumbuhan di Lombok Barat sebelum kondisi habitat semakin buruk dan jenis-jenis asli punah.

3. Beberapa jenis tumbuhan yang dijumpai dapat dikembangkan sebagai jenik bioremidiasi, bioakumulasi dan bioindikator lingkungan yang tercemar merkuri

Ucapan Terima Kasih

Penelitian didanai Proyek Penelitian Ekologi & Survey Kandungan Merkuri di Sekotong, kerjasama Fakultas Biologi UGM dengan PT Indotan NTB tahun 2009 di Sekotong Lombok Barat.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Alfonds A.M., A. Kristijanto, dan S. Notosoedarmo. 2006. Sebaran Logam Berat Dan Hubungannya Dengan Faktor Fisiko-Kimiawi Di Sungai Kreo, Dekat Buangan Air Lindi Tpa Jatibarang, Kota Semarang. Akta Kimindo 1(2): 93-98

Anderson L.J, M.S. Brumbaugh, and R.B. Jackson. 2001. Water and tree – understorey interaction : a natural experiment in savanna with oak wilt. Ecology. 82 (1): 33-49 Anonim. 2010. Survey Ekologi dan Kadar Merkuri di Sekotong, Lombok Barat. Laporan

Akhir Penelitian Kadar Merkuri di Kawasan Tambang Emas Lombok Barat. Proyek Kerjasama PT Indotan dan Fakultas Biologi UGM.

Anonim. 2011. Gambaran Umum Wilayah Nusa Tenggara Barat. http ://dkpntb.web.id/ web. diunduh : 1 Augustus, 2011, 06:37

Akerblom S., M. Meili, L. Bringmark, K. Johansson, D.B. Kleja, and B. Bergkvist. 2008. Partitioning of Hg between solid and dissolved organic matter in the humus layer of boreal forests. Water air soil pollution. DOI 10.1007/s11270-007-9571-1.189:239-252

Alfian Z. 2006. Merkuri : antara manfaat dan efek penggunaannya bagi kesehatan

manusia dan lingkungan. USU Press. Medan.

Backer C.A., and van den Brink RC B. 1963. Flora of Java. Vol. I. The Netherlands: NV. P. Noordhoff-Groningen.

Backer C.A., and van den Brink RC B. 1965. Flora of Java. Vol. II. The Netherlands: NV. P. Noordhoff-Groningen.

Backer C.A., and van den Brink RC B. 1968. Flora of Java. Vol. III. The Netherlands: NV.P. Noordhoff- Groningen.

Barbour M.G., J.H. Burk, and W.D. Pitts. 1988. Terrestrial Plant Ecology. Second Edition. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. California. Brower J.E., J.H. Zar, and C.N. von Ende. 1997. Field and laboratory methods for

general ecology. 4th Ed. McGraw Hill. Boston.

Brown S.L., R.L.Chaney, J.S.Angle, and A.J.M. Baker. 1995. Zink and Cadmium uptake by hyperaccumulator Thlaspi caerulescens grown in nutrient solution. Soil Science

Society of America Journal. 59:125-133

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI Press. Jakarta. 153

Day S.D., P.E. Wiseman, S.B. Dickinson, and J. R. Harris. 2010. Tree Root Ecology in the Urban Environment and Implications for a Sustainable Rhizosphere.

Arboriculture & Urban Forestry 36(5): 193–205

De Vogel E.F. 1987. Manual of herbarium taxonomy theory and practice. UNESCO. Jakarta.

Deshmukh I. 1991. Ekologi dan Biologi Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Eric D.S., Y Cohen and A.M. Winer. 1996. Environmental Distribution and

Transformation of Mercury Compounds. Critical Reviews in Environmental

Science and Technology 26 (1) : 1-43

Ewusie Y.J. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB Press. Bandung. Fardiaz S. 1992. Polusi air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Ferianita M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Fitter A.H. and R.K.M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada Press University. Yogyakarta

(24)

Tumbuh pada Penambangan Emas Rakyat dan Penambangan Berskala Besar di Pongkor. [Laporan Teknik]. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor

Herman D.Z. 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari sisa pengolahan bijih logam.

Jurnal Geologi Indonesia 1 (1): 31-36

Iqbal M.Z., and M. Munir. 1988. Ecology of vegetation near to the drains of polluted effluents industrial areas of Karachi. Journal of Islamic Academy of Sciences.1 (2) :105-108

Isaac S., and D. Michael. 1984. Handbook in Research and Evaluation. 2nd ed. Edits Publ. California.

Jensen G.F. 2005. Island biology. Aarhus University. Essays in Evolutionary Ecology.US Judd W.S., C.S. Champbell, E.A. Kellogg, and P.F. Stevens. 1999. Plant systematics : a

phylogenetic approach. Sinauer Associates, Inc. Publ. US.

Juhaeti T., F. Syarif, dan N. Hidayati. 2005. Inventarisasi tumbuhan potensial untuk fitoremediasi lahan dan air terdegradasi penambangan emas. Biodiversitas. 6 (1) : 31-33

Komala P.S., B. Primasari, F. Rivai. 2008. Pengaruh Sistem Open Dumping di Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) terhadap Kandungan Logam Berat pada Air Tanah Dangkal di Sekitarnya (Studi Kasus LPA Air Dingin, Padang) Teknika 1 (29) : 1-8 Li Y.M., R.L. Chaney, J.S. Angle, and A.J.M. Baker. 2000. Phytoremediation of heavy

metal contaminated soil. di dalam Wise D.L., D.J. Trantolo, E.J. Cichon, H.I.

Inyang and U. Stottmeister (ed). Bioremediation of contaminated soils. Marcek. Dekker Inc. New York.

Ludwig F., H. de Kroon, F., Berendse, and H.H.T. Prins.2001. Effects of nutrients and shade on tree-grass interactions in an East African savanna. Journal of Vegetation

Science. 12 : 579-588

Ludwig F., H. de Kroon, F. Berendse, and H.H.T. Prins. 2004. The influence of savanna trees on nutrient, water and light availability and the understorey vegetation. Plant

Ecology. 170 : 93–105

Lyaruu H.V. 2010. The Influence of Soil Characteristics on Plant Swpecies Diversity and their Distribution Patterns in Western Serengeti, Tanzania. Agricultural Journal. 5(3) : 234-241

Michael P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Monk K.A., Y.D. Fretes, dan G.R. Lilley. 2000. Ekologi NusaTenggara dan Maluku, seri

ekologi Indonesia buku V. Prenhallindo. Jakarta.

Mustaruddin. 2005. Model Penyebaran Logam Berat Akibat Cemaran Industri pada

Perairan Umum dan Pengaruhnya terhadap Nilai Ekonomi Air (Studi Kasus pada Kali Cakung Dalam di Rorotan-Marunda, Jakarta Utara). Disertasi Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Nasution, U. 1981. Inventarisasi Gulma di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan

Hubungannya dengan Pengelolaan Gulma. Pros. Kongres ke-6 Himpunan Ilmu

Gulma Indonesia. Medan.

Nyles C.B., and R.N. Ray. 1999. The nature and properties of soils, 12th Edition. United States of America.

Notohadiprawiro T. 1991. Tanah dan Lingkungan. Kursus AMDAL Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Odum E.P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada Press University. Yogyakarta.

(25)

destruction threat of gold mining waste on the Witwatersrand - A West Rand case study Natural Resources and the Environment. Pretoria.

Okoronkwo N., J.C. Igwe, and E.C. Onwuchekwa. 2005. Risk and health implication of polluted soil for crop production. African Journal of Biotechnology. 4 (13): 1521- 1524

Oyedele D.J., C. Asonugho, and O.O. Awotoye 2006. Heavy Metals in Soil and Accumulation by Edible Vegetables after Phosphate Fertilizer Application.

Electronic Journal of Environment, Agriculture, and Food Chemical. 5 (4) : 1446-

1453

Palar H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipte. Jakarta. Purwaningsih, Yusuf R. 2004. Komposisi Jenis & Struktur Vegetasi di Kawasan Pakuli,

Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Biodiversitas. 6 (2) : 123-128 Samingan T. 1989. Peranan Vegetasi dalam Lingkungan Hidup. Media Konservasi. 2 (3)

: 11-17

Sarma K. 2005. Impact of coal mining on vegetation : a case study in Jaintia hills district

of Meghalaya, India. Thesis for International Institute for Geo information Science

and Earth Observation. Netherlands.

Sastrawijaya T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sutherland W.J. 2006. Ecological Census Techniques a handbook 2nd Ed. Cambridge University Press. UK.

Tjitrosoepomo G. 1993. Taksonomi Umum : Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Umam, M.H and R.P. Sancayaningsih. 2011. Distribution and Abundance of Ground

Vegetation in Traditional Gold Mining Area of Sekotong, West Lombok, West Nusa Tenggara. Paper for International Conference of Biological Science. Faculty of

Biology Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Utami S, Asmaliyah, dan F. Azwar. 2006. Inventarisasi Gulma di Bawah Tegakan Pulai Darat (Alstonia angustiloba Miq.) dan Hubungannya dengan Pengendalian Gulma di Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan. Jurnal Konservasi dan Rehabilitasi

Sumberdaya Hutan. 1 : 1-10

Van der Maarel E. 2005. Vegetation ecology. Blackwell Science Ltd. UK. 156

Van der Pijl M. 1990. Asas-Asas Pemencaran pada Tumbuhan Tinggi. Gadjah Mada Press University. Yogyakarta.

Van Niekerk H.J., and M.J. Viljoen. 2005. Causes and consequences of the Merriespruit and other tailings–dam failures. Land degradation and development. 16: 201-212 Van Steenis C.G.G.J. 1997. Flora untuk sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta Vousta D, Grimanins A, and C. Sammara. 1996. Trace elements in vegetable grown in an

industrial areas in relation to soil and air particulate matter. Journal of Environment

and Pollution. 94 (3) : 325-335

Walpole R.E., and R.H. Myers. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan

Ilmuwan. ITB Press. Bandung.

Widhiyatna D, B. Tjahjono, R. Gunrady, M. Sukandar, dan Z. Ta’in. 2005. Pendataan

sebaran merkuri di daerah Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dan Sangon, Kabupaten Kulon Progo, di Yogyakarta. Kolokium Hasil Lapangan.

Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. Bandung.

Widodo. 2008. Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Geologi Indonesia. 3 (3) : 139-149

(26)

mangrove plants and soil microbial activities. Marine Pollution Bulletin 39 (1-12) : 179-186 dalam Rachmansyah, S. Tonnek, Makmur, Komaruddin dan M.

Atmomarsono. 2005. Distribusi logam berat merkuri di kawasan pesisir teluk ratatotok kabupaten Minahasa. Jurnal Perikanan Indonesia 11(5) : 1-13

Gambar

Gambar 1. Lokasi Quarry di Sekotong, Pelangan (A) dan Selodong (B)
Tabel 1. Jenis tumbuhan yang dominan di daerah tercemar merkuri
Tabel 2. Jenis Tumbuhan Penyusun Vegetasi lantai sekitar Quarry di Sekotong

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 11 Januari 2020, Menerima pendapatan jasa percetakan nota 2 ply dengan jumlah 2 rim dari pelanggan sebesar Rp.. Klik modul Penjualan lalu pilih Pengiriman Barang

Pengaruh Suhu dan pH Bufer Asetat Terhadap Hidrolisa CMC oleh Enzim Selulase Dari Ekstrak Aspergillus Niger Dalam Media Campuran Onggok Dan Dedak. Jurnal Sains

Pencatatan pemindahan saldo akun nominal (pendapatan dan beban) ke akun modal melalui akun ikhtisar laba-rugi disebut .... Menguji kebenaran pencatatan dalam kertas kerja.

Pencampuran beberapa sediaan farmasi steril seperti IV admixture, penanganan obat sitostatika dan obat berbahaya serta penyiapan parenteral nutrisi harus dilakukan dengan

Dari hasil pengujian hipotesis dan pembahasan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian sebagai berikut : 1). Terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar

[r]

motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu sendiri, yaitu bahwa ternyata untuk beberapa delik tertentu ditetapkannya pengurus saja sebagai

Independensi Dan Kompetensi Auditor Terhadap Penentuan Tingkat Materialitas Pada Pemeriksaan Laporan Keuangan”. 1.2