• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP BERBAGAI DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA ULTISOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP BERBAGAI DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA ULTISOL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

199

RESPON BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH (

Allium ascalonicum

L.) TERHADAP

BERBAGAI DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA ULTISOL

Nurmajdi.I1 ;Syarif.A2; Gustian2;Suswati3

1Balai Diklat Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Bandar Buat Padang. 2Jurusan Budidaya

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.Padang.3Program Studi Agrotehnologi, Fakultas

Pertanian,Universitas Medan Area.

Abstrak

Produksi bawang merah di Indonesia masih tergolong rendah berkisar antara 4.4-12.6 ton ha-1 sedang potensi hasil yang dapat dicapai 16 ton ha-1. Salah satu penyebab rendahnya produksi

bawang merah adalah pemilihan varietas yang kurang tepat dan rendahnya mutu umbi yang digunakan sebagai bibit. Pada kegiatan ini telah dilakukan pengujian berbagai dosis Fungi mikoriza arbuskular terhadap respon beberapa varietas bawang merah pada Ultisol. Tujuan penelitian untuk memperoleh dosis yang terbaik dan kombinasi dosis FMA dan varietas bawang merah yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen umbi di dataran rendah. Percobaan dilakukan dalam pola faktorial 3 x 4 yang dirancang menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah dosis FMA multispora (C) yang terdiri dari 4 taraf yaitu : C0= kontrol; C1=10 g polibag -1; C2=20 g polibag-1; C3=30 g polibag-1 dan faktor kedua adalah varietas bawang merah (V) dengan 3

taraf yaitu V1=Bima;V2=Kuning dan V3= varietas Bangkok. Setiap petak percobaan berukuran 80x110 cm dengan jarak antar plot dalam setiap satuan percobaan 10x10 cm sehingga diperoleh 12 polibag tanaman dalam satu plot. Parameter pengamatan diantaranya Laju asimilasi bersih (LAB), laju tumbuh relatif (LTR) pada umur 14-21 hst dan bobot kering panen. Aplikasi FMA akan mempengaruhi LAB dan LTR ketiga varietas tanaman bawang merah. LAB ketiga varietas bawang merah dengan dosis 10-20 g polibag-1 menunjukkan respon yang tidak berbeda nyata, pada dosis yang lebih tinggi (30 g polibag-1)

justru LAB menurun. Aplikasi FMA pada ketiga varietas menyebabkan LTR yang berbeda nyata dengan kontrol. Peningkatan dosis 10 g hingga 20 g menunjukkan LTR yang tidak berbeda nyata pada varietas Bima Brebes, sedang pada varietas Kuning pemberian dosis 10 g – 30 g LTR tidak berbeda nyata, sebaliknya peningkan dosis dari 20 g hingga 30 g polibag-1 pada Bima Brebes menyebabkan

penurunan LTR. Varietas Bangkok memiliki respon yang terbaik terhadap FMA dengan dosis 10 g polibag-1dengan produksi umbi 98.88 g setara dengan 15.82 ton ha-1( populasi 160.000 tanaman ha-1). Kata kunci : bawang merah, Fungi mikoriza arbuskular, multispora, LAB, LTR, produksi

Abstract

Onion production in Indonesia is still relatively low range between 4.4-12.6 ton ha-1 being the potential results can be achieved 16 tonnes ha-1. The caused of low production of onion is a selection of varieties that are less precise and low quality of tubers are used as seed. In this activity has been testing various doses of arbuscular mycorrhiza fungi on the response of some varieties of red onion on Ultisol. The research objective to obtain the best dosage and dose combination FMA and the best onion varieties in promoting growth and tuber crops in the lowlands.Experiments were carried out in 3 x 4 factorial designed according to completely randomized design (CRD) with three replications. The first factor is the dose FMA multispora (C), which consists of four levels ie: C0 = control; C1 = 10 g polybags -1; C2 = 20 g polybags-1; C3 = 30 g polybags-1 and the second factor is the onion varieties (V) with 3 levels

ie V1 = Bima; V2 and V3 = = Yellow varieties of Bangkok. Each plot measuring 80x110 cm with the distance between the plots within each experimental unit 10x10 cm in order to obtain 12 polybag plants in one plot. Parameters such observations as net assimilation rate (LAB), relative growth rate (LTR) at the age of 14-21 days after planting and harvest dry weight.Applications FMA will affect LTR, LAB and three varieties of onion crop. The third LAB onion varieties with a dose of 10-20 g polybags-1

shows the responses were not significantly different, at higher doses (30 g polybags-1) actually LAB

decreased. FMA application in three varieties cause LTR were significantly different from controls. Increased dose of 10 g to 20 g show LTR were not significantly different on the variety of Bima Brebes,

(2)

200

being on the varieties Yellow dose of 10 g - 30 g LTR was not significantly different, otherwise the increased dose of 20 g to 30 g polybags-1 at Bima Brebes cause LTR decline. Varieties Bangkok has the

best response to the FMA at a dose of 10 g polybags-1dengan 98.88 g tuber production is equivalent to

15.82 ton ha-1 (population 160,000 plants ha-1

Keywords: onion, arbuscular mycorrhizal fungi, multispora, LAB, LTR, production ).

Pendahuluan.

Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman semusim yang banyak digunakan sebagai bumbu masak, bahan antibiotik dan sumber vitamin B1. Tanaman ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi yaitu Rp.2.7 triliyun tahun-1

Sentra produksi bawang merah di Indonesia hampir tersebar di seluruh kepulauan (Sumatera, Jawa, NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua). Pada tahun 2004 daerah produsen bawang merah terbesar adalah Jawa (78.71 %) terutama Jawa Tengah (30.49 %) dan Jawa Timur (29.70 %) ((Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006).

dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006). Hal tersebut menyebabkan bawang merah dimasukkan sebagai komoditas unggulan dalam Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bidang Tanaman Pangan, Hortikultura dan Tanaman Perkebunan.

Produksi bawang merah di berbagai sentra pertanaman di Indonesia masih tergolong rendah yaitu berkisar 4.4-12.6 ton ha-1 bila

dibandingkan dengan potensi hasil bawang yang bisa mencapai 16 ton ha-1 (AAK, 1998). Produksi

bawang merah Sumatera Barat baru mencapai 7.90 ton ha-1 (BPS Sumbar, 2004). Rendahnya

produksi bawang merah tersebut disebabkan oleh berbagai factor antara laian : pemilihan varietas yang kurang tepat, rendahnya kualitas benih, kesuburan tanah dan bahan organic dan tingginya serangan hama dan penyakit. Kompleksnya permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanaman bawang merah perlu disikapi dengan penggunaan varietas unggul yang dikombinasikan dengan pemanfaatan fungi mikoriza arbuskular (FMA). FMA sebagai mikosimbiont dapat meningkatkan penyerapan hara, menstimulasi pertumbuhan, meningkatkan kuantitas dan kualitas buah, meningkatkan ketahanan terhadap kekurangan air serta pathogen (Ishii dan Kadoya., 1996; Fortuna et al., 1996). Aplikasi FMA pada persemaian dapat mempercepat laju pertumbuhan, meningkatkan persentase

pertumbuhan bibit di lapangan. Di samping dapat mengurangi kebutuhan pupuk dan top soil FMA juga mampu mengurangi penggunaan air tanaman. Berdasarkan uraian diatas telah dilakukan penelitian aplikasi FMA pada berbagai varietas bawang merah. Tujuan penelitian adalah : Mendapatkan varietas dan dosis FMA yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilakukan di lahan percobaan Balai Diklat Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat di Bandar Buat pada ketinggian tempat 25 m dpl.

Metode

Percobaan ini menggunakan rancangan pola faktorial 3 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah dosis FMA multispora (F) dengan 4 taraf dan faktor kedua adalah varietas bawang merah (V) yang terdiri dari 3 taraf dengan 3 ulangan:

Faktor pertama (F) dengan 4 taraf yaitu : F0 = 0 g FMA polibag F1 = 10 g FMA polibag -1 F2 = 20 g FMA polibag -1 F3 = 30 g FMA polibag -1

Faktor kedua (V) dengan 3 taraf yaitu :

-1

V1 = varietas Bima Brebes V2 = varietas Kuning V3 = varietas Bangkok

Jumlah kombinasi perlakuan adalah 36 satuan unit percobaan.

Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah Ultisol dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 3:1(w/w). Campuran tanah dan pupuk kandang diayak dengan ukuran ayak 2 mm, kemudian sebanyak 8 kg campuran tanah tersebut dimasukkan kedalam polibag ukuran 35 x 40 cm setinggi 20 cm.

(3)

201

Inokulant FMA yang digunakan merupakan inokulant multispora hasil pengembangan Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Padang.

Bibit Bawang merah

Bibit bawang merah berupa umbi tiga varietas yaitu : Kuning dan Bangkok diperoleh dari Balitsa Bandung, Jawa Barat. Umbi yang digunakan memiliki ukuran dan berat yang seragam yaitu masing-masing 5 gr.

Aplikasi FMA dan Penanaman Umbi

Umbi bawang merah yang telah disiapkan ditanam dengan membuat koakan sedalam 3 cm , kemudian ditaburkan FMA sesuai perlakuan dosis kemudian ditutup dengan lapisan tipis tanah ( ± 1 cm). Dibagian lapisan tipis tanah diletakkan umbi bawang merah selanjutnya ditutup dengan tanah hingga 2/3 bagian umbi tertutup. Polibag yang telah berisi umbi disusun sesuai dengan penempatan plot tanaman. Setiap plot pertanaman terdiri dari 12 polibag.

Pemupukan

Tanaman dipupuk dengan pupuk buatan yang diberikan dengan 50% dosis rekomendasi yaitu : 60 kg N (133.32 kg Urea ha-1); 65 kg P2O5

( 208.32 kg SP36 ha-1) dan 50 kg K2O( 83.32 kg

KCl ha-1). SP36 dan KCl diberikan dua hari setelah

tanam dengan cara menaburkan campuran pupuk di 2 cm sekeliling umbi bawang merah.

Pemeliharaaan tanaman

Penyiraman tanaman dilakukan mulai 3 hari hingga 50 hari setelah tanam. Penyiraman dilakukan hingga kapasitas lapang dan disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Penyisipan tanaman dilakukan terhadap umbi yang tidak tumbuh atau mati. Penyisipan dilakukan dengan memindahkan tanaman yang seumur ke polibag perlakuan yang dipersiapkan diluar petak percobaan.

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara manual . Pertumbuhan gulma sangat cepat pada musim hujan sehingga membutuhkan penyiangan yang lebih intensif minimal satu kali seminggu. Penyiangan dilanjutkan dengan pembunbunan dengan menggemburkan tanah secara hati-hati agar akar tidak rusak.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara mengambil organisma pengganggu dan memotong bagian tanaman yang terserang.

Panen

Panen dilakukan setelah mencapai matang fisiologis yang tergantung pada umur masing-masing varietas. Ktriteria panen adalah daun telah menguning 75 % dan terkulai, pangkal daun mengeras. Panen dilakukan saat cuaca cerah dengan mencabut secara hati-hati.

Pengamatan.

Pengamatan yang dilakukan adalah pertumbuhan tanaman (jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah umbi, diameter umbi, dan bobot umbi per rumpun), nisbah luas daun, laju asimilasi bersih, laju tumbuh relatif. Persentase infeksi akar oleh FMA ditentukan dengan metode Brundrett et al ., (1997) dalam Syarif (2001). Serapan fosfor menggunakan metode pengabuan basah Lindner dan Harley, 1942. Analisis tumbuh tanaman mengacu pada rumus Vander Werf (1996), Gardner et al., (1991), dan Djajasukanta (1998).

Hasil dan Pembahasan Analisis Tumbuh

Nisbah Luas Daun (NLD)

NLD merupakan rasio luas daun terhadap bobot daun persatuan waktu tertentu. Salah satu indikator utama dari NLD adalah pertumbuhan daun. Hasil analisis sidik ragam dan Gambar 1 diketahui bahwa NLD ketiga varietas bawang merah tidak berbeda nyata pada 28-35 hst. Pemberian berbagai dosis FMA tidak memberikan peningkatan NLD dari periode14-21 hst hingga 28-35 hst. Hal ini disebabkan nilai NLD yang signifikan tidak ditentukan secara langsung oleh FMA dan perbedaan varietas tetapi juga oleh kondisi lingkungan. Menurut Rahayu dan Berlian (2003) bawang merah merupakan tanaman pertumbuhannya sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan seperti: jarak tanam ,kepadatan populasi dan intensitas cahaya. Kondisi lingkungan yang relatif sama akan menghasilkan luas permukaan daun yang sama dalam meningkatkan fotosintesa. Hal ini menunjukkan varietas bawang merah memiliki kemampuan adaptasi yang sama apabila dilihat dari nilai NLD.

(4)

202

Gambar 1. NLD tiga varietas bawang merah dengan aplikasi berbagai dosis FMA

Laju Asimilasi Bersih (LAB)

Hasil analisis sidik ragam dan Gambar 2 terlihat bahwa rata-rata nilai LAB pada periode 14-21 hst ketiga varietas bawang merah berinteraksi dengan dosis FMA. Varietas Bima Brebes tanpa FMA (kontrol) menghasilkan LAB yang tinggi dibandingkan varietas Kuning dan Bangkok. Pemberian 10 g polibag-1 FMA diantara

ketiga varietas tersebut menghasilkan LAB yang cukup signifikan adalah varietas Kuning sedang

varietas Bima Brebes dan Bangkok lebih rendah. Apabila dosis ditingkatkan maka varietas Bima Brebes dan Kuning mengalami penurunan sedang Bangkok mengalami peningkatan. Pemberian dosis 30 g polibag-1 terjadi kecenderungan

penurunan LAB pada varietas Bima Brebes dan Bangkok secara signifikan tetapi varietas Kuning tidak menngalami peningkatan LAB dengan meningkatnya dosis dari 20 g polibag-1 menjadi

30 g polibag-1.

Gambar 2. Nilai LAB tiga varietas bawang merah dengan berbagai dosis FMA Hal ini disebabkan karena masing-masing

varietas memiliki respon yang berbeda terhadap FMA. Hasil penelitian Ramailis (2005) juga menunjukkan bahwa respon varietas Bima Brebes terhadap FMA tidak berpengaruh terhadap nilai LAB tanaman yang diberi berbagai takaran bokasi tithonia. Menurut Fakuara (1990) FMA meningkatkan ketersediaan hara terutama unsur P disamping unsur N dan K. Tersedianya hara yang cukup mampu meningkatkan akumulasi

bahan kering dan tercermin dari peningkatan bobot kering tanaman per satuan waktu sebagai salah satu indikasi terhadap peningkatan laju asimilasi bersih tanaman.

Rata-rata Laju Tumbuh Relatif

Rata-rata laju tumbuh relatif (LTR) pada periode 14-21 hst ketiga varietas bawang merah dengan aplikasi tiga dosis FMA menunjukkan interaksi yang nyata. Pada Tabel 1 terlihat bahwa

Nisbah Luas Daun tanaman bawang merah pada 28-35 hst

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 0 5 10 15 20 25 30 35 Dosis FM A (g/polibag) N LD ( m g c m 2 /m inggu) Bima brebes Kuning Bangkok

Laju As im ilas i Be rs ih tiga varie tas baw ang m e rah pada 28-35 hs t

1 1.001 1.002 1.003 1.004 1.005 1.006 1.007 1.008 0 10 20 30 40

Dosis FMA (g/polibag)

N ila i L A B ( m g c m 2 /m in g g u ) Bima brebes Kuning Bangkok

(5)

203

rata-rata LTR dari ketiga varietas bawang merah meningkat sejalan dengan peningkatan dosis FMA. Respon ketiga varietas tersebut bervariasi. Varietas Bangkok merupakan varietas yang responnya terendah dibandingkan Bima Brebes dan Kuning. Aplikasi FMA dosis 10 g polibag-1 LTR

Kuning dan Bima Brebes mengalami peningkatan

yang signifikan dan tidak mengalami peningkatan lagi jika dosis FMA dinaikkan menjadi 20 g polibag-1

Menurut Fakuara (1990) kesesuaian FMA dengan tanaman inang menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan efektivitas FMA disamping faktor nutrisi dan air.

atau lebih tinggi.

Tabel 1. Rata-rata LTR tiga varietas bawang merah dengan aplikasi berbagai dosis FMA Varietas Dosis aplikasi FMA ( g polibag

-1) 0 10 20 30 ... (mg cm 2 minggu-1)... Bima Brebes 0.192 A 0.311 A 0.516 A 0.234 A a b b ab Kuning 0.144 A 0.588 A 0.663 A 0.462 AB a b b b Bangkok 0.409 A 0.451 A 0.620 A 0.584 B a b a a

Angka-angka pada kolom yang diikuti huruf besar yang sama dan angka-angka pada barisyang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT taraf nyata 5%

Pertumbuhan dan Hasil Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam tinggi tanaman pada 42 hst menunjukkan tidak berbeda nyata antar varietas dan dosis FMA (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis FMA pada ketiga varietas bawang merah belum sepenuhnya

memberikan kontribusi. Perbedaan tinggi yang dicapai lebih didominasi oleh perbedaan jenis varietas dibandingkan dengan dosis FMA.Varietas yang diuji memiliki tinggi yang berkisar 44.77 cm hingga 48.75 cm. Varietas Bima Brebes memiliki pertumbuhan yang lebih baik (48.75 cm) dibanding dua varietas lainnya.

Gambar 3. Tinggi tanaman bawang merah pada 42 hst dengan berbagai dosis FMA

Bobot Umbi kering panen

Aplikasi FMA dapat meningkatkan bobot kering umbi ada ketiga varietas bawang merah. Pemberian FMA dengan dosis 10 g polibag-1 pada

varietas Bima Brebes dapat meningkatkan produksi umbi kering panen hingga 92.95 g (setara 14.76 ton ha-1, populasi 16.000

tanamanha-1) sedangkan menurut deskripsinya

varietas ini hanya mampu menghasilkan umbi kering panen 9.9 ton ha-1. Produksi umbi kering

panen menurut deskripsinya untuk varietas Kuning dan Bangkok masing-masing 14.40 ton ha -1 dan 17.60 ton ha-1. Produksi varietas Bangkok

masih dibawah produksi optimal varietas tersebut, sedang untuk varietas Bima Brebes dan Kuning produksi kering umbi panen meningkat dengan aplikasi FMA 10 g polibag-1.

tinggi tanam an baw ang m erah pada 42 hst

10 20 30 40 50 0 10 20 30

Dosis FMA (g/polibag)

T in g g i t a n a m a n (cm ) Bima brebes Kuning Bangkok

(6)

204

Persentase infeksi akar

Pada Gambar 4 tampak bahwa respon tiga varietas bawang merah akibat pemberian

FMA menghasilkan persentase infeksi akar yang relatif sama besar yatu 21.67 – 30.00 % meskipun ditingkatkan dosisnya.

Gambar 4. Persentase infeksi akar oleh FMA pada tiga varietas bawang merah umur 42 hst. Berbedanya respon tanaman bawang

merah terhadap FMA yang diberikan terutama dipengaruhi oleh varietas. Disamping varietas tanaman inang ,efektifitas infeksi FMA juga dipengaruhi berbagai faktor diantaranya kesesuaian jenis FMA dengan tanaman inang (Nurhamara, 1999), nutrisi tanaman dan daya adaptasi FMA pada iklim dan jenis tanah (Mosse, 1973), kepadatan inokulum, kepekaan inokulum, kepekaan tanaman dan pemupukan (Fakuara, 1990).

Kesimpulan

1. Varietas bawang merah yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap dosis FMA yang diaplikasi.

2. Pemberian FMA dapat meningkatkan berbagai parameter pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah. Dosis FMA 10 g polibag-1

tanaman, jumlah daun dan berat umbi kering panen.

merupakan dosis yang terbaik terhadap peningkatan nilai LAB, tinggi

3. Pemberian FMA dengan dosis 10 g polibag-1

pada varietas Bima Brebes dapat meningkatkan produksi umbi kering panen hingga92.95 g (setara 14.76 ton ha-1, populasi

16.000 tanaman ha-1). Produksi varietas

Kuning 91.84 g (setara 14.694 ton ha-1), dan

Bangkok 98.88 g ( 15.82 ton ha-1). Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Indonesia . 2004. Sumatera Barat Dalam Angka. Padang

Fakuara, Y. 1988. Mikoriza, teori dan kegunaan dalam praktek, PAU IPB. Bogor . 123 hal

Mosse, B. 1973. The role of mycorrhiza in phosporus solubiolization global impact of applied microbiology 4th Intern, Conf. Sao Paolo, Brazil. 1973.

Persentase infeksi akar FMA pada tiga varietas bawang merah pada umur 42 hst 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 5 10 15 20 25 30 35

Dosis FMA (g/polibag)

In

feksi

akar

(

%

)

Bima brebes Kuning Bangkok

Gambar

Gambar 1. NLD tiga varietas bawang merah dengan aplikasi berbagai dosis FMA  Laju Asimilasi Bersih (LAB)
Gambar 3. Tinggi tanaman bawang merah pada 42 hst dengan berbagai dosis FMA  Bobot Umbi kering panen
Gambar 4. Persentase infeksi akar oleh FMA pada tiga varietas bawang merah umur 42 hst

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa ragam data kelulushidupan abalon pada tabel terlihat F hitung lebih besar dari F tabel sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penelitian ini

Davis Weather Envoy inilah yang direncanakan akan digunakan di server, untuk mengambil data dari ISS .; (9) Software AWS , pada Stasiun Cuaca di UBD sebenarnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Terdakwa Lanjut Usia ... Identitas Terdakwa ………. Tuntutan Penuntut Umum ………. Amar Putusan

Dengan ini kami selaku panitia mengucapkan terima kasih kepada saudara atas. partisipasinya sebagai Tentor Utama dalam

Prinsip-prinsip latihan yang telah diterapkan secara optimal oleh setiap pelatih baik untuk latihan penguasaan teknik dasar (kihon) karate akan memperlihatkan suatu hasil

Berdasarkan hasil uji Chi-Square , didapatkan nilai bermakna untuk kepatuhan ibu hamil terhadap saran yang diberikan dengan terjadinya preeklampsia (p) sebesar 0,000 dengan α

diberikan. Saat presentasi di depan kelaspun siswa terlihat masih gugup dan kesulitan dalam menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Namun secara keseluruhan,

“Morphological, Thermal, and Mechanical Properties of Starch Biocomposite Film Reinforced by Cellulose Nanocrystals From R ice Husks”. Y., John