• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jakarta, April 2014 Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jakarta, April 2014 Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

“Indonesia akan semakin aktif dalam mengembangkan perannya dalam perdagangan internasional, dan saya yakin Indonesia akan dapat memberikan kontribusi yang semakin besar bagi dunia perdagangan internasional.” Iman Pambagyo, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

Perlambatan laju perekonomian dunia masih mewarnai kegiatan perdagangan Internasional di Tahun 2013. Tidak hanya negara-negara maju di Eropa dan juga Amerika Serikat, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga menerpa dua negara ekonomi berkembang yaitu China dan India. Indonesia sebagai salah satu negara ekonomi berkembang terbesar pantas berbangga diri karena mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi nya di kisaran 5.7-6%. Hal tersebut tentunya tidak luput dari upaya pemerintah yang berhasil menjaga kestabilan moneter dan fiskal ditengah keterpurukan ekonomi global. Selain itu, upaya memaksilkan kegiatan ekspor-impor yang semakin terintegrasi melalui perundingan-perundingan perdagangan internasional yang selalu mendahulukan kepentingan nasional juga turut memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif. Di tahun 2013 pula, Indonesia menjadi tuan rumah APEC Summit dan WTO MC9, keketuaan Indonesia telah mencatatatkan hasil yang gemilang dalam kancah perundingan perdagangan internasional dengan membuahkan paket bali, yakni sebuah kesepakatan dalam perundingan perdagangan WTO yang sebelumnya telah buntu selama kurang lebih 11 tahun. Kedepannya, Indonesia akan semakin aktif dalam mengembangkan perannya dalam perdagangan internasional, dan saya yakin Indonesia akan dapat lebih berbicara banyak dan memberikan kontribusi yang semakin besar bagi dunia perdagangan internasional.

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Tahun Anggaran 2013 merupakan rangkuman dari berbagai kegiatan dan kesepakatan perdagangan internasional yang dicapai Indonesia di tahun 2013. Laporan ini juga menjabarkan hal-hal yang akan dilaksanakan di tahun 2014, serta permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah DITJEN KPI agar dapat ditindaklanjuti secara intensif sesuai tugas pokok, fungsi dan kewenangam DITJEN KPI.

Akhir kata, kami menyampaikan rasa terima kasih kami kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan dan penerbitan buku laporan tahunan ini. Semoga dapat bermanfaat, terima kasih.

Jakarta, April 2014 Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

(3)
(4)

3

1

KATA PENGANTAR

1

DAFTAR ISI

3

RINGKASAN EKSEKUTIF

5

PROFIL DITJEN KPI

7

PERKEMBANGAN KERJA SAMA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

11

A.

Forum Kerja Sama Multilateral

11

WTO

11

B.

Forum Kerja Sama Regional

20

ASEAN

20

APEC

32

C.

Forum Kerja Sama Bilateral

34

D.

Organisasi Internasional dan Komoditi

44

STRATEGI TAHUN 2014

51

(5)
(6)

5

Diplomasi perdagangan merupakan salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan kepentingan akses pasar bagi ekspor non migas. Perjuangan Indonesia dalam meningkatkan akses pasar bertumpu pada: (i) sistem perdagangan multilateral (WTO dan organisasi internasional lainnya); (ii) Regional yang terfokus pada ASEAN dan APEC; dan (iii) Bilateral, yang berorientasi penjajakan pengembangan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Tahun 2013 menjadi momen yang membanggakan bagi Indonesia khususnya di bidang diplomasi perdagangan internasional. Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan dua forum besar di bidang kerja sama perdagangan internasional, yaitu APEC Summit 2013 dan the 9th Ministerial Conference World Trade

Organization (WTO) yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali.

Pada APEC Summit 2013 (Konferensi Tingkat Tinggi APEC) yang telah dilaksanakan pada Oktober 2013, telah menyepakati usulan prakarsa baru Indonesia, sebagai "path to success" bagi Crude Palm Oil (CPO) dan produk pertanian/kehutanan berupa proposal promoting trade of products which contribute to sustainable and inclusive growth through rural development and poverty alleviation untuk mengembangkan list baru yang diharapkan dapat paralel dengan APEC Environmental Goods (EGs) List dalam hal implementasi dengan parameter produk-produk yang berkontribusi terhadap pertumbuhan berkelanjutan, pertumbuhan inklusif, pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Prakarsa ini juga sejalan dengan upaya pencapaian APEC Bogor Goals pada tahun 2020. Pada forum multilateral, melalui perundingan di forum WTO), Ministerial Conference (Konferensi Tingkat Menteri/KTM) WTO ke-9 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7 Desember 2013 telah berhasil menyepakati Bali Package (Paket Bali) yang menekankan pada tiga isu utama, yaitu: 1) Fasilitasi Perdagangan, 2) Pertanian, dan 3) Pembangunan, termasuk isu-isu yang menjadi kepentingan negara kurang berkembang (LDCs). Keberhasilan dalam menyepakati Paket Bali telah membuat pelbagai pihak, mulai dari pemerintah negara anggota hingga kalangan bisnis, dan akademisi, serta pemerhati umumnya menyambut baik hasil tersebut setelah melalui proses perundingan yang tidak mudah, dan konsultasi serta lobi secara intensif.

Indonesia juga terus berpartisipasi aktif dalam forum regional ASEAN. Pada tanggal 8 Maret 2013 di sela-sela The 19th ASEAN Economic Ministers’ Retreat, di Hanoi, telah ditandatangani Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements Related to Trade in Goods. Protokol tersebut untuk mengubah perjanjian ekonomi ASEAN tertentu dengan tujuan membentuk suatu landasan hukum untuk kerja sama ekonomi di bidang perdagangan barang antar negara-negara anggota ASEAN dalam skema perdagangan bebas dan mengharmonisasikan perjanjian perdagangan barang di bawah pilar ekonomi ASEAN sesuai dengan pesetujuan ATIGA.

Kabar baik lainnya juga datang dari forum kerja sama perdagangan bilateral. Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia – Pakistan yang berlaku aktif di bulan September 2013 memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia, khususnya CPO. Selama ini, CPO Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia, karena harga ekspor CPO ke Pakistan lebih tinggi 15%, namun dengan kesepakatan tersebut, kini ekspor CPO Indonesia ke Pakistan dapat lebih

(7)

6

bersaing dengan produk CPO dari Malaysia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor CPO dan turunnya dari Indonesia ke Pakistan tahun lalu mencapai US$ 714 juta.

Selain itu, telah disepakati juga i) Persetujuan Kerangka Kerja Perdagangan dan Penanaman Modal Antara Kementerian Perdagangan R.I dan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Nasional Republik Uni Myanmar. Kesepakatan ini merupakan payung kerja sama antar kedua pemerintah yang dapat dijadikan sebagai landasan/platform bagi kalangan pelaku usaha Indonesia dan Myanmar untuk melakukan kerja sama bisnis baik perdagangan, produksi ataupun investasi diberbagai sektor antara lain: rice milling, pembangkit listrik, konstruksi, perkebunan karet dan kelapa sawit, kedirgantaraan dan sebagainya; dan ii) MoU on Rice Trade Antara Indonesia dan Myanmar.Di bidang ketahanan pangan dan energi kedua Kepala Negara sepandangan bahwa kerja sama ketahanan pangan dan energi di antara kedua negara bersifat saling melengkapi dan mendorong peningkatan kerja sama ini melalui investasi, riset dan pengembangan (R&D). Hal ini di perkuat dengan disepakatinya kerja sama serta peningkatan kapasitas produksi dan kualitas beras, pupuk dan serta revitalisasi MoU on Rice Trade bidang pertanian. Penandatanganan MoU on Rice Trade antar kedua negara dilakukan sebagai alternatif pengadaan impor beras bilamana diperlukan Indonesia.

Isu Utama Kerja Sama Perdagangan Internasional Tahun 2014:

1. Finalisasi perundingan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA); 2. Menindaklanjuti prakarsa Promoting Products which Contribute to Sustainable & Inclusive

Growth through Rural Development & Poverty Alleviation dalam rangka APEC; 3. Menindaklanjuti Bali Package dan Doha Development Agenda;

4. Penandatanganan ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (jasa dan investasi);

5. Memulai perundingan Indonesia – India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA);

6. Review Indonesia – Jepang Economic Partnership Agreement (EPA); 7. Memulai perundingan Indonesia- Uni Eropa CEPA;

8. Melanjutkan perundingan Indonesia-Australia CEPA; 9. Memulai perundingan Indonesia – Chile CEPA;

10. Memulai perundingan Indonesia – Peru Preferential Tariff Agreement (PTA); 11. Finalisasi perundingan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) 9; 12. Finalisasi rekomendasi Indonesia – UK Vision Group 2030.

(8)

7

Multilateral

Regional

(9)

8

DITJEN KPI DARI MASA KE MASA

Sebagai salah satu unit kerja yang menangani bidang kerja sama perdagangan internasional, dalam perjalanannya Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah mengalami beberapa kali pergantian nama yang secara kronologis dapat diuraikan sebagai berikut:

1962 – 1996

Seiring dengan kehadiran Departemen Perdagangan Republik Indonesia, pada periode ini institusi yang menangani hubungan kerja sama internasional adalah Direktorat Hubungan Perdagangan Luar Negeri yang merupakan salah satu Direktorat dalam lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Tupoksi dari Direktorat Hubungan Perdagangan Luar Negeri antara lain yaitu menyelenggarakan hubungan kerja sama internasional antara Indonesia dengan negara - negara mitra dagang, lembaga perdagangan internasional baik di tingkat regional (ASEAN, APEC), di tingkat multilateral (GATT/WTO, UNCTAD, QIC/OKI, ESCAP, UNIDO) demikian pula dengan beberapa asosiasi komoditi pada tataran internasional seperti, International Pepper Community (IPC), Asia Pacific Coconut Community (APCC), Association of Natural Rubber Producing Countries (ANPRC),

International Textile and Clothing Bureau (ITCB). 1996 – 1997

Sebagai konsekuensi penggabungan Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan menjadi Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Keppres nomor 388/M tahun 1995 tanggal 6 Desember 1995)maka melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 92/MPP/Kep/4/1996, DirektoratHubunganPerdagangan Luar Negeri dipecah menjadi dua direktorat yaitu Direktorat Hubungan Perdagangan Bilateral dan Direktorat Hubungan perdagangan Multilateral dan Regional. Pemekaran menjadi dua direktorat ini sebagai konsekuensi dari perkembangan di era globalisasi di mana Indonesia harus ikut dalam berbagai perundingan di kancah internasional baik di forum bilateral maupun regional dan multilateral.

1997 – 2001

Perkembangan kerja sama di bidang perdagangan internasional terus mengalami perubahan yang pesat, diikuti dengan perkembangan lingkungan strategis pasca perang dingin yang ditandai dengan pertarungan ideologi (politik internasional) ke arah simbiosis ekonomi politik (perdagangan internasional). Hal ini menuntut Indonesia untuk turut serta berperan aktif pada fora internasional (bilateral, regional, dan multilateral), maka melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 444/MPP/Kep/9/1998 maka dibentuk Direktorat Jenderal Kerjasama Lembaga Industri dan Perdagangan Internasional (Ditjen KLIPI) yang terdiri dari 4 Direktorat yaitu Direktorat Kerja sama Bilateral I, Direktorat Kerja sama Bilateral II, Direktorat Kerja sama Regional, Direktorat Kerja sama Multilateral, dan 1 Sekretariat.

2001 – 2004

Melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 86/M/Kep/3/2001 Direktorat Jenderal Kerjasama Lembaga Industri dan Perdagangan Internasional (Ditjen KLIPI) mengalami pergantiannama menjadi Direktorat Jenderal Kerja sama Industri dan Perdagangan Internasional (Ditjen KIPI). Dalam struktur organisasi Ditjen KIPI terdiri dari 5 Direktorat yaitu Direktorat Kerjasama Bilateral I, Direktorat Kerja sama Bilateral II, Direktorat Kerja sama Regional, Direktorat kerja sama Multilateral, dan Direktorat Pengamanan Perdagangan, serta 1 Sekretariat.

(10)

9

2004 – 2005

Kebijakan pemerintah dalam kabinet Indonesia Bersatu telah memisahkan kembali Departemen Perindustrian dan Perdagangan menjadi Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 187/M tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004 yang selanjutnya keberadaan Direktorat Jenderal Kerja sama Industri dan Perdagangan Internasional berada di bawah Departemen Perdagangan.

2005 – Sekarang

Berkaitan dengan kebijakan pemerintah tersebut di atas, melalui Peraturan Presiden nomor 10 tahun 2005 terjadi pergantian nama Direktorat Jenderal Kerja sama Industri dan Perdagangan Internasional menjadi Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.

TUGAS POKOK DITJEN KPI

Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Ditjen KPI:

1. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Perdagangan.

2. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Kerja sama Perdagangan Internasional mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama perdagangan internasional. Dalam melaksanaan tugas pokok, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan di bidang kerja sama perdagangan internasional; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama perdagangan internasional;

3. Penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang kerja sama perdagangan internasional;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama perdagangan internasional; dan

(11)
(12)

11

A. Forum Kerja Sama Multilateral

World Trade Organization (WTO)

1. Isu Pertanian

Perundingan di sektor Pertanian merupakan salah satu yang paling kompleks, sulit, dan sensitif. Isu pertanian dipandang negara berkembang sebagai mesin pendorong atau lokomotif dari keseluruhan proses Doha Development Agenda (DDA). Sesuai dengan mandat Perundingan Doha, negara berkembang memperjuangkan prinsip Special and Differential Treatment (S&D), yang akan memfasilitasi partisipasi Negara berkembang dalam perdagangan internasional secara adil, seimbang, dan efektif. Selain itu, Negara berkembang mengharapkan jaminan bagi pemberian perlindungan terhadap produk-produk pertanian yang dihasilkan petani kecil dan miskin.

Keterlibatan Indonesia dalam proses perundingan pertanian didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Dalam kaitan ini, untuk memperkuat posisi runding, Indonesia menjadi koordinator G33, kelompok negara yang pada dasarnya memperjuangkan konsep Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM). Selain itu, untuk memperjuangkan penghapusan distorsi pasar pertanian global dan akses pasar yang dibutuhkan bagi ekspor pertanian, Indonesia bergabung dengan G-20 dan Cairns Group.

Berdasarkan Paket Bali, Indonesia selaku koordinator G-33 juga mendukunga adanya pengurangan subsidi ekspor bagi negara maju serta penguatan disiplin notifikasi Tariff Rate Quota (TRQ).

Khusus di Kelompok G-33, selaku Koordinator, Indonesia terus melaksanakan komitmen dan peran kepemimpinannya dengan mengadakan serangkaian dan berbagai pertemuan tingkat pejabat teknis, Dubes/HODs, SOM, dan Tingkat Menteri. G-33 berupaya merealisasikan tujuan pembangunan yang terkait dengan food security, livelihood security, and rural development sebagai bagian integral dari hasil perundingan pertanian Putaran Doha.

2. Isu Non Pertanian

Posisi dasar Indonesia dalam perundingan Non-Agricultural Market Access (NAMA) adalah mengupayakan pembukaan akses pasar produk industri tidak menimbulkan dampak negatif, baik dilihat dari kepentingan ofensif maupun defensif. Di satu sisi Indonesia berkepentingan agar tariff peaks, high tariffs, dan khususnya eskalasi tarif di negara maju, serta hambatan non-tarif diturunkan untuk meningkatkan akses pasar produk ekspor. Di sisi lain Indonesia juga berkepentingan tetap memiliki policy space yang dapat memberikan perlindungan terhadap sektor industri yang sensitif.

(13)

12

Dalam perundingan Indonesia telah menunjukkan peran yang pro-aktif, khususnya dalam pembahasan isu pemotongan tarif. Peran ini terlihat pada saat negara-negara anggota mengupayakan kesepakatan formula penurunan tarif. Dengan beberapa negara NAMA-11 Indonesia memperjuangkan prinsip “less than full reciprocity”, di mana tingkat pemotongan tarif yang akan dilakukan harus mempertimbangkan kemampuan negara-negara berkembang.

Terkait dengan inisiatif sektoral, Indonesia dinilai oleh negara-negara proponen sebagai salah satu negara target yang dapat mempermudah tercapainya critical mass. Beberapa negara proponen telah melakukan pendekatan kepada Indonesia, baik secara bilateral ataupun plurilateral, khususnya terkait dengan produk-produk perikanan, kehutanan, kimia, eletronik elektrik. Dalam konsultasi informal, beberapa data ekspor-impor Indonesia tentang produk-produk tersebut dipergunakan oleh negara proponen untuk meyakinkan gain yang dapat diraih oleh Indonesia sekiranya bergabung dengan inisiatif sektoral, khususnya untuk produk perikanan dan kehutanan. Posisi Indonesia terkait dengan inisiatif sektoral serupa dengan mayoritas negara berkembang yang melihat inisiatif tersebut bersifat non-mandatory.

Meskipun melihat inisiatif sektoral bersifat non-mandatory, Indonesia secara positif menanggapi permintaan negara-negara proponen untuk melakukan pembahasan mengenai sektor-sektor tertentu. Simulasi-simulasi potensi keuntungan dan kerugian telah pula dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menentukan posisi nasional terhadap inisiatif sektoral pada produk-produk di mana Indonesia diperkirakan memiliki keunggulan. Assessment sementara menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan untuk produk kehutanan dan perikanan. Sungguhpun demikian, hasil kajian-kajian tersebut masih perlu diperdalam lebih lanjut untuk menjadi posisi nasional.

Proses pendalaman di atas dilakukan dalam rangka penciptaan akses pasar bagi produk-produk ekspor Indonesia yang memiliki keunggulan. Proses pembukaan akses pasar melalui inisiatif sektoral perlu dipertimbangkan oleh Indonesia mengingat kenyataan masih cukup tingginya struktur tarif di beberapa negara anggota, khususnya negara berkembang yang berpotensi menjadi pasar bagi produk Indonesia. Namun demikian, sikap Indonesia terhadap inisiatif sektoral masih terlalu diselimuti oleh ketakutan akan membanjirnya produk-produk impor dari negara lain. Terkait dengan hal tersebut, konsep product basket approach (PBA) yang ditawarkan oleh negara proponen tampaknya belum dicermati secara mendalam, khususnya sebagai sarana untuk mengecualikan beberapa tariff lines di mana masih terdapat sensitivitas.

Berkaitan dengan pembahasan proposal NTBs, Indonesia belum memiliki platform jelas yang dapat digunakan dalam penyusunan posisi nasional. Pembahasan NTBs di NG-NAMA dapat dimaknai sebagai upaya tambahan bagi pembukaan akses pasar. Menurunnya tingkat tarif sebagai akibat pemotongan tarif melalui Swiss Formula dikhawatirkan akan diikuti menjamurnya NTBs yang dapat menafikan akses pasar yang telah diperoleh. Dalam kaitan tersebut, pendisiplin dalam penerapan NTBs sebagaimana disasar oleh berbagai proposal yang ada akan dapat menjadi jaminan bagi terbukanya akses pasar.

(14)

13

Posisi nasional Indonesia terkait dengan berbagai upaya pendisiplinan penggunaan NTBs belum didasarkan pada tujuan Indonesia berunding di NG-NAMA, apakah bertujuan mencari akses pasar atau berusaha melindungi pasar domestik. Sekiranya Indonesia memilih opsi pertama, maka posisi yang perlu diambil oleh Indonesia adalah berupaya agar tercipta disiplin yang tinggi terhadap penggunaan NTBs. Namun demikian, sekiranya Indonesia menginginkan terdapatnya perlindungan domestik melalui terdapatnya space yang cukup dalam menggunakan berbagai NTBs measures, maka perjuangan Indonesia diarahkan pada bagaimana menurunkan tingkat ambisi yang akan dicapai melalui perundingan.

3. Isu Fasilitasi Perdagangan

Isu Fasilitasi Perdagangan menjadi salah satu isu yang banyak dibahas pada tahun 2013. Dalam Sidang Reguler WTO Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF), 11 – 15 Maret 2013 di WTO, Jenewa, membahas Draft Consolidated Negotiating Text, TN/TF/W/165/Rev. 14. Prinsip utama NGTF yaitu transparency, inclusiveness, and bottom-up approach, perlu tetap diperhatikan dalam mengejar kesepakatan dalam negosiasi TF. Usulan proponent, pembahasan bisa beralih dari sisi konseptual menjadi substansi. Pada Section II tentang S&D harus memberi fleksibilitas dalam penerapan dengan kondisi yang wajar, bantuan yang pasti dari pemberi donor juga upaya yang maksimal dari penerima donor.

Sidang Perundingan Clustered Open-Ended Informal Sessions on Trade Facilitation, tanggal 6 s.d. 8 Mei 2013 di WTO, Jenewa, membahas Draft Consolidated Negotiating Text Rev. 15 dan Membahas Proposal Baru dari beberapa Negara Anggota. Perbedaan pandangan pada Section II, negara maju mempunyai ambisi tinggi terkait implementasi Fasilitasi

Perdagangan sedangkan negara berkembang dan LDC’s menginginkan

fleksibilitas tinggi untuk implementasi dan adanya kepastian mekanisme pemberian bantuan teknis dan finansial serta capacity building.

Sidang Reguler WTO NGTF, tanggal 21 – 24 Mei 2013 di WTO, Jenewa, masih membahas Draft Consolidated Text Rev. 15. Negara maju berpandangan bahwa Financial Assistance ini tidak perlu dimasukkan dalam program bersama Capacity Building karena negara-negara maju menilai disamping tidak efektif juga menyulitkan dalam sistem penyaluran dan monitoring. Sedangkan negara-negara berkembang dan LDCs menilai bahwa program Financial Assistance sangat dibutuhkan agar implementasi perjanjian Trade Facilitation dapat berjalan efektif.

Sidang Reguler NGTF, tanggal 15 - 19 Juli 2013 di WTO, membahas Draft Consolidated Text Rev. 16. Indonesia pada Section II mendukung Proposal African, Caribbean and Pacific Group of States (ACP). Pengalaman melaksanakan need assessment study dari beberapa Anggota, perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk Indonesia melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan tersebut.

Sidang Reguler NGTF, tanggal 14-17 Oktober 2013 di Jenewa, membahas Draft Consolidated Text Rev. 17. Penerapan area dimana dilakukan Advance Rulings berbeda satu Negara ke negara lain sehingga perlu fleksibilitas. Indonesia saat ini baru menerapkan Advance Rulings untuk tariff classification saja. Mayoritas Members menyampaikan semangat

(15)

14

yang sama dalam mendukung persiapan Trade Facilitation Agreement pada KTM-IX di Bali.

Sejak dikeluarkannya Draft Consolidated Text Rev. 18 tanggal 21 Oktober 2013, diadakan Rapat tanggal 15 November 2013, dalam rangka mempersiapkan isu Trade Facilitation pada KTM WTO ke-IX di Bali. Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-IX di Bali tanggal 3-7 Desember 2013 telah menghasilkan Agreement on Trade Facilitation dimana Isu Fasilitasi Perdagangan bukan hanya menjadi kepentingan negara maju saja, tapi negara berkembang dan LDCs karena semangatnya adalah menciptakan kelancaran arus ekspor dan impor dengan mengurangi atau bahkan meniadakan biaya ekonomi tinggi.

Indonesia dalam rangka mempersiapkan implementasi Agreement on Trade Facilitation antara lain Melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Instansi terkait untuk menetapkan kategorisasi komitmen terkait tingkat kesiapan Indonesia di setiap pasal di Section I dan Meratifikasi Perjanjian ini ke dalam Peraturan Nasional.

4. Isu Hak Kekayaan Intelektual

Sidang Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Council WTO pada tahun 2013 selalu dihadiri oleh wakil Kementerian Perdagangan, yaitu sidang tanggal 5-6 Maret 2013, 11-12 Juni 2013 dan 10-11 Oktober 2013. Sejumlah mata agenda penting yang dibahas dalam sidang-sidang tersebut antara lain: Notifications Under Provisions of the Agreement; Review of the Provisions of Article 27.3(b); Relationship Between the TRIPS Agreement and the Convention of Biological Diversity; Protection of Traditional Knowledge and Folklore; Non Violation and Situation Complaints (NVSC); Request for An Extension of the Transitional Period under Article 66.1 of the TRIPS Agreement; Intellectual Property, Climate Change and Development; Intellectual Property and Innovation: Cost-Effective Innovation; dan i.

Pada tahun 2013, TRIPS Council WTO menghasilkan suatu keputusan penting yaitu Anggota WTO menyepakati perpanjangan masa transisi pemberlakuan TRIPS Agreement bagi LDCs selama 8 (delapan) tahun hingga 1 Juli 2021. Melalui keputusan ini maka LDCs masih diberikan keleluasaan tidak memberlakukan TRIPS Agreement, dan diharapkan dapat membantu LDCs lebih terintegrasi dan berperan dalam sistem perdagangan multilateral.

Keputusan penting WTO lainnya terkait TRIPS Agreement adalah Ministerial Decision terkait TRIPS and Non Violation and Situation Complaints (NVSC) pada KTM ke-9 Bali. Melalui keputusan ini, anggota WTO sepakat untuk kembali memperpanjang moratorium hingga KTM 10. Pada penyelenggaraan sidang-sidang TRIPS Council tahun 2013, Indonesia aktif menyampaikan pandangan atau posisi atas sejumlah mata agenda yaitu: mata agenda terkait GRTKF untuk terus mendukung ketentuan mandatory disclosure requirement; mata agenda Intellectual Property, Climate Change and Development yang intinya bersikap terbuka dan mendukung diskusi isu dimaksud; dan mata agenda Observer Status for International Intergovernmental Organization untuk mendukung pemberian status observer kepada South Centre dan Sekretariat CBD.

(16)

15

5. Isu Lingkungan

Perundingan dilaksanakan di Committee on Trade and Environment – Special Session (CTE-SS) yang memiliki mandat untuk merundingkan Deklarasi Doha paragraf 31(i), 31(ii) dan 31(iii). Mandat paragraf 31(i) adalah perundingan mengenai hubungan antara aturan WTO dengan specific trade obligations (STOs) dalam rangka meningkatkan mutual supportiveness antara perdagangan dan lingkungan. Paragraf 31(ii) pada intinya memberikan mandat perundingan mengenai prosedur untuk pertukaran informasi reguler antara Sekretariat MEAs dan Komite WTO yang relevan; dan kriteria pemberian status sebagai “Peninjau” kepada

Sekretariat MEAs.Sedangkan Paragraf 31(iii) ini menyangkut akses pasar untuk environmental goods and services, yang cakupan perundingannya adalah mengenai: coverage/cakupan produk environmental goods(EGs); dan treatment penurunan/ penghapusan tarif EGs.

Posisi dasar Indonesia terkait dengan para 31(i) dan 31(ii) adalah mendukung pendapat yang tidak mempermasalahkan hubungan antara STOs dalam MEAs dengan ketentuan WTO. Selain itu, Indonesia juga berpandangan bahwa prosedur pertukaran informasi reguler antara Sekretariat MEAs dengan WTO akan sangat bermanfaat untuk membangun pemahaman dan/atau penyelesaian suatu masalah, apabila muncul. Berangkat dari pemahaman tidak terdapatnya konflik antara keduanya, Indonesia mendukung pandangan yang tidak menginginkan masuknya elemen penyelesaian sengketa sebagai hasil perundingan Para 31(i). Dengan pemahaman seperti di atas, Indonesia tampaknya tidak memiliki concerns terhadap kesepakatan untuk menghasilkan outcome dalam bentuk Ministerial Decision.

Terkait dengan para 31(iii), Indonesia berkepentingan terhadap pencapaian triple wins, yaitu win for development, win for environment, and win for trade. Oleh karenanya Indonesia tidak terlalu nyaman dengan pendekatan list yang lebih mengedepankan aspek akses pasar. Praktik yang dilakukan Indonesia selama ini mendekati apa yang diusulkan sebagai “integrated/project approach”, yaitu melalui Rekomendasi Pembebasan Bea Masuk peralatan yang digunakan untuk perlindungan lingkungan hidup. Indonesia berkepentingan agar EGs tidak ditetapkan hanya melalui salah satu pendekatan saja, namun dengan menggunakan “multiple approach”. Hal ini mirip dengan usulan “combined approach” yang diusulkan Ketua CTE-SS. Selain itu, Indonesia tetap pada posisi bahwa kriteria EGs adalah yang “single environmental use” dan “non -production process method” (Non-PPM). Indonesia juga berpandangan bahwa S&D, technical assistance dan capacity building serta transfer teknologi merupakan bagian penting dari modalitas EGs.

Meskipun Indonesia telah memiliki posisi yang jelas mengenai pendekatan yang perlu diambil, Indonesia masih belum memiliki posisi yang firm terkait dengan jenis-jenis produk lingkungan domestik yang perlu diperjuangkan akses pasarnya ataupun yang perlu dilindungi di tanah air. Terkait dengan hal ini upaya untuk melakukan identifikasi produk-produk yang memiliki potensi ofensif dan potensi defensif perlu segera dilakukan untuk menentukan posisi yang akan diambil oleh Indonesia dalam perundingan di CTE-SS.

(17)

16

6. Isu Pembangunan

Menindaklanjuti mandat Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-8 di Jenewa pada tahun 2011 bahwa Committee on Trade and Development (CTD) merupakan focal point untuk mempertimbangkan dan mengoordinasikan kegiatan bantuan teknis terkait pembangunan di WTO dan kaitannya dengan kegiatan-kegiatan terkait pembangunan di organisasi internasional lainnya dan merujuk mandat Konferensi Tingkat Menteri Doha memberikan mandat kepada CTD untuk mengidentifikasi peraturan S&D mana yang wajib, dan untuk mempertimbangkan dampak menjadikan wajib peraturan yang saat ini sifatnya sukarela, maka Committee on Trade and Development kini tengah membahas Terms of References (TOR) CTD dalam dokumen WT/L/46 dan membahas seluruh aspek terkait dengan perdagangan dan pembangunan. Lebih lanjut dibahas pula mengenai pengalaman negara anggota terkait dengan perdagangan dan pembangunan baik dari negara maju maupun negara berkembang.

CTD juga mencakup “Work Programme on Small Economies” untuk

membantu ekonomi kecil menghadapi kesulitan dalam perdagangan dunia. Deklarasi Doha memberikan mandat kepada CTD untuk mencermati kesulitan-kesulitan tersebut dan membuat rekomendasi tentang bagaimana kebijakan terkait perdagangan dapat meningkatkan integrasi ekonomi kecil ke dalam sistem perdagangan multilateral.

7. Isu Tinjauan Ketentuan Perdagangan dan Notifikasi

Selain pelaksanaan Trade Policy Review (TPR) Indonesia, sepanjang tahun 2013 Indonesia juga terlibat aktif mengajukan pertanyaan tertulis terkait pelaksanaan sidang TPR beberapa negara anggota WTO. Beberapa negara tersebut adalah Jepang, Uni Eropa, Brazil, Vietnam dan Kosta Rika. Sepanjang tahun 2013, Ditjen. KPI telah melakukan notifikasi terhadap 6 (enam) Peraturan Menteri Perdagangan terkait prosedur perijinan impor (import licensing procedure). Keenam peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Telepon Genggam, Komputer Jinjing dan Komputer Tablet; Peraturan Menteri Perdagangan No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura; Peraturan Menteri Perdagangan No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu; Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/4/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH);

8. Penyelesaian Sengketa dalam Kerangka WTO

Sengketa rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) di WTO bermula dari diberlakukannya peraturan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act di AS yang melarang penjualan rokok kretek (clove cigarette), di mana sekitar 99% rokok kretek yang dijual di pasar AS diimpor dari Indonesia. Sementara itu, menthol cigarette diperbolehkan. Atas keputusan tersebut, Indonesia akhirnya mengajukan pembentukan Panel ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO (Dispute Settlement Body–

DSB) atas dasar AS melanggar ketentuan WTO mengenai National Treatment Obligation yang tercantum dalam TBT Agreement Pasal 2.1

(18)

17

TBT. Dalam panel WTO pada September 2011, Indonesia dimenangkan WTO lantaran lembaga tersebut beranggapan rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis (like products) dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Tak puas dengan keputusan tersebut, pemerintah AS mengajukan banding ke WTO pada 5 Januari 2012. WTO kembali memenangkan posisi Indonesia berdasar laporan Appellate Body (AB) pada 4 April 2012 yang menyatakan bahwa AS melanggar ketentuan WTO dan kebijakan AS dianggap sebagai bentuk diskriminasi dagang. Hasil banding yang dikeluarkan AB tersebut mempertegas keputusan panel WTO sebelumnya yang memutuskan pemerintah AS telah mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten dengan ketentuan WTO, yakni Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement. Keputusan ini juga mencegah aturan yang diterapkan Pemerintah AS ditiru negara lain, termasuk negara-negara tujuan ekspor utama rokok kretek Indonesia. Setelah berakhirnya jangka waktu 15 (lima belas) bulan yang diberikan kepada AS untuk mengimpl mentasikan keputusan DSB, pada tanggal 23 Agustus 2013 Indonesia menyampaikan permohonan kepada DSB untuk mengadakan retaliasi atas ketidakpatuhan AS untuk melaksanakan rekomendasi AB. AS lalu mengajukan keberatan atas permintaan retaliasi Indonesia dan pada bulan Oktober, AS membawa kasus ini ke tingkat Arbitrase. Sidang Arbitrase dilakukan mulai tanggal 22 Oktober 2013, diperkirakan akan berakhir bulan Mei atau Juni 2014.

Selain sengketa dengan AS, Indonesia juga menegaskan keikutsertaan sebagai “pihak ketiga” bersama 23 negara lainnya dalam proses konsultasi di WTO antara Ukraina dan Australia, untuk kasus tobacco plain packaging bill. Kasus ini terkait dengan peraturan Australia yang bernama Plain Packaging Act, mengenai larangan produsen rokok menampilkan logo produk, label, dan merek dagang yang sebelumnya dianggap atraktif dan membuat jumlah perokok muda di Australia bertambah. Peraturan tersebut dianggap telah melanggar ketentuan WTO tentang hak kekayaan intelektual yang menghambat teknis perdagangan.

9. Sidang Trade Policy Review (TPR) Indonesia ke-6

Sidang Trade Policy Review Indonesia ke-6 telah dilaksanakan pada tanggal 4 – 6 April 2013 di Jenewa, Swiss. Sidang ini bertujuan untuk menciptakan transparansi atas peraturan-peraturan terkait perdagangan yang dilaksanakan oleh para iding-negara anggota WTO.

Dalam Sidang TPR Indonesia ke-6 (enam) tersebut Indonesia telah menyusun Government Report dan Sekretariat WTO juga telah menyusun Secretariat Report atas kebijakan pemerintah Indonesia terkait perdagangan selama periode 2007 – 2012. Dalam iding ini Indonesia menerima 800 pertanyaan dari 26 Negara Anggota WTO dan seluruh pertanyaan tersebut telah dijawab oleh Pemerintah Indonesia.

Secara garis besar pertanyaan yang diajukan adalah terkait dengan kebijakan importasi produk pertanian, termasuk didalamnya tentang perizinan impor, preshipment inspection, designated port of entry, Sanitary Phytosanitary, kebijakan investasi, local content, pembatasan ekspor, Government Procurement Agreement (GPA) dan Information Technology Agreement (ITA).

(19)

18

10. Paket Bali pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO IX

Konferensi Tingkat Menteri WTO IX

Konferensi para menteri anggota Organsasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 telah berakhir pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013, atau mudur sehari dari waktu yang direncanakan. Hasil konferensi di Bali ini dapat dikatakan menjadi penyelamat dari rasa putus asa yang semakin menumpuk setelah bertahun-tahun konferensi WTO tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti. Sejak Putaran Doha (Doha Round) diluncurkan pada tahun 2001 di Doha-Qatar, negosiasi tidak pernah mengalami kemajuan. Bali yang indah mempesona, hangat, sekaligus memiliki aura yang menenangkan hati, tampaknya mampu membuat para delegasi saling memberi dan menerima, yang pada akhirnya sampai pada kesepakatan. Kesepakatan konferensi WTO di Bali, yang disebut Paket Bali, disambut gembira oleh negara-negara para peserta konferensi, yang memiliki berbagai latar belakang ideologi pembangunan ekonomi yang berbeda-beda.

Perdebatan Putaran Doha, atau disebut juga Agenda Pembangunan Doha, dimaksudkan untuk menciptakan aturan tunggal yang berlaku bagi 159 negara anggota WTO di berbagai bidang, seperti menurunkan pajak impor, mengurangi subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan, dan menciptakan prosedur standar kepabeanan. Dengan disepakati dan diterapkannya aturan-aturan yang seragam tersebut, diharapkan pergerakan barang antar negara dapat lebih lancar dan perdagangan dunia semakin meningkat lebih cepat. Dasar pemikiran Putaran Doha adalah, jika seluruh negara menjalankan aturan perdagangan yang sama maka semua negara akan dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan, baik itu negara kaya maupun negara miskin. Perdagangan yang semakin berkembang diharapkan akan menciptakan peluang-peluang usaha yang lebih banyak lagi dan membuka kesempatan kerja yang lebih besar.

Dalam prakteknya, banyak negara yang merasa bahwa perdagangan yang lebih bebas ternyata tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan. Perdagangan memang meningkat pesat, baik volume maupun nilainya, namun distribusi manfaat dari perdagangan itu dipandang belum adil. Pada aspek keadilan inilah kritik keras disuarakan oleh banyak pihak di luar ruang-ruang konferensi WTO di berbagai tempat dan waktu. Dalam sambutan pembukaan konferensi WTO di Bali, Presiden RI juga mengingatkan perlunya perdagangan yang memenuhi aspek keadilan bagi semua.

Aspek keadilan telah menjadi hambatan utama bagi konferensi-konferensi WTO untuk mencapai kesepakatan, dan mungkin juga di tahun-tahun mendatang. Tiadanya kemajuan yang berarti dalam konferensi-konferensi Putaran Doha telah menyebabkan banyak negara membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan bilateral dan kesepakatan-kesepakatan perdagangaan regional dan antar kawasan, seperti Trans-Pacific Partnership antara Amerika Serikat dengan 11 negara kawasan Pasifik ataupun pasar bebas Amerika Serikat dengan Uni Eropa. Itu sebabnya, kesepakatan yang berhasil dicapai pada KTM WTO Bali ini dipandang sebagai salah satu tonggak penting kemajuan menuju Agenda Pembangunan Doha, sekaligus menyelamatkan relevansi WTO sebagai lembaga perdagangan multilateral.

(20)

19

Paket Bali Posisi pemerintah Indonesia tetap tegas dalam menempatkan pertanian

sebagai sektor strategis dalam pembangunan. Pemerintah menyadari sektor pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian bagi mayoritas tenaga kerja di Indonesia, dan di sektor ini masih banyak petani yang taraf kehidupannya perlu ditingkatkan. Indonesia juga telah mengalami dampak buruk dari lonjakan-lonjakan harga pangan. Harga pangan yang naik tajam tidak saja menurunkan daya beli dan mendorong inflasi, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan politik. Iklim yang semakin tidak mudah diramalkan menjadikan risiko produksi dan risiko harga meningkat, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi rentan apabila sepenuhnya mengandalkan pada pasar internasional. Indonesia tetap perlu memiliki stok pangan sebagai salah satu faktor penunjang penting ketahanan pangan. Stok pangan nasional pada tingkat yang aman juga tetap diperlukan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan dalam menghadapi bencana. Berbagai aspek tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjuangan Indonesia di berbagai forum WTO. Dalam konferensi WTO di Bali, Indonesia bersama-sama dengan negara berkembang lain tetap memperjuangkan subsidi pertanian.

Bagi Indonesia Paket Bali bukanlah akhir, tetapi awal dari upaya-upaya lebih keras untuk meningkatkan daya saing pertanian, ketahanan pangan nasional, dan kesejahteraan petani. Subsidi dan topangan harga adalah kebijakan-kebijakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Tetapi kebijakan-kebijakan ini sering tidak berkelanjutan hasilnya dan juga dapat menciptakan ketidakadilan baru, karena sifatnya yang poorly targeted. Kebijakan yang bertumpu hanya pada harga sering mengalami hambatan dari sisi penyediaan anggaran dan ketepatan waktu, sehingga efektivitasnya rendah. Kebijakan harga dapat membenturkan kepentingan produsen dengan kepentingan konsumen, apabila anggaran yang dialokasikan tidak memadai. Kebijakan meningkatkan harga untuk membantu produsen dapat berarti naiknya harga di tingkat konsumen. Sebaliknya, menurunkan harga di tingkat konsumen bisa berdampak menekan harga yang diterima petani.

Keberlanjutan pertanian tergantung pada kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana pertanian, jalan desa, kelembagaan pemasaran faktor produksi dan hasil produksi, akses terhadap sarana produksi, akses terhadap tanah dan kapital, dan penemuan benih/bibit unggul dan teknik budidaya pertanian yang lebih baik adalah tugas-tugas publik yang perlu terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, untuk memastikan petani meningkat kesejahteraannya. Tugas pemerintah, dari tingkat pusat sampai daerah, untuk memastikan bahwa produktivitas pertanian terus tumbuh dari tahun ke tahun. Tanah-tanah pertanian juga perlu terus dikembangkan dan tidak hanya mengandalkan tanah-tanah di Jawa. Untuk itu diperlukan pemuliaan tanaman dan pengembangan teknologi budidaya yang sesuai dengan kondisi agro-ekologi setempat.

Kebijakan harga dan subsidi harga memang hasilnya dapat secara cepat dapat dilihat daripada kebijakan non-harga. Itu sebabnya kebijakan harga

(21)

20

dan subsidi harga adalah kebijakan yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Namun kebijakan harga dan subsidi harga memiliki banyak kelemahan dari aspek sosial ekonomi, karena sifatnya yang distortif. Sebaliknya kebijakan non-harga memerlukan kerja keras dan waktu yang lebih lama untuk memperlihatkan hasilnya. Kebijakan non-harga, seperti kebijakan irigasi, kebijakan kelembagaan, maupun kebijakan teknologi memerlukan konsistensi dan persistensi dalam jangka panjang, sebelum hasilnya dapat dilihat dan dirasakan dengan nyata. Pada aspek inilah tampaknya yang belum dimiliki Indonesia, yaitu konsistensi dan persistensi kebijakan pertanian dari waktu ke waktu, antar pemerintahan dan antar generasi. Perjalanan Putaran Doha, dimana Paket Bali menjadi bagiannya, diperkirakan masih memerlukan waktu panjang dan masih tinggi risikonya untuk gagal. Namun berbagai upaya peningkatan kesejahteraan petani perlu lebih keras lagi dilakukan. Peningkatan kesejahteraan petani adalah suatu keharusan dan tidak perlu menunggu Putaran Doha selesai didiskusikan dan diterapkan.

B. Forum Kerja Sama Regional

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) a. Internal ASEAN

High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI)

ke-23

Pertemuan HLTF-EI membahas beberapa isu pokok yaitu: (i) revisi atas Term of Reference HLTF-EI khususnya terkait peran dan fungsinya untuk masa yang akan datang, (ii) merumuskan definisi AEC pasca 2015, serta (iii) regulatory reform dan fasilitasi perdagangan. Pertemuan ini diselenggarakan 4 Januari 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia.

The 10th Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) and Related Meetings

Pertemuan di Jerundong, Brunei Darussalam, 15-19 Januari 2013 ini menindaklanjuti Pending Issue Tahun 2012 dan menyepakati Work Programme CCA Tahun 2013 seperti ATIGA Tariff Reduction Schedule (TRS), Tariff Nomenclature, Non-Tariff Barriers. Rules of Origin (ROO), Trade Facilitation, List of Superseded Agreements of the ATIGA, Review of the provisions under ATIGA (23rd AFTA Council para 21c), Alcoholic beverages and tobacco products, Protocol to Provide Special consideration for Rice and Sugar, ASEAN Consultation to Solve Trade and Investment Issues (ACT), AEC Scorecard: The review of ATIGA related measures for submission to the SEOM, ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS).

The Tenth Meeting of The Sub Committee on ATIGA Rules of Origin (SC-AROO) Meeting

The 10th SC-AROO Meeting merupakan pertemuan yang diselenggarakan di Brunei Darussalam, 15 Januari 2013. Pertemuan tersebut menindaklanjuti Pending Issue Tahun 2012 dan menyepakati Work Programme ROO Tahun 2013.

The 1st Senior Economic Official Meetings for the 44th ASEAN Economic Ministers Meetings (SEOM 1/44)

Pertemuan ini menjadi pertemuan awal SEOM di tahun 2013 yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 Januari 2013 di Jerundong, Brunei Darussalam didahului Committee of the Whole (COW) pada tanggal 20 Januari 2013, SEOM Retreat pada tanggal 21 Januari 2013 pagi, dilanjutkan dengan SEOM Plenary tanggal 21-22 Januari 2013.

Sejumlah agenda internal ASEAN yang dibahas dalam SEOM 1/44, meliputi: AEC Priority Deliverables 2013, Brunei Darussalam’s Deliverables

(22)

21

in 2013, Streamlining ASEAN Meetings, Equitable Economic Development (EED), Public Private Sector Engagement (PPE), Priority Integration Sector (PIS), Tariff Reduction Schedules (TRSs), Non-Tariff Measures (NTMs), Standard and Conformace, ASEAN Single Windows, Trade in Services and Investment, SME, Hak Kekayaan Intelektual dan Consumer Protection. ASEAN juga membahas kelanjutan hubungan dengan negara-negara mitra FTA dan mitra strategis lainnya.

The 19th ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat

Dalam pertemuan AEM Retreat yang dilakukan di Vietnam, 8 Februari 2013, para Menteri Ekonomi ASEAN membahas beberapa agenda terkait dengan upaya pencapaian Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan isu strategis dalam kaitan kerjasama dengan Mitra Dialog, antara lain: (i) Prioritas Keketuaan ASEAN 2013, (ii) hambatan non tarif, (iii) Regional Comprehensive Economic Partnership, (iv) aksesi Hong Kong ke ACFTA, (v) temu kenal antara pemerintah dan swasta, (vi) Transposisi jadwal penurunan tarif ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), (vii) jadwal komitmen untuk ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons, (viii) rencana AEM melakukan road-shows ke Amerika Serikat dan Tiongkok serta (ix) persiapan untuk pertemuan AEM-EU Consultation ke-12.

Pertemuan SEOM Plus ASEAN FTA Partners Consultations and Related Working Groups

Pertemuan SEOM Plus ASEAN FTA Partners Consultations and Related Working Groups diselenggarakan di Bali, Indonesia sejak tanggal 26-28 Januari 2013. Pertemuan membahas sejumlah isu termasuk secara paralel pertemuan 3 (tiga) Working Groups, masing-masing di bidang perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi.

Pertemuan SEOM Caucus diselenggarakan juga untuk memfinalisasi Term of Reference (TOR) dan Acuan Negosiasi (Scoping Papers) memasuki perundingan RCEP.

Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 22nd ASEAN

Summit dan ASEAN

Economic Community (AEC) Council ke-9

Rangkaian pertemuan yang melibatkan pilar ekonomi dari tanggal 7-11 April 2013 di Brunei Darussalam ini meliputi Pertemuan ASEAN Coordinating Council Working Group (ACCWG) ke-3; JPM for the 22nd ASEAN Summit; Pertemuan Senior Officials for BIMP-EAGA Summit, dan Pertemuan ASEAN Economic Community (AEC) Council ke-9.

The Second Meeting of the Seventh Round of ASEAN Air Transport Sectoral Negotiations (ATSN)

Pada pertemuan ATSN pada tanggal 29 April 2013 di Krabi, Thailand, disampaikan briefing Enhancement of AFAS, Toward Achieving ASEAN Economic Integration yang tujuannya adalah memberikan pemahaman mengenai Enhancement of AFAS termasuk rencana penyusunan draft agreement text enhancement of AFAS sebagaimana yang telah dimiliki dalam Trade in Goods (ATIGA) dan Investment (ACIA). Presentasi Enhancement of AFAS meliputi mandat AEM untuk dilaksanakan proses penyusunan AFAS Enhancement, pentingnya Enhanced AFAS, apa yang ingin dicapai para negara ASEAN, elemen-elemen apa saja yang akan mengarahkan enhancing AFAS, bagaimana mempersiapkannya, juga mengenai jadwal penyusunan serta beberapa dokumen terkait.

The 11th Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) and Related Meetings

Pertemuan the 11th Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (11th CCA) and Related Meetings diselenggrakan di Brunei Darussalam menindaklanjuti pending issue pada pertemuan CCA ke-10 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang.

(23)

22

List of superseded Agreement of the ATIGA. Pada Pertemuan ini, AMS

menyampaikan perkembangan proses ratifikasi dari Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements Related to Trade in Goods. Indonesia menyampaikan bahwa, saat ini Indonesia sudah memulai proses ratifikasi dan diharapkan bahwa ratifikasi tersebut akan selesai dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan setelah penandatanganan.

Review of the Waiver for Rice and Sugar for Indonesia and Philippines.

Pada pertemuan kali ini, Indonesia menyampaikan keinginannya agar dapat memperpanjang kembali waiver beras dan gula Indonesia untuk periode 2013-2014. Terkait hal ini, Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia akan menyerahkan permohonan waiver untuk beras dan gula sebelum Pertemuan CCA ke-12. Permohonan waiver ini akan di-endorse pada Pertemuan AFTA ke-27 pada bulan Agustus 2013.

The Eleventh Meeting of the Sub-Committee on ATIGA rules of Origin (11th SC-AROO Meeting)

The Eleventh Meeting of the Sub-Committee on ATIGA rules of Origin diselenggrakan 2-3 Mei 2013 di Brunei Darussalam menindaklanjuti pending Isu pada pertemuan SCAROO ke-10 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang.

Pertemuan mencatat updates pelaksanaan SCPP 1. Participating Member States (PMSs) SCPP 1 menyambut baik keinginan Myanmar untuk bergabung dengan SCPP 1. Pada kesempatan ini, Filipina dan Laos menyampaikan bahwa mereka sudah menyelesaikan proses ratifikasi dan menunggu diterbitkannya legal enactments. Sedangkan Indonesia menyampaikan bahwa saat ini berada pada tahap finalisasi ratifikasi (menunggu diterbitkannya Perpres). PMSs SCPP versi 2 diminta untuk segera menyelesaikan prosedur domestik untuk mengimplementasikan SCPP 2 dan memulai implementasi SCPP 2 paling lambat pada bulan Juni 2013. Pada kesempatan ini, Thailand dan Vietnam menyatakan keinginannya untuk bergabung setelah SCPP 2 EIF. Pada Pertemuan ini, AMSs membahas tentang revisi Work Plan for ASEAN-wide SC dan menyepakati hasil revisi Work Plan tersebut akan diusulkan untuk di-endorse oleh para SEOM Leaders.

The 2nd Senior Economic Official Meetings for the 44th ASEAN Economic Ministers Meetings (SEOM 2/44)

Pertemuan pada tanggal 6-9 Mei 2013 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam ini menindaklanjuti hasil pertemuan 1st Senior Economic Official Meetings for the 44th ASEAN Economic Ministers Meetings (SEOM 1//44) di Brunei Darussalam.

SEOM 1//44 membahas tindak lanjut dari ASEAN Secretariat's paper; ASEAN+1 FTAs review, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP); ASEAN Hongkong FTA; Streamlining the Meetings under AEM/SEOM Purview dan Secondment of Economic Officers to CPR. Pertemuan juga berusaha meningkatkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk menindaklanjuti isu-isu menyangkut kepentingan nasional. The 1st Meeting of the

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Working Group on Trade in Services

(RCEP-WGTIS)

Pertemuan diadakan di Brunei Darussalam pada tanggal 9-13 Mei 2013. Sesuai arahan TNC, RCEP-WGTIS harus menyelesaikan outstanding issue Scoping Paper hasil pertemuan the Second Meeting of the ASEAN Plus FTA Partners Working Group on Trade in Services (the 2nd AFPs-WGTIS) pada bulan Februari 2013 di Bali, penyelesaian outstanding issue mengenai single schedule dapat dilaksanakan setelah TNC menyepakati wording single commitments; Next Steps in The Negotiating Process membahas bahwa potential elements of negotiation dan identifikasi priority issues.

(24)

23

35th ASEAN Senior Transport Official Meetings (STOM)

Pada tanggal 28-30 Mei 2013 di Luang Prabang, Laos, Pertemuan 35th ASEAN Senior Transport Official Meetings (STOM) meresmikan peralihan kepemimpinan secara berkala dari STOM Chairman Indonesia (Sekjen Kemenhub) ke Myanmar. Pertemuan mencatat perkembangan dari 22nd ASEAN Summit, 9th Meeting AEC Council, 1/2013 Meeting of the ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC). Hal lain yaitu perkembangan implementasi dari AEC Blueprint, Brunei Action Plan (BAP) dan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) di sektor transportasi.

High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI)

ke-24

Pertemuan 3-4 Juli di Singapura ini membahas beberapa hal yaitu: (i) Public Communication on the AEC 2015, (ii) AEC Post 2015, (iii) ASEAN Regulatory Reform Agenda, (iv) HLTF-EI Recomendations to 45th AEM, (v) RCEP Negotiation dan (vi) Strengthening of ASEAN Secretariat.

The Twelfth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (12th SC-AROO Meeting)

Pertemuan di Brunei Darussalam, 1-2 Juli ini menindaklanjuti pending Isu pada pertemuan SCAROO ke-11 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang.

Pertemuan menyepakati penghapusan FOB pada SKA Form D untuk Kasus WO, CTC akan di-endorse pada AFTA Council ke-27. Form SKA form D akan efektif berlaku mulai 1 Juli 2014. Terkait usulan Singapura tentang penghapusan FOB pada SKA Form D untuk kasus RVC 40%, Indonesia meminta Singapura menyiapkan paper yang berisi keuntungan dan justifikasi perlunya penghapusan FOB pada SKA form D untuk kasus RVC 40% agar bisa dibahas pada pertemuan SCAROO yang akan datang sekaligus menjadi pertimbangan bagi AMS lainnya.

The Eleventh Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (12th CCA Meeting)

Pertemuan 3-6 Juli 2013 menindaklanjuti pending Isu pada pertemuan CCA ke-11 dan membahas isu baru yang erat kaitannya dengan Perdagangan Barang.

Indonesia kembali menyampaikan bahwa saat ini tidak ada perubahan dalam kebijakannya mengenai Minol. Indonesia sudah menyelesaikan kajian/studi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. Hasil rekomendasinya adalah Indonesia tetap tidak akan mengeluarkan Minol dari GEL. Untuk Minol produksi domestik, Indonesia mengenakan cukai, PPN dan PPH, sedangkan untuk Minol produk impor, Indonesia mengenakan bea masuk, PPN dan PPH. AMS mendesak agar Indonesia dan juga Malaysia segera mempercepat proses dikeluarkannya Minol dari GEL. AMS juga menyampaikan bahwa seharusnya tidak ada diskriminasi antara produsen impor dengan produsen lokal yang memproduksi MINOL, dan seharusnya kedua Negara memberlakukan alternative measures yang konsisten dengan ketentuan GE dari ATIGA daripada menerapkan bea masuk yang tinggi. Pada pertemuan CCA ke-13, Indonesia dan Malaysia diminta untuk dapat menginformasikan kebijakan dalam negerinya terkait minol termasuk besarnya cukai dan bea masuk.

The 73rd Meeting of the ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS)

Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 4-6 Mei 2013 di Brunei Darussalam. Pemenuhan komitmen 9th AFAS Package merupakan salah satu isu utama dalam pertemuan negara-negera anggota ASEAN tersebut. Hingga pertemuan tersebut Indonesia belum dapat menyampaikan initial offers 9th AFAS Package. Selain itu diharapkan dengan dilakukannya Ratifikasi MNP dan AFAS Paket 8, Pemasok Jasa Nasional dapat memanfaatkan peluang ekspor pasar Jasa negara ASEAN Lainnya.

(25)

24

The 3rd Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials for the 44th ASEAN Economic Ministers Meeting and Related Meeting (SEOM

3/44) and SEOM

Dialogue Partners Consultations

The 3rd Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials for the 44th ASEAN Economic Ministers Meeting and Related Meeting (SEOM 3/44) and SEOM – Dialogue Partners Consultations yang diselenggarakan di Brunei Darussalam, 4-8 Juli 2013 membahas beberapa hal, yaitu: 1) Equitable Economic Development (EED); 2) Priority Integration Sectors (PIS); 3) ASEAN Customs DG; 4) Transport; 5) Information Communication and Technology (ICT); 6) Energy; 7) Trade in Goods 8) ACCSW; 9) Trade in Services; 10) Investment; 11) SME; 12) consumer protection dan external relation.

Working Dinner for the 45th ASEAN Economic Ministers Meeting

Pada 18 Agustus 2013 di Burnei Darussalam, diadakan Working Dinner for the 45th ASEAN Economic Ministers Meeting. Pertemuan bertujuan untuk mencatat perkembangan isu-isu penting dalam kerja sama ekonomi ASEAN FTA dan ASEAN FTA+1 yang akan dibahas dalam Pertemuan Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN ke 45 dan Pertemuan terkait lainnya.

THE AEM 27th AFTA Council Meeting

Pertemuan pada 19 Agustus 2013 ini bertujuan untuk mencatat laporan perkembangan hasil pertemuan Working Group di bidang perdagangan barang serta memberikan rekomendasi atau arahan untuk dilaksanakan pada WG yang akan datang setelah pertemuan AFTA Council ini.

Review of the General Exception List: Alcoholic and Tobacco Products. Pertemuan meminta Indonesia dan Malaysia untuk mengeluarkan minuman alkohol dan meminta Vietnam untuk mengeluarkan tembakau dari kelompok GEL sebelum tahun 2015. Sebagai pertimbangan bagi AFTA Council, Indonesia telah menyampaikan kajian yang hasilnya dari berbagai aspek sulit bagi Indonesia memindahkan minuman alkohol ke dalam Inclusion List.

Revised Work Programme on NTMs. Pertemuan menyetujui: (i) Regional

Work Program for ASEAN dan National Work Program sebagai pedoman negara anggota untuk menangani NTMs/NTBs; (ii) the ASEAN Framework of Methodologies for Notifying, Identifying, Classifying, Evaluating, and Eliminating of trade barriers.

Pilot projects/cases studies to examine how to reduce trade barriers.

AFTA council mencatat perkembangan work program dan daftar kasus NTM yang disampaikan oleh beberapa Negara anggota sebagai bahan studi kasus, dan hasilnya akan dilaporkan pada pertemuan AEM Retreat 2014.

The Sixteenth Meeting of ASEAN Investment Area (16th AIA) Council

Pertemuan AIA Council ke-16 19 Agustus di Brunei Darussalam membahas dua isu yaitu (a) ASEAN Investment Surveillance Report 2013 dan (b) Persetujuan yang perlu ditindaklanjuti diantaranya adalah (i) Protocol to Amend the ASEAN Comprehensive Investment Agreement; (ii) ASEAN Investment Peer Review Report 2012-2013; (iii) Revisi reservasi Brunei, Indonesia, Laos dan Myanmar; (iv) peluncuran portal Invest ASEAN; (v) CCI mempercepat penyelesaian pembahasan Shared Principles for International Investment dengan pihak Amerika Serikat.

The Tenth Meeting Of The ASEAN Economic Comunity Council

Pertemuan AEC Council diselenggarakan di mencatat bahwa Implementasi AEC telah mencapai 79.4 %; Kajian ERIA tentang AEC Scorecard Phase 3;dan Perkembangan isu terkait (i) ASEAN Connectivity (ii) Persiapan KTT ASEAN ke-23 serta (iii) ASEAN Position Paper for G20 Summit.

(26)

25

The Forty Fifth ASEAN Economic Ministers (The 45th AEM) Meeting and Related Meetings

Pertemuan ke-45 AEM and Related Meeting mencatat bahwa (i) Laporan Sekjen ASEAN terkait ASEAN Economic Integration Initiatives,langkah-langkah dan tindak lanjut pencapain AEC 2015; (ii) AEM menerima rekomendasi HLTF-EI; dan (iii) Laporan SEOM kepada pertemuan AEM ke-45 mengenai AFAS Paket 9 dan Agenda konsultasi dengan Mitra Dialog. Rangkaian Pertemuan

Preparatory SEOM, Joint Preparatory Meeting dan the 4th ACC Working

Group (ACCWG)

Rangkaian pertemuan ini diselenggrakan di Brunei Darussalam, 9-10 September 2013. Agenda utama Prep-SEOM adalah menyusun masukan pada bagian ASEAN Economic Community (AEC) dalam draft Chairman Statement KTT ASEAN ke-23 dan memfinalisasi laporan ASEAN Economic Community Council (AECC) kepada para pemimpin di saat KTT tersebut. Rangkaian Pertemuan KTT

ASEAN ke-23 dan KTT Terkait Lainnya

Rangkaian Pertemuan KTT ASEAN ke-23 dan KTT terkait lainnya, tanggal 8-10 Oktober 2013 di Brunei Darussalam membahas tiga agenda utama, yakni (1) upaya perwujudan ASEAN Economic Community pada tahun 2015; (2) peningkatan peran-serta ASEAN dalam proses integrasi ekonomi regional dan global; dan (3) penguatan kelembagaan ASEAN agar semakin mampu merespon dinamika regional dan internasional.

The Thirtheen Meeting of Sub-Committee on ATIGA rules of Origin (13th SCAROO Meeting)

Pertemuan di Yangon, Myanmar pada 11-12 november 2013 ini menyepakati work program Tahun 2014 terkait Self-certification Pilot Project, Transposition of the PSR from HS 2007 into HS 2012, Transposition of textile single list and ITA products from HS 2007 into HS 2012, Proposed amendment to the ATIGA OCP to allow acceptance of electronic ATIGA CO Form D, Proposed amendment to the ATIGA OCP to cater for the issuance of CO Form D prior to the time of exportation, Abolishment of FOB value in the CO Form D, Continuous review of the Product Specific Rules (PSR) Package, Discussion on relevant implementation issues related to ROO.

the Thirtheen Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (13th CCA Meeting)

Work Programme of the CCA for 2014. Pertemuan menyepakati work

program CCA untuk Tahun 2014 terkait ATIGA Tariff Reduction Schedule (TRS) and the issuance of legal enactment, Tariff Nomenclature, Non-Tariff Barriers, Rules of Origin (ROO), Trade Facilitation, List of Superseded Agreements of the ATIGA, Review of the provisions under the ATIGA, Alcoholic beverages and tobacco products, Protocol to Provide Special Consideration for Rice and Sugar, ASEAN Consultation to Solve Trade and Investment Issues (ACT), AEC Scorecard, ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS).

AEC Scorecard. Pertemuan juga mencatat Laporan Sekretariat ASEAN

tentang perkembangan AEC Scorecard masing-masing Negara anggota Tahun 2012-2013 (Phase III) yang mengalami kemajuan seperti persiapan ASEAN Wide Self Certification dan persiapan ASEAN Trade Repository.

b. ASEAN dan Mitra Dialog

1.

ASEAN-Australia-Selandia Baru The 2nd Meeting of ASEAN-Australia-New Zealand FTA-Committee onTrade in Services (AANZFTA-CTS)

The 2nd Meeting of AANZFTA-CTS merupakan bagian dari rangkaian The 5th Meeting of ASEAN-Australia-New Zealand FTA-Joint Committee (AANZFTA-JC) yang diselenggarakan tanggal 17-21 Juni 2013 di Cairns, Australia. Pertemuan tersebut salah satunya membahas Update on the Current ECWP Projects, di mana ASEAN Secretariat melaporkan

(27)

26

pelaksanaan pertemuan ke-2 Task force on ASEAN Qualifications Reference Framework (AQRF) pada tanggal 20-22 Maret 2013 di Jakarta. Pertemuan juga membahas follow up beberapa proyek yang telah di-endorse di Adelaide, seperti Statistics of International Trade in Services, Capacity building for NQ.F phase III, Education and Health services policy review, Enhancing Domestic Regulation dan expanding the capacity of ASEAN Logistics Services. Adapun proposal untuk proyek baru yang dibahas adalah AANZ FTA Capacity building on SITS Phase III, dan Case Study on the benefit of services liberalization.

Pada agenda Review of Commitments, Australia menjelaskan Paper on Sectoral Cluster Approach, yang pada pendekatan kluster tersebut memprioritaskan 4 sektor jasa yaitu logistic and transport services, telecommunications services, financial services, dan other business services.

Dalam pertemuan Joint Session antara Committee on Trade in Services (CTS) dan Committee on Investment (COI), ASEAN mengusulkan perlunya pemahaman lebih lanjut melalui pembentukan Joint meeting antara CTS dan COI untuk membahas isu cross cutting antara jasa dan investasi.

The Eightheenth AEM-CER

Consultation

Selain itu, ASEAN bersama Australia dan New Zealand juga telah mengadakan ASEAN Economic Ministers-Closer Economic Relations (AEM-CER). Pertemuan tersebut diadakan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 21 Agustus 2013.

Pertemuan mencatat rencana AANZFTA Joint Committee yaitu: (i) the 1st Protocol to Amend the Framework Agreement of AANZFTA yang akan ditandatangani secara ad-referendum sebelum akhir tahun 2013; (ii) penyelesaian transposisi jadwal penurunan tarif AANZFTA pada tahun 2013; dan (iii) pembentukan AANZFTA Competition Policy Committee.

2.

ASEAN-India

The 1st Meeting of the ASEAN-lndia Working Group Meeting on Legal Scrubbing for ASEAN-lndia Services Agreement

Pertemuan ke-1 ASEAN-India Working Group on Legal Scrubbing untuk ASEAN-India Services Agreement pada tanggal 19-21 Februari 2013 di Malaysia, bertujuan melakukan legal scrubbing terhadap draft text ASEAN-India Trade in Services Agreement (AI-TISA) dan Annex on Movement Natural Persons agar konsisten dengan GATS, the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India, the ASEAN-lndia Agreement on Trade in Goods, ASEAN-lndia Agreement on Investment, serta perjanjian ASEAN dengan negara mitra dialog dengan format spesifikasi perjanjian yang mengacu pada ASEC Guidelines.

India hanya mencatat perubahan terhadap draft text ASEAN-lndia Trade in Services Agreement (AI-TISA) dan Annex on Movement of Natural Persons yang telah dilakukan legally scrubbed oleh ASEAN. Dalam pertemuan, India belum dapat menyampaikan posisinya terhadap pending matters sesuai SoD pertemuan the 15th AITNC-WGS Meeting bulan Desember 2012 di Jakarta, Indonesia.

Pertemuan legal scrubbing secara garis besar berjalan dengan cukup baik membahas hal-hal dari aspek hukum dan menghindari untuk menyentuh isu-isu yang menyangkut policy. Terkait dengan isu-isu policy yang

Referensi

Dokumen terkait

Persaingan Oligopoli : Pasar atau industri yang dicirikan oleh Penjual yang sedikit, namun berskala sangat besar, sehingga. memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga

Berdasarkan kondisi tersebut, dilakukan suatu studi dinamik mengenai perilaku tegangan pada sistem eksitasi generator dengan metoda penempatan kutub menggunakan algoritma

Bila ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka BI akan manaikkan suku bunga pinjaman tersebut, sehingga mengurangi minat Bank umum untuk meminjam, sehingga uang yang beredar

Hasil kajian menunjukkan bahwa, puisi sasaran1 (PSa1) memuat kesepadanan pada sebagian besar skemata, koherensi, dan implikatur dibandingkan dengan puisi sasaran2 (PSa2) dan dari

Untuk menganalisis perceived quality merek Close-up, dilakukan dengan mengumpulkan pendapat dari responden yang pernah atau sedang menggunakan pasta gigi Close-up yang

dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari. berbagai dokumentasi tentang

Organisme lain, di mana bukan hanya semut saja yang berperan di dalam pembusukan pupa tetapi dari praktikan sendiri yang tidak memperhatikan secara

[r]