• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DISONANSI KOGNITIF PADA MAHASISWA PELAKU PROKRASTINASI AKADEMIK DI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN DISONANSI KOGNITIF PADA MAHASISWA PELAKU PROKRASTINASI AKADEMIK DI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DISONANSI KOGNITIF PADA

MAHASISWA PELAKU PROKRASTINASI

AKADEMIK DI UNIVERSITAS BINA

NUSANTARA

Annisa Fitriani Rahayu

Annisafr91@gmail.com

Dosen Pembimbing : Rani Agias Fitri, S.Psi, M.Si

Binus University : Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Telp. (62-21) 535 0660 Fax. (62-21) 535 0644

ABSTRAK

Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif untuk melihat gambaran disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku prokratinasi akademik di Universitas Bina Nusantara. Subjek dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa aktif Universitas Bina Nusantara. Alat ukur dalam penelitian ini peneliti konstruk sendiri berdasarkan teori disonansi kognitif dari Leon Festinger tahun 1957, yang terdiri dari alat ukur disonansi kognitif, alat ukur sumber disonansi kognitif, dan alat ukur cara mengurangi disonansi kognitif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berada pada kategori tidak disonan. Sumber disonansi yang dialami mahasiswa ketika melakukan prokrastinasi akademik adalah sumber inkonsistensi logis. Cara mengurangi disonansi kognitif yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah mengubah elemen kognitif perilaku.

Kata Kunci : Disonansi Kognitif, Sumber, Cara Mengurangi, Psikologi

ABSTRACT

This study is a quantitative descriptive research to observe an overview of cognitive dissonance on students’ procrastination in Bina Nusantara University. The subjects in this study were a hundred active students of Bina Nusantara University. Furthermore, the researcher construct the research instrument based on cognitive dissonance theory of Leon Festinger in 1957, which consists of measuring instrument on cognitive dissonance, source of cognitive dissonance, and method to decrease cognitive dissonance. The finding showed that majority of the subjects is not in category of dissonant. Source of dissonance that is experienced by students when do academic procrastination is source of logical inconsistency.

(2)

Moreover, change the behavioural cognitive element is a common method that is performed by students to reduce cognitive dissonance.

Key Words: Cognitive Dissonance, Source, Method to Reduce, and Psychology

PENDAHULUAN

Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan menuntut individu untuk menjadi lebih giat dan termotivasi mengerjakan tugas yang dimiliki agar nantinya tugas tersebut tidak semakin menumpuk dan membuat individu yang bersangkutan menjadi kewalahan dalam mengerjakannya. Tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit dari individu yang memilih untuk menunda tugas yang harusnya segera diselesaikan.

Menunda suatu pekerjaan atau tugas kadang menjadi perilaku yang sering dilakukan oleh banyak orang. Dalam artikel yang ditulis oleh Burhanuddin (www.kesehatan.kompasiana.com), dalam kajian Psikologi fenomena menunda ini disebut “Prokrastinasi”. Prokrastinasi berasal dari bahasa latin

procrastinare. Pro artinya gerakan maju dan crastinus artinya milik hari esok, sehingga prokrastinasi

dapat diartikan perilaku manusia yang sering menunda-nunda baik tugas maupun pekerjaan dan pelakunya disebut prokrastinator. Individu biasanya melakukan prokrastinasi pada tugas yang sifatnya mudah ataupun sulit, hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Janssen dan Carton (1999) bahwa tingkat kesulitan suatu tugas tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa.

Prokrastinasi adalah suatu proses kompleks yang melibatkan komponen afektif, kognitif, dan perilaku (Solomon & Rothblum, 1984). Perilaku menunda-nunda pekerjaan atau tugas ini dialami oleh banyak kalangan mulai dari orang-orang yang sudah bekerja maupun mereka yang masih duduk di bangku sekolah atau universitas. Penundaan yang biasa dilakukan oleh pelajar atau mahasiswa disebut prokrastinasi akademik. Hasil penelitian oleh beberapa ahli didapat data bahwa sekitar 46% sampai 95% mahasiswa sering melakukan prokrastinasi dalam mengerjakan tugas akademik mereka (Solomon & Rothblum, 1984; Ellis & Knaus, 1977; dalam Janssen & Carton, 1999). Selain itu berdasarkan hasil temuan para ahli dilaporkan pula bahwa prokrastinasi akademik banyak terjadi di kalangan mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan S1 (undergraduate) (Rothblum et al., 1986; Clark dan Hill, 1994; Day et al., 2000; O’Brien, 2002; Ozer, 2005; dalam Sirin, 2011)

Pelajar atau mahasiswa yang terbiasa menunda mengerjakan tugas percaya bahwa perilaku tersebut dapat mengganggu kegiatan akademis mereka, kapasitas memahami materi yang diberikan, serta kualitas hidup mereka (Solomon dan Rothblum 1984, dalam Lee, 2005). Salah satu dampak negatif yang dapat ditimbulkan adalah penurunan akademis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan Rothblum, Solomon, dan Murakami (1986, dalam Lee, 2005), dimana prokrastinasi dapat merugikan performa akademis dari pelajar dan menyebabkan nilai akademis yang menurun. Dampak negatif lain adalah mematikan berbagai kesempatan yang ada (Kimbrough-Robinson; 2007).

Prokrastinasi akademis juga dilakukan oleh mahasiswa Bina Nusantara University.Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti kepada 25 mahasiswa Bina Nusantara jurusan Psikologi dari berbagai angkatan, ditemukan bahwa hampir seluruh mahasiswa tersebut sering melakukan penundaan akademis. Dari hasil survey tersebut, diketahui juga bahwa 22 dari 25 mahasiswa merasakan perasaan cemas, tidak tenang, dan hampir tidak sanggup menyelesaikan tugas saat deadline dari tugas yang ditunda itu sudah didepan mata. Hal ini menunjukkan bahwa selain menyebabkan menurunnya nilai akademis, prokrastinasi juga menyebabkan tekanan Psikologis tertentu pada pelakunya. Walaupun mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akademik tersebut setuju bahwa perilaku menunda ini banyak memberikan dampak buruk bagi mereka, tetapi mereka mengaku bahwa perilaku tersebut sulit untuk dihilangkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi mereka.

Adanya tekanan Psikologis yang dirasakan individu yang melakukan prokrastinasi ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Tice dan Baumeister (dalam Chu dan Choi, 2005). Menurut Tice

(3)

dan Baumeister (dalam Chu dan Choi, 2005) mahasiswa yang sering melakukan prokrastinasi tidak hanya memiliki nilai akademik yang rendah tetapi juga memiliki tingkat stress yang tinggi, serta kesehatan yang buruk.

Dilihat dari berbagai dampak negatif yang ditumbulkan serta kuatnya keinginan orang yang terbiasa melakukan penundaan untuk keluar dari perilaku ini, prokrastinasi dapat dianggap sebagai fenomena yang merugikan. Namun mengingat berbagai alasan yang ada, tidak mudah bagi mahasiswa untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaannya tersebut. Situasi ini dapat menimbulkan suatu keadaan yang disonan dalam elemen kognitif mahasiswa yang melakukan prokrastinasi. Keadaan ini terlihat dari ketidaksesuaian antara elemen kognitif mengenai efek buruk dari perilaku prokrastinasi akademik dengan elemen perilaku prokrastinasi akademik yang ditampilkan. Suatu tugas yang tidak ditunda pengerjaannya tentu saja akan berdampak positif bagi individu, berbeda dengan tugas yang ditunda-tunda pengerjaannya sampai detik terakhir.

Manusia bertindak berdasarkan apa yang ia tahu dan ia percayai, tetapi terkadang perilaku yang keluar berlawanan dengan apa yang ia percaya, kontradiksi ini disebut oleh Festinger (1957) sebagai “Disonansi Kognitif” (dalam Allahyani, 2012). Disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, yang memotivasi orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Disonansi menyebabkan suatu tekanan Psikologis yang berujung kepada ketidaknyamanan Psikologis.

Menurut Festinger (1957), terdapat empat sumber disonansi kognitif, yaitu (1) inkonsistensi logis, (2) nilai-nilai budaya, (3) pendapat umum, (4) pengalaman masa lalu. Inkonsistensi logis adalah sumber disonansi yang terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian elemen kognitif dengan hal-hal logis yang ada, sumber nilai-nilai budaya maksudnya kebudayaan sering kali menentukan apa yang disonan dan apa yang konsonan (Sarlito, 1998). Sumber pendapat umum maksudnya disonansi dapat terjadi apabila pendapat yang dianut banyak orang dipaksakan kepada pendapat perorangan, sedangkan sumber pengalaman masa lalu dijelaskan sebagai adanya ketidak konsistenan antara pengetahuan atau pengalaman masa lalu dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sekarang.

Ketidaknyamanan Psikologis akan mendorong mahasiswa yang melakukan prokrastinasi berupaya untuk mengatasi disonansinya. Terdapat tiga cara untuk mengurangi disonansi kognitif menurut Festinger (1957), yaitu (1) mengubah elemen kognitif tingkah laku, (2) mengubah elemen kognitif lingkungan, dan (3) menambah elemen kognitif baru. Mengubah elemen kognitif tingkah laku dilakukan dengan cara mengubah tingkah laku yang disonan dengan elemen kognitifnya, sedangkan cara mengubah elemen kognitif lingkungan dilakukan dengan cara mengubah lingkungannya (baik perilaku, pendapat ataupun kebiasaan orang-orang sekitarnya) agar sesuai dengan keyakinan dan perilaku yang dimiliki individu. Menambah elemen kognitif baru maksudnya menambah informasi baru-informasi baru yang diharapkan dapat menambah dukungan terhadap pendapat individu yang bersangkutan (Sarlito, 1998)

Apabila mahasiswa menggunakan cara-cara untuk mengurangi disonansinya, maka kognisinya akan menjadi konsonan. Keadaan kognisi yang konsonan mencerminkan adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif manusia (Festinger, 1957 dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Festinger juga mengungkapkan bahwa suatu keadaan yang konsonan dalam kognisi manusia dapat membuat individu merasa lebih baik, berbeda ketika keadaan disonan terjadi (dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006).

Mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang melakukan prokrastinasi akademik besar kemungkinan akan mengalami disonansi kognitif ketika mereka menyadari kesenjangan antara perilaku dengan kognisinya berkaitan dengan perilaku yang mereka lakukan. Sumber disonansi tersebut dapat berbeda dari satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. Begitu pula dengan upaya yang dilakukan untuk mengurangi disonansinya tersebut. Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang dapat terjadi tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku prokrastinasi akademik di Universitas Bina Nusantara. Lebih jelasnya peneliti akan melihat apakah mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akademik mengalami disonansi kognitif, sumber disonansi kognitif yang dialami serta cara mengurangi disonansi kognitif yang dilakukan mahasiswa pelaku prokrastinasi akademik.

(4)

METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian & Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan tipe non-random / non-probability sampling dimana tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi unit sampel. Subjek yang menjadi unit sampel adalah mahasiswa aktif Bina Nusantara semester 1, 3, 5,dan 7 yang pernah melakukan prokrastinasi akademik. Peneliti melihat prokrastinasi mahasiswa lewat data control yang dicantumkan dalam kuesioner. Metode pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sampling, yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti (Sugiyono, 2012).

Desain Penelitian

Desain penelitian dengan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kuantitatif adalah sebuah metode yang datanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka. Menurut Hadi (2006) penelitian dengan metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku secara umum. Kuantitatif deskriptif atau biasa disebut dengan statistic deskriptif secara singkat dapat didefinisikan sebagai statistik yang digunakan untuk menggambarkan karakter suatu kelompok, sample, atau data.

Prosedur penelitian

Sebelum penelitian berjalan, peneliti terlebih dahulu melakukan pre-eliminary study kepada 25 orang mahasiswa Universitas Bina Nusantara untuk mengetahui dan menggali lebih dalam tentang fenomena prokrastinasi akademik yang dilakukan mahasiswa. Kemudian peneliti mengkonstruk sendiri seluruh alat ukur penelitian berdasarkan teori disonansi kognitif dari Leon Festinger tahun 1957. Alat ukur terdiri dari 3 yaitu alat ukur disonansi kognitif, alat ukur sumber disonansi kognitif, dan alat ukur cara mengurangi disonansi kogntif. Peneliti melalui dua tahap proses validitas yaitu face validity untuk mengetahui evaluasi kualitatif dari alat ukur yang disusun peneliti secara keterlihatan (bentuk kuesioner, kata-kata, dan lain sebagainya), peneliti juga menggunakan content validity yaitu meminta pendapat dari

Expert Judgement. Uji reliabilitas alat ukur / pilot study dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan

reliabilitas yang baik. Untuk uji reliabilitas alat ukur pertama dan kedua, kuesioner disebarkan kepada 20 dan 30 subjek. Untuk uji reliabilitas ketiga pilot study 3 dilakukan dengan metode try-out terpakai dimana subjek penelitian yang digunakan saat pilot study dan penelitian lapangan adalah subjek yang sama yaitu sebanyak 100 orang subjek, setelah mengetahui item-item yang valid dan gugur maka item-item yang valid dihitung lagi dan digunakan untuk penelitian. Metode try-out terpakai digunakan karena keterbatasan waktu dalam pengambilan data. Tanggal 21-24 Januari 2013 peneliti melakukan penyebaran alat ukur kepada 100 orang mahasiswa aktif Universitas Bina Nusantara. Penyebaran kuesioner berbentuk hardcopy dilakukan dengan cara menyebarkan langsung ke kelas-kelas dan mahasiswa yang ada di lingkungan kampus. Untuk mengontrol data yang diberikan, di cantumkan data kontrol yang harus diisi subjek dalam kuesioner penelitian. Data kontrol ini untuk menyeleksi siapa saja partisipan yang pernah melakukan prokrastinasi akademik yang akan dimasukkan dalam penelitian, untuk yang tidak pernah melakukan prokrastinasi akademik maka data tersebut tidak dipakai.

HASIL DAN BAHASAN

Tabel 1 Rentang Perolehan Skor Disonansi Kognitif Disonansi Kognitif

Kategori Rentang Skor Frekuensi Prosentase

Tidak Disonan 0-8 53 53 %

Rendah 9-17 39 39 %

Sedang 18-26 8 8 %

(5)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar yaitu 53 subjek berada pada kategori tidak disonan, sekitar 39 subjek berada pada kategori disonansi rendah, 8 subjek berada pada kategori disonansi sedang dan tidak satupun subjek berada pada kategori disonansi tinggi. Pembagian rentang perolehan skor diperoleh melalui dengan terlebih dahulu menghitung kesenjangan antara elemen kognitif dengan elemen emosional (melihat selisih antara dua dimensi ini), setelah perhitungan dilakukan, didapatlah indeks. Kategori dibuat berdasarkan nilai kesenjangan maksimum dikalikan dengan jumlah pasangan/counterpart item ( 9 pasang).

Tabel 2 Sumber DK pada Kategori Disonansi Rendah

DIMENSI SUMBER DISONANSI KOGNITIF

Inkonsistensi

Logis

Nilai-Nilai

Budaya

Pendapat Umum

Pengalaman Masa

Lalu

15

6

7

9

Dari 100 orang subjek penelitian ini, hanya diolah data dari 47 orang subjek, karena berdasarkan perhitungan ada tidaknya disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku prokrastinasi dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa 47 orang subjek saja yang mengalami disonansi kognitif. Sebelum menghitung modus dari tiap dimensi sumber disonansi kognitif ini, ditentukan terlebih dahulu norma (rendah, sedang, tinggi) menggunakan perhitungan manual berdasarkan skor maksimal pada tiap dimensi.

Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa pada sekitar 15 orang memiliki skor tinggi pada dimensi inkonsistensi logis, 6 orang memiliki skor tinggi pada dimensi nilai-nilai budaya, 7 orang memiliki skor tinggi pada dimensi pendapat umum, dan sekitar 19 orang memiliki skor tinggi pada dimensi pengalaman masa lalu. Untuk melihat sumber disonansi kognitif yang paling sering dialami, peneliti hanya memilih individu yang memiliki skor tinggi di tiap dimensi, untuk yang hanya memiliki skor rendah dan sedang di tiap dimensi, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan.

Tabel 3 Sumber DK pada Kategori Disonansi Sedang DIMENSI SUMBER DISONANSI KOGNITIF

Inkonsistensi Logis Nilai-Nilai Budaya Pendapat Umum Pengalaman Masa

Lalu

3 1 2 4

Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa sekitar 3 orang memiliki skor tinggi pada dimensi inkonsistensi logis, 1 orang memiliki skor tinggi pada dimensi nilai-nilai budaya, 2 orang memiliki skor tinggi pada dimensi pendapat umum, dan 4 orang memiliki skor tinggi pada dimensi Pengalaman masa lalu.

Tabel 4 Cara Mengurangi DK pada Kategori Disonansi Rendah Dimensi Cara Mengurangi Disonansi Kognitif

Mengubah Tingkah Laku Mengubah Lingkungan Menambah Informasi

36 0 3

Dari 100 orang subjek penelitian ini, hanya diolah data dari 47 orang subjek, karena berdasarkan perhitungan ada tidaknya disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku prokrastinasi dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa 47 orang subjek saja yang mengalami disonansi kognitif. Sebelum menghitung modus dari tiap dimensi sumber disonansi kognitif ini, ditentukan terlebih dahulu norma (rendah, sedang, tinggi) menggunakan perhitungan manual berdasarkan skor maksimal pada tiap dimensi.

Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa sekitar 36 orang memiliki skor tinggi pada dimensi mengubah elemen kognitif tingkah laku, 3 orang memiliki skor tinggi pada dimensi menambah elemen kognitif baru, sedangkan tidak ada satupun subjek dalam penelitian ini yang memiliki skor tinggi pada dimensi mengubah elemen kognitif lingkungan. Untuk melihat cara mengurangi disonansi kognitif yang

(6)

paling sering dilakukan, peneliti hanya memilih individu yang memiliki skor tinggi di tiap dimensi, untuk yang hanya memiliki skor rendah dan sedang di tiap dimensi, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan.

Tabel 5 Cara Mengurangi DK pada Kategori Disonansi Sedang Dimensi Cara Mengurangi Disonansi Kognitif

Mengubah Tingkah Laku Mengubah Lingkungan Menambah Informasi

5 1 1

Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa sekitar 5 orang memiliki skor tinggi pada dimensi mengubah elemen kognitif tingkah laku, 1 orang memiliki skor tinggi pada dimensi menambah elemen kognitif baru, dan 1 orang memiliki skor tinggi pada dimensi mengubah elemen lingkungan.

Gambar 1 Tabulasi Silang Sumber Disonansi Kognitif dengan Cara Mengurangi Disonansi Kognitif

Ditinjau dari data deskriptif grafik diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sumber disonansi kognitif inkonsistensi logis cenderung melakukan cara mengubah elemen kognitif perilaku serta kombinasi cara mengubah perilaku dan menambah elemen kognitif baru untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami

2. Sumber disonansi kognitif nilai-nilai budaya cenderung menggunakan kombinasi cara mengubah perilaku dan menambah elemen kognitif barum untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami

3. Sumber disonansi kognitif pendapat umum cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

4. Sumber disonansi kognitif pengalaman masa lalu cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku serta kedua cara lainnya (mengubah elemen kognitif lingkungan dan menambah elemen kognitif baru) dengan taraf yang sedang (kedua sumber ini tidak dominan).

(7)

5. Subjek yang memiliki semua sumber disonansi kognitif yaitu inkonsistensi logis, nilai-nilai budaya, pendapat umum, dan pengalaman masa lalu dalam taraf yang tinggi cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

6. Subjek yang memiliki kombinasi sumber disonansi kognitif inkonsistensi logis, pendapat umum, dan pengalaman lalu cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku serta kedua cara lainnya (mengubah elemen kognitif lingkungan dan menambah elemen kognitif baru) dengan taraf yang sedang (kedua sumber ini tidak dominan) untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

7. Subjek yang memiliki kombinasi sumber disonansi kognitif inkonsistensi logis, nilai-nilai budaya, dan pendapat umum cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

8. Subjek yang memiliki kombinasi sumber disonansi kognitif nilai-nilai budaya dan pengalaman lalu cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

9. Subjek yang memiliki kombinasi sumber disonansi kognitif inkonsistensi logis dan pendapat umum cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami

10. Subjek yang memiliki kombinasi sumber disonansi kognitif inkonsistensi logis dan nilai-nilai budaya cenderung menggunakan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

11. Subjek yang memiliki keseluruhan sumber disonansi kognitif dalam taraf yang tidak tinggi cenderung menggunakan keseluruhan cara mengurangi disonansi kognitif. Cara mengubah elemen kognitif tingkah laku menjadi cara yang paling sering digunakan oleh subjek dalam kategori ini untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami.

Analisis Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian didapatkan hasil sebagian besar atau 53 subjek berada pada kategori tidak disonan, artinya sebanyak 53 orang mahasiswa pelaku prokrastinasi akademik dalam penelitian ini tidak memiliki kesenjangan antara elemen-elemen kognitifnya terkait perilaku prokrastinasi yang mereka lakukan. Hal ini dapat terjadi karena besar kecilnya disonansi kognitif yang terjadi dipengaruhi oleh kadar kepentingan hal yang menyebabkan disonansi, sesuai dengan teori Festinger (1957) serta adanya konsep diri yang terganggu akibat perilaku yang dilakukan (Aronson, 1960). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa memang subjek yang masuk dalam kategori tidak disonan menganggap bahwa prokrastinasi akademik yang mereka lakukan bukanlah hal yang sangat mengkhawatirkan bagi mereka. Serta mereka juga mengaku bahwa mereka adalah orang yang santai, kurang displin, dan cenderung malas sehingga dari gambaran diri mereka tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada konsep diri yang “terganggu“ akibat perilaku yang mereka lakukan.

Sumber disonansi yang paling sering dialami adalah inkonsistensi logis dan pengalaman masa lalu. Inkonsistensi logis maksudnya keadaan yang disonan itu terjadi ketika perilaku (prokrastinasi akademik) mereka tidak sesuai dengan keyakinan yang dimiliki ataupun tidak sesuai dengan hal-hal logis yang ada. Sedangkan untuk sumber pengalaman masa lalu adalah disonansi yang terjadi ketika pengalaman masa lalu mengajarkan mereka bahwa prokrastinasi akademik tidak berdampak buruk terhadap prestasi akademik mereka, tetapi sekarang prokrastinasi tersebut justru berpengaruh terhadap prestasi mereka. Kedua sumber ini menjadi sumber yang paling sering dialami dapat dikarenakan kedua sumber ini berasal dari diri sendiri yaitu keyakinan yang dimiliki dan pengalaman pribadi yang dialami, sehingga menjadi sumber disonansi kognitif yang lebih dominan dibandingkan dua sumber lain yang berasal dari luar yaitu nilai-nilai budaya dan pendapat umum.

Cara mengurangi disonansi kognitif yang paling sering dilakukan adalah dengan mengubah elemen kognitif tingkah laku, artinya ketika disonansi itu dialami oleh mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akademik, mereka memilih cara mengubah tingkah laku yang menyebabkan disonansi, hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan psikologis yang dirasakan sebagai salah satu efek dari disonansi kognitif. Mereka akan berusaha mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku prokrastinasi akademik guna menyelaraskan atau meng-konsonankan kembali elemen – elemen kognitif yang dimiliki. Sedangkan cara mengurangi disonansi yang paling jarang dilakukan adalah mengubah elemen kognitif karena individu harus memiliki kontrol penuh terhadap lingkungannya sehingga hal ini sulit untuk

(8)

dilakukan. Kedua hasil ini sesuai dengan teori disonansi yang dikeluarkan oleh Leon Festinger (1957) bahwa cara yang paling sering dilakukan adalah mengubah elemen kognitif tingkah laku, dan cara yang paling sulit untuk dilakukan adalah mengubah elemen lingkungan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek dalam penelitian ini masuk dalam kategori tidak disonan. Sumber disonansi kognitif yang paling sering dialami pelaku prokrastinasi akademik adalah sumber inkonsistensi logis dan pengalaman masa lalu. Cara mengurangi disonansi kognitif yang dilakukan adalah mengubah elemen kognitif tingkah laku sedangkan cara yang paling jarang dilakukan adalah mengubah elemen kognitif lingkungan.

Saran Saran Teoritis

Saran untuk penelitian selanjutnya menambah jumlah subjek serta data kontrol diperketat untuk mengantisipasi hal-hal lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. kemudian melakukan

pre-eliminary study yang lebih mendalam untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pelaku

prokrastinasi yang memiliki potensi disonansi kognitif. Terakhir, untuk penelitian selanjut dapat melihat pengaruh tingkat prokrastinasi terhadap disonansi kognitif.

Saran Praktis

Untuk individu yang mengalami sumber disonansi kognitif inkonsistensi logis, sebaiknya individu tersebut berusaha mengubah mindset yang dimiliki terkait perilaku prokrastinasi akademik yang mereka lakukan, karena inkonsistensi logis berkaitan dengan keyakinan subjektif yang dimiliki. Perlu ditekankan pentingnya pengetahuan dan kesadaran bahwa perilaku prokrastinasi akademik adalah perilaku yang salah dan tidak sepatutnya dilakukan.

REFERENSI

Allahyani, M. H. (2012). The relationship between cognitive dissonance and decision making style in a sample of female students at the University of UMM Al-Qura. Education , 132(3), 641. Diunduh dari http://search.proquest.com/

Anonymous. (2011). What is task aversiveness?. Diambil tanggal 28 Oktober 2012, dari http://www.taskmanagementguide.com/

Aronson, E. (1997). Back to the future : Retrospectivereview of Leon Festinger's - A Theory of cognitive dissonance. The American Journal of Psychology, 110(1), 127. Diunduh dari

http://search.proquest.com/

Association, A. P. (2009). Publication manual of the American Psychological Association (6th ed.). Washington: American Psychological Association.

Baron, R. A., & Bryne, D. (2004). Social psychology (10th ed.). Massachusetts: Pearson Education. Breckler, S. J., Olson, J. M., & Wiggins, E. C. (2006). Social psychology alive. Belmont: Thomson

Wadsworth.

Bui, N. H. (2007). Effect of evaluation threat on procrastination behaviour. The Journal Of Social

(9)

Burhanudin, H. (2011, Agustus 13). Penyakit prokrastinasi. Kompasiana. Diambil pada tanggal 24 Oktober 2012, dari www.kesehatan.kompasiana.com

Chabaud, P., Ferrand, C., & Maury, J. (2010). Individual differences in undergraduate student athletes : The roles of perfectionism and trait anxiety on perception of procrastination behaviour. Social

Behaviour and Personality, 38(8), 1041-1056. doi:10.2224/sbp.2010.38.8.1041

Chu, A. H., & Choi, J. N. (2005). Rethinking procrastination : Positif effects of "active" procrastination behaviour on attitudes and performance. The Journal of Social Psychology , 145(3), 245. Diunduh dari http://search.proquest.com/

Fatimah, O., Lukman, Z. M., Khairudin, R., Wan Sahrazad, W. S., & Halim, F. W. (2011).

Procrastination’s Relation with Fear of Failure, Competence Expectancy and Intrinsic Motivation.

Pertanika J. Soc. Sci. & Hum , 19, 123-127. Diunduh dari http://search.proquest.com/ Festinger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. California: Stanford University Press. Guildford, J. P. (1978). Fundamental statistic in psychology and education (6th ed.). Singapore:

McGraw-Hill Book Company.

Hadi, A. (2000). Prinsip pengelolaan sampel lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Janssen, T., & Carton, J. S. (1999). The effects of locus of control and task difficulty on procrastination.

The Journal of Genetic Psychology, 160(4), 436-442. Diunduh dari http://search.proquest.com/ Perina, K. (2002). How do student cope with procrastination? They lie. Psychology Today , 25, 19.

Diunduh dari http://search.proquest.com/

Kamisa. (1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kartika Surabaya.

Kimbrough-Robinson, C. (2007). Procrastination : The death of opportunity. The Quill , 95, 43. Diunduh dari http://search.proquest.com/

Lee, E. (2005). The relationship of motivation and flow experience to academic procrastination in University students. The Journal of Genetic Psychology , 166(1), 5. Diunduh dari

http://search.proquest.com/

Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan Statistika Modern. Jakarta: Salemba Humanika. Priyatno, D. (2011). Buku Saku SPSS Analisis Statistik Data. Yogyakarta: MediaKom.

Rothblum, E. D., Solomon, L. J., & Murakami, J. (1986). Affective, cognitive, and behavioral differences between high and low procrastinators. Journal of Counseling Psychology, 33, 387-394.

Santrock, J. W. (2008). Educational psychology (3th ed.). New York: McGraw-Hill. Sarwono, S. W. (1998). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sirin, E. F. (2011). Academic procrastination among undergraduates attending school of physical education and sports: Role of general procrastination, academic motivation and academic self-efficacy. Academic Journal , 6(5), 447-455.

Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic procrastination : Frequency and cognitive-behavioral correlates. Journal of Counseling Psychology, 31(4), 503-509.

Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A Meta-analytic and theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Buletin , 133(1), 65-94.

(10)

RIWAYAT PENULIS

Annisa Fitriani Rahayu, lahir di Jakarta pada 15 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada 2012/2013. Penulis memiliki pengalaman magang di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama dua bulan di bagian konsultasi dan administrasi.

Gambar

Tabel 1 Rentang Perolehan Skor Disonansi Kognitif  Disonansi Kognitif
Tabel 3 Sumber DK pada Kategori Disonansi Sedang  DIMENSI SUMBER DISONANSI KOGNITIF
Gambar 1 Tabulasi Silang Sumber Disonansi Kognitif dengan Cara Mengurangi Disonansi  Kognitif

Referensi

Dokumen terkait