• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Bahan Organik

Bahan orgaik tanah adalah semua fraksi bukan mineral yang ditemukan sebagai komponen penyusun tanah, biasanya merupakan timbunan dari sisa tumbuhan, binatang, dan jasad renik baik sebagian atau seluruhnya mengalami perombakan. Bahan organik berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, peranan bahan organik berkaitan dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Soepardi, 1983).

Menurut Atmojo (2003), pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah antara lain terhadap kapasitas tukaran kation (KTK), kapasitas tukaran anion (KTA), pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas tukaran kation (KTK). Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi, mineral hara N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro dilepaskan dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak dilepaskan untuk dapat digunakan oleh tanaman.

Dalam kaitannya dengan sifat biologis tanah, Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi (Atmojo, 2003).

Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh jasad renik menjadi humus atau bahan organik tanah (Setyorini, 2005). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecepatan dekomposisi bahan organik adalah jenis tanaman, umur tanaman, komposisi kimia, aerasi, suhu, kelembaban, tingkat kesuburan dan faktor iklim (Brady dan Weil, 2002).

(2)

Proses dekomposisi bahan organik pada tanah tergenang bersamaan dengan proses reduksi agen penerima elektron seperti NO3-, Mn4+, FE3+, SO42-dan CO2 (Watanabe, 1984). Fermintasi bahan organik merupakan proses utama dari degradasi bahan organik dalam tanah tergenang. Hasil fermentasi oleh bakteri adalah etanol, asam asetat, asam laktat, asam propionate, asam butirat, molekul H, metan dan CO2. Energy yang dilepaskan dalam reaksi degradasi bahan organik digunakan bakteri yang berperan dalam proses degradasi terebut. Dengan kata, lain fermentasi adalah proses biokimia dimana mikroorganisme menggunakan bahan organik sebagai donor dan penerima electron serta hasil akhir berupa senyawa organik tereduksi dan teroksidasi seperti alcohol dan CO2 (Situmorang, Sudadi dan Indriyati, 2005).

2.2 Pupuk Organik

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Sedangkan pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman, Berdasarkan peraturan Mentri Pertanian No.2/Pert/HK.060/2//2006, pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman atau hewan yang telah mengalami rekayasa berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memasok bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah [Balittanah, 2006].

Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi [Balittanah, 2006].

(3)

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak. Keuntungan utama menggunakan pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sumber hara bagi tanaman (Suriadikarta dan Setyorini, 2005).

Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasar, rumah tangga, dan pabrik, serta pupuk hijau. Kualitas pupuk organik sangat ditentukan oleh jenis bahan pupuk yang digunakan. Persyaratan teknis minimal kualitas pupuk dapat dilihat pada tabel lampiran 3 [Balitanah, 2006].

2.3 Sifat Umum Tanah Sawah

Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah rawa sehingga karakteristik tanah sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya dijumpai di daerah dataran rendah, dataran tinggi volkan, dan non volkan yang pada awalnya tanah kering tak jenuh air, sehingga morfologinya akan sangat berbeda dengan tanah rawa yang asalnya sudah jenuh air (Prasetyo dan Kasno, 2001).

Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air, baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran, dan lain-lain, maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti (Hardjowigena dan rayes, 2001).

Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan (pelumpuran), dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat

(4)

lain, sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya (Hardjowigena dan Rayes, 2001).

Perubahan sementara sifat fisik dan morfologi tanah sewaktu penyawahan, adalah berkaitan dengan pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang. Pada waktu persiapan tanah, karena pengolahan tanah dilakukan dengan cara pelumpuran, maka semua agregat tanah hancur, pori-pori mikro meningkat, daya menahan air ikut meningkat tinggi, sehingga mencapai kadar air 90–100%. Karena itu, kohesi tanah menjadi rendah akibat rendahnya nisbah tanah: air, sehingga tanah menjadi sangat lunak (Hardjowigena dan rayes, 2001).

Peranan mineral di tanah sawah sangatlah penting, selain sebagai sumber hara juga berperan dalam menentukan muatan tanahnya. Pelapukan mineral primer seperti feldspar, ferromagnesian, gelas volkan, mika, zeolit dan apatit di dalam tanah akan menghasilkan unsur-unsur hara seperti Ca, Mg, Na dan K yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Sedangkan mineral sekunder, seperti smektit atau vermikulit (mineral 2:1); klorit (mineral liat 2:1 dengan sisipan Al); serta kaolinit dan haloisit (mineral 1:1) mempunyai muatan yang bervariasi, ada yang negatif adapula yang positif. Tanah sawah yang didominasi oleh mineral liat dengan muatan negatif seperti smektit akan lebih reaktif bila dibanding dominasi mineral dengan muatan positif seperti oksida besi (Prasetyo dan Kasno, 2001).

Menurut De Datta (1981), keadaan reduktif akibat penggenangan menyebabkan terjadinya perubahan berbagai sifat kimia dan elektrokimia pada tanah sawah. Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi. Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Transformasi kimia yang terjadi berkaitan erat dengan kegiatan mikroba tanah yang menggunakan oksigen sebagai sumber energinya dalam proses respirasi (Prasetyo dan Kasno, 2001).

2.4 Potensial Redoks

Bila tanah digenangi, persediaan oksigen menurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari (Sanchez, 1993). Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air 10 ribu kali lebih lambat daripada melalui pori yang berisi

(5)

udara. Mikroba aerob dengan cepat akan menghabiskan udara yang tersisa dan menjadi tidak aktif lagi atau mati. Mikrobia fakultatif anaerob dan obligat aerob kemudian mengambil alih dekomposisi bahan organik tanah dengan menggunakan komponen tanah teroksida (seperti: nitrat, Mn, Fe-oksida, dan sulfat) atau hasil penguraian bahan organik (fermentasi) sebagai penerima elektron dalam pernafasan (Sanchez, 1993).

Tanah yang tergenang tidak tereduksi secara keseluruhan. Pada lapisan atas setebal 2-20 mm, tetap teroksidasi karena berada dalam keseimbangan dengan oksigen yang terlarut dalam lapisan air. Lapisan dibawahnya merupakan lapisan tereduksi kecuali daerah perakaran yang aktif, karena daerah ini teroksidasi akibat dikeluarkannya senyawa teroksidasi oleh akar yang memperoleh oksigen dari bagian atas melalui aerenkhima (Yoshida, 1981). Penggenangan tanah mengakibatkan penurunan potensial redoks.

2.5 pH

Penggenangan pada tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah akan meningkat dan pada tanah basa akan mengakibatkan nilai pH tanah menurun mendekati netral. Pada saat penggenangan pH tanah akan menurun selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai minimum dan beberapa minggu kemudian pH akan meningkat lagi secara asimtot untuk mencapai nilai pH yang stabil yaitu sekitar 6,7–7,2. Penurunan awal disebabkan akumulasi CO2 dan juga oleh terbentuknya asam organik. Kenaikan berikutnya bersamaan dengan reduksi tanah dan ditentukan oleh: (a) pH awal dari tanah; (b) macam dan kandungan komponen tanah teroksidasi terutama besi dan mangan; serta (c) macam dan kandungan bahan organik (Prasetyo dan Kasno, 2001).

Pada tanah netral dan sedikit alkalis, pH diatur oleh keseimbangan CaCO3, CO2, H2O dan pada tanah asam yang banyak mengandung besi diatur oleh keseimbangan Fe(OH)2, CO2, H2 (Kyuma, 2004). Yamane (1978) menyatakan bahwa, peningkatan pH pada tanah masam akibat penggenangan dikontrol oleh sistem Fe2+ dan Fe(OH)3 dimana terjadi konsumsi H+.

(6)

2.6 Besi

Reduksi besi adalah reaksi yang paling penting di dalam tanah masam tergenang karena dapat menaikkan pH dan ketersediaan fosfor serta menggantikan kation lain dari tempat pertukaran seperti K+. Peningkatan Fe2+ pada tanah masam dapat menyebabkan keracunan besi pada padi, apabila kadarnya dalam larutan =350 ppm. Konsentrasi besi dalam larutan tanah diatur oleh pH tanah, kandungan bahan organik, kandungan besi itu sendiri dan lamanya penggenangan (Ponnamperuma, 1985).

Peningkatan pH akan menurunkan konsentrasi Fe dalam larutan tanah. Adanya akumulasi kandungan besi yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan pada tanaman padi. Batas kritis kandungan Fe larut air dalam dalam larutan tanah untuk tanaman padi adalah sebesar 50-100 ppm (Yusuf et al 1990).

2.7 Nitrogen

Nitrogen merupakan hara yang sangat penting ketersediannya bagi tanaman. Nitrogen juga merupakan unsur hara yang paling mendapatkan perhatian karena jumlah nitrogen di dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak ( Stoffela dan Kahn 2002). Selain itu, senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase (Tisdale et al., 1999).

Nitrogen dalam tanah dapat berasal dari: (1) bahan organik tanah, (2) pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, (3) pupuk dan (4) air hujan. Bahan organik merupakan sumber N utama di dalam tanah (Gardiner dan Raymond, 2000)

Sebagian besar N tanah berupa N-organik baik yang terdapat dalambahan organik tanah maupun fiksasi N oleh mikroba tanah dan hanya sebagian kecil (2-5%) berupa N anorganik yaitu NH4+ dan NO3- serta sedikit NO2-. Pada tanah tergenang N merupakan hara yang tidak stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi nitrifikasi dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah tertentu(Prasetyo dan Kasno, 2001).

(7)

2.8 Fosfor

Fosfat adalah hara utama tanaman yang penting untuk perkembangan akar, anakan, berbunga awal, dan pematangan. P mobil dalam tanaman, tetapi tidak mobil dalam tanah (Yoshida, 1981). Tanaman Menyerap fosfor dalam jumlah yang cukup besar pada awal pertumbuhannya dan berkurang sejalan dengan perkembangannya (Benton, 2003). Tanaman hanya dapat menyerap fosfor dalam bentuk ion-ion seperti H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Bentuk ion H2PO4- diserap paling banyak oleh tanaman karena memiliki kelarutan yang paling tinggi sehingga tersedia bagi tanaman (Edmond et al.,1983)

Ketersediaan P yang lebih besar pada kondisi tergenang dibandingkan dengan kondisi aerob umumnya disebabkan oleh perubahan redoks dalam tanah dan resultan perubahan status Fe dalam tanah. Pada awal penggenangan konsentrasi P dalam larutan tanah meningkat kemudian menurun untuk semua jenis tanah, tetapi nilai tertinggi dan waktu terjadinya bervariasi tergantung sifat tanah (Yoshida, 1981). Peningkatan ketersediaan P akibat penggenangan disebabkan oleh pelepasan P yang dihasilkan selama proses reduksi. Mekanismenya adalah sebagai berikut:

1. Fosfor hanya dilepaskan apabila ferifosfat (Fe3+) tereduksi menjadi ferofosfat (Fe2+) yang lebih mudah larut. Willet (1991) menunjukkan reduksi ferioksida merupakan sumber yang dominan bagi pelepasan P selama penggenangan, walaupun sejumlah P yang dilepaskan akan dierap kembali. Pelepasan P yang berasal dari senyawa feri terjadi setelah reduksi mangan oksida.

2. Pelepasan occluded P akibat reduksi ferioksida yang menyeliputi P menjadiferooksida yang lebih larut selama penggenangan. Penyelimutan P oleh ferioksida berada dalam liat dan zarah liat membentuk occluded P (Sanchez, 1993).

3. Adanya hidrolisis sejumlah fosfat terikat besi dan aluminium dalam tanah masam, yang menyebabkan dibebaskannya fosfor terjerap pada pH tanah yang lebih tinggi (Kyuma, 2004). Menurut Willet (1991), peningkatan pH tanah masam akibat penggenangan telah meningkatkan kelarutan strengit dan variscit dan selanjutnya terjadi peningkatan ketersediaan P. Sebaliknya

(8)

ketika pH pada tanah alkalin menurun dengan adanya penggenangan, stabilitas mineral kalsium fosfat akan menurun, akibatnya senyawa kalsium fosfat larut (Willet, 1985).

4. Asam organik yang dilepaskan selama dekomposisi anaerob dari bahan organik pada kondisi tanah tergenang dapat meningkatkan kelarutan dari senyawa Ca-P maupun Fe-P dan Al-P melalui proses pengkelatan ketiga kation tersebut (Ca, Fe, Al).

5. Difusi yang lebih besar dari ion H2PO4- ke larutan tanah melalui pertukaran dengan anion organik (Sanchez, 1993).

2.9 Kalium

Kalium merupakan unsur hara makro ketiga yang menjadi kendala bila hasil panen diangkut secara terus menerus dan jerami tidak dikembalikan ke tanah (Sofyan et al, 2002). Penyediaan kalium dari tanah sangat bervariasi tergantung sifat-sifat tanah antara lain: bahan induk tanah, kadar dan jenis liat, drainase dan kapasitas tukar kation. Kadar kalium dalam tanah berkisar antara 0.5 hingga 2.5% dan sekitar 90 hingga 98% dari K tersebut terdapat dalam bentuk tidak tersedia, 1-10 % dalam bentuk lambat tersedia dan 1-2 % dalam bentuk mudah teredia. Air irigasi dan pengembalian jerami yang mengandung K cukup tinggi dapat mengurangi kemungkinan lahan sawah kahat K. kahat K pada tanaman padi hanya dijumpai pada tanah-tanah tertentu yaitu pada tanah yang miskin K, berdrainase buruk dan berkadar karbonat tinggi (Soepartini, 1991).

Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dari larutan tanah. Dalam tanah, K yang terdapat dalam larutan tanah berada dalam bentuk keseimbangan dengan K yang diadsorpsi liat. Penurunan Eh akibat penggenangan akan menghasilkan Fe2+ dan Mn2+ yang dalam jumlah besar dapat menggantikan K yang diadsorpsi liat sehingga K dilepaskan ke dalam larutan dan tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu, penggenangan dapat meningkatkan ketersediaan K tanah (Prasetyo dan Kasno, 1991).

Yoshida (1981), mengemukakan bahwa respon padi sawah terhadap pemupukan K umumnya rendah karena kebutuhan K dapat dicukupi dari cadangan mineral K yang berada dalam keseimbangan dengan K dalam larutan

(9)

tanah dan air irigasi serta dekomposisi bahan organik. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa pada tanah dengan kandungan K yang rendah, kemungkinan untuk memperoleh respon pemupukan K cukup besar, sedangkan pemupukan pada tanah dengan kandungan K yang sedang dan tinggi, tidak menunjukan respon terhadap pemupukan K [Puslittanak, 1992]. Pemupukan K hanya dianjurkan pada tanah berkadar K rendah, berdrainase buruk, dan berkadar karbonat tinggi dengan takaran 50 Kg KCL/ha yang disertai dengan pengembalian jerami sisa hasil panen ke dalam tanah (Soepartini ,1991).

2.10 Unsur-Unsur Mikro Zn, Cu, dan Si

Sifat-sifat kimia hara-hara mikro seperti Zn, Cu B, Mo, dan Si pada tanah sawah tidak terlalu banyak diteliti. Meskipun hara mikro tersebut tidak terlihat dalam proses oksidasi reduksi seperti Fe dan Mn, namun sifat-sifat dan ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh potensial redoks (Prasetyo dan Kasno, 1991).

Pemberian pupuk makro secara terus menerus seperti urea, ammonium sulfat, TSP/SP36, dan KCL pada lahan sawah intensifikasi dapat menyebabkan terkurasnya unsur hara mikro diantaranya Zn.kahat Zn dapat terjadi karena terbentuknya persenyawaan Zn-P, ZnCO3, ZN(OH)2, atau karena drainase buruk pada lahan sawah yang yang dapat terbentuk senyawa ZnS yang tidak larut (Sofyan et al, 2002).

2.11 Karakteristik Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L) diklasifikasikan sebagai family Graminae (Poace). Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok yaitu organ vegetatif dan organ generative (reproduktif). Bagian-bagian vegetatif terditi dari akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generative terdiri dari malai, gabah dan bunga. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu daun pada setiap buku. Tiap daun terdiri dari helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun dan lidah daun. Batang tanaman padi terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi oleh buku ( Ismunadji, 1988).

Bunga padi secara keseluruhan disebut malai, tiap unit bunga pada malai disebut spikelet yang pada hakikatnya adalah bunga yang terdiri dari tangkai,

(10)

bakal buah, lemma, palea, putik dan benang sari serta berbagai organ lainnya seperti yang bersifat inferior. Tiap unti bunga pada malai terletak pada cabang bulir yang terdiri dari cabang primer dan sekunder (Salisbury dan Ross, 1978).

Nomor seleksi varietas Sintanur adalah B9645-E-89-1, dengan asal persilangan Lusi/B7136-MR-22-1-5 (Bengawan Solo). Ketahanan terhadap hama penyakit yaitu tahan terhadap wereng biotipe 1 dan 2, rentan terhadap wereng cokelat, dan tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII. Padi varietas Sintanur baik di tanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 dpl. Varietas ini dilepas pada tahun 2001.

Tabel 2. Deskripsi Padi Sawah Sintanur

Deskripsi Padi Sawah Varietas Sintanur

Kriteria Keterangan Kriteria Keterangan

Golongan Cere Daun bendera Tegak

Umur tanaman 115 - 125 hari Bentuk gabah Sedang

Bentuk tanaman Tegak Warna gabah Kuning bersih

Tinggi tanaman 115 - 125 cm Kerontokan Sedang

Anakan produktif 16 - 20 batang Kerebahan Agak tahan

Warna kaki Hijau Tekstur nasi Pulen

Warna batang Hijau Kadar amilosa 18%

Warna telinga daun Tidak berwarna Indeks glikemik 91 Warna lidah daun Tidak berwarna Bobot 1000 butir 27 g

Muka daun Kasar Rata-rata hasil : 6,0 t/ha

Warna daun Hijau Potensi hasil 7,0 t/ha

Posisi daun Tegak sampai

miring Sifat khusus Wangi khas

* Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian 2009

Gambar

Tabel 2.  Deskripsi Padi Sawah Sintanur

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh penggunaan media papan balik dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan siswa autis kelas 1 di SLB Autis Laboraturium Universitas Negeri Malang dapat dilihat dari

Subyek penelitian adalah ibu hamil dengan usia kehamilan 28 sampai kurang dari 37 minggu (preterm) dengan tanda-tanda persalinan sebagai kasus dan ibu hamil

Nilai tambah yang praktikan peroleh setelah melaksanakan PPL 2 adalah praktikan mendapatkan pengalaman dalam dunia pendidikan baik yang berkaitan dengan kegiatan

Masukan atau input dari sistem informasi barang yang masuk yang nantinya akan menghasilkan berupa laporan data barang masuk yang ada di gudang, langkah

Delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP.. memudahkan atau menolong kejahatan tersebut. Skedar si pelaku kejahatan mengharapkan bahwa barang yang telah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) apakah HedPERF/ kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa, (2)

Hasan Sadeli, M.pd., Wildan Nurul Fadjar, M.Pd., Prof. Tukiran Taniredja yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya pada peneliti. Bapak Maryono, M.Pd

Dalam hasil dan pembahasan ini akan dipaparkan perkembangan pelaksanaan pembelajaran dalam pembelajaran IPS. Pada tahap refleksi, dilakukan evaluasi terhadap