• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Jurnal Analisa Lokasi dan Keruangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Review Jurnal Analisa Lokasi dan Keruangan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Review Jurnal

Analisa Lokasi

dan Keruangan

Studi Kasus Penentuan Lokasi Terminal

Kertonegoro Kabupaten Ngawi

MADA

KHARISMA

PARASARI

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Review Jurnal Analisa Lokasi dan Keruangan, Studi Kasus: Penentuan Lokasi Terminal Kertonegoro Kabupaten Ngawi ini dengan sebaik-baiknya.

Tujuan dari pembuatan review ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisa Lokasi, serta untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai apa saja faktor yang dapat diperhitungkan dalam penentuan suatu lokasi.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arwi Yudhi Koswara, ST dan Ibu Vely Kukinul S, ST., MT. atas bimbingannya sehingga review

ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan pihak lain yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

Penulis sadar bahwa review ini memiliki banyak memiliki kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga karya ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat kedepannya.

Surabaya, 15 Maret 2016

(3)

ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1

Review Jurnal: Analisis Perencanaan Penentuan Lokasi Terminal Kertonegoro Kabupaten Ngawi. ... 1

BAB II ... 6

KONSEP DASAR TEORI LOKASI ... 6

TEORI CHRISTALLER: JANGKAUAN DAN AREA ... 6

PERSYARATAN PEMBANGUNAN TERMINAL TIPE A ... 7

FUNGSI PENGUMPUL DAN PENGUMPAN TERMINAL ... 7

MODEL NEARSIDE TERMINATING ... 8

BAB III ... 9

PEMBAHASAN ... 9

ALASAN PEMILIHAN LOKASI ... 9

FAKTOR-FAKTOR LOKASI ... 10

IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH ... 10

BAB IV ... 13 PENUTUP ... 13 LESSON LEARNED ... 13 KESIMPULAN ... 13 SARAN ... 15 DAFTAR PUSTAKA ... 16

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Review Jurnal: Analisis Perencanaan Penentuan Lokasi Terminal Kertonegoro Kabupaten Ngawi.

Keberadaan transportasi menjadi salah satu faktor penting yang harus dimiliki suatu kota maupun wilayah, karena transportasi ini merupakan jembatan yang akan menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Karena faktor transportasi sangat penting, langkah yang pemerintah biasa lakukan adalah mewujudkannya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang pembangunan wilayahnya. Dengan kata lain kota atau wilayah akan mampu berkembang dengan cepat jika didukung dengan trasportasi yang baik.

Kabupaten Ngawi berada di ujung barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dengan lokasi yang strategis, berada di jalur perbatasan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, menyebabkan Kabupaten Ngawi memiliki kebutuhan akan penyedian fasilitas umum penunjang transportasi yaitu terminal. Di tahun 2007, Kabupaten Ngawi merelokasi terminal lamanya yang berada di Kecamatan Geneng ke lokasi baru yaitu di Jalan Suryo, Desa Grudo, Kecamatan Ngawi dan baru beroprasi 2 tahun kemudian, tahun 2009. Terminal Kertonegoro Ngawi termasuk dalam klasifikasi terminal Tipe A, yang artinya setiap dari kendaraan penumpang terutama armada bus yang melewati Kabupaten Ngawi wajib untuk masuk terminal. Bangunan terminal ini berdiri di lahan seluas 5 Ha di Desa Grudo, Kecamatan Ngawi.

Awal mula pembangunan terminal baru dilatarbelakangi oleh kondisi terminal lama yang tidak memiliki ijin resmi dari Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi, pengaturan letak dan proses bermanufernya angkutan di dalam terminal yang tidak terbagi jelas, serta minimnya fasilitas yang menjadi bagian utama dan penunjang terminal. Proyek pembanguan yang dianggap visioner oleh pemerintah, karena diharapkan mampu membawa Kabupaten Ngawi siap untuk menghadapi pembangunan jalan tol yang menjadi proyek nasional ini nampaknya kurang bisa diterma dengan baik oleh para pengguna jasa transportasi dan masyarakat. Terbukti pada awal pembangunannya, proyek terminal sempat menuai protes dari berbagai kalangan karena dianggap tidak terlalu urgent dan terkesan memaksakan.

(5)

2 Pembangunan Terminal baru Kertonegoro sebenarnya mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai fasilitas pelayanan publik serta sumber pendapatan daerah. Dengan kewajiban armada bus yang wajib masuk terminal, maka diharapkan akan ada keuntungan ekonomis yang didapatkan seperti, meningkatkan perekonomian khususnya masyarakat sekitar terminal serta meningkatnya pendapatan daerah karena adanya penarikan pajak dari angkutan yang lewat. Namun pada kenyataannya di lapangan, saat ini kondisi fisik dan penentuan lokasi terminal kurang dapat mengoptimalkan sistem pengelolaan dan pelayanan terhadap aktivitas transportasi yang ada. Kebijakan untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Ngawi dalam upaya penempatan sarana terminal di Jalan Suryo, Desa Grudo, Kabupaten Ngawi ini pada kenyataannya sulit untuk diterapkan dengan baik. Keberadaan Terminal Kertonegoro yang diharapkan mampu untuk memicu perkembangan wilayah di sekitanyar ternyata belum mampu tercapai, karena pada kenyataannya perkembangan willayah di sekitar terminal ini tidak terlalu pesat. Selain itu keberadaan Terminal Kertonegoro sebagai pelayanan publik serta sumber pendapatan daerah juga belum tercapai.

Belum maksimalnya pengoprasian Terminal Kertonegoro menyebabkan perkembangan aktivitas dan kegiatan yang ada di sekitar terminal ini tidak berjalan dengan baik. Sepinya aktivitas yang terjadi di terminal Kertonegoro menyebabkan bangunan-bangunan seperti kios, kantin, toilet, dan sarana penunjang lain yang ada di terminal menjadi terbengkalai dan tidak terurus. Kebanyak angkutan umum ini memilih tidak masuk ke dalam terminal untuk menurunkan maupun menaikkan penumpang dan melakukannya di luar terminal yaitu di perempatan terminal lama, atau di pinggir-pinggir jalan utama, karena para penumpang pengguna transportasi bus ini tidak mau atau enggan untuk datang dan menggunakan fasilitas terminal baru.

Faktor-faktor yang mempengaruhi para calon penumpang bus untuk tidak menggunakan Terminal baru Kertonegoro dan memilih untuk naik bus dari perempatan terminal lama diantaranya adalah lokasi dari terminal lama yang berada di Jalan Ir.Soekarno, Kecamatan Geneng dinilai memiliki aksesbilitas yang lebih mudah jika dibandingkan dengan Terminal baru Kertonegoro; di lokasi terminal lama, penumpang juga tidak perlu membayar peron, langsung bisa memilih naik bus patas ataupun ekonomi; alasan lain dari para penumpang memilih naik bus dari terminal lama yaitu lebih menghemat waktu karena bus langsung berangkat (tidak ngetem). Keberadaan Terminal baru Kertonegoro ini sebenarnya sudah dilengkapi dengan

(6)

3 berbagai fasilitas dan sarana-sarana pendukung yang telah memenuhi syarat berdirinya terminal penumpang tipe A. Namun karena sepinya kegiatan di dalam terminal menjadikan bagunan terminal ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ada beberapa bagian bangunan terminal yang akhirnya terbengkalai dan rusak akibat dari sepinya kondisi terminal tersebut.

Oleh karenanya dibutuhkan analisis terhadap perencanaan pembangunan terminal di Kabupaten Ngawi tersebut. Dalam jurnal penelitian dengan judul “Analisis Perencanaan Penentuan Lokasi Terminal Kertonegoro Kabupaten Ngawi”, peneliti menggunakan jenis metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf, hasil wawancara, catatan, memo dan dokumen resmi lain yang dapat mempresentasikan data kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Terminal Kertonegoro, Kabupaten Ngawi dan daerah sekitar yang terpengaruh dengan keberadaan terminal. Alasan pemilihan Terminal Kertonegoro sebagai wilayah studi adalah karena perkembangan wilayah yang diharapkan dari pembangunan terminal dinilai kurang dan juga fasilitas terminal yang telah dibangun pada kenyataannya tidak di fungsikan secara maksimal.

Dalam proses sampling, sumber data juga berperan sebagai informan kunci. Seseorang yang dijadikan informan kunci adalah orang yang hendaknya memiliki pengetahuan dan informasi, atau dekat dengan situasi yang menjadi fokusan masalah dalam penelitian. Penetapan informan kunci dilakukan melalui teknik bola salju atau snowball sampling. Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian menjadi besar layaknya bola salju. Langkah pertama yang dilakukan peneliti dalam penellitian adalah menemukan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data visual atau data nyata langsung dari tempat studi. Data observasi ini berupa diskripsi dari peneliti terkait keadaan dan kondisi terbaru dari Terminal Kertosono. Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi yang lebih mendalam terkait masalah yang diteliti. Dalam kasus Terminal Kertonegoro, wawancara dilakukan pada masyarakat yang berada di sekitar terminal yang juga berperan sebagai informan seperti: pedagang kios, penjaga toilet, pedagang asongan, dll. Dokumentasi ini bisa berupa gambaran peristiwa yang berbentuk tulisan, gambar, atau catatan harian, dll. yang merupakan pelengkap data dari data-data yang dari pengumpulan data-data dengan metode observasi dan wawancara.

(7)

4 Dari hasil pengumpulan data penelitian, ditemukan beberapa data yang diantaranya adalah alasan pertimbangan penentuan lokasi yang mendasari pemerintah dalam menentukan lokasi didirikannya terminal baru tipe A, Terminal Kertoneegoro di Kabepaten Ngawi. Beberapa alasan ini diantaranya adalah terkait dengan ketersediaan lahan dan isu pengembangan wilayah (akan lebih diulas di bab pembahasan). Selain itu ditemukan pula data-data terkait proses perencanaan Terminal Kertonegoro Ngawi; perkembangan yang terjadi pada armada, penumpang dan pedagang setelah adanya terminal dan juga perkembangan yang terjadi pada fisik dari bangunan Terminal Kertonegoro sebagai berikut.

Proses Perencanaan

Pada proses perencanaannya, hal-hal yang dilakukan adalah survey topografi untuk menggambarkan peta kontur. Selanjutnya dilakukan survey penyelidikan tanah untuk menentukan bahan-bahan yang sesuai digunakan dalam pembangunan terminal, dll

Perkembangan Terminal

Perkembangan terminal yang di survei dalam penelitian ini adalah yang terjadi pada penumpang, armada bus dan juga pedagang. Data yang didapatkan dilihat sebagai berikut

a. Kondisi Penumpang

Minat penumpang untuk menggunakan terminal ini kurang. Hal ini dikarenakan lokasi terminal yang sulit untuk dijangkau dan kondisi fisik terminal yang kurang baik. Penumpang lebih banyak yang memanfaatkan eks terminal lama untuk memulai dan mengakiri perjalanannya, karena dirasa lokasinya lebih strategis dari terminal yang sekarang. Selain itu, sedikitnya bus yang masuk terminal juga menyebabkan penumpang enggan untuk memulai dan mengakhiri perjalanannya dari terminal Kertonegoro.

b. Kondisi Bus

Kondisi bus dapat menjadi salah satu indikator perkembangan suatu terminal. Karena semakin banyak armada bus yang memanfaatkan terminal maka secara tidak langsung akan dapat meningkatkan efektivitas terminal. Kondisi terminal Kertonegoro selama ini sepi penumpang. Alasan para sopir ini tidak masuk ke dalam terminal adalah karena sedikitnya penumpang yang terdapat di dalam terminal. Disamping itu kondisi jalan masuk terminal dinilai

(8)

5 kurang baik, banyak terjadi kerusakan, sehingga menyebabkan waktu tempuh ke terminal juga menjadi lebih lama.

c. Kondisi Pedagang

Kondisi Terminal Kertonegoro yang kurang diminati oleh pengguna maupun penyedia jasa transportasi ini sangat merugikan bagi para pedagang yang berjualan disekitar terminal. Sepinya kondisi terminal tidak hanya berdampak pada berkurangnya pendapatan bagi para pedagang ini, namun juga menyebabkan beberapa dari para pedagang ini akhirnya merugi dan gulung tikar. Sebelum terminal direlokasi ke lokasi yang baru, para pedagang kios di sekitar terminal ini biasa membuka kiosnya hingga malam hari. Namun setelah terminal di relokasi, mereka hanya mampu membuka kiosnya hingga pukul 17.00 karena diatas jam tersebut terminal sudah tidak ada kegiatan sama sekali.

Kondisi Fisik Terminal

Dari data yang ditemukan dilapangan, didapatkan data yang menunjukkan hal yang mengejutkan. Terminal Kertonegoro Ngawi yang belum lama beroperasi ini ternyata kurang mendapatkan perhatian bahkan dari pihak pengelolanya sendiri. Akibatnya kondisi fisik dari terminal menjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Tidak hanya kondisi jalan menuju terminal dan toilet yang tidak baik, ternyata kondisi kantor UPT-nya pun sama. Bangunan yang tidak lain merupakan kantor dari pihak pengelola terminal ini juga menunjukkan kondisi yang kurang baik. Beberapa ruangan terlihat berserakan dan tidak difungsikan dengan semestinya. Terminal Kertonegoro terlihat bagus dan megah jika dilihar dari luar. Namun untuk kondisi di dalam terminal tidak menampakkan hal yang sama.

Semua data yang ditemukan ini telah mampu menjawab tujuan dari dilakukannya penelitian. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui alasan atau dasar pertimbangan pemerintah dalam menentukan lokasi pembangunan Terminal Kertonegoro Ngawi; mengetahui proses perencanaan Terminal Kertonegoro Ngawi; mengetahui perkembangan setelah dibangunnya terminal dilihat dari kondisi armada, penumpang, dan pedagang di Terminal Kertonegoro Ngawi, dan juga untuk mengetahui perkembangan Terminal Kertonegoro dilihat dari kondisi fisik terminal.

(9)

6 BAB II

KONSEP DASAR TEORI LOKASI TEORI CHRISTALLER: JANGKAUAN DAN AREA

Dalam penentuan suatu lokasi pembangunan fasilitas umum, teori lokasi klasik yang hendaknya dipertimbangkan adalah Teori Christaller dengan central place theory-nya. Teori ini diperkenalkan pertama kali di tahun 1933 oleh Walter Christaller, seorang geographer yang menjelaskan tentang distribusi spasial kota dalam suatu ruang. Dalam Teori Christaller ini menjelaskan konsep dari jangkauan (range) dan ambang (treshold). Range adalah jarak yang perlu ditempuh manusa untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan pada suatu waktu tertentu. Sedang

threshold adalah area minimal yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan suplai barang. Dalam teori ini diasumsikan bahwa suatu wilayah itu datar dan luas, dihuni oleh sejumlah penduduk dengan kondisi yang merata. Dalam memenuhi kebutuhannya, penduduk memerlukan berbagai jenis barang dan jasa, dan untuk memperoleh kebutuhan tersebut penduduk harus menempuh jarak tertentu dari rumahnya. Jarak tempuh tersebutlah yang disebut dengan range. Pada awalnya, cakupan area pelayanan untuk suatu pusat pasar ini digambarkan dalam bentuk lingkaran dengan jarak tertentu dari pusat. Namun bentuk lingkaran ini dianggap tidak lagi sesuai dengan konsep teori christaller, jika diatur berdampingan lingkaran-lingkaran ini pasti memiliki celah yang artinya ada wilayah yang tidak terjangkau oleh pasar sehingga tidak semua pembeli memiliki daya/kesempatan membeli yang sama. Dari sinilah muncul konsep hexagon area. Konsep hexagon area ini muncul untuk memastikan bahwa seluruh bagian wilayah akan terlayani oleh pasar.

(10)

7 PERSYARATAN PEMBANGUNAN TERMINAL TIPE A

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyediaan fasilitas terminal. Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.31 tahun 1995, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menentuan lokasi terminal bus tipe A diantaranya:

1. Terletak di ibukota propinsi, kotamadya, atau kabupaten dalam jaringan trayek Antar Kota Propinsi dan Lalu Lintas Batas Negara.

2. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A. 3. Jarak antara dua terminal tipe A minimal 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau

Sumatera dan 50 km di pulau lainnya.

4. Luas lahan yang tersedia sekurang–kurangnya 5 Ha untuk Pulau Jawa dan Sumatra dan 3 Ha di pulau lainnya.

5. Mempunyai jalan akses ke dan dari terminal sejauh 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya.

FUNGSI PENGUMPUL DAN PENGUMPAN TERMINAL

Hal yang hendaknya dimemperhatikan dalam merencanakan pembangunan fasilitas, sepeti terminal, adalah terkait adanya fungsi pengumpul dan pengumpan dari fasilitas yang akan dibangun. Fungsi pengumpul artinya fasilitas yang akan dibangun diharapkan yang akan mampu untuk menarik dan menjadi tempat berkumpul atau berhimpun kegiatan-kegiatan lain dalam satu tempat. Seperti contoh: Terminal Bungurasih yang fungsinya adalah mengumpulkan semua kegiatan transportasi dari bus antar kota, bus kota dan juga angkutan umum dalam satu tempat. Sedangkan fungsi pengumpan artinya ada kegiatan dari luar, yang akan memicu maupun mendorong adanya kegiatan di lokasi fasilitas akan dibangun. Contohnya adalah Terminal Bratang, menjadi salah satu terminal pengumpan dari Terminal Bungurasih. Adanya fungsi pengumpul dan pengumpan ini akan memunculkan kegiatan-kegiatan baru yang akan membantu menghidupkan tempat tersebut.

(11)

8 MODEL NEARSIDE TERMINATING

Pengembangan terminal dengan model nearsite terminating

adalah pengembangan terminal yang ditempatkan di tepi kota. Model nearsite terminating ini mirip dengan konsep dekosenstrasi planologi, yaitu konsep yang biasa digunakan untuk menyelesakan masalah perkotaan terutama kota-kota besar dengan meningkatkan fasilitas di pusat kota dan sekaligus untuk mengembangkan wilayah di pinggiran kota.

(12)

9 BAB III

PEMBAHASAN ALASAN PEMILIHAN LOKASI

Alasan utama dipilihnya lahan kosong yang berada di Jalan Suryo, Desa Grudo, Kecamatan Ngawi sebagai lokasi dibangunnya terminal baru di Kabupaten Ngawi adalah dikarenakan tidak ditemukannya lokasi lain yang dinilai sesuai oleh pemerintah daerah dan memenuhi syarat ketersediaan lahan untuk membangun terminal bus tipe A di Kabupaten Ngawi. Lahan seluas minimal 5 Ha yang menjadi syarat dibangunnya terminal bus dengan tipe A, tidak akan mungkin ditemukan di tengah-tengah kota. Selain ketersediaan lahan di kota yang terbatas, harga lahan di kota juga tinggi. Terbukti pada rencana perluasan terminal lama yang tidak terealisasi, karena adanya kendala dalam hal pembebasan lahan. Dimana warga di sekitar eks terminal lama ini mematok harga tinggi untuk tanah yang mereka. Hal terkait pembebasan lahan juga kembali menjadi masalah dalam wacana relokasi terminal ke Desa Watualang dekat Rumah Makan Duta. Sulitnya pemerintah dalam menyelesaikan masalah pembebasan lahan inilah yang menjadikan pemerintah akhirnya enggan membangun Terminal Kertonegoro di tengah kota dan memilih menggunakan lokasi eks tanah bengkok milik Bapak Bupati yang terletak di pinggir kota yakni di Jalan Suryo, Desa Grudo, Kecamatan Ngawi sebagai lokasi pembangunan terminal. Selain ketersediaan lahannya yang memenuhi syarat, dalam pembebasan lahannyapun pemerintah tidak mengalami kesulitan dan juga eks tanah bengkok milik Bupati ini jmampu dibeli dengan harga yang lebih rendah. Adanya terminal di lokasi tersebut, diharapkan mampu mendorong pembangunan di wilayah Kabupaten Ngawi. Tersedianya transportasi yang efektif dan efisien tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian suatu kota/wilayah. Dalam jurnal diketahui bahwasanya alasan lain yang melatarbelakangi penentuan lokasi Terminal Kertonegoro yang berada di pinggir kota sebelah barat ini adalah untuk memeratakan pembangunan di Kabupaten Ngawi. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa adanya terminal di lokasi tersebut diharapkan mampu merangsang munculnya kegiatan-kegiatan baru di sekitar terminal.

(13)

10 FAKTOR-FAKTOR LOKASI

a. Access

Lokasi dari Terminal baru Kertonegoro berada di Jalan Suryo, Desa Grudo, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Akses menuju terminal dinilai mudah karena terletak di Jalan Suryo yang merupakan jalan arteri, sehingga terminal akan mudah dijangkau dari segala arah,

b. Wilayah yang dilayanani

Dibangunnya terminal bus dengan tipe A di Kabupaten Ngawi tersebut adalah untuk melayani transportasi masyarakat yang dari maupun akan ke Kabupaten Ngawi.

c. Fungsi Pengumpul dan Pengumpan

Karena yang akan dibangun adalah terminal, jadi harus memperhatikan fungsi terminal sebagai pengumpul dan pengumpan. Apakah nantinya terminal ini akan mampu mengumpulkan banyak kegiatan transportasi seperti bus antar kota maupun angkutan kota, dll. atau malah terminal ini akan sepi kegiatan.

d. Kebutuhan Lahan Minimal Terminal Tipe A

Adanya kebutuhan akan lahan yang tidak sedikit, yakni minimal 5 Ha, sebagai persyaratan dibangunnya terminal tipe A ini, akhirnya membuat pemerintah daerah Kabupaten Ngawi akhirnya mencari lokasi terbaik dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan dan juga harga lahan. Sehingga ditunjuklah eks tanah bangkok bupati sebagai lokasi pembangunan terminal.

IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH

Dari yang telah di jelaskan dalam jurnal, bahwasannya lokasi Terminal baru Kertosono yang berada di Jalan Suryo, Desa Grudo, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi ini memiliki luas lahan 5 Ha. Hal ini sesuai dengan yang ada dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.31 tahun 1995 yang menyatakan bahwa salah satu syarat diperbolehkannya pembangunan terminal tipe A adalah luas lahan sekurang-kurangnya 5 Ha untuk Pulau Jawa dan 3 Ha untuk pulau lainnya. Jadi kesesuaian teori dengan ketersediaan lahan untuk Terminal Kertonegoro ini sudah memenuhi.

Untuk fungsi terminal sebagai pengumpan dan pengumpul, pada awal setelah terminal ini diresmikan, tahun 2009, belum banyak terlihat kegiatan yang terjadi di dalam terminal. Keadaan terminal yang terkesan sepi ini terjadi diluar ekspektasi

(14)

11 pemerintah. Masyarakat yang diharapkan membanjiri terminal untuk memulai dan mengakhiri perjalannya ternyata enggan untuk menggunakan terminal. Mereka memilih naik dan turun bus diluar area terminal. Sikap dari masyarakat inilah yang akhirnya memunculkan terminal-terminal bayangan di titik tertentu di Kabupaten Ngawi. Salah satu titik yang ramai digunakan untuk naik turunnya bus adalah di eks terminal yang berlokasi di Jalan Ir. Soekarno, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi. Jika dilihat dari peta jaringan jalan, Kabupaten Ngawi ini masih terlihat memiliki dua lokasi terminal yaitu pada lokasi eks terminal dan juga Terminal Kertonegoro yang saat ini beroperasi. Berdasarkan jaringan jalan yang ada, lokasi eks terminal yang berada di Kecamatan Geneng ini dinilai mempunyai aksesbilitas yang lebih tinggi daripada lokasi Terminal Kertonegoro yang sekarang, ini karena lokasi eks terminal berada pada jaringan jalan nasional dengan akses mudah dan juga dilalui oleh banyak trayek bus antar kota. Selain itu, lokasi eks terminal juga berada pada lokasi yang strategis, dimana merupakan pertemuan berbagai jalur kendaraan dari beberapa wilayah serta dekat dengan pusat kegiatan masyarakat, misalnya perkantoran, sekolah, dan pusat perdagangan. Lokasi Terminal Kertonegoro yang terletak di Jalan Suryo dirasa kurang strategis karena pada dasarnya terminal baru ini didirikan pada lokasi yang hanya dilalui oleh beberapa trayek bus, sehingga armada bus lain harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mencapai Terminal Kertonegoro. Karena lokasi dari Terminal Kertonegoro dianggap sulit untuk dijangkau, masyarakat akhirnya memilih menunggu bus di tempat biasa, yaitu perempatan eks terminal yang sudah pasti dilewati juga oleh bus. Namun sekarang mulai sedikit berbeda, setelah adanya kebijakan dari pemerintah yang mewajibkan seluruh bus yang melewati Kabupaten Ngawi untuk singgah dan mengambil penumpang di dalam Terminal Kertonegoro, tidak terkecuali bus patas. Beberapa waktu yang lalu, sering dilakukan penertiban oleh petugas dari Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi untuk para sopir bus yang sering ngetem maupun menaikkan penumpang diluar terminal. Bagi para sopir bus yang melanggar, sopir bus ngetem maupun menaikkan penumpang diluar terminal, akan dikenai sanksi tilang oleh petugas. Budaya masyarakat Indonesia yang tidak taat aturan dan juga seenaknya sendiri memang tidak bisa hilang, karena sudah mendarah daging. Sehingga jangan salahkan, jika keadaan Terminal Kertonegoro kembali sepi penumpang kalau penertiban ini juga longgar dilakukan. Jadi, dapat dikatakan bahwa sebenarnya tidak ditemukan fungsi terminal sebagai pengumpul dan pengumpan dari bangunan

(15)

12 Terminal Kertonegoro ini. Ada baiknya jika pemerintah menghidupkan dulu daerah sekitar terminal, sehingga terminalpun ikut hidup. Karena selama ini, Terminal Kertonegoro ini tidak pernah hidup lebih lama dari jam 17.00.

Jika pembangunan terminal ini di kaitkan dengan teori lokasi klasik, teori yang bisa diterapkan adalah Teori Christaller yang membahas tentang central place theory. Konsep yang diangkat oleh teori christaller adalah keterjangkauan dan ambang wilayah yang dilayani. Artinya suatu “pasar” itu ada untuk memenuhi kebutuhan mesyarakat. Contoh pasar di kasus ini adalah terminal. Terminal Kertonegoro ini ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Ngawi akan moda transportasi massal yaitu bus antar kota/provinsi dan juga angkot. Jangkauan pelayanan dari Terminal Kertonegoro ini juga tidak terbatas wilayah Kabupaten Ngawi, namun juga daerah sekitar Kabupaten Ngawi seperti Kabupaten Sragen dan Karanganyar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi di bagian barat. Sedangkan bagian timur Kabupaten Ngawi bisa dilayani oleh jangkauan pelayanan Terminal Purboyo di Madiun yang berada di bagian timur Kabupaten Ngawi.

Penggunaan model nearsite terminating ini kurang cocok digunakan dalam pengembangan Terminal Kertonegoro, karena pada kenyataannya Kabupaten Ngawi bukanlah kota besar dengan permasalahan perkotaan yang kompleks. Sehinggga tidak seharusnya model nearsite terminating digunakan dalam menentukan lokasi Terminal Kertonegoro Ngawi. Kebutuhan Kabupaten Ngawi akan transportasi massal ini juga tidak terlalu besar, karena Ngawi bukan merupakan tujuan utama sepertihalnya Jogja dan Surabaya yang merupakan kota singgah. Sehingga sangat disayangkan jika masyarakat yang benar-benar menggunakan bus sebagai moda transportasi utama, menjadi enggan menggunakannya lagi karena akses yang jauh. Meski kegiatan didalam terminal ini sepi, namun adanya terminal ini ternyata cukup mepengaruhi perkembangan pembangunan di wilayah sekitar terminal. Ini terbukti dengan mulai berdiri pusat kegiatan masyarakat seperti Rumah Sakit dan perumahan di sekitar terminal.

(16)

13 BAB IV

PENUTUP LESSON LEARNED

Dalam jurnal, diketahui bahwa dalam penentuan lokasi terminal di Kabupaten Ngawi ini memiliki banyak kelemahan daripada kelebihan. Beberapa kelemahan dari penempatan lokasi terminal Ngawi ke tempat baru adalah akses, tidak ditemukannya fungsi pengumpul dan pengumpan pada terminal. Akses menjadi kelemahan dari Terminal Kertonegoro, karena akses dari terminal ini memang tidak baik. Kerusakan jalan serta jaraknya yang jauh menjadi salah satu faktor masyarakat maupun penyedia transportasi enggan menggunakan terminal ini. Tidak ditemukannya faktor pengunpul dan pengumpan pada terminal menjadi suatu kelemahan, karena hal ini menjadikan terminal itu seperti tidak pernah ada. Untuk itulah dibutukan suatu kegiatan pendukung untuk menghidupkan kembali terminal. Contoh tempat rekreasi maupun tempat makan/restoran yang sekiranya bisa menghidupkan daerah sekitar terminal lebih lama, sehingga nantinya terminalpun akan ikut hidup.

Selain kelemahan, terdapat pula kelebihan. Kelebihan dari adanya terminal ini adalah mulai terbangun wilayah sekitar terminal yang dapat dibuktikan dengan keberadaan perumahan serta rumah sakit meski kegiatan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan transportasi di terminal itu sendiri.

KESIMPULAN

Dari apa yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Alasan pemilihan lokasi

Alasan utama dipilihnya lahan kosong yang berada di Jalan Suryo, sebagai lokasi dibangunnya terminal baru di Kabupaten Ngawi adalah dikarenakan tidak ditemukannya lokasi lain yang dinilai sesuai oleh pemerintah daerah dan memenuhi syarat ketersediaan lahan untuk membangun terminal bus tipe A di Kabupaten Ngawi. Sulitnya pemerintah dalam menyelesaikan masalah pembebasan lahan, menjadikan pemerintah akhirnya memilih menggunakan lokasi eks tanah bengkok milik Bapak Bupati yang terletak di pinggir kota sebagai lokasi pembangunan terminal. Selain ketersediaan lahannya yang memenuhi syarat, pemerintah daerah juga tidak mengalami kesulitan dalam pembebasan lahan di lokasi ini, ditambah lagi

(17)

14 lahan ini dapat dibeli dengan harga yang lebih rendah. Adanya terminal di lokasi tersebut, diharapkan mampu untuk mendorong pembangunan di wilayah Kabupaten Ngawi. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa adanya terminal di lokasi tersebut diharapkan mampu merangsang munculnya kegiatan-kegiatan baru di sekitar terminal.

2. Faktor-faktor lokasi

a. Access; lokasi dari Terminal baru Kertonegoro berada di Jalan Suryo yang merupakan jalan arteri, sehingga terminal akan mudah dijangkau dari segala arah.

b. Wilayah yang dilayanani; dibangunnya terminal bus dengan tipe A di Kabupaten Ngawi adalah untuk melayani kegiatan transportasi masyarakat yang dari maupun akan ke Kabupaten Ngawi.

c. Fungsi Pengumpul dan Pengumpan; fungsi terminal sebagai pengumpul dan pengumpan akan menentukan nantinya terminal ini akan berfungsi baik atau buruk. Baik jika kegiatan transportasi lancar atau malah buruk karena terminal sepi kegiatan.

d. Kebutuhan Lahan Minimal Terminal Tipe A; dibutuhkannya lahan minimal 5 Ha, sebagai persyaratan dibangunnya terminal tipe A ini tidak akan terpenuhi didalam kota, sehingga pemerintah memilih membangun terminal ini di daerak lebih luar dari pusat kota.

3. Implikasi teori terhadap lokasi yang dipilih

 Kesesuaian teori kebutuhan lahan minimum dengan ketersediaan lahan untuk Terminal Kertonegoro ini sudah sesuai, karena telah mampu memenuhi syarat luas minimal lahan 5 Ha untuk penyediaan terminal bus tipe A.

 Untuk fungsi terminal sebagai pengumpan dan pengumpul, pada awal setelah terminal ini diresmikan, tahun 2009, belum banyak terlihat kegiatan yang terjadi di dalam terminal. Mulai sedikit berbeda, setelah adanya kebijakan dari pemerintah yang mewajibkan seluruh bus yang melewati Kabupaten Ngawi untuk singgah dan mengambil penumpang di dalam Terminal Kertonegoro, tidak terkecuali bus patas. Sering dilakukan penertiban oleh petugas dari Dinas Perhubungan Kabupaten Ngawi untuk para sopir bus yang sering ngetem maupun menaikkan penumpang diluar terminal juga mampu meningkatkan jumlah kegiatan didalam terminal.

(18)

15 Diperluakan suatu kegiatan baru yang akan menghidupkan dulu daerah sekitar terminal, sehingga terminalpun akan ikut hidup. Karena selama ini, Terminal Kertonegoro ini tidak pernah hidup lebih lama dari jam 17.00.  Jika pembangunan terminal ini di kaitkan dengan teori lokasi klasik, teori yang bisa diterapkan adalah Teori Christaller yang membahas konsep keterjangkauan dan ambang wilayah yang dilayani. Artinya suatu “pasar” itu ada untuk memenuhi kebutuhan mesyarakat. Terminal Kertonegoro ini adalah salah satu pasar yang ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Ngawi akan moda transportasi massal yaitu bus antar kota/provinsi dan juga angkot.

 Penggunaan model nearsite terminating ini kurang cocok digunakan dalam pengembangan Terminal Kertonegoro, karena kebutuhan Kabupaten Ngawi akan transportasi massal bus tidak terlalu besar, karena sehingga sangat disayangkan jika masyarakat yang benar-benar menggunakan bus sebagai moda transportasi utama, menjadi enggan menggunakannya lagi karena akses yang jauh. Walaupun kegiatan didalam terminal ini tidak banyak, namun adanya terminal ini ternyata cukup mepengaruhi perkembangan pembangunan di wilayah sekitar terminal, terbukti dengan mulai berdiri pusat kegiatan masyarakat seperti Rumah Sakit dan perumahan di sekitar terminal.

SARAN

Untuk menghidupkan kembali Terminal Kertonegoro, ada beberapa hal yang bisa dilakukan seperti:

 Seringnya dilakukan penertipkan untuk para penyedia transportasi, agar tidak menaikan maupun menurunkan penumpang selain di dalam terminal. Hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada bertambahnya jumlah kegiatan didalam terminal.

 Didorongnya daerah sekitar terminal untuk kegiatan jasa komersil, yang sekiranya dapat menghidupkan area sekitar terminal untuk waktu yang lebih lama, yakni melebihi jam 17.00 dimana saat itulah biasanya sudah tidak ada lagi kegiatan di terminal.

(19)

16 DAFTAR PUSTAKA

Santoso, E. Budi; Umilia, Ema; dan Aulia, Belinda U. 2002. Diktat Analisa Lokasi dan Keruangan. Surabaya.

Septiana, Dea. n/d. Analisis Perencanaan Penentuan Lokasi Terminal Kertonegoro Kabupaten Ngawi. Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kendali genetik pewarisan sifat ketahanan cabai ( C. annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh

Vanajanselällä, Vesijärvellä ja Pääjärvellä tutkittiin kuhan kalastuksen ohjauksen vaikutuksia kuhakantaan, kuhan saaliskalakantoihin ja muiden petokalojen runsauteen vuosina

1) Pegawai di KPP Pratama Malang Selatan sebaiknya membuat suatu terobosan baru untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai pajak terkait dengan pemanfaatan teknologi

[r]

Modul pelatihan simulasi aliran 1-dimensi dengan bantuan paket program hidrodinamika hec-ras UGM , Juni 2014.. The Study On Belawan Padang Integrated River Basin

و ةرسلا ىف ةايحلا ؛ةسردملا ىف ةماعلا قفارملا ؛ةيصخشلا تانايبلا ابلطلا نكس ىف dengan memperhatikan unsur kebahasaan, struktur teks dan unsur budaya secara benar

Foto Banjir Akibat Luapan Sungai Belawan. Universitas

Manfaat dari penelitian ini adalah hasil evaluasi yang telah dilakukan melalui pengujian secara eksperimen dapat memberikan informasi apakah kemudi konvensional