• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Kewajiban Negara Penerima DalamMemberikan Perlindungan Terhadap Perwakilan Diplomatik Asing Kaitannya dengan Prinsip Externa Rationae Khususnya Dalam Kasus Indonesia Malaysia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Kewajiban Negara Penerima DalamMemberikan Perlindungan Terhadap Perwakilan Diplomatik Asing Kaitannya dengan Prinsip Externa Rationae Khususnya Dalam Kasus Indonesia Malaysia."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah diploma berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang dapat diartikan sebagaisurat kepercayaan. Perkataan diplomasi kemudian menjelma menjadi istilah diplomat, diplomasi, dan diplomatik. 1 Pada jaman Romawi Kuno para pedagang melintasi jalan-jalan melalui pos-pos tentara dengan

membawa diploma. Diploma yang berbentuk logam tipis bundar yang diberi cap dan disebutkan keahlian/kepandaian serta bakat orang yang membawanya,

dan orang yang membawa diploma tersebut disebut diplomat. Kemudian,

diploma yang berbentuk logam tipis itu diganti dan disempurnakan menjadi

passport(to pass a port= izin untuk melintasi portal).

Demi mencegah kepalsuan keterangan yang tercantum dalam diploma (passport)itu diadakanlah kantor-kantor perwakilan (disebut res diplomatica) untuk memeriksa apakah paspor itu benar asli atau palsu. Kantor perwakilan

itu dewasa ini lebih sering disebut dengan kedutaan (embassy).2 Menurut Sumaryo Suryokusumo, diplomasi adalah kegiatan politik dan merupakan

bagian dari kegiatan internasional yang saling berpengaruh dan kompleks,

dengan melibatkan pemerintah dan organisasi internasional untuk mencapai

tujuan-tujuannya, melalui perwakilan diplomatik atau organ-organ lainnya.3

1

C. S. T. Kansil dalam Syahmin,Ak.,Hukum Diplomatik: Dalam Kerangka Studi Analisis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 3.

2

Ibid, hlm. 4.

3

Sumaryo Suryokusumo dalam Syahmin, Ak, Ibid, hlm.6.

(2)

Politik luar negeri sebenarnya ditujukan untuk memajukan dan

melindungi kepentingan negara, sedangkan fungsi utama dari diplomasi

adalah melindungi dan memajukan kepentingan nasional. oleh sebab itu, para

petugas di bidang diplomasi berusaha menjaga hubungan baik antara para

kepala negara, melindungi kepentingan negara dan warganya, dengan sopan

santun, baik dalam tutur kata maupun dalam tindakan. Pada umumnya

negara-negara yang bersahabat memilki kepentingan dan keinginan untuk saling

meningkatkan hubungan yang lebih baik. Untuk itulah diperlukan petugas

khusus sebagai wakilnya. Inilah yang menjadi awal dari adanya pejabat

diplomatik.

Hubungan diplomatik bermula dari adanya suatu kebiasaan yang dapat

dilihat jauh sebelum bangsa-bangsa di dunia mengenal tentang diplomatik

secara terstruktur seperti saat ini. Hal ini sudah ada sejak zaman Hindia Kuno

dan disebut dengan istilah “duta”, hubungan ini dilakukan antar raja maupun

kerajaan.4Sedangkan untuk Benua Eropa sendiri mengenal sistem pengiriman

dan penempatan duta pada abad ke-16, hal tersebut juga masih berupa

pengaturan dalam Hukum Kebiasaan, barulah setelah adanya Kongres Wina

tahun 1815 ini kemudian membuahkan hasil yang berupa kesepakatan antara

raja-raja untuk membuat Hukum Kebiasaan terkodifikasi. Dalam Konvensi

Wina 1815 ini telah menentukan penggolongan pangkat diplomatik yang

kemudian diubah dalam Protokol Aix-la-Chapelle pada tahun 1818.5 Usaha

4

Setyo Widagdo dan Hanif Nur Widhiyanti,Hukum Diplomatik dan Konsuler (Buku Ajar untuk Mahasiswa), (Malang: Banyu Media Publishing, 2008), hlm.9.

5

(3)

untuk mengkodifikasikan Hukum Diplomasi ini dilakukan kembali oleh Liga

Bangsa-Bangsa pada tahun 1927. Liga Bangsa-Bangsa membentuk semacam

komite ahli untuk membahas mengenai perkembangan Hukum Internasional

dan mengenai hal ini komite ahli yang dibentuk oleh Dewan

merekomendasikan maslah Hubungan Diplomasi. Akan tetapi, Dewan Liga

Bangsa-Bangsa tidak menerima hasil rekomendasi dari komite ahli ini dalam

agenda konferensi Den Haag pada tahun 1930 dengan alasan bahwa belum

saatnya untuk merumuskan suatu kesepakatan mengenai hubungan diplomatik

mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik.6

Berbeda dengan konferensi yang diadakan oleh negara-neggara

Amerika di Havana pada tahun 1928 yang telah menetapkan dua konvensi

yang salah satunya mengatur mengenai Pejabat Diplomatik. Konvensi ini telah

mendapat ratifikasi dari dua belas negara Amerika, akan tetapi Amerika

Serikat lebih memilih untuk tidak meratifikasinya karena dalam konvensi

tersebut dicantumkan mengenai ketentuan suaka diplomatik yang dianggapnya

tidak tepat dan dapat menimbulkan adanya keberatan. Namun, konvensi

Havana ini memiliki dampak yang cukup besar bagi Hukum Internasional

khususnya Hukum Diplomatik. Setelah didrikannya Perserikatan

Bangsa-Bangsa pada tahun 1945, dua tahun kemudian dibentuklah Komisi Hukum

Internasional yang menangani permasalahan menyangkut Hukum

Diplomatik.7 Komisi Hukum Internasional ini telah menangani 27 topik dan

sub-topik yang tujuh diantaranya menyangkut hukum diplomatik itu sendiri,

yang antara lain:

6

Sumaryo Suryokusumo,op. Cit, hlm. 10.

7

(4)

1. Pergaulan dan Kekebalan Diplomatik;

2. Pergaulan dan Kekebalan Konsuler;

3. Misi-misi Khusus;

4. Hubungan antara Negara dengan Organisasi Internasional (Bagian I);

5. Masalah Perlindungan dan Tidak Diganggut Gugatnya Para Pejabat

Diplomatik dan orang-orang lainnya yang berhak memperoleh

Perlindungan Khusus menurut Hukum Internasional;

6. Status Kurir Diplomatik dan Kantong Diplomatik yang tidak diikut

sertakan pada Kurir Diplomatik;

7. Hubungan antara Negara dengan Organisasi Internasional (Bagian II).8

Indonesia sudah lama menjalin hubungan diplomatik dengan Negara

tetangga Malaysia, namun hubungan tersebut selain banyak manfaatnya juga

banyak menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak, seperti misalnya

masalah sengketa perbatasan kedua Negara yang acap kali menimbulkan

perselisihan dan memanasnya hubungan kedua Negara. Salah satu kasus

tersebut adalah pelemparan gedung Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta

dengan kotoran manusia oleh demonstran yang memprotes tindakan Malaysia

yang menangkap 3 orang petugas dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan)

Indonesia yang dianggap telah melewati batas wilayah negaranya.

Kasus pelemparan tersebut terjadi pada, Senin, 23 Agustus 2010 ketika

sedang terjadi unjuk rasa massa dari LSM Bendera di Jalan HR. Rasuna Said,

Jakarta. Pelemparan tersebut sebagai bentuk kekesalan dari para pendemo

8

(5)

yang menganggap pihak Malaysia selalu menginjak-injak kedaulatan dari

Indonesia.

Kejadian ini mendapat sorotan tajam dari pemerintah kedua Negara.

Pemerintah Negara Malaysia meminta agar pelaku pelemparan kotoran

terhadap gedung Kedutaan Besar Malaysia agar ditangkap.9 Pemerintah

Indonesia sendiri menghimbau agar para demonstran dalam menyampaikan

aspirasinya tidak dalam perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada anarkhis.

Kasus tersebut sangat menarik, karena apabila dikaitkan dengan

prinsip externa rationae pihak Indonesia dapat dipersalahkan karena dianggap

lalai dalam memberikan perlindungan terhadap perwakilan diplomatik

Malaysia dalam menjalankan tugas perwakilannya. Dan pihak Malaysia

sendiri sudah melayangkan nota protes kepada Pemerintah Indonesia terkait

dengan terjadinya peristiwa tersebut.

Sebagai negara penerima, Indonesia juga tentunya mengenal prinsip

mengenai Perlindungan di luar lingkungan Gedung Perwakilan Asing

(Externa Rationae). Dalam hal ini lebih banyak menyangkut situasi di luar lingkungan gedung perwakilan asing, adanya gangguan-gangguan yang terjadi

di tempat-tempat yang berada di luar gedung perwakilan, namun masih berada

di sekitar gedung perwakilan tersebut. Walaupun gangguan-gangguan itu

terjadi atau dilakukan di luar exterritorial seperti perbaikan-perbaikan jalan, pembangunan-pembangunan lainnya di sekitar gedung tersebut (pembuatan

kereta api bawah tanah), unjuk rasa atau demonstrasi dan kegiatan-kegiatan

9

(6)

lainnya seperti pemasangan plakat-plakat serta mempertontonkan spanduk dan

lain-lainnya di luar gedung perwakilan asing, semuanya itu dapat merupakan

gangguan terhadap ketenangan perwakilan dalam menjalankan misinya

ataupun dapat menurunkan harkat dan martabat dari perwakilan asing di suatu

negara yang pada hakikatnya dapat bertentangan dengan arti dan makna dari

pasal 22 (2) Konvensi Wina 1961. Pasal ini mengakibatkan kewajiban yang

sudah ada guna menunjukkan kesungguhan dalam melindungi perwakilan

asing yang berada di suatu Negara.10 Menurut Satow’s, baik gedung

perwakilan maupun rumah kediaman diplomat, keduanya menurut hukum

internasional harus diperlakukan sama11, yaitu mendapat perlindungan yang

memadai dari negara penerima.12

Sesungguhnya tidak dapat diganggu-gugatnya perwakilan asing itu,

menyangkut dua aspek. Aspek pertama, mengenai kewajiban negara penerima

untuk memberikan perlindungan sepenuhnya sebagai perwakilan asing di

negara tersebut dari setiap gangguan. Bahkan bila terjadi keadaan luar biasa

seperti putusnya hubungan diplomatik, atau terjadinya konflik bersenjata

antara negara pengirim dengan negara penerima, kewajiban negara penerima

untuk menerima dan melindungi gedung perwakilan asing itu sendiri berikut

harta milik dan arsip-arsip tetap harus dilakukan.13 Aspek kedua adalah,

kedudukan perwakilan asing itu sendiri yang dinyatakan kebal dari

pemeriksaan termasuk barang-barang yang ada dan juga arsip-arsip.

10

Ian Brownlie dalam Sumaryo Suryokusumo,Op. Cit, hlm. 80-81.

11

Satow’s dalam Syahmin, Ak.,Op. Cit., hlm. 137.

12

Satow’s, dalamIbid., hlm., 213

13

(7)

Namun yang menjadi hal terpenting adalah pencegahan akan

terjadinya gangguan ketenangan perwakilan atau gangguan yang dapat

menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing di suatu negara. Hal ini

dapat juga diartikan dengan kekebalan di lingkungan gedung perwakilan itu

sendiri. Karena itu perlindungan dari negara penerima yang diberikan, bukan

saja dilakukan di gedung perwakilan, melainkan juga di luarnya ataupun di

lingkungan sekitarnya.14

B. Rumusan Masalah

Apakah Indonesia sebagai Negara penerima telah melaksanakan

kewajiban dalam memberikan perlindungan terhadap perwakilan diplomatik

khususnya dalam kasus Indonesia-Malaysia menurut Konvensi Wina 1961?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kewajiban dari Indonesia sebagai Negara

penerima misi diplomatik dari Malaysia, telah memberikan perlindungan

yang memadai terhadap keberlangsungan tugas perwakilan diplomatik itu

sendiri.

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sebagai sarjana hukum.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian hukum ini dapat dibagi atas dua bagian, antara

lain:

14

(8)

a. Manfaat teoritis adalah untuk mengembangkan Ilmu pengetahuan

dalam bidang hukum, khususnya bidang Hukum Internasional, yaitu

Hukum Diplomatik dan Konsuler. Dapat dilihat dari hasil penelitian ini

nantinya bagi pelaksanaan prinsip-prinsip keistimewaan dan kekebalan

diplomatik di negara penerima, khususnya mengenai prinsip externa rationae.

b. Manfaat praktisnya, antara lain;

1. Bagi pihak Pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Luar

Negeri sehubungan dengan pemberian perlindungan terhadap

gedung Perwakilan Asing lainnya yang ada di Jakarta.

2. Bagi peneliti, untuk mengetahui sejauh mana perlindungan

yang sudah diberikan oleh Pemerintah Indonesia sebagai

negara penerima (Receiving State) dalam melaksanakan prinsip

externa rationaedalam kasus yang peneliti teliti ini.

3. Bagi Mahasiswa, fakultas hukum khususnya, agar dapat

mengerti dalam menerima perwakilan diplomatik, sebagai

negara peneriama Indonesia juga harus memberikan semacam

fasilitas perlindungan bagi keberhasilan keberlangsungan tugas

perwakilan diplomatik dari suatu negara sahabat.

E. Keaslian Penelitian

Dengan ini menyatakan bahwa permasalahan hukum yang dibahas,

(9)

terhadap Perwakilan Diplomatik Asing Dalam Kaitannya Dengan Kasus

Indonesia-Malaysia: Implementasi PrinsipExterna Rationaemerupakan karya asli, dan sepengetahuan peneliti belum pernah ada penelitian yang serupa

dengan judul penelitian yang peneliti angkat, jadi penelitian ini bukan

merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil penelitian lain. Jika nantinya

diketemukan permasalahan hukum yang serupa dengan yang peneliti teliti,

maka penelitian ini akan melengkapinya. Hal ini dapat dibuktikan dengan

membandingkan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti terdahulu, yaitu:

1. Sabrina Lolo Brigitda, nomor mahasiswa 06 05 09392, Fakultas

Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dengan judul penelitian,

“Penerapan Asas Interna Rationae dan Externa Rationae Dalam Hubungan Diplomatik Antar Negara Berdasarkan Konvensi Wina 1961”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan atas asas Interna Rationae dan Externa rationae dalam

hubungan diplomatic antar Negara;

2. Lusia Alfa Nainggolan, nomor mahasiswa 06 05 09394, Fakultas

Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, judul penelitian, “ Konsep

Kekebalan (Immunity dan Inviolability) Bagi Pejabat Diplomatik di Negara Penerima: Implementasi dan Penyalahgunaan”. Tujuan

penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tindakan yang

dilakukan, baik Negara Pengirim maupun Negara Penerima, apabila

(10)

inviolability-nya di Negara penerima. Bagi Negara pengirim sendiri bila mengetahui Pejabat diplomatiknya menyalahgunakan kekebalan

(immunity dan inviolability) di Negara penerima, maka Negara pengirim akan melakukan waiver, yaitu penanggalan kekebalan diplomatic dan recall, yaitu pemanggilan pulang bagi pejabat diplomatic tersebut. Sedangkan Negara penerima akan menyatakan

Persona non Grata, serta meminta Negara Pengirim untuk mengadili, menghukum Pejabat diplomatic tersebut sesuai dengan hukum

negaranya serta melakukan pengusiran.

3. Monica Farah Paramitha, nomor mahasiswa 01 05 07434, Fakultas

Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, judul penelitian,

“Tindakan Penyadapan terhadap Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yangoon (Myanmar) dikaitkan dengan Pasal 22 dan 7 Konvensi Wina 1961”. Dari penelitian tersebut didapatkan suatu kesimpulan bahwa Pemerintah Myanmar sebagai Negara Penerima tidak

melakukan pertanggungjawaban, yaitu dengan tidak melakukan

permintaan maaf/memberikan ganti rugi materiil atas tindakannya

tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Perbedaan antara karya peneliti dengan karya dari para peneliti

sebelumnya dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain dari rumusan

masalah pembahasan skripsi yang dilakukan oleh Sabrina Lolo Brigitda,

(11)

Sedangkan dengan hasil karya dari Lusia Alfa Nainggolan dapat

dilihat perbedaannya, saudara Lusia lebih menyoroti mengenai kekebalan

diplomatik itu sendiri dan juga mengenai penyalahgunaannya. Dan dalam

rumusan masalah milik saudara Monica Farah Paramitha yang lebih

menyoroti mengenai pertanggungjawaban Pemerintah Myanmar atas

tindakan penyadapan yang dilakukan kepada Kedutaan Besar Indonesia di

Myanmar, dimana hal tersebut lebih menyoroti mengenai aspek dari

prinsipInterna Rationae.

Penelitian yang disusun ini lebih mengkhususkan pada kajian

mengenai prinsip Externa Rationae yang seharusnya dijamin pelaksanaannya oleh negara penerima, dan dalam hal ini supaya

pembahasan lebih konkret, penulisan ini menyoroti mengenai kasus

pelemparan Gedung Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta dengan kotoran

oleh demonstrans pada saat terjadi demonstrasi di depan gedung tersebut

pada Senin, 23 Agustus 2010.

F. Batasan Konsep

1. Kewajiban

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan

pengertian kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan, sesuatu

yang harus dilaksnakan; sesuatu yang berkenaan dengan tugas atau

pekerjaan.15

15

(12)

2. Negara Penerima (Receiving State)

Adalah Negara tempat misi perwakilan diplomatik dari suatu

Negara pengirim itu berlangsung/ditempatkan. Sebagai tindakan

timbal-balik dari adanya suatu hubungan diplomatik bilateral antara

kedua Negara. Dan dari pihak Negara penerima itu sendiri terbebani

dengan kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap

perwakilan diplomatik itu baik kepada para pejabatnya maupun kepada

gedung perwakilan diplomatik asing. Atau menurut Sumaryo

Suryokusumo dalam bukunya yang berjudul Hukum Diplomatik Teori

dan Kasus, Negara Penerima adalah negara yang menurut kesepakatan

bersama telah menyetujui untuk menerima pembukaan suatu

Perwakilan Diplomatik/Konsuler di negaranya.16

3. Negara Pengirim (Sending State)

Adalah negara yang atas dasar kesepakatan bersama telah

memutuskan untuk membuka perwakilan diplomatik/konsuler di

negara lainnya.17

4. Perlindungan

Perlindungan didefinisikan sebagai tempat berlindung atau bisa

juga berarti sebagai hal (perbuatan) melindungi.18

5. Diplomatik

Pengertian diplomatic berbeda dengan pengertian diplomasi.

Sampai saat ini belum ada definisi pasti mengenai “diplomatic”,

16

Sumaryo Suryokusumo,Op. Cit., hlm. 172-173.

17

Sumaryo Suryokusumo, Loc. cit

18

(13)

diplomatik juga dapat berati sebagai pembinaan urusan-urusan luar

negeri(Diplomatic is the management of foreign affairs)19

6. Perwakilan Diplomatik Asing

Pengertian dari perwakilan diplomatik asing adalah perwakilan

dalam arti politik yang kegiatannya meliputi semua kepentingan negara

Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara penerima

dan bidang kegiatannya melingkupi suatu organisasi internasional20.

Konvensi Wina 1961 menjelaskan mengenai tujuan hubungan

diplomatik yang antara lain memberikan persamaan kedaulatan

negara-negara guna meningkatkan hubungan–hubungan persahabatan diantara

bangsa yang diwujudkan dengan memberiksn hak kekebalan dan

keistimewaan diplomatik tanpa memandang perbedaan konstitusi dan

sosialnya. Pemberian hak-hak tersebut bukanlah untuk kepentingan

pribadi; namun demi dapat melaksakan tugas perwakilannya di negara

penerima serta menguatkan aturan-aturan Hukum Internasional yang tetap

mengenai persoalan-persoalan yang tidak diatur secara gamblang di dalam

ketentuan-ketentuan Konvensi Wina 1961.

Jadi yang dimaksudkan dengan Kewajiban Negara Penerima Dalam

Memberikan Perlindungan Terhadap Perwakilan Diplomatik Asing

Berkaitan Dengan Penerapan Prinsip Externa Rationae Khususnya Dalam

Kasus Indonesia-Malaysia adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh negara

19

Encyclopedia Britanica, Volume 2, Society of Gentlement in Scotland, E. B, William Benton Publisher, 1973

20

(14)

Penerima dalam melindungi perwakilan diplomatik asing di negaranya

sesuai dengan kewajiban yang tercantum di dalam Konvensi Wina 1961,

khusunya dalam article 22 paragraf 221

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, yaitu

penelitian yang berfokus pada norma hukum positif. Dalam penulisan

hukum ini digunakan data-data sekunder yang terdiri atas bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

2. Sumber Data

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian normatif, karena

itu, data yang digunakan adalah data sekunder, sebagaimana telah

disebutkan dalam poin jenis penelitian, data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu norma Hukum Internasional, kaitannya

dalam penelitian ini adalah Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961(Konvensi Wina 1961)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berbagai buku yang peneliti

gunakan, yang tentunya berkaitan dengan Hukum Intenasional

Publik.dan Hukum Diplomatik dan Konsuler; serta

c. Bahan hukum tersier, yang berupa kamus dan ensilopedia serta

bahan-bahan dari internet.

21

(15)

3. Metode Pengumpulan Data

Sebagaimana yang telah peneliti sebutkan sebelumnya, bahwa jenis

penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penelitian normatif, maka

metode pengumpulan data yang akan peneliti gunakan adalah:

a. Studi kepustakaan; dan

b. Wawancara dengan narasumber.

4. Narasumber

a. M. Soleh, Kasubdit Pemberian Fasilitas, Direktorat fasilitas

Diplomatik, Departmen Luar Negeri Republik Indonesia;

b. Ajun Komisaris Besar Polisi Djoko Hari Utomo, SIK., Msi, Wadir

Pam Obvit, Polda Metro Jaya ;

5. Lokasi penelitiian

a. Kementerian Luar negeri Republik Indonesia yang berkedudukan

di Jakarta.

b. Polda Metro Jaya.

c. United Nations Information Center (UNIC).

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, prinsip penalaran hukum yang digunakan

adalah penalaran deduktif, yaitu metode penalaran yang bermula dari

pernyataan umum dimana keenarannya telah diketahui dan keemudian

dibawa ke dalam suatu pernyataan khusus yang sifatnya lebih konkret.

(16)

Relations 1961. sedangkan pernyataan khususnya adalah penerapan dari pernyataan umum (prinsip externa rationae dari gedung perwakilan diplomatik asing menurut Vienna Conventions on Diplomatic Relations 1961).

7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan hukum dengan judul Kewajiban Negara

Penerima dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perwakilan

Diplomatik Asing Berkaitan Dengan Prinsip Externa Rationae Khususnya

Dalam Kasus Indonesia Malaysia ini terbagi menjadi tiga bab, yaitu :

Bab I pendahulan terdiri dari delapan Sub Bab, yaitu Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Keaslian Penelitian, Btasan Konsep, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan. Sub Bab Metode Penelitian dibagi lagi ke dalam

lima sub Bab lagi, yaitu Jenis Penelitian, Sumber Data, Metode

Pengumpulan Data, Narasumber, dan juga Metode Analisis.

Bab II terdiri dari empat Sub Bab, yaitu Pengertian Diploamtik

secara Umum, Hak dan Kewajiban Misi Diplomatik, Kasus Pelemparan

Gedung Kedutaan Besar malaysia di Jakarta, dan juga Perlindungan yang

Diberikan oleh Negara Penerima (Indonesia) terhadap Sebuah Misi

Perwakilan Diplomatik (Malaysia). Sub Bab pertama Pengertian Diploatik

secara Umum dibagi lagi menjadi dua sub sub bab, yaitu Sejarah Misi

Diplomatik, dan Teori Pemberian Hak Kekebalan dan Keistimewaan

(17)

Sub bab kedua mengenai Hak dan Kewajiban Misi Diplomatik ini

berisi tiga sub sub bab, antara lain Pengertian Hak dan Kewajiban Negara

Penerima, Hak dan Kewajiban Negara Penerima, dan Pengertian Prinsip

Externa Rationae.

Sub bab ketiga berisi mengenai Kasus Pelemparan Gedung

Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Pada sub bab ini berupa paparan

mengenai detil dari kasus tersebut. Sub bab yang keempat Perlindungan

yang Diberikan oleh Negara Penerima (Indonesia) terhadap Sebuah Misi

Perwakilan Diplomatik (Malaysia).

Referensi

Dokumen terkait

tinggkat kenakalan didesa, dan harus tetap bekerja sama dengan warga desa lain untuk.. mengurangi tinggkat kenakalan remaja didalam lingkungan tempat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh latihan tembakan bebas jarak tetap terhadap hasil tembakan bebas (free throw) siswi ektrakurikuler

Adapun jenis jenis anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ada di sekolah luar biasa SMALB di Kota Banjarmasin adalah seperti tunagrahita, tunarungu, tuna laras dan tuna ganda. Kondisi

Penelitian ini berupaya memecahkan persoalan sistem global sebagai upaya manusia untuk merencanakan masa depannya, pengembangan sistem besar untuk strategi bisnis dan kerjasama

Dengan mengidentifikasi kelemahan pada metode flash, akan diteliti pengukuran difusivitas panas yang didasarkan pada asumsi-asumsi yang mudah direalisasikan pada

[r]

Peningkatan  pemulihan   dan  fungsi  kawasan  hutan,

Pada pengujian tersebut diketahui bahwa variabel bebas (karakteristik sumur) yang memiliki pengaruh dominan terhadap kualitas air tanah adalah jarak, jenis akuifer,