• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA OBESITAS DENGAN REMAJA YANG MEMILIKI BERAT BADAN NORMAL ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA OBESITAS DENGAN REMAJA YANG MEMILIKI BERAT BADAN NORMAL ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

52

PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA OBESITAS DENGAN REMAJA YANG MEMILIKI

BERAT BADAN NORMAL

.Cut Keumala Muqhniy*, Zaujatul Amna

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

*Cud.keumala@yahoo.com

ABSTRAK

Berat badan merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan penampilan fisik pada masa remaja, yang secara tidak langsung dapat memengaruhi psychological well-being. Psychological well-being merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan dalam diri. Permasalahan berat badan dalam diri individu menjadi salah satu hal yang berkaitan dengan salah satu dimensi

psychological well-being yaitu penerimaan diri. Dikatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas akan menjadi rendah diri, dan juga sulit membina hubungan positif dengan orang lain dibandingkan dengan remaja yang memiliki berat badan normal. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja yang memiliki berat badan normal. Sebanyak 64 remaja (28 laki-laki dan 36 perempuan) dengan rentang usia13-18 tahun (yang terdiri dari 32 remaja obesitas dan 32 remaja berat badan normal) yang dipili dengan menggunakan teknik incidental sampling dan multi stage cluster. Pengumpulan data dengan menggunakan Ryff’s psychological well-being

scale (RPWB). Hasil uji hipotesis dengan menggunakan Mann-Whitney U

menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)=0,010 (p<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja berat badan normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja dengan berat badan normal memiliki psychological well-being yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja obesitas.

(2)

53

Differences of Psychological Well-Being on Adolescent’s Who Had Obesity and Adolescent’s with Normal Weight

ABSTRACT

Weight is one of problems which related to the physical appearances during adolescents’ life. It can be indirectly affect on their psychological well-being. Psychological well-being was an attainment of potential individual to accept strength and weakness of own self. Weight becomes one of the factors relating to the psychological well-being conditions, which is adolescent’s who had obesity more be inferiority and also had a difficult relations with others than adolescent’s who had a normal weight. This study was investigated the differences of psychological well-being on adolescent’s who had obesity and adolescent’s with normal weight. The participants were 64 adolescents (28 males and 36 females) with aged range 13-18 years (32 Obesity and 32 Normal weight) who were selected using incidental sampling and multi stage cluster random sampling. Data was collected using the Ryff’s psychological well-being scale (RPWB), and analysis data using Mann-Whitney U tehnique. The result showed that a significancy value (p) = ,010 (p<0,05). Which means there was a differences of psychological well-being between adolescent’s who had obesity with adolescents who had normal weight. In conclusion, the study showed adolescent’s who had normal weight have had a higher psychological well-being than adolescent’s who had obesity.

(3)

54 PENDAHULUAN

Masa remaja termasuk salah satu masa yang penting bagi individu, hal ini dikarenakan pada masa tersebut terjadi berbagai perubahan, baik dari segi fisik, moral, sosial, dan perubahan kepribadian (Hurlock, 2009). Salah satu perubahan yang paling diminati dan menyita perhatian pada masa tersebut adalah perubahan yang berkaitan dengan fisik. Prameswari, Aisah dan Mifbakhuddin (2013) menyatakan bahwa penampilan fisik merupakan salah satu hal yang paling penting dan paling menyita perhatian remaja, dimana penampilan fisik pada remaja berkaitan dengan konsep dirinya (Papalia, Old, & Feldman 2008; Wulandari & Zukaida, 2007). Papalia, dkk (2008) menambahkan kepedulian individu terhadap penampilan fisiknya dimulai pada masa kanak-kanak pertengahan dan menjadi semakin intensif pada akhir masa remaja. Pandu (2014) juga menyatakan bahwa perubahan fisik pada individu terus mengalami perubahan hingga mencapai kematangan pada akhir masa remaja.

Perubahan fisik yang terjadi pada individu tentu saja memengaruhi penampilan fisik, salah satunya yaitu berat badan. Perubahan fisik pada remaja baik laki-laki maupun perempuan memiliki dampak yang berbeda-beda. Bestiana (2012) mengatakan bahwa salah satu dampak negatif dari perubahan fisik pada remaja adalah adanya stereotipe atau persepsi yang berkaitan dengan ideal, misalnya individu yang memiliki bentuk badan yang normal baik berdasarkan tinggi badan maupun berat badan, sementara individu yang memiliki berat badan berlebih akan menjadikan dirinya khawatir terhadap penampilannya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Croll (dalam Husni & Indrijati, 2014) yang mengatakan bahwa sekitar 50-88% remaja perempuan memiliki perasaan negatif mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya, bahkan dikatakan bahwa 85% perempuan muda sangat khawatir dengan bentuk tubuhnya. Hasdianah, Siyoto, dan Peristyowati (2014) menambahkan bahwa kekhawatiran yang berlebihan terhadap obesitas menjadi sumber keprihatinan bagi para remaja, karena obesitas merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.

Dikatakan bahwa remaja obesitas sering mengalami rendah diri, penerimaan diri yang negatif, depresi, dan tekanan emosional yang lebih tinggi dari pada remaja yang memiliki berat badan normal, hal tersebut akan berdampak pada keadaan kesejahteraan psikologis remaja atau dikenal dengan istilah

psychological well-being (Jonides, Buschbacher, & Barlow, 2002). Akan tetapi berbeda halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pandu (2014) tentang obesitas pada remaja menyatakan bahwa individu yang mengalami obesitas dapat memiliki penerimaan diri yang positif dan yakin dengan kemampuannya mengatasi masalah. Remaja tersebut juga merasa setara dengan remaja lain yang memiliki berat badan ideal, dapat menerima pujian terhadap dirinya, dan juga dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Oleh sebab itu, remaja yang menunjukkan psychological well-being yang baik yaitu memiliki penerimaan diri yang positif, dan memiliki hubungan baik dengan dengan orang lain, serta mampu mengembangkan dirinya (Amato, 1994).

Psychological well-being adalah kemampuan individu dalam menerima keadaan dirinya apa adanya, membentuk hubungan baik dengan orang lain,

(4)

55

mandiri terhadap segala tekanan sosial, dapat menguasai lingkungan eksternal, dan dapat merealisasikan potensi yang ada dalam diri individu tersebut (Ryff, 1989). Lebih lanjut Ryff mengatakan psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif, dan tergantung dari kondisi atau keadaan psikologis individu, dimana individu yang tidak memiliki tekanan psikologis dalam hidupnya, individu tersebut dapat dikatakan memiliki

psychological well-being yang baik dan begitu juga sebaliknya, apabila individu memiliki tekanan psikologis dalam hidupnya maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki psychological well-being yang tidak baik. Beberapa kriteria individu dapat dikatakan memiliki psychological well-being yang baik, diantaranya individu dapat menerima keadaan dirinya yaitu mampu menerima dan mengakui berbagai aspek dalam dirinya baik baik sisi positif maupun negatif, memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, dan memandang positif kehidupan yang dijalaninya sekarang dan juga masa lalunya. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki kondisi psychological well-being yang tidak baik jika individu tidak dapat menerima keadaan dirinya, memiliki persepsi negatif terhadap diri sendiri, dan merasa rendah diri terhadap dirinya sendiri (Ryff, 1989).

TINJAUAN TEORI

Psychological Well-being

Psychological well-being diartikan sebagai suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis dan merupakan suatu kondisi individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri yang disertai dengan adanya sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, memiliki tujuan hidup dan dapat membuat hidup lebih bermakna, mengembangkan relasi positif dengan orang lain, memiliki pribadi yang mandiri, mampu untuk mengendalikan lingkungan serta mampu mengeksplorasi serta mengembangkan dirinya (Ryff, 1989).

Perbedaan Psychological Well-being Pada Remaja Obesitas dengan Remaja yang Memiliki Berat Badan Normal

Individu yang mengalami obesitas tidak hanya memengaruhi sistem organ yang berhubungan dengan kesehatan, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis individu tersebut seperti stres, menurunnya harga diri, dan juga masalah emosional (Fitri, Rihadini, & Rahkmawatie, 2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Soetjiningsih (dalam Khodijah, Lukmann, & Munigar, 2012) bahwa remaja yang mengalami obesitas biasanya lebih pasif dan depresif, karena merasa sulit untuk menarik perhatian lawan jenis karena merasa tubuhnya jelek dan tidak modis dari sisi penampilannya dibandingkan remaja yang tidak obesitas. Akan tetapi beda halnya pada remaja yang memiliki berat badan normal, remaja tersebut pada umumnya memiliki citra tubuh yang positif sehingga mencerminkan penerimaan diri yang baik, meningkatnya rasa percaya diri, dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kondisi tubuh dan kesehatannya (Husni & Indrijati, 2014). Pada umumnya individu yang memiliki penerimaan diri yang baik, juga memiliki tingkat psychologigal well-being yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ryff (1989) yang menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi psychological well-being

(5)

56

seseorang. Wardle dan Cooke (2015) juga menyatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas memiliki stigma negatif dan diskriminasi dalam kehidupannya, dan telah diasumsikan bahwa hal tersebut juga berdampak pada

psychological well-being dan kondisi fisik remaja tersebut. Lebih lanjut Gray dan Leyland (2008) menyatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas dapat dikaitkan dengan keadaan psychological well-being, karena pada umumnya remaja yang mengalami obesitas cenderung merasa depresi, harga diri yang rendah, serta memiliki penerimaan diri yang negatif terhadap diri sendiri dibandingkan dengan remaja dengan berat badan normal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian komparatif. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan yang berusia 13 sampai 18 tahun di Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan dua metode, yang pertama untuk sampel penelitian remaja obesitas menggunakan teknik insidental

(incidental sampling), artinya peneliti akan mengambil individu-individu sebagai sampel penelitian ketika peneliti secara kebetulan bertemu dengan individu yang sesuai dengan karakteristik sampel penelitian. Pengambilan sampel untuk remaja yang memiliki berat badan normal menggunakan penggabungan dua teknik pengambilan sampel yaitu teknik Multi-stage Cluster dan Simple Random Sampling. Teknik Multi-stage Cluster digunakan karena populasi terdiri dari kelompok demografis kecamatan dan sekolah-sekolah. Selanjutnya Simple Random Sampling digunakan karena pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata (sekolah) yang ada dalam populasi (Sugiyono, 2013). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 13-18 tahun, untuk pengukuran remaja obesitas dan remaja yang memiliki berat badan normal, didasarkan pada perhitungan IMT, berdomisili di Banda Aceh.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah skala psikologi, yang diadaptasi dari Ryff’s psychological well-being scale yang terdiri dari 6 dimensi dengan 42 butir pernyataan dan 6 respon jawaban (Ryff, 2013). Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu teknik analisis Mann-Whitney U, hal ini dilakukan karena tidak terpenuhinya uji asumsi berupa data yang tidak berdistribusi normal dan juga tidak homogen. Hasil analisis hipotesis dengan menggunakan program SPSS Versi 20.0 for Windows. Hasil dari uji hipotesis ini dapat dilihat dari nilai signifikansi p<0,05 maka hipotesisnya diterima, dan sebaliknya p>0,05 maka hipotesisnya ditolak.

(6)

57 HASIL PENELITIAN

Deskripsi data psychological well-being

Deskripsi data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Deskripsi data Psychological Well-being

Kategori

Data Hipotetik Data Empirik

Xmaks Xmin Mean SD Xmaks Xmin Mean SD Obesitas 252 42 147 35 225 87 155,69 47,294 Berat Badan

Normal

252 42 147 35 219 146 189,44 18,205

Total 252 42 147 35 225 87 172,56 39,408

Keterangan Rumus Skor Hipotetik :

1. Skor minimal (Xmin) adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai terendah dari pembobotan pilihan jawaban.

2. Skor maksimal (Xmax) adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai tertinggi dari pembobotan pilihan jawaban.

3. Mean (μ) dengan rumus μ = (skor max + skor min)/2

4. Standar deviasi (σ) dengan rumus σ = (skor max – skor min)/6

Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian tersebut, maka dapat dijadikan batasan dalam pengkategorian psychological well-being pada sampel penelitian yang terdiri dari dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Untuk menentukan kategorisasi tinggi atau rendahnya psychological well-being dibatasi dalam dua kategorisasi, yaitu tinggi dan rendah Ryff (2013). Dalam penelitian ini rumusan tinggi rendahnya psychological well-being pada sampel penelitian dengan menggunakan rumus kategorisasi menurut Azwar (2013), yang menyatakan bahwa semakin besar standar eror dalam pengukuran berarti hasil pengukuran semakin cermat. Pembagian kategorisasi sampel yang digunakan oleh peneliti yaitu pertimbangan eror standar dalam pengukuran. Menurut Azwar (2013) pertimbangan eror standar dalam pengukuran adalah deviasi standar eror (Se) yang menunjukkan besarnya variasi eror (Sx) pengukuran pada sekelompok sampel. Deskripsi hasil penelitian tersebut dapat dijadikan batasan dalam pengkategorian sampel penelitian yang terdiri dari dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.

Adapun rumus standar eror dalam pengukuran yaitu: se = sx(1 – rxx’)

Keterangan: se: standar eror sx: varians skor skala

rxx: koefisien reliabilitas skala

Adapun rumus pengkategorisasian pada variabel penelitian dengan menggunakan taraf signifikansi 95% sehingga didapatkan:

X ± zα/2(se) = X ± z0,05/2 (9,89) = X ± z0,25 (9,89) = X ± 1,96 (9,89)

(7)

58

Berdasarkan rumus pengkategorian di atas diperoleh hasil bahwa batas skor

psychological well-being rendah adalah < 128, dan batas skor psychological well-being tinggi adalah > 166, hasil kategorisasi tersebut dapat dilihat pada tabel halaman selanjutnya:

Tabel 4.6

Kategorisasi Psychological Well-being

Skor Kategori

Jumlah Sampel Persentase (%) Remaja Obesitas Remaja Normal Remaja Obesitas Remaja Normal X < 128 Rendah 12 - 19 - X > 166 Tinggi 17 28 26 43 128 ≥ X ≤ 166 Terkategorisasi Tidak 3 4 4 6

Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa kategori rendah hanya terdapat pada remaja obesitas, dimana terdapat 12 (19%) remaja obesitas yang tergolong dalam kategori psychological well-being rendah. Sebanyak 45 remaja (17 remaja obesitas dan 28 remaja yang memiliki berat badan normal) berada pada kategori tinggi, sementara 7 lainnya (3 remaja obesitas dan 4 remaja yang memiliki berat badan normal) tidak terkategorisasi. Azwar (2013) menyatakan bahwa hasil penelitian hanya membagi skor sampel ke dalam dua kategori saja, yaitu tinggi dan rendah, namun apabila skor sampel tidak termasuk dalam kategori tinggi dan rendah maka tidak perlu diklasifikasikan. Hal didukung oleh pernyataan Ryff (2013) yang menyatakan bahwa kategorisasi skala psychological well-being dapat dibagi menjadi tinggi dan rendah, tetapi apabila skor sampel tidak sampai pada batas minimal dan maksimal dari batasan skor yang ditentukan maka sampel tersebut tidak terkategorisasi yang jelas terhadap psychological well-being.

Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai signifikansi p=0,010 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja yang memiliki berat badan normal.

DISKUSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja berat badan normal di Banda Aceh. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan terdapat perbedaan signifikan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja berat badan normal di Banda Aceh, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Berdasarkan hipotesis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa remaja obesitas dan remaja berat badan normal memiliki tingkat psychological well-being

yang berbeda.

Berdasarkan data kategorisasi didapatkan bahwa kategori rendah hanya terdapat pada remaja obesitas, dimana terdapat 12 (19%) remaja obesitas yang

(8)

59

tergolong dalam kategori psychological well-being rendah. Sebanyak 45 remaja (17 remaja obesitas dan 28 remaja yang memiliki berat badan normal) berada pada kategori tinggi, sementara 7 lainnya (3 remaja obesitas dan 4 remaja yang memiliki berat badan normal) tidak terkategorisasi.

Terdapatnya perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja berat badan normal diantaranya dikarenakan perubahan bentuk tubuh yang terjadi pada remaja obesitas memengaruhi bagaimana remaja tersebut menerima keadaan diri sendiri, bagaimana remaja memandang diri sendiri dan bagaimana remaja tersebut dipandang dan diperlakukan oleh orang-orang dilingkungannya (Fitri, Rihadini, & Rakhmawati, 2012). Sutijoso dan Zarfiel (2009) juga menyatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas juga dapat menjadikan diri remaja tersebut merasa rendah diri akibat sering mendapat ejekan dari teman-temannya sehingga remaja tersebut menarik diri dari hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Ryff (1989) bahwa penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain merupakan hal yang dapat memengaruhi tinggi rendahnya psychological well-being individu.

Tinggi rendahnya psychological well-being individu pada sampel penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti usia, dimana usia paling dominan pada sampel penelitian adalah usia 17 tahun sebanyak 27 sampel (42,2%) dan 16 tahun sebanyak 17 sampel (26,6%). Hal ini didukung oleh Ryff (1989) yang menyatakan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi psychological well-being individu, dimana individu yang memiliki usia lebih dewasa memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik daripada individu yang lebih muda.

Faktor berikutnya yang memengaruhi tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) pada remaja obesitas dan remaja yang memiliki berat badan normal yaitu jenis kelamin, dimana jenis kelamin yang paling dominan dalam penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 36 sampel dan kemudian laki-laki sebanyak 28 sampel. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri antara remaja putri dan remaja putra yang obesitas, dimana penyesuaian diri pada remaja putri obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan penyesuaian diri remaja putra yang obesitas. Fitri, Rihadini dan Rakhmawati (2012) juga menambahkan bahwa dibandingkan dengan remaja laki-laki, remaja perempuan yang obesitas lebih sering mengalami citra tubuh negatif terutama bagi mereka yang berada dilingkungan masyarakat yang menekankan pada bentuk tubuh ideal. Ryff (1989) juga menyatakan bahwa faktor jenis kelamin sangat menunjukkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga dapat dilihat pada dimensi kemampuan interpersonal dimana perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Selanjutnya, ditinjau dari faktor tingkat pendidikan, dimana tingkat pendidikan yang paling dominan dalam penelitian ini adalah SMA sebanyak 53 sampel, dan kemudian SMP sebanyak 11 sampel. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ryff (1989) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

(9)

60

tinggi cenderung memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik dibandingkan dengan individu dengan tingkat pendidikan rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan pada remaja obesitas dengan remaja yang memiliki berta badan normal.

DAFTAR PUSTAKA

Amato, P. R. (1994). Father-child relations, mother-child relations, and offspring psychological well-being in early adulthood. Journal Of Marriage and Family, 56 (4), 1031-1042.

Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi.(edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan validitas. (edisi keempat). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bestiana, D. (2012). Citra tubuh dan konsep tubuh ideal mahasiswi FISIP Universitas Airlangga Surabaya. AntroUnairDotNet, 1 (1), 1-12.

Fitri, D. K., Rihardini., & Rakhmawatie, M. D. (2012). Perbedaan kejadian stres antara remaja putra dan putri dengan obesitas di SMA Negri 1 Wonosari, Klaten. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1 (1), 54-60.

Gray, L., & Leyland, A. H. (2008). Overweight status and psychological well-being in adolescent boys and girls: a multilevel analysis. European Journal of Public Health, 18 (6), 6160621.

Hasdianah, H.R., Siyoto, S. H., & Peristyowati, Y. (2014). Gizi, pemantapan gizi, diet, dan obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hurlock, E. B. (2009). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. (5th ed). Terjemahan: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Husni, H. K., & Indrijati, H. (2014). Pengaruh komparasi sosial pada model dalam iklan kecantikan di televisi terhadap body image remaja putri yang obesitas. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3 (3), 207-212. Jonides, L., Buschbacher, V., & Barlow, S. E. (2002). Management of child and

adolescent obesity: psychological, emotional, and Behavioral assessment.

Pediatrics, 110 (1), 215-221.

Khodijah, D., Lukman, E., & Munigar, M. (2012). Obesitas dengan kualitas Hidup remaja. Jurnal Health Quality, 3 (2), 133-140.

Pandu, S. Y. (2014). Konsep diri remaja putri yang mengalami obesitas.

Psikovidya, 18 (2), 107-131.

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human development (psikologi perkembangan) (9th ed bagian V s/d IX). Terjemahan: Anwar. Jakarta: Kencana.

Prameswari, S. P. I., Aisah, S., & Mifbakhuddin. (2013). Hubungan obesitas dengan citra diri dan harga diri pada remaja putri di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candisari Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 1 (1), 52-61.

(10)

61

Putri, S. A. P. (2010). Penyesuaian diri pada remaja obesitas ditinjau dari kematangan emosi dan jenis kelamin. Jurnal Informatika, 1 (2), 92-104. Ryff, C. D. (1989). Happines is everything, or is it? Exploration on the meaning

of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069-1081.

Ryff, C. D. (2013). Psychological well-being revisited: advances in the science and practice of eudaimonia. Psychotherpsychosom, 83, 10-28. doi: 10.1159/000353263

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kombinasi (Mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Wardle, J., & Cooke, L. (2005). The impact of obesity on psychological well-being. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism, 19 (3), 421-440.

World Health Organization (WHO). (2000). The Asian-Pacific: redefining obesity and its treatment. Geneva: World Health Organization.

Wulandari, T., & Zulkaida, A. (2007). Self regulated behavior pada remaja yang mengalami obesitas. Proceeding PESAT, 2, 51-58.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikatakan oleh Greenspoon &amp; Saklofske (2001) yang menyatakan bawa meskipun kesejahteraan dan tekanan psikologis sering

BERITA ACARA PEMBERIAN PENJELASAN METODE LELANG SEDERHANA PEKERJAAN PENGADAAN PERALATAN RUANG LABORATORIUM PENDIDIKANa. POLITEKNIK STTT BANDUNG

Bersama  ini  kami  sampaikan  bahwa  apabila  Saudara  tidak  dapat  memenuhi  undangan  pembuktian  kualifikasi  ini  maka  perusahaan  Saudara  dinyatakan  gugur 

Bentuk undian berhadiah yang tidak diragukan keharamannya adalah jika orang yang membeli kupon dengan harga tertentu, banyak atau sedikit, tanpa ada gantinya melainkan

untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya

Hasil penelitian hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik petugas kebersihan dalam pengelolaan sampah medis berdasarkan tabel silang dapat diketahui, bahwa responden

Dari pengamatan yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan, bahwa pada saat ini kinerja guru di sekolah dasar negeri kecamatan padang utara tidak sesuai

 Semester Gasal (antara Juli – Agustus)  Semester Genap (antara Januari