BAB II
GAMBARAN UMUM PURO MANGKUNEGARAN DAN
PROFIL PRAMUWISATA PURO MANGKUNEGARAN
SURAKARTA
A.
Gambaran Umum Puro Mangkunegaran Surakarta
Puro Mangkunegaran Surakarta berada ditengah Kota Solo lebih tepatnya beralamat di Jalan Ronggowarsito, Banjarsari, Surakarta. Puro Mangkunegaran merupakan salah satu dari beberapa bangunan bersejarah yang masih tersisa sampai saat ini dan menjadi salah satu tujuan wisata, baik wisatawan yang ingin mengetahui dan mempelajari tentang budaya karena Puro Mangkunegranan merupakan salah satu wisata budaya yang ada di Kota Solo, atau wisatawan yang ingin mendapatkan informasi tentang sejarah Kota Solo
Gambar 2: Puro Mangkunegaran Surakarta
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 3: Tiket Masuk Wisatawan Domestik
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4: Tiket Masuk Wisatawan Asing
Sumber: Dokumentasi Pribadi
karena Puro Mangkunegaran bisa juga disebut dengan wisata sejarah, ada pula
wisatawan domestik yang hanya ingin sekedar berkunjung dan
mendokumentasikan potret Puro Mangkunegaran.
Wisatawan yang berkunjung ke Puro Mangkunegaran harus membayar tiket masuk sebesar Rp.10.000 untuk wisatawan domestik dan Rp. 20.000 untuk wisatawan asing. Pembayaran tiket masuk tersebut belum termasuk biaya pemanduan di dalam Puro Mangkunegaran, untuk biaya pemanduan wisatawan bisa memberi seikhlasnya kepada guide lokal, karena guide di Puro
Mangkunegaran tidak mematok biaya pemanduan. Puro Mangkunegaran dibuka untuk wisatawan setiap hari pukul 08.30 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB, kecuali untuk hari Minggu hanya sampai pukul 13.00 WIB, dan untuk hari libur nasional (kecuali hari Minggu) Puro Mangkunegaran tutup untuk kunjungan wisatawan (Sumber: Wawancara tanggal 10 April 2016).
1. Sejarah Singkat Puro Mangkunegaran Surakarta
Berdirinya Puro Mangkunegaran Surakarta adalah efek dari kelanjutan perjanjian terdahulu antara Sunan Paku Buwono III dan Pangeran Adipati Mangkunegara dengan Sultan Hamengkubuwono I pada tanggal 17 Maret 1757 di Kalicacing Salatiga yang dinamakan Perjanjian Salatiga. Menurut Perjanjian Salatiga, Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara tidak berbeda dengan raja- raja Jawa lainnya, hanya berbeda tidak diperkenankan duduk diatas Singgasana, mendirikan Balaiwinata, mempunyai Alun- alun serta sepasang pohon beringin dan menghabisi nyawa.
Tanah yang dikuasai seluas 4000 karya tersebut mulai dari tanah di Kaduang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara dan selatan dari jalan pos Kartasura- Solo, Mataram dan Kedu.
Awal berdirinya Praja Mangkunegaran dengan kepala pemerintahan Pangeran Sambernyawa bergelar Kanjeng Adipati Arya Mangkunegara I yang selama 40 tahun memerintah Praja menjadi kepala keluarga dan sekaligus pengayom seluruh kerabatnya (24 Februari 1757 – 28 Desember 1785).
Perjuangan yang memakan waktu cukup panjang 16 tahun tersebut tanpa terlintas sedikitpun cita-cita untuk menyerah, tetep kuat dan bertahan mengatasi seribu satu tekanan yang maha berat, kiranya merupakan perjuangan paling lama menentang penjajahan di bumi nusantara Indonesia ini.
Kedudukan K.G.P.A.A Mangkunegara I memang Pangeran Miji, akan tetapi dalam kenyataannya selama 40 tahun tindak tanduknya tak ubahnya sebagai Raja Jawa III.
Lahirnya Praja Mangkunegaran yaitu sejak RM. Said dibujuk untuk menghentikan peperangan, maka setelah Perjanjian Salatiga ditanda tangani pada tahun 1757 ia dan pengikut-pengikutnya menuju Surakarta (Keraton Kartasura pada tahun 1745 dipindah ke Surakarta) dan diangkat oleh Pakubuwono III sebagai Adipati dan Pangeran Miji yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Mangkunegara Senopati Ngayudho Lelono Jaya Semito Prawiro Hadiningrat Satriyo Praja Mataram dan mendapat tanah seluas 4000 Karya.
Setelah Praja Mangkunegara tercipta, K.G.P.A.A Mangkunegara I tidak melupakan para pengikutnya sehingga lahir ikrar yang terkenal dengan Tri Dharma yang isinya :
a. Mulat sarira hangrasa wani (kenalilah dirimu sendiri, dan jadilah kuat dan pandai).
b. Rumangsa melu handarbeni (anggaplah milik Praja itu juga milikmu).
c. Wajib melu hangrungkepi (kewajiban untuk siap sedia membela kepentingan Praja), (Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
2. Area Puro Mangkunegaran Surakarta
a. Pendopo Ageng
Pendopo Ageng didirikan pada tahun 1804. Bangunan Pendopo Ageng berbentuk Joglo karena memiliki empat tiang penyangga utama atau disebut dengan Soko Guru, empat tiang penyangga utama tersebut merupakan kayu jati yang didatangkan dari Hutan Donoloyo Wonogiri. Untuk memasuki wilayah dalam Mangkunegaran wisatawan harus melepas alas kaki karena memang tradisi
dan adat Jawa ketika memasuki rumah orang maka alas kaki harus dilepas, apalagi Puro Mangkunegaran merupakan tempat tinggal seorang Pangeran.
Di Pendopo Ageng terdapat tiga set Gamelan yaitu; Gamelan Seton yang biasa dimainkan setiap Sabtu pagi mulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB, Gamelan Kanyut Mesem yang biasa dimainkan setiap Rabu pagi pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB disertai tarian klasik yang dibawakan oleh para abdi dalem dan para penari dari Sanggar Suryo Sumirat, dan satu set gamelan yang lain adalah Gamelan Kyai Pelipur Sari, gamelan yang hanya dimainkan pada acara tertentu seperti ulang tahun pangeran, kenaikan tahta, upacara pernikahan, dan lain sebagainya. Gamelan Kyai Pelipur Sari merupakan gamelan tertua yang berumur 4,5 abad. Gamelan tersebut didatangkan dari Kraton Kartasura yang sekarang pindah di Kota Solo yang berubah menjadi Kraton Surakarta.
Gambar 5: Pendopo Ageng
Gambar 6: Paringgitan
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Selain terdapat tiga set gamelan, di Pendopo Ageng juga terdapat lampu gantung yang berasal dari Eropa, dan lantai marmer yang didatangkan langsung dari Cararra Italia, serta patung- patung singa yang berlapis kuningan dari Berlin. Pada atap Pendopo Ageng dihiasi dengan lukisan zodiak yang dikelilingi oleh lukisan bara api yang dinamakan Modang, dan terdapat pula lukisan warna warni yang disebut dengan Kumudowati yang setiap warna memiliki arti tersendiri. Pendopo Ageng berfungi sebagai tempat pertunjukan tarian, karawitan, tempat resepsi acara pernikahan, jumenengan atau kenaikan tahta raja dan lain- lain
(Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
b. Paringgitan
Paringgitan merupakan area pemisah antara Pendopo Ageng dan Dalem Ageng. Paringgitan berfungsi untuk pertunjukan Wayang Kulit. Di Paringgitan
terdapat lukisan Mangkunegara VII, VIII, dan IX, beserta sang istri karya Basuki Abdullah (Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
c. Dalem Ageng
Dalem Ageng juga disebut dengan museum karena menyimpan banyak benda koleksi Mangkunegara. Di dalam Dalem Ageng terdapat benda unik seperti Badong ( sabuk pengaman yang dipasang di alat kelamin raja pada jaman dahulu, yang dipakai bertujuan untuk mencegah terjadinya perselingkuhan ketika Raja sedang keluar dari istana seperti sedang berburu, perang.
Di dalam Dalem Ageng juga menyimpan medali- medali pemberian Raja luar negeri, Keris, properti Tari Bedhaya yaitu tarian yang bersifat sakral yang dimainkan oleh 9 atau 7 orang wanita, dan Tari Langendriyan yaitu adalah sebuah drama tari seperti Wayang Orang namun dialognya berupa tembang (lagu Jawa) , cermin untuk meditasi, lampu minyak jaman dahulu dan masih banyak lagi. Di Dalem Ageng juga terdapat Bantal Penghargaan yang diberikan kepada Mangkunegara pertama oleh Presiden Soeharto sebagai pahlawan.
Selain menyimpan koleksi benda- benda di Dalem Ageng juga terdapat Krobongan yaitu ruangan kecil yang digunakan untuk menaruh sesaji yang ditujukan kepada Dewi Sri (Dewi Padi) (Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
d. Bale Warni ( Keputren)
Balewarni atau bisa juga disebut Keputren karena merupakan ruangan / tempat bagi para putri keturunan Mangkunegaran. Di Balewarni terdapat beberapa kamar yang merupakan kamar putri. Di sana juga terdapat foto-foto keluarga
Gambar 7: Bale Warni
Sumber: Dokumentasi Pribadi
mangkunegaran yang dipajang di meja di salah satu sudut (Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
e. Bale Peni
Balepeni merupakan tempat bagi para putra mangkunegaran. Berbeda dengan di Balewarni, Balepeni merupakan privat area pengunjung dilarang masuk ke area tersebut karena disitulah Raja tinggal, beraktivitas (Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
Gambar 8: Bale Peni
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9: Pracimoyoso
Sumber: Dokumentasi Pribadi
f. Pracimoyoso
Pracimoyoso digunakan sebagai ruang berkumpul keluarga Mangkunegaran yang model bangunannya sangat artistik dibangun tanpa menggunakan paku,
disamping Pracimoyoso terdapat ruang makan bagi keluarga Mangkunegara, di ruang makan terdapat hiasan yang berasal dari gading gajah yang terukir Cerita Ramayana dan Mahabarata, hiasan tersebut pemberian dari seniman Bali yang membutuhkan waktu 20 tahun untuk mengukir gading gajah.
Ruang keluarga terlihat seperti singgasana Raja, namun bukanlah singgasana Raja karena di Mangkunegaran tidak terdapat singgasana Raja. Ruang keluarga ini digunakan sebagai ruang pertemuan keluarga- keluarga Mangkunegaran, misalnya ketika sedang ada rapat atau permasalahan yang perlu dibahas oleh semua anggota keluarga.
Selain digunakan untuk ruang berkumpul, Pracimoyoso juga disewakan untuk Royal Dinner Mangkunegaran. Royal Dinner Mangkunegaran adalah paket makan malam yang bernuansa tradisional di Puro Mangkunegaran dilengkapi sambutan oleh para penari Jawa klasik dan Karawitan (Sumber: Buku Obyek Wisata Istana Mangkunegaran Surakarta).
Gambar 10: Royal Dinner Mangkunegaran Surakarta
Gambar 12: Beberapa Pramuwisata di Puro Mangkunegaran Surakarta
Sumber: Dokumentasi Puro Mangkunegaran Surakarta
B. Profil Pramuwisata Puro Mangkunegaran Surakarta
Gambar 11: Royal Dinner Mangkunegaran Surakarta
Disebuah tempat wisata khususnya wisata budaya atau sejarah biasanya terdapat pemandu wisata yang akan mengarahkan dan menjelaskan apa yang ada di obyek tersebut, begitu pula di Puro Mangkunegaran juga terdapat Pramuwisata yang akan memandu wisatawan yang berkunjung di Puro Mangkunegaran, karena setiap wisatawan yang masuk ke dalam area Mangkunegaran lebih khususnya lagi di Dalem Ageng maka wisatawan harus ditemani oleh pemandu wisata lokal Puro Mangkunegaran.
Di Puro Mangkunegaran terdapat sepuluh pemandu wisata yang juga bekerja sebagai abdi dalem khususnya abdi dalem pariwisata Puro Mangkunegaran dan setiap harinya rata- rata pramuwisata Mangkunegaran bisa membawa tamu dua sampai tiga kali ketika low season dan bisa sampai empat kali ketika high season
(Sumber: Wawancara tanggal 10 April 2016).
1. Daftar Pramuwisata Puro Mangkunegaran Surakarta
Pramuwisata juga sebagai abdi dalem pariwisata di Puro Mangkunegaran yang mendapat berbagai macam gelar berdasarkan lama mengabdi di
Mangkunegaran. Berikut tingkatan gelar abdi dalem di Puro
Mangkunegaran Surakarta; (a) Bupati Sepuh (Kanjeng), (b) Bupati Anom (Tumenggung), (c) Ngabehi (Ng), (d) Demang (Dm), (e) Rangga, (f) Jajar (Sumber: Wawancara tanggal 10 April 2016).
No Nama Pramuwisata Posisi/ Guide spesialis bahasa
1. M. Ng. Joko Pramodyo Guide Bahasa Indonesia, Inggris, Front
Office
2. M. Ng. Suparman Front Office
3. R. M. Ng. Budi Pujihastono Guide Bahasa Indonesia
4. M. Ng. Purwanto, SH, S.ST. Par Guide Bahasa Indonesia, Inggris, Belanda
5. Nyi Ng. Endang Widiastuti, A.Md. Guide Bahasa Indonesia, Inggris, Jepang
6. Nyi Dm. Maryati, A.Md. Guide Bahasa Indonesia, Inggris
7. Nyi Dm. Susilaningsing Guide Bahasa Indonesia, Inggris
8. Nyi Dm. Agung Setyodinoto Guide Bahasa Indonesia, Inggris, ketua HPI
Solo
9. Nyi Dm. Erna Mayasari Guide Bahasa Indonesia, Inggris
10. M. Dm. Dodik Ari Syafrudin, A.Md. Guide Bahasa Indonesia, Inggris
11. Wahyu Setyawan Guide Bahasa Indonesia, Inggris
(Sumber: Dokumen Puro Mangkunegaran Surakarta).
Gambar 13: Daftar Pramuwisata Puro Mangkunegaran Surakarta
2. Tiga Pramuwisata Puro Mangkunegaran Surakarta
Dari beberapa pramuwisata Mangkunegaran ada tiga pramuwisata yang akan lebih di perdalam lagi mengenai profil dan kegiatan sebagai pramuwisata.
Tiga pramuwisata yang penulis pilih untuk lebih dikenal lagi adalah; M. Ng. Joko Pramodyo, M. Ng. Purwanto, SH, S.ST. Par, dan Nyi Ng. Endang Widiastuti, A.Md. Penulis memilih tiga pramuwisata tersebut karena memiliki alasan yang cukup kuat, yaitu masing- masing memiliki spesialis bahasa asing selain bahasa Inggris, dan sudah menjadi guide senior diantara kalangan abdi
Gambar 14: M.Ng. Joko Pramodyo
Sumber: Dokumentasi Pribadi
a. Profil M. Ng. Joko Pramodyo
M. Ng. Joko Pramodyo atau kerap dipanggil Pak Joko adalah salah satu sesepuh abdi dalem pariwisata Mangkunegaran lahir di Sragen pada tanggal 11
April 1969 dan sekarang tinggal di Jagalan RT 04, RW 4, Nomor 4, Jebres, Surakarta dan pendidikan terakhirnya adalah STM/ SMK. Pak Joko sudah 26 tahun menjadi abdi dalem pariwisata di Mangkunegaran mulai tahun 1989 sampai sekarang sehingga mendapat gelar Mas Ngabei. Beliau adalah guide spesialis
bahasa Indonesia, Jawa, dan bahasa Inggris. Sebelum menjadi guide dan petugas
front office, Pak Joko mulanya bekerja di bagian administrasi pariwisata
Mangkunegaran, kemudian bekerja di bagian Kapanitran atau bagian sekretariat
Puro Mangkunegaran, dan saat ini diberi kepercayaan oleh pemerintah sebagai petugas pengawas cagar budaya di Mangkunegaran dari tahun 1999.
Pekerjaan lain selain di Mangkunegaran Pak Joko juga akan mendapat tugas dari pemerintah untuk mengawasi Keraton Surakarta, Radya Pustaka, Pasar Langenharjo, Rumah Arca yang berada di Univet, dan Benteng Kartasura. Selain menjalankan tugas dari pemerintah beliau juga menjadi aktivis di kampung yaitu sebagai ketua RT, dan aktivis sosial.
Harapan kedepan terhadap Puro Mangkunegaran yaitu supaya bisa memenuhi standarisasi sebagai obyek wisata, dan tidak berbenturan dengan tradisi budaya dalam rangka penggalian, pendokumentasian, pembakuan dan pelestarian budaya yang ada di Mangkunegaran (Wawancara dengan Joko Pramodyo tanggal 10 April 2016).
b. Profil M. Ng. Purwanto, SH, S.ST.Par
M. Ng. Purwanto, adalah satu- satunya guide yang bisa berbahasa Belanda di Puro Mangkunegaran. M. Ng. Purwanto biasa dipanggil Pak Pur lahir di Wonogiri tanggal 26 Juli tahun 1977 bekerja selama 22 tahun di Mangkunegaran sebagai abdi dalem pariwisata sehingga mendapat gelar Mas Ngabei oleh Mangkunegara. Pak Purwanto tinggal di Margorejo Timur, RT 04, RW 12, Gilingan, Banjarsari, Surakarta. Beliau lulusan S1 Hukum di Universitas Batik (Uniba) dan S1 Manajemen Perjalanan Wisata di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Sahid Surakarta. Beliau menjadi guide di Mangkunegaran karena ingin
mengaplikasikan ilmu pariwisata, dan alasan menjadi guide bahasa Belanda
karena mayoritas wisatawan asing yang berkunjung adalah berbahasa Belanda sehingga peluang membawa tamu cukup besar.
Gambar 15: M. Ng. Purwanto
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pak Purwanto sudah berlisensi sebagai pemandu wisata madya dan termasuk anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia Surakarta dan Karanganyar. Pekerjaan
beliau selain menjadi Pemandu wisata di Puro Mangkunegaran yaitu juga sebagai guru produktif Usaha Perjalanan Wisata di SMK Sahid Surakarta dan membuka les bahasa Belanda di rumah.
Harapan Pak Pur kedepan supaya Puro Mangkunegaran lebih dikenal dan menjadi salah satu daya tarik wisata unggulan di Kota Solo. Karena Puro Mangkunegaran merupakan tempat peninggalan sejarah yang masih berdiri (Wawancara dengan Purwanto tanggal 10 April 2016).
c. Profil Nyi Ng. Endang Widiastuti, A.Md
Nyi Ng. Endang Widiastuti, A. Md atau Bu Endang adalah satu-satunya guide wanita di Puro Mangkunegaran yang bisa berbahasa Jepang lahir di
Gambar 16: Nyi Ng. Endang Widiastuti
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Jogjakarta tangal 8 April tahun 1969. Bu Endang bertempat tinggal di Guwosari RT 01 RW 27 Jebres Surakarta. Beliau mendapat gelar Ngabei karena sudah menjadi abdi dalem pariwisata selama 27 tahun di Mangkunegaran.
Dahulu sebenarnya beliau ingin bekerja sebagai guru karena sudah menempuh pendidikan di Universitas Muhamadiyah Surakarta program pendidikan Diploma Tiga Fakultas Ilmu Pendidikan, namun karena merasa tidak bisa menjadi pegawai negeri maka beliau memutuskan untuk bekerja di Puro Mangkunegaran sebagai pemandu wisata spesialis bahasa Jepang. Alasan mempelajari bahasa Jepang karena pada waktu itu jumlah wisatawan Jepang yang berkunjung ke Mangkunegaran cukup banyak sehingga bisa menjadi sebuah harapan baik.
Menurut Ibu Endang, peran pramuwisata di Puro Mangkunegaran adalah sebagai orang yang mencontohkan etika yang baik untuk wisatawan yang berkunjung ke Mangkunegaran, karena Mangkunegaran adalah tempat tinggal Pangeran. Selain itu, pramuwisata juga mengajarkan bagaimana melestarikan budaya Jawa (nguri- uri budaya jawi ) baik dari segi tingkah laku maupun
berpakaian.
Harapan kedepan menurut Bu Endang yaitu pramuwisata lebih diperhatikan lagi karena sebagai komoditi daerah, dan masih sangat dibutuhkan oleh wisatawan khususnya di Puro Mangkunegaran karena jumlah pengunjung wisatawan asing semakin banyak (Wawancara dengan Endang Widiastuti tanggal 10 April 2016).