• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled Document

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Untitled Document"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

HENRI HUTABARAT

ZEOLITE

TERHADAP PERFORMANS

PRODUKSI TERNAK

Pusat Kajian Peternakan, Perikanan,

Sumberdaya Pesisir dan Laut

Fakultas Peternakan

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

(2)

TERHADAP PERFORMANS

PRODUKSI TERNAK

Oleh

Henri Hutabarat

Cetakan pertama, Juli 2010

Hak Cipta © 2010

Pusat Kajian Peternakan, Perikanan,

Sumberdaya Pesisir dan Laut

Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen

Jalan Sutomo No 4 A Medan

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Tidak diperkenankan memperbanyak penerbitan ini dalam bentuk cetak, stensil, offset, fotocopi,

mikrofis atau bentuk lain tanpa izin tertulis dari penerbit

Hutabarat, Henri

Zeolit terhadap performans produksi ternak: Pusat Kajian Peternakan, Perikanan, Sumberdaya Pesisir dan Laut Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen, 2010.

(3)

Prospek zeolite sebagai imbuhan pakan cukup baik dilihat dari kebutuhan pakan untuk peningkatan produksi peternakan. Namun prospek yang digambarkan disini belum secara otomatis meningkatkan penggunaan zeolite sebagai imbuhan pakan. Hal ini tergantung dari peluang yang dapat dimasuki oleh komoditi tambang zeolite ini.

Oleh karena itu perlu dikaji pemakaian zeolite dalam ransum ternak dengan aras dan ukuran partikel zeolite yang berbeda, demikian pula pemanasan ulang zeolite.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen yang memberikan kesempatan kepada penulis baik dana maupun sarana untuk mengkaji ulang penggunaan zeolite dalam ransum ternak monogastrik seperti ternak babi.

Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dosen Fakultas Peternakan dan istri saya Dra. Antetti Tampubolon, MSc., Apt serta anak saya Naomi dan Paulus yang turut serta membantu pengetikan buku ini sampai terselesaikan. Kritikan san saran-saran dari pembaca masih penulis harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

Medan, Agustus 2010 Henri Hutabarat

DAFTAR ISI

(4)

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Tujuan studi

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Asal usul zeolit 4

2.2. Komposisi dan struktur zeolit 5 2.3. Sifat-sifat fisik zeolit 6

2.3.1. Struktur kristal 6

2.3.2. Pertukaran kation 8

2.3.3. Penyerapan 9

2.4. Karakterisasi zeolit 9

2.5. Mekanisme aksi zeolit 11

2.6. Aplikasi zeolit dalam makanan ternak 15

(5)

3.1. Tempat penelitian 20

3.2. Bahan dan alat 20

3.2.1. Sumber zeolit 20

3.2.2. Komposisi kimia zeolit 20

3.2.3. Ternak 20

3.2.4. Bahan pakan 21

3.2.5. Peralatan 22

3.3. Metode penelitian 22

3.3.1 Rancangan penelitian 22

3.3.2. Analisa data 23

3.4. Prosedur penelitian 24

3.4.1. ukuran partikel zeolit 24

3.4.2. Aktivasi pemanasan zeolit 24

3.4.3. Penyusunan ransum 24

3.4.4. Pengacakan ternak 25

3.5. Parameter yang diamati 26

3.5.1. Konsumsi ransum 26

3.5.2. Pertambahan berat badan 26

3.5.3. Konversi ransum 26

3.5.4. Biaya ransum 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28

(6)

4.2. Komposisi proksimat ransum 29

4.3. Konsumsi ransum 31

4.4. Pertambahan bobot badan 36

4.5. Konversi ransum 41

4.6. Biaya ransum 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Sidik ragam konsumsi ransum 57 Lampiran 2. Sidik ragam pertambahan bobot badan 57 .Lampiran 3. Sidik ragam konversi ransum 58 Lampiran 4. Sidik ragam biaya ransum 58

BAB I

(8)

1.1. Latar belakang

Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam budidaya ternak. Biaya pakan dalam budidaya ternak mencapai 60 sampai 70% dari total biaya produksi. Oleh karena itu, penelitian tentang pakan baik baik oleh lembaga penelitian maupun swasta banyak dilakukan untuk mencari susunan ransum termurah dari bahan-bahan yang tersedia.

Dalam dekade terakhir ini banyak kalangan ilmuwan di negara-negara maju menggunakan suatu bahan sebagai imbuhan dalam ransum yang berasal dari kelompok mineral yang disebut zeolit. Bahan ini termasuk kristalalumino silikat yang terhidrasi dengan kation-kation alkali dan alkali tanah berstruktur rangka tiga dimensi yang terdiri dari tetrahedral SiO4 dan A1O4-5 bermuatan

negative yang membutuhkan ion-ion bermuatan positif untuk keseimbangan muatannya. Keunikan bahan ini ditentukan oleh struktur yang terbuka dan sifat-sifatnya terutama dalam pertukaran ion dan penyerapan serta dapat berfungsi sebagai katalisator atau menyaring benda berukuran halus tanpa mengalami perubahan struktur.

(9)

Salah satu hambatan yang paling menyulitkan dalam penelitian zeolit kebanyakan bijian zeolit yang berasal dari penambangan konvensional adalah tidak mengandung 90-95% zeolit tunggal, tetapi banyak mengandung masa gelas, kwarsa, feldspar, smectit dan mineral lain yang tidak reaktif. Disamping itu pula mineral spesies zeolit bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, terutama komposisi mineralogis, ukuran partikel dan strukturnya. Demikian juga zeolit itu sendiri bervariasi secara kimiawi sehingga kapasitas pertukaran ion, daya serap dan dehidrasinya berbeda dari satu deposit ke deposit lainnya.

Sejak ditemukannya zeolit alam, lebih dari 50 jenis (spesies) zeolit telah di identifikasi. Banyak penelitian telah dilakukan di bidang peternakan antara lain sebagai bahan aditif untuk pakan babi, ayam dan ruminansia dengan berbagai aras zeolit, serta digunakan sebagai bahan anti bau kotoran ternak di kandang. Hasil hasil penelitian menyebutkan bahwa pemberian zeolit dalam ransum berpengaruh terhadap komsumsi, konversi dan efisiensi pakan, kenaikan berat badan, pencegahan dan pengobatan penyakit alat pencernaan serta dapat mencegah pertumbuhan jamur pada bahan pakan selama penyimpanan.

(10)

Barat dan lainnya 1 lokasi. Zeolit yang sudah dimanfaatkan belum banyak, tetapi yang sudah dieksploitasi masih terbatas di jawa barat antara lain di lebak, tangerang, dan cikembar. Namun demikian, status endapan zeolit tersebut belum jelas diketahui, tetapi termasuk zeolit sekunder, berbutir halus

“riolitik” yang terbentuk dari proses “diagnosis” dan “alterasi” batuan gunung berapi yang mengandung banyak masa gelas.

Salah satu usaha untuk pengembangan teknologi penggunaan zeolit di sektor peternakan adalah dapat dilakukan dengan melakukan karakterisasi bahan-bahan zeolit yang digunakan dalam percobaan. Karakterisasi yang dimaksud antara lain ukuran partikel dan modefikasi aktivitas perlakuan sebelum diberikan dalam ransum. Dengan melakukan aktivasi pemanasan diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan efektivitas zeolit melakukan pertukaran kation dan penyerapan, dan diperkirakan dapat memberikan pengaruh positif terhadap perbaikan performans ternak.

1.2. Tujuan studi

(11)

meningkatkan pendapatan petani peternak. Dari hasil penelitian ini diharapkan untuk penelitian mendatang akan dapat memperbaiki karakterisasi zeolit yang lebih baik untuk diberikan pada spesies ternak tertentu sehingga pemasaran zeolit di Indonesia dapat menguntungkan para konsumen.

BAB III

(12)

3.1Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen Desa Simalingkar selama 8 minggu.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Sumber zeolit

Sumber zeolit dalam percobaan ini berasal dari Bayah yang telah mengalami proses pengolahan oleh PT. Wonder, antara lain : 1) Pengecilan bentuk ukuran melalui alat pemecah kasar “ jaw crusher” dan pengerus “hammer mill”, 2) Pengelompokan ukuran partikel ( 50 – 70 mesh) melalui ayakan goyang “ shaking screen”, dan3)Aktivitas pemanasan melaui “exhauster”.

3.2.2 Komposisi kimia zeolit

Hasil analisis perusahaan, komposisi kimia yang terkandung untuk satu kilo zeolit yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada tabel 1.

3.2.3 Ternak

Ternak penelitian yang digunakan ialah anak babi lepas sapih umur 12

minggu dengan bobot badan rata–rata 13,48 1.49 kg. Anak babi yang

digunakan merupakan bangsa persilangan Landrace dan yorkshire. Jumlah babi yang digunakan sebanyak 27 ekor terdiri atas 18 ekor jantan kastrasi dan 9 ekor betina.

(13)

Uraian Jumlah (gram) Si O2 69,48

Al2O3 12,47

Fe2O3 2,00

CaO 1,65

MgO 0,33

Na2O 1,14

K2O 2,84

TiO2 0,24

P2O5 0,01

Sumber : Anonim (1988)

3.3 Bahan makanan

Sebagai bahan penyusun ransum terdiri dari : jagung kuning, dedak kasar, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, minyak nabati, tepung tulang dan premix –D. Ransum sebagai perlakuan disusun berdasarkan pedoman NRC (1979) menurut kebutuhan protein dan energi sesuai dengan berat badan. Persentase pemakaian zeolit dalam ransum dilakukan dengan subsitusi dedak kasar, sementara porsi bahan makanan lain dalam porsi yang tetap. Pada tabel 2 disarikan susunan ransum percobaan selama 10 minggu percobaan.

3.4 Peralatan

Penelitian ini menggunakan kandang setengah terbuka beratap asbes. Lantai dan dinding kandang terbuat dari semen dengan ukuran lantai 2 m2

(14)

Peralatan tambahan lainnya adalah a) timbangan makanan kapasitas maksimum 2 kg, b) timbangan ternak kapasitas 100 kg skala 0,1 kg, c) termometer dan hygrometer d) hog-holder, e) ember plastik, f) kantong plastik, g) sapu lidi, h) selang air, dan i) sekop.

3.3 Metode penelitian

3.3.1 Rancangan penelitian

Dalam percobaan ini perlakuan disusun secara faktorial 2 x 2 x 2 dengan rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie, 1980). Setiap perlakuan terdapat tiga ekor babi menjadi ulangan. Sebagai faktor pertama ialah taraf zeolit dalam ransum yaitu 4,5% dan 9%, faktor kedua ukuran partikel zeolit yaitu partikel kasar 55 mesh dan partikel halus 65 mesh, dan faktor ketiga ialah aktivasi pemanasan yaitu tanpa dan pemanasan. Sebagai pembanding diluar perlakuan ransum kontrol dengan tiga ekor babi sebagai ulangan. Dengan demikian jumlah ternak yang menerima perlakuan ransum secara menyeluruh untuk dianalisis keragamannya sebanyak 24 ekor. Ternak yang menerima ransum kontrol tidak diuji keragamannya.

3.3.2 Analisa data

Data hasil percobaan dianalisa menurut pedoman steel dan Torrie (1980), sedangkan interpretasi data menurut Little (1981). Model matematis yang digunakan adalah sebaagai berikut :

Y(i j k)l = M + Ti + Uj + TUij + Ak + TAik + UAjk + TUAijk + E (ijk)l

(15)

k = 1, 2 (ternak ulangan dalam perlakuan) 1 = 1, 2, 3 (ternak ulangan dalam perlakuan)

Yijk = pengaruh perlakuan taraf ke-1, partikel ke-j dan aktivasi

pemanasan zeolit ke -k M = rataan umum

Ti = pegaruh taraf zeolit ke-i

Uj = pengaruh partikel zeolit ke-j

TUij = interaksi pengaruh taraf zeolit ke-i dengan ukuran partikel zeolit ke-j

Ak = Pengaruh aktivitasi pemanasan zeolite ke-k

TAik = interaksi pengaruh taraf zeolite ke-i dengan aktivasi

pemanasan zeolite ke-k

UAjk = interaksi pengaruh ukuran partikel zeolit ke-j dengan aktivasi

pemanasan zeolite ke-j dengan aktivasi pemanasan zelite ke-k E (ijk)l = galat percobaan ke-1 pengaruh kombinasi perlakuan zelite ke- ijk

3.4 Prosedur Percobaan 3.4.1 Ukuran partikel zeolit

Zeolit yang diperoleh dari Wonder mempunyai ukuran partikel yang bervariasi dari 50 sampai 70 mesh. Melalui ayakan goyang dengan tangan, ukuran partikel zeolit dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu 1) partikel ukuran 65-70 mesh, dan 2) partikel ukuran 55-65 mesh. Kemudian dari tiap ukuran dibagi dua bagian, yaitu 1) kelompok yang dipanaskan (aktivasi ulang), dan 2) kelompok tanpa dipanaskan (tanpa pemanasan).

(16)

Pemanasan ulang zeolit dilakukan dalam oven pada suhu 300oC selama 2,5

jam kemudian zeolit dimasukkan ke dalam kantong kedap udara, sedangkan zeolit yang tidak dipanaskan ditempatkan pada udara terbuka.

3.4.3 Penyusunan ransum

Teknis penyusunan ransum dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari persentase bahan terkecil sampai terbesar. Tahap pertama, bahan berbentuk halus seperti dedak halus, bungkil kelapa, tepung tulang, tepung ikan dan premix-D ditimbang dan dicampur hingga tercampur merata. Selanjutnya zeolit disatukan dan diaduk hingga merata. Tahap kedua bahan berbentuk kasar seperti jagung kuning, bungkil kedelai dan dedak kasar dicampur dan diaduk sampai merata. Tahap ketiga, disatukan bahan halus dan kasar kemudian diaduk dengan tangan sampai kelihatan menyatu dan merata. Penyusunan ransum dilakukan sekali seminggu, dan setiap kali penyusunan diambil sampel 100 gram untuk dianalisa secara laboratorium. Pada akhir penelitian setiap sampel ransum dikompositkan dan digiling untuk dianalisis secara proksimat.

3.4.4 Pengacakan ternak

Setiap ekor ternak diberi nomor telinganya dan diperingkat bobot badan yang paling berat sampai ringan menurut kelaminnya. Kemudian bobot badan tertinggi sampai terendah baik jantan maupun betina disatukan menjadi dua ekor jantan satu ekor betina untuk satu perlakuan ransum.

(17)

Semua ternak dipelihara dalam kandang individual. Untuk menjaga kebersihan dan kesehaatan ternak, setiap minggu sekali ternak dimandikan. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Untuk menghilangkan pengaruh ransum sebelumnya dilakukan masa penyesuaian selama 10 hari.

3.5. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah : 1) konsumsi ransum, 2) pertambahan bobot badan, 3) konversi ransum, dan 4) biaya ransum.

3.5.1. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung dari jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum setiap hari selama percobaan. Konsumsi nutrisi (bahan kering, protein, lemak, serat kasar, beta-n, abu dan energi) diperoleh dengan perkalian konsumsi ransum dengan zat – zat makanan menurut analisis proksimat laboratorium.

3.4.3 Pertambahan berat badan

Pertambahan berat badan babi diperoleh dengan menghitung selisih bobot badan akhir dengan bobot badan awal penelitian dibagi lama waktu penelitian. Penimbangan berat badan dilakukan pukul 08.00 – 09.00 wib sebelum pemberian makanan pagi.

3.4.4 Konversi ransum

(18)

3.4.5 Biaya ransum

Perhitungan diperoleh dari hasil perkalian jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dicapai dan disesuaikan harga ransum dan harga per kilo ternak pada saat itu.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan umum penelitian

Keadaan suhu udara dalam kandang selama 10 minggu percobaan menunjukkan paling rendah sekitar 250 C terjadi pada pagi hari, dan paling

tinggi sekitar 330 C terjadi pada siang hari. Dengan demikian rataan suhu

kandang adalah 29.7 ± 0.50 C dengan kelembaban relatif 54 ± 1.70 %.

(19)

untuk pertumbuhan babi adalah sekitar 15 sampai 240 C. keadaan ini berarti

kondisi temperature kandang dalam percobaan ini kurang mendukung laju pertumbuhan babi karena sekitar 5,70C diatas yang diinginkan.

Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa pemberian zeolit dalam ransum tidak memberikan efek keracunan, akan tetapi partikel feses babi kontrol kelihatan lebih kasar dan banyak mengandung air dibandingkan kelompok babi yang menerima zeolit. Hasil ini sesuai pendapat Nestorov (1984) bahwa proses – proses pencernaan berlangsung lebih sempurna bila zeolit ditambahkan dalam ransum. Selama berlangsung penelitian tidak ditemukan adanya penyakit mencret, hal ini sesuai dengan pernyataan (Kondo dan Wagai, 1968; Nishimura, 1973; Vrzgula dan Bartko, 1984) bahwa kondisi demikian memacu laju pertumbuhan ternak. Pengamatan secara visual memperlihatkan ternak-ternak yang mendapat perlakuan pemberian zeolit warna daging ternak kemerahan, bulu berkilat, bentuk tubuh kelihatan kompak dibandingkan kontrol.

4.2 Komposisi proksimat ransum

(20)

menunjukkan bahwa perbedaan kandungan protein ransum tidak mempengaruhi parameter yang diamati karena perbedaan hanya 0,62% lebih tinggi pada penggunaan 4,5% zeolit. Kandungan protein ransum penelitian ini sesuai rekomendasi NRC (1979) untuk ternak babi berbobot 5 – 10 kg, 10 – 20 kg dan 20 – 35 % dibutuhkan kandungan protein berurutan sebesar 20, 18 dan 16%.

Demikian kandungan serat kasar dalam ransum tidak melebih batas yang disarankan Krider dan Carroll (1971) yaitu dibawah 6%. Dalam percobaan ini kandungan serat kasar ransum untuk pemberian 4,5% zeolit sekitar 5,43 ± 0,03%, dan 5,09 ± 0,07 % untuk taraf zeolit 9,0%. Terjadi perbedaan 6,22% lebih tinggi untuk pemberian 4,5% zeolit hal ini mungkin disebabkan substitusi 4,5% dedak kasar dalam ransum.

Tabel 3. Komposisi proksimat ransum selama penelitian

P e r l a k u a n (%)

kontrol T1U1A1 T1U1A2 T1U2A1 T1U2A2 T2U1A1 T2U1A2 T2U2A1 T2U2A2

BK 90,65 90,62 90,94 90,57 90,62 90,65 90,81 90,56 90,91

Protein 20,84 21,35 21,24 20,96 20,94 21,12 21,63 20,64 20,56

Lemak 9,47 8,64 8,78 8,87 8,98 8,67 8,11 8,17 8,05

SK 4,31 5,43 5,38 5,44 5,46 5,19 5,09 5,02 5,05

Abu 6,45 10,22 10,33 10,35 10,53 13,74 13,98 13,78 13,45

Beta-n 49,58 44,98 44,91 44,95 44,71 42,93 42,80 42,95 43,80

Energy, kkcal

3943 3871 3871 3895 3895 3895 3919 3943 3943

Keterangan :

kontrol : ransum normal tanpa zeolit

(21)

T1U2A2: ransum normal+ 4,5% zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii ulang T2U1A1: ransum normal+ 9,0% zeolit partikel halus 65 mesh aktivasii pabrik T2U1A2: ransum normal+ 9,0% zeolit partikel halus 65 mesh aktivasii ulang T2U2A1: ransum normal+ 9,0% zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii pabrik T2U2A2: ransum normal+ 9,0% zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii ulang

Kandungan abu dalam ransum menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf pemberian zeolit dalam ransum semakin meningkat kandungan abu dalam ralam ransum, dan semakin tinggi taraf pemberian zeolit dalam ransum, semakin menurun kandungan bahan organik dalam ransum. Pada Tabel 3 dapat dilihat kandungan abu pada pemberian 9,0% zeolit sekitar 13,74 ± 0,22% berbeda 32,63% lebih tinggi dibandingkan pada pemberian 4,5% zeolit yaitu 10,36 ± 0,13%, sedangkan kandungan bahan organik lebih rendah 4,78% untuk perlakuan taraf 9,0%. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Vest dan Shutze (1984) bahwa zeolit sebagian besar mengandung abu; dan zeolit tidak mengandung bahan organik (Shurson et al, 1984). Hal ini terbukti bila diamati data proksimat ransum kontrol tanpa zeolit mempunyai komposisi perbandingan yang lebih baik dibandingkan perlakuan zeolit dalam ransum.

(22)

protein, serat kasar dan energi ransum tidak mempengaruhi variabel yang diamati. Artinya faktor zeolit dalam ransum adalah satu-satunya faktor yang mempengaruhi parameter percobaan.

4.3 Konsumsi ransum

Pada Tabel 4 dapat dilihat data konsumsi ransum harian babi selama 10 minggu percobaan. Bila diamati data konsumsi ransum dalam percobaan ini tampak bahwa sebagian menurun dan meningkatkan tetapi secara umum menurun 0,68% dan 5,17% untuk taraf pemberian 4,5 dan 9,0 dibandingkan peberian ransum control ( 1606 vs 1595 dan vs 1523 g). Hal ini disebabkan kandungan abu yang berasal dari zeolit (Vest dan Shutze, 1984 ); sehingga mengurangi nafsu makan babi.

Tabel 4. Rataan konsumsi ransum selama 10 minggu

Z e o l i t a, b

4,5% 9,0%

Halus Kasar Halus Kasar

Ula-ngan kontrol AP

c PUd AP PU AP PU AP PU

1 1606 1655 1933 1513 1406 1386 1431 1599 1487 2 1610 1649 1866 1535 1566 1429 1650 1524 1642 3 1522 1534 1801 1318 1363 1358 1503 1770 1499 Rata

rata

1606 1613 1866 1455 1445 1391 1528 1631 1499

Keterangan :

aInteraksi antara taraf dengan partikel zeolit (P< 0,01) bInteraksi antara partikel dengan aktivasi zeolit (P<0,01) cAP = aktivasi pabrik; dPU = Aktivasi ulang

Koefisien keragaman = 6,46%

(23)

lambung lebih lama. Dilain pihak adanya kemungkinan pemberian zeolit dalam bentuk kering menimbulkan polusi udara kandang, dan ternak mengalami peristiwa yang disebut “anoreksia “ (Kovac et al, 1984).

(24)

partikel yang lebih kecil yang akhirnya proses pencernaan lebih lama. Keadaan ini sesuai mekanisme chemoreseptif pada usus kecil yang mengatur kecepatan penguraian bahan makanan dalam lambung dan kecepatan pengosongan lambung menuju ke usus bagian duodenum (Meyer, 1980).

Aktivasi pemanasan zeolit tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum walaupun sedikit ada perbedaan 4,57% lebih banyak ransum dikonsumsi tanpa aktivasi ulang (1596 vs 1523 gr). Hal ini disebabkan pemanasan ulang zeolit maka pori–pori permukaan zeolit lebih terbuka, dan aktivasi zeolit menyerap dan melakukan petukaran ion di saluran pencernaan lebih sempurna ( Mumpton,1984b; Flaningen, 1984), sehingga masa waktu pengosongan lambung berlangsung lebih cepat dan ransum yang dikonsumsi lebih banyak. Sedangkan tanpa aktivasi ulang pori-pori zeolit terisi air karena penyimpanan zeolit yang tidak memenuhi standar, maka aktivasi zeolit dalam proses penyerapan tidak berlangsung sempurna, dan aliran digesta di saluran pencernaan dan periode waktu pengosongan lambung berlangsung lebih lama.

(25)

9,0% (1450 vs 1587 gr), meskipun tidak berbeda nyata dengan pemberian zeolit partikel halus taraf 4,5% (1450 vs 1460 gr). Pemberian zeolit partikel kasar taraf 9,0% nyata berbeda lebih banyak dari pada pemberian zeolit partikel halus taraf 4,5%. Hal ini secara grafis diperlihatkan pada Gambar 1. Adanya interaksi ukuran partikel zeolit dengan aktivasi pemanasan yang sangat nyata (p<0,01) menunjukkan bahwa pemberian zeolit partikel halus yang diaktivasi ulang berbeda nyata lebih banyak dikonsumsi dibandingkan aktivasi pabrik (1698 vs 1502 gr), namun zeolit partikel kasar yang diaktivasi ulang tidak nyata berbeda dengan aktivasi pabrik (1494 vs 1543 gr). Pemberian zeolit partikel halus dan kasar yang diaktivasi pabrik tidak mempengaruhi perbedaan konsumsi ransum (1502 vs 1543 gr); tetapi pemberian zeolit partikel kasar dan partikel halus yang diaktivasi ulang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (1494 vs 1688 gr).

Konsumsi gr/ek/hr

1850 U1: Y = 2030 – 64,44 X

1750 Partikel kasar

1650 Partikel halus

1550

1450 U2: Y = 1333 + 28,22 X

4,5 9,0

Taraf zeolit

(26)

Pemberian zeolit partikel halus yang diaktivasii ulang berbeda nyata lebih sedikit dikonsumsi dari pada zeolit partikel halus yang diaktivasii pabrik (1543 vs 1698 gr). Hal ini secara grafis diperlihatkan pada Gambar 2. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian zeolit taraf 9,0% partikel kasar yang diaktivasii pabrik lebih sedikit dikonsumsi, sedangkan pemberian pemberian zeolit taraf 4,5% partikel halus yang diaktivasii ulang lebih banyak dikonsumsi dibandingkan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.

Konsumsi gr/ek/hr 1694

1664 Aktivasi pabrik

1690 Aktivasi ulang

1596 1562 1528 1494

55 65

Partikel zeolit (mesh)

Gambar 2. Grafik interaksi ukuran partikel zeolit dengan aktivasi ulang terhadap konsumsi ransum

4.4 Pertambahan bobot badan

(27)

perbaikan sebesar 2,66 dan 3,63% masing–masing untuk taraf pemberian 4,5% dan 9,0% zeolit dibandingkan pemberian ransum kontrol (443 vs 455 dan 460 gr). Perbaikan performans yang diberi zeolit diduga Pond et al (1981) dalam Pond dan Yen (1982) berlangsung melalui pengikatan amonium oleh zeolit terutama klinoptilolit yang diberikan secara bersamaan, sehingga konsentrasi amonia didalam darah portal menurun. Akan tetapi bila diperhatikan koefisien terhadap kecernaan zat – zat makanan dalam persentase bahan kering dan bahan organik secara menyeluruh berbeda lebih tinggi, meskipun tidak dilakukan pengujian secara statistik.

Tabel 5. Rataan pertambahaan berat badan selama penelitian Z e o l i t a, b

443 539 457 400 424 411 411 514 503

Keterangan :

aInteraksi antara taraf dengan partikel zeolit (P< 0,01) bInteraksi antara partikel dengan aktivasi zeolit (P<0,01) cAP = aktivasi pabrik; dPU = Aktivasi ulang

Koefisien keragaman = 14,84%

(28)

tidak berlangsung sempurna sehingga diperlukan penambahan jumlah zeolit (Liu et al, 1984). Namun hasil penelitian ini didukung juga dengan konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (P<0,05) .

Lebih lanjut hasil penelitian ini sejalan dengan percobaan Castro dan Pastrana (1988), Tsitsisvili et al (1984), dan Sianturi (1988) melaporkan pemberian zeolit yang bervariasi dari 4,5 sampai 10% dalam ransum babi tidak menunjukkan adanya perbedaan terhadap perbedaan berat badan. Akan tetapi penelitian Aritonang dan Silalahi (1990) pemberian 4,5% zeolit yang berasal dari sumber yang sama menghasilkan perbedaan yang nyata lebih baik dibandingkan taraf pemberian 6,0% dalam ransum.

(29)

perbandingan komposisi kimiawi zeolit partikel halus dan kasar tidak teramati.

Ditemukan interaksi taraf dengan ukuran partikel zeolit yang sangat nyata (P<0,01) menunjukkan bahwa pemberian zeolit partikel halus memberikan respon yang nyata berbeda lebih baik terhadap pertambahan berat badan babi dibandingkan pemberian zeolit partikel kasar pada taraf pemberian 4,5% (498 vs 412 g), tetapi pada taraf pemberian 9,0% zeolit partikel kasar memberikan respon lebih tinggi dari pada zeolit partikel halus (508 vs 411 g). Pertambahan berat badan secara nyata lebih baik bila zeolit partikel halus diberikan pada taraf 9,0% dibandingkan taraf pemberian 4,5% (498 vs 411 gr), atau zeolit partikel kasar taraf 9,0% berbeda nyata lebih baik dibandingkan taraf pemberian 4,5% (498 vs 411g), atau zeolit partikel kasar taraf 9,0% berbeda nyata lebih baik dibandingkan taraf pemberian 4,5% (508 vs 410 g).

Pemberian zeolit partikel kasar taraf 4,5% dan zeolit partikel halus taraf 9,0% (412 vs 411 gr) dan antara pemberian zeolit partikel halus taraf 4,5% dengan partikel kasar taraf 9,0% (498 vs 508 gr) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan berat badan babi. Hal ini secara grafis ditunjukkan pada Gambar 3.

(30)

kearah yang lebih buruk (449 vs 466 gr). Hal ini mungkin dengan memanaskan ulang zeolit maka struktur zeolit mengalami perubahan dan

Pertembahan bobot badan

500 U1 : Y = 585,7 – 19,42 X

480 Partikel kasar

460 Partikel halus

440 420

400 U2 : Y = 315,3 + 21,47 X

4,5 9,0

Taraf zeolit (%)

Gambar 3. Grafik interaksi taraf dengan ukuran partikel zeolit terhadap pertambahan bobot badan

aktivasi zeolit melakukan pertukaran kation dan penyerapan menurun. Meskipun demikian pertambahan berat badan babi dalam percobaan ini masih lebih baik dibandingki hasil penelitian pemberian ransum kontrol. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian zeolit taraf 9,0% partikel kasar yang diaktivasii pabrik memberikan respon lebih baik terhadap pertambahan berat badan harian babi, sedangkan pemberian zeolit taraf 4,5 partikel halus yang diaktivasi ulang memberikan respon lebih buruk dibandingkan perlakuan zeolit lainya dalam ransum.

(31)

Penilaiaan pertambahan berat badan akan lebih informatif jika dihubungkan dengan konsumsi ransum. Hubungan kedua parameter ini dinyatakan dengan keefisienan penggunaan ransum atau konversi ransum yaitu perbandingan antara pertambahan berat badan dengan konsumsi ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan zeolit dalam ransum dapat memperbaiki konversi ransum (Onagi, 1966; Mumpton dan Fishman, 1977; Mumpton, 1978; Willis et al, 1982).

Pada Tabel 6 disuguhkan konversi ransum babi selama 10 minggu percobaan.

Tabel 6. Rataan konversi ransum selama penelitian

Z e o l i t a, b

3,58 3,10 3,46 3,41 2,98 3,16 3,68 3,05 3,00

Keterangan :

aInteraksi taraf dengan partikel zeolit (P < 0,01) bAP = Aktivasii pabrik; cAU = Aktivasii ulang

koefisien keragaman = 10,62%

(32)

gastrointestinal atau waktu pengosongan lambung sehingga meningkatkan keefisienan penggunaan ransum menghasilkan pertambahan berat badan. Perbaikan kefisienan penggunaan ransum ini tampaknya berhubungan dengan keefisienan penggunaan kalori.

Dengan demikian pemberian 4,5 dan 9,0% zeolit dalam ransum secara statistik tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap angka konversi ransum. Hal ini berarti meningkatnya kandungan zeolit dalam ransum tidak memberikan respon terhadap keefisienan penggunaan ransum, tetapi memberikan respon sedikit lebih baik terhadap pertambahan berat badan. Hasil penelitian ini sejalan dengan percobaan Castro dan Pastrana (1988), Marsh(1982), Cool dan Willard (1982), Tsitsishvili et al (1984), Castro dan Elias (1988) dan sianturi (1988) bahwa pemberian dari 0,5 sampai 10% zeolit tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai konversi ransum.

(33)

keunikan fungsi saluran pencernaan ternak monogastrik lebih luas untuk merubah komponen bahan makanan menjadi bentuk produksi terutama terhadap pertumbuhan. Hasil percobaan ini sejalan dengan pengamatan Pond dan Yen (1982) bahwa pemberian 5,0% clinoptilolit yang berpartikel halus (<50 mesh) tidak menghasilkan perbedaan dengan partikel kasar (16 mesh) terhadap nilai konversi ransum babi.

(34)

ulang (3,1 vs 3,0) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Hal ini secara grafis diperlihatkan pada Gambar 4.

Kg 3,6

3,5 Aktivasi pabrik

3,4 Aktivasi ulang

3,3 3,2 3,1 3,0

55 65

Partikel zeolit (mesh)

Gambar 4. Grafik interaksi ukuran partikel dengan aktivasi Pemanasan terhadap konversi ransum

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian zeolit baik taraf 4,5 maupun 9,0% partikel kasar yang diaktivasi pabrik atau diaktivasi ulang konversi lebih kecil, sedangkan pemberian zeolit taraf 4,5 maupun 9,0% partikel halus baik diaktivasii pabrik maupun diaktivasii ulang konversi ransum lebih besar dibandingkan perbandingan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.

4.5 Biaya ransum

(35)

untuk ransum kontrol, zeolit 4,5% dan 9%. Pada Tabel 7 disuguhkan data biaya ransum untuk menghasilkan pertambahan satu kilo bobot badan babi selama 10 minggu percobaan.

Tabel 7. Rataan biaya produksi ransum selama penelitian Z e o l i t a, b

4,5% 9,0%

Halus Kasar Halus Kasar

Ula-ngan kontrol AP

c PUD AP PU AP PU AP PU

1 1541 1596 1576 1450 1586 1343 1700 1435 1565 2 1911 1416 1712 1911 1523 1523 1744 1517 1352 3 1596 1496 1746 1596 1222 1647 1884 1468 1453 Rata

rata 1695 1502 1678 1652 1444 1523 1776 1473 1451

Keterangan :

aInteraksi partikel dengan aktivasii (P < 0,05) bPP = Aktivasii pabrik; cAU = Aktivasii ulang

koefisien keragaman = 10,60%

Bila diperhatikan data biaya ransum percobaan ini, pemberian 4,5% dan 9,0% zeolit dalam ransum menghasilkan penurunan biaya masing – masing sebesar 7,43 dan 8,14% dibandingkan pemberian ransum konrol (Rp 1695 vs Rp 1569 dan vs Rp 1557). Hasil percobaan ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan zeolit dalam ransum dapat menguragi biaya pengeluaran untuk ransum (Anai et al, 1976; Tsitsishvili et al, 1984; Kvashali et al, 1980b) .

(36)

biaya ransum, tetapi pemberian zeolit partikel kasar lebih mengguntungkan dari pada partkel halus (Rp1620 vs Rp 1506).

Aktivasii pemanasan ulang zeolit mengakibatkan biaya ransum lebih tinggi dibandingkan yang diaktivasi pabrik, tetapi secara statistik tidak memperlihatkan perbedaan ( Rp 1589 vs Rp 1538). Ditemukan interaksi antara ukuran partikel dengan aktivasii pemanasan yang sangat nyata (P<0,01) menunjukkan bahwa biaya ransum lebih rendah dengan pemberian zeolit partikel kasar yang diaktivasii ulang dibandingkan aktivasii pabrik (Rp 1451 vs Rp 1727); tetapi tidak nyata perbedaan antara zeolit partikel halus yang diaktivasii pabrik dengan diaktivasii ulang (Rp 1512 vs Rp 1562). Sementara itu biaya ransum pada pemberian zeolit partikel halus nyata berbeda lebih rendah dibandingkan partikel kasar yang diaktivasii pabrik (Rp 1512 vs 1727); tetapi biaya ransum pada pemberian zeolit partikel halus tidak berbeda nyata dengan zeolit partikel kasar.

X Rp 1000 1775

1700 Aktivasi pabrik

1625 Aktivasi ulang

1550 1475 1400

(37)

Gambar 5. Grafik interaksi ukuran partikel dengan Aktivasi zeolit terhadap biaya ransum

Parameter kontrol Taraf (%)

Partikel (mesh)

aktivasi

4,5 9,0 65 55 PP PU Ransum 1606 1595 1523 1600 1519 1523 1596 Bahan kering 1430 1354 1335 1369 1321 1334 1356 Protein kasar 337 316 309 322 a 302 b 309 315 Lemak 136 131 a 121 b 129 124 126 126 Serat kasar 86 81 a 75 b 80 76 78 78 Abu 161 159 a 202 b 185 177 176 185 Beta-n 710 670 635 663 642 647 658 Energi, kcal 6599 6263 6109 6252 6120 6107 6265 PBB, gr 433 455 460 455 460 460 449 Konversi ransum 3,6 3,2 3,2 3,3 3,1 3,2 3,2 Biaya ransum Rp 1695 1569 1557 1620 1506 1538 1589 Kecernaan

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

(39)

1. Taraf, ukuran partikel dan aktivasi pemanasan ulang zeolit tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan biaya ransum (P<0,05).

2. Adanya interaksi yang menunjukkan zeolit partikel halus taraf 4,5% lebih banyak dikonsumsi (P<0,01), dan zeolit partikel halus taraf 9% dan partikel kasar taraf 4,5% lebih sedikit dikonsumsi.

3. Adanya interaksi yang menunjukkan bahwa zeolit partikel kasar taraf 9% dan partikel halus taraf 4,5% menghasilkan pertambahan bobot badan berbeda nyata lebih baik (P<0,01).

4. Adanya interaksi ukuran partikel dengan aktivasi pemanasan yang menunjukkan bahwa zeolit partikel halus diaktivasi ulang secara nyata (P<0,05) lebih banyak dikonsumsi dibandingkan partikel kasar.

5. Adanya interaksi yang menunjukkan zeolit partikel kasar diaktivasi ulang secara nyata (P<0,05) mempunyai angka konversi terendah dan biaya paling rendah.

Saran

(40)

2. Penggunaan zeolit diatas 9,0% dalam ransum masih memungkinkan untuk diberikan jika ukuran partikel zeolit lebih kecil dari 55 mesh.

Lampiran 1. Sidik ragam konsumsi ransum

Sumber

(41)

Koefisien keragaman = 0.21% Lampiran 2. Sidik ragam pertambahan bobot badan

Sumber

Keterangan : ** berbeda sangat nyata (P<0.01)

Koefisien keragaman = 11.21%

.Lampiran 3. Sidik ragam konversi ransum

Sumber

Keterangan : ** berbeda nyata (P<0.05)

(42)

Lampiran 4. Sidik ragam biaya ransum

Sumber

keragaman DB JK KT Fh 0.05F tabel0.01 Ulangan Keterangan : * Berbeda nyata (P<0.05)

Koefisien keragaman = 0.02%

DAFTAR PUSTAKA

Ames, L.L., Jr. 1960. The cation sieve properties of clinoptilolite. Amer. Mener. 45: 689.

Ames, L.L., JR. 1967. Zeolite removal of ammonium ions from agricultural waste - waters. Proc. 13th Pasific Northwert Indust. Waste Conf.

Washington State Univ.: 135-52.

Anonim, 1988. Wonder zeolit. Feed additive dan penangkal nitrogen dan ammonia. Katalog. Wonder Indonesia Pharmaceutical, Jakarta.

A.O.A.C. 1975. Official Methods of Analysis. Ed. Association of Official Analytical Chemists. Washington, D.C.: 122-31.

Aritonang, D dan M. Silalahi. 1990. Penggunaan zeolit dalam ransum babi.

Seminar Zeo-Agroindustri, Bandung 18-19 Juli 1990.

(43)

Boles, J.R. 1988. Occurrences of natural zeolites present status and future research, In: Occurences, Properties and Utilization of Natural Zeolites, eds., D. Kallo and H.S. Sherry. Akademiai Kiado, Budapest : 3-9.

Breck, D.W. 1974. Zeolute Molecular Sieves. Wiley, New York.

Burhanuddin, B.M. 1990. Pengkajian zeolit alam dan strategi pendayagunaannya dalam industri agro. Seminar Zeo-Agroindustri, Bandung 18-19 Juli 1990.

Castro, M and M. Pastrana. 1988. The effect of different levels of zeolite on the performance of growing pigs. In: Occurence, Properties and Utilization of Natural Zeolites, eds., D. Kallo and H.S. Sherry. Akademiai Kiado, Budapest.: 721-27.

Cheshmedzhiev, B.V. 1982. Zeolite as a feed supplement for pigs. Nutr. Abs. Rev. (Seri B). 52(3): 169.

Cheshmedzhiev, B.V., A. Anngelov, N. Nestorov, A. Kr’Stev, S. Bakalinov and R. Cheshmedzhieva. 1985. Effect of fed zeolite on pregnant and nursing sows and sucling piglets. Pig News and Information. 7(2): 234. ,

Coates, M. E. 1982. The gut microflora and growth. In: Growth in Animalseds.,

T.L.J. Lawrence. Buttrrworthes, London. : 175-88.

Cool, W.M. and J.M. Williard. 1982. Effect of clinoptilolite and swine nutrition.

Nutr. Rep. Int. 26(5): 759-66.

Cousins, R.J.,A.K. Baber and J.R. Tront. 1973. Cadmium toxicity in growing swine.

J. Nutr. 103: 904-72.

Crampton, E.W. and L.E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition. 2th ed. W.H.

Freeman and Company. San Francisco and London: 105-32.

Curtis, S.E., C.R. Andersin, J. Simon, A.H. Jansen, R.M. Bechite, A.D.

Dayton and

R.A. Prey. 1975. Effect of aerial ammonia, S and swine-house dust on rate of gain and respiratory-tract structure in swine. J. Anim. Sci.

41: 735-9.

Drumnon, J.G., S.E. Curtis, J. Simon and H.W. Norton. 1981. Effect of aerial ammonia on growth and health of young pigs. J. Anim. Sci. 50: 1085-91.

Dryer, A. 1988. An Introduction to Zeolite Molecular Sieces. Jhin Wiley & Sons Ltd., Chichester.

Dubinin, M.M. 1981. Surface and porosity of adsorbents. In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 163-69.

(44)

Flaningen, E.M. 1984. Adsorbtion properties of natural zeolites. In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture,

ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 55-68. Grabovenskii, I.I and G.I Kalachnyuk, 1984. Metabolism and productive of

bull calves fed zeolite in carbamide-containing pellets. Soviet Agric. 8: 40-3.

Harjanto, S. 1987. Lempung, Zeolit, Dolomit dan Magnesit. Direktorat Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan and Energi Republik Indonesia: 108-66.

Harms, R.H and B.L Damron. 1973. The influence of various dietary filters on the utilization of energy by poultry. Poul. Sci. 52 20234 (Abstract). Hawkins, D.B. 1984. Occurance and availability of natural zeolites. In:

Zeo-Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture,

ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 55-63. Helmer, I.G and F.F Bartley. 1972. Progress in the utilization of urea as a

protein replacer for ruminants. J. Anim. Sci. 45: 1188-1203.

Hooge, D.M. and L.O. Rowland. 1978. Effect of dietary sand on feed coversion of broilers and laying hens. Poul. Sci. 57 1145 (Abstract). Husaini. 1990. Percontohan pengolahan zelit Bayah. Seminar

Zeo-Agroindustri. Bandung, 18-19 Juli 1990.

Jasjfi, E and E. Janis. 1987. Carbon dioxide adsorption capacity of Indonesian natural zeolites. Sci. contribution 1: 50-6.

Kondo, N and B. Wagai. 1968. Experiment use of clinoptilolite-tuff as dietary supplements for pigs. Yotonkai,May 1-4.: 1-4.

Kovac, G., L. Vrzgula, P. Barko and M. Prosbova, 1984. The addition of natural zeolite to feed and its effect on the state of health of pigs and the quality of meat products. In: Occurance, Properties and Utilization of Natural Zeolite, eds., D. Kallo and H.S. Sherry. Akademiai Kiado, Budapest : 737-45.

Kvashali, N., Z.G. Mikautadze, A. Ya. Urushadze, V.F. Tsomaya, G.V. Tsitsishvili,

T.G. Andronikashvili and I.G. Manjgaladze. 1980b. Growth stimulating action of clinoptilolite from Dzegvi deposit, Georgian S.S.R., on laying chickens. in Natural Zeolites in Agriculture, Sukhumi, eds., A.I. Krupennikova. Metzniereba Publ., House, Tbilisi.: 174-88.

Leibetseder, J. 1982. Does the presence of gut flora influence performance of man and animals? In normal and induces changes in the GIT microflora in man and animals with special regard ti animal performance, eds., E.G. White. Verlag Paul Parey, Berlin and Hamburg: 41-43.

Leibholz, J. M., J.T. Mc. Call, V.W. Hays and V.C Speers. 1966. Potassium, protein

(45)

Little, T.M. 1981. Statistics: A Tool for the horticulturalscientist, Proceed. Symp. Hort. Sci. 16 (5): 637-40.

Liu, K.Y., C.W. Williford Jr and W.R. Reynolds. 1988. Cation exchange characteristics of gulf coats clinoptilolite. in Occurence, Properties and Utilization of Natural Zeolites, eds., D. Kallo and H.S. Sherry. Akademiai Kiado, Budapest.: 449-61.

March, B. 1982. Zeolite reduced pig scours, but didn’t improve feed:gain. Feedstuffs 54 (16): 13-14.

Meyer, J.H. 1980. Gastric emptying of ordinary food: effect of antrum on particle size. Amer. J. Phys. 239:133.

Kvashali, N. and Z.G. Mikautadze. 1980a. The influence of different methods of feeding of clinoptilolite-containing tuffs of Dzegvi, Georgian S.S.R., deposit on the productivity indexes of laying chickens : in: Trans. Trans-Caucasian Region Exp. Poultry station “ Sabchota Sakarvelo”, Tbilisi 1: 63-75.

Kvashali, N. Ph., Z.G. Mikautadze, A. Ya. Urushadze. V.F Tsitsishvili, G.V. Andronikashvili and I.G. Manjgaladze. 1980b. Growth stimulating action of clinoptilolite from the Dzegvi deposit, Georgian S.S.R., on laying chickens: In: Natural Zeolites in Agriculture, Sukhumi, eds., A.I. Krupennikova. Metzniereba Publ., House, Tbilisi.: 174-88.

Ming, D.W. and F.A. Mumpton. 1989. Zeolite in Soils. In: Minerals in Soil Environment, eds., J.B. Dixon and S.B. Weed. Soil Science Society of America, USA: 873-91.

Mumpton, F.A. 1984a. Natural zeolites. In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aguaculture, ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Westivew Press. Coloradeo.: 3-27.

_______________ 1984b. Flammae et fumus proximi sunt: The role of natural zeolites in agriculture and aquaculture. In: Zeo-Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aguaculture, eds., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Westview Press. Colorado: 53-63.

_______________ and F.H. Fishman. 1977. The application of natural zeolite in animal science and aquaculture. J. Anim. Sci. 45: 1188-203.

_______________ 1988. Development of use for natural zeolites: A critical commentary. In: Occurences Properties and Utilization of Natural Zeolite, eds., D. Kallo and H.S Sherry. Akademiai Kiado. Budapest: 333-66.

Nakaue, H.S., J.K. Koelliker and M.L. Pierson. 1981. II. Effect of feeding broilers and the direct application of clinoptilolite on the clean and reused litter on broiler performance and house environment. Poul. Sci. 60: 1221-28.

(46)

Nishimura, Y. 1973. Properties and utilization of zeolites. J. Clay Soc. 13: 23. NRC. 1979. Nutrient Requirements of Domestic Animals. No. 2. Nutrient

Requriements of Swine. Ed. . National Academy of Sciences-National Research Council. Washington, DC.:23.

Onagi, T. 1966. Treating experiments of chicken droppings with zeolite-tuff powder. 2. Experimental use of zeolite tuff as dietary supplements for chickens: Rep. Yamagata Stock Raising Inst, Japan : 7-18.

Parizek, J. 1957. The destructive effect of cadmium ion on testicular tissue ad its prevention by zinc. J. Endcrinol. 15: 56-63.

Patience, J.F. , R.E. Austic and R.D. Boyd. 1987. Effect of dietary electrolyte balance on growth and acid-base status in swinw. J. Anim.Sci. 64: 457.

Pond. W. G., J.T. Yen and D.A Hill. 1981. Decreased absorbtion of orally adminstrated ammonia by clinoptilolite in rats. Proc. Soc. Exper. Biol. Med. 166:369-73.

____________ and J.T. Yen. 1982. Response of growing swine to dietary clinoptilolite from two geographic source. Nutr. Rep. Int. 25: 837-48. _______________ 1983. Protection by clinoptilolite from two geographic

sources. Nutr. Rep. Int. 25: 837-48.

Quarles, C.L. 1985. Zeolite: A new ingredient may cut calories needed to produce poultry, red meat. Feedstuffs 57 (85): 35-36.

Quisenberry, J.H. 1968. The use of clay as poultry feed. Clays Clay Miner.

16: 267-70.

Rerat, A. 1978. Digestion and absorbtion of carbohydrates and nitrogenous matters in the hindgut of omnivorous non ruminant animals. J. Anim. Sci. 46: 1808-37.

Rogers, J.A, C.L. Davis and J.H. Clark. 1979. Alteration of rumen fermentation in steers by increasing rumen fluid dilution rate with mineral salts. J. Dairy Sci. 59: 1536.

Schroeder., A.H. 1964. Cadmium hypertension in rats. Amer. J. Physiol. 207: 62-66.

Semmens, M.J. 1984. Cation-exchange properties of natural zeolites. In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, eds., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Westview Press. Colorado: 79-87.

Shepard, R.A. 1984. Characterization of zeolitic materials in agricultural research. In: ZeoAgriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 79-87.

(47)

Sianturi, N. 1988. Pengaruh pemberian mineral zeolit dalam ransum terhadap penampilan ternak babi lepas sapih. Karya Ilmiah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian, Bogor.

Sihombing, D.T.H. 1983. Ilmu Produksi Ternak Babi. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Smith, T.K. 1980. Influence of dietary fiber, protein and zeolite on

zearalenone toxicosis in rats and swine. J. Anim. Sci. 50: 273.

Sova, Z., A. Slamova, H. Reisherova, H. Pohankova and K. Hais. 1989. Hematological and biochemical changes in broiler fed 5% zeolite during experimental application of 2.5 mg /kg in diet. Biol. Abs.

91(3): 1183.

Sweeney, T.F. and A. Cervantes. 1984. Effect of dietary clinoptilolite on digestion and rumen fermentation in steers. In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 177-81.

Torri, K. 1977. Utilization of natural zeolites in Japan. In: Natural Zeolites: Occurence, properties, Usem eds., L.B. Sand and F.A. Mumpton, ed., Pergamon Press, Elmsford, New York: 441-50.

Steel, R.G.D. and J.H. Torries. 1980. Principles and Prosedures of Statistic, Ed. 2 th Mc-Graw-Hill International Book Co. New Delhi.

Tsitsishvili, G.V., T.G. Andronikashvili and N.P. Kvashali. 1984. Agricultural applications of natural zeolites in the Soviet Union: In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, eds., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Westview Press. Colorado: 211-13.

_____________ 1988. Perspectives of natural zeolite application. In: Occurance, Properties and Utilization of Natural Zeolite, ed., D. Kallo and H.S. Sherry. Akademiai Kiado, Budapest : 367-93.

Valdivia, R., C.B. Ammerman, H.R. Henry, P.R. J.P Feaster and C.J. Wilcox. 1982. Effect of dietary alumminium and phosphorus on performance, phosphorus utilization and tissue mineral composition on sheep. J. Anim. Sci. 55:402-10.

Vaughan, D.E.W. 1978. Properties of Natural Zeolites. In: Natural Zeolites: Occurance, Properties, Use, ed., Pergamon Press, Elmsford, New York: 353-71.

Vest, L. and J.V. Shutze. 1984. Influence of feeding zeolites to poultry under field conditions. In: Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, eds., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Westview Press, Boulder, Colorado: 205-9.

Visek, W.J. 1984. Ammonia: Its effects on biological system, metabolic hormones and reproduction. J. Dairy Sci. 67: 481-98.

(48)

Weber, W. 1972. Physico-Chemical Process for Water Control. Wiley, New York.

White, J. L and A.J Ohlrroge. 1974. Ion exchange materials to increase consumption of non protein nitrogen in ruminants. Canadian Patent 93986, Jan. 2. 1974.

Gambar

Tabel 3. Komposisi proksimat ransum selama penelitian
Tabel 4. Rataan konsumsi ransum selama 10 minggu
Tabel 5. Rataan pertambahaan berat badan selama penelitian
Tabel 6. Rataan konversi ransum selama penelitianZ e o l i t a, b
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sebuah Pengorbanan karya Liliana Primrose berhasil menyeret pembaca pada kompleksit as hidup t okoh Anit a. Sosok yang berpegang pada kasih t ulus pada kekasihnya, Put ri.

Wewatesane objek panliten iki yaiku sesambungan paradhigmatik lan sintagmatike leksikon sajrone upacara adat larung labuh segara sembon yo ing Desa Taksikmadu

Pada dimensi psikologis kualitas hidup pasien GGK sebelum menjalani HD sebagian besar merasa cemas setiap akan dilakukan tin- dakan dialisis terutama responden yang masih

Di beberapa Desa (misalnya di Desa Bumiaji dan Tulungrejo) masyarakat memiliki kesadaran untuk mengembangkan industri pariwisata secara mandiri. Masyarakat memiliki

The geometry of drainage of different order, longitudinal and across sections, the positions and angle in the joint of watercourses, the geometry of the

The Istanbul Congress offered more to youth: an international youth forum was organized and a summer camp for the students and young professionals was held near the

Berdasarkan permasalahan di atas tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan perkembangan motorik kasar anak usia 5-6 tahun sebelum diberi aktivitas permainan

Suatu metode sintesis telah digunakan dalam membuat senyawa t-kalkon sebagai bahan dasar molekul tabir surya, melalui reaksi kondensasi aldol menggunakan NaOH/EtOH sebagai katalis