• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi dan Sinergi Dakwah Muhammadiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi dan Sinergi Dakwah Muhammadiyah"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Optimalisasi dan Sinergi Dakwah Muhammadiyah

ASEP PURNAMA BAHTIAR

Ada fenomena menarik yang berkembang selama ini, yaitu mispersepsi atau ketidakpasan dalam memahami makna dakwah dan siapa yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya. Di antara mispersepsi tersebut adalah: Pertama, dakwah hanya dipahami sebagai ajakan dan seruan ke jalan Allah secara normatif, konvensional, dan parsial. Dalam pelaksanaannya, pemahaman dakwah seperti itu biasanya dilakukan dalam bentuk pengajian, khutbah, tabligh, dan yang sejenisnya – yang sering bersifat ritual dan berorientasi akhirat semata. Kedua, yang memiliki tugas dan tanggungjawab untuk berdakwah hanyalah para da’i, ulama, kiai, dan para elit agama.

Dalam batas-batas tertentu anggapan dan persepsi demikian tidak sepenuhnya salah, terlebih lagi jika orang memahami agamaa hanya sebatas urusan ibadah dan kepentingan akhirat saja. Namun itu tadi, mispersepsi. Karena, dakwah dan agama itu sendiri ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas. Pada kelanjutannya mispersepsi demikian akan melahirkan implikasi dan akibat lebih jauh yang kurang pas, misalnya dalam kehidupan beragama maupun berkaitan dengan interaksi antar-umat beragama dalam beragam aspek kehidupan yang kompleks dan berjalin kelindan.

Gejala dan fenomena serupa juga terjadi di lingkungan organisasi dan warga Muhammadiyah. Kenyataan seperti ini tentu saja cukup ironis, karena selama ini –walaupun bisa diperdebatkan—Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi modernis-reformis; dan warganya pun relatif lebih well educated daripada yang lainnya. Mispersepsi ini bukan saja secara konseptual dan personal, tetapi juga secara institusional. Yang dimaksud dengan institusional di sini adalah bahwa dakwah (dan kegiatan-kegiatan sejenis lainnya) hanya menjadi tugas dan tanggungjawab Majelis Tabligh saja. Sementara majelis-majelis yang lainnya tidak. Jika diperluas lagi kaitannya dengan organisasi-organisasi otonom dan amal-amal usaha Muhammadiyah –seperti NA, Pemuda Muhammadiyah, IMM, IRM; lembaga pendidikan, balai kesehatan, lembaga perekonomian, dan sebagainya--, maka persepsi mengenai tugas dan kewajiban dakwah itu sering dibebankan kepada Muhammadiyah saja. Institusi-institusi lainnya tidak mempunyai tanggungjawab.

Jika diilustrasikan yang bertanggungjawab dalam masalah dakwah adalah hanya Muhammadiyah atau lebih sempitnya lagi Majelis Tabligh beserta para ulama dan kiainya. Sedangkan lembaga-lembaga amal usaha hanya bertanggungjawab sesuai dengan bidangnya, seperti sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah hanya mengurus pendidikan, rumah sakit dan PKU hanya mengurus masalah kesehatan, lembaga perekonomian hanya mengurus masalah ekonomi dan bisnis, dana begitu seterusnya.

***

Persepsi yang keliru seperti itulah yang kemudian mengakibatkan gerak dan dinamika dakwah Muhammadiyah tidak berjalan secara optimal. Mispersepsi dan gerakan dakwah tadi, hemat saya, sudah mendesak untuk segera diklarifikasi dan dibenahi. Makna dan ruang lingkup gerakan dakwah pada dasarnya terbuka dan sangat luas dalam berbagai aspek dan lini kehidupan manusia. Hakikat dakwah sesungguhnya berkenaan dengan upaya dan ikhtiar yang serius uuntuk memperbaiki tarap dan meningkatkan kualitas hidup manusia, baik dalam dimensi fisik-material maupun dalam dimensi ruhani-spiritual; individual maupun sosial. Dengan kata lain, dakwah itu adalah untuk mewujudkan orde kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.

(2)

secara keseluruhan menjadi identitas dan kepribadian organisasinya. “Muhammadiyah adalah Gerakan Islam Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar”.

Untuk mengklarifikasi mispersepsi dan kerancuan taaadi, misalnya kita mengacu kepada

Islam dan Dakwah: Pergumulan antara Nilai dan Realitas (PPM Majelis Tabligh, 1988), yang di antaranya, menegaskan dua dimensi dakwah dalam fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan. Dalam buku ini disebutkan “Aktualitas Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah”. Kegiatan Muhammadiyah dengan segala amal usahanya, tidak lain adalah manifestasi dakwah Islamiyah di berbagai aspek kehidupan manusia. Amal usaha Muhammadiyah tidak lain merupakan wajah dakwah Persyarikatan, dan Majelis-majelis serta Ortom tidak lain adalah perangkat dakwah Persyarikatan, baik yang menyangkut fungsi kerisalahan maupun fungsi kerahmatan.

Dengan demikian, maka sesungguhnya semua warga, pimpinan, institusi, dan elemen-elemen lainnya secara vertikal dan horizontal dapat memainkan fungsinya untuk berdakwah. Karena, sekali lagi, dakwah itu bukan hanya sebatas pengajian, ceramah, tabligh, atau khutbah saja. Demikian pula materi dakwah tidak sekadar berkenaan dengan syari’at agama atau ajaran tentang ibadah dan kehidupan akhirat belaka. Berdasarkan persoalan umat manusia dewasa ini di bidang sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik, dan sebagainya, maka secara langsung atau tidak langsung bisa menjadi lahan dakwah dan sasaran untuk mewujudkan fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatannya.

Lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah (mulai TK s/d PT), di samping menjalankan fungsi dan tugas untuk mengelola pendidikan berdasarkan aturan dan ketetapan yang ada, juga secara intrinsik harus memasukkan misi dan fungsi dakwahnya. Fungsi dakwah di sini sebetulnya pula bisa mendukung konsep pendidikan yang utuh atau Islami. Argumen ini bisa dipertimbangkan dengan melihat kenyataan bahwa, sejauh ini lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah baru beroperasional sebatas wilayah pengajaran saja. Dengan kata lain, yang berlangsung adalah praktek pendidikan yang parsial, karena hanya menyangkut ranah kognitif (aspek intelektual atau keilmuan secara akademik). Sementara, pendidikan itu dalam konsep dan filosofinya merangkum ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Bahkan tidak sedikit kesan dan penilaian sinis muncul berkenaan dengan kondisi dan praktek yang terjadi di lembaga-lembaga amal usaha Muhammadiyah, seperti di bidang pendidikan, sangat berbau kapitalis atau menjadi industri pendidikan. Istilah yang sering dilontarkan oleh mahasiswa umpamanya, adalah “kapitalisme pendidikan” atau tempat mencari hidup bagi pegawainya. Sebuah istilah yang menarik untuk diperdebatkan sesungguhnya, kaitannya dengan dunia dan sistem pendidikan yang berlaku di tanah air maupun dengan keharusan sebagaimana mestinya dengan sistem pendidikan Muhammadiyah –yang notabene adalah wajib Islami.

Dari kasus yang terjadi di lembaga pendidikan Muhammadiyah seperti PTM umpamanya, lepasnya relasi dan interaksi misi pendidikan dengan fungsi dakwah tadi terlihat dari suasana dan kehidupan di kampus yang sering menimbulkan banyak pertanyaan dan gugatan. Kehidupan kampus dan perilaku mahasiswa di PTM – yang sekali lagi, seharusnya Islami itu – terlihat sama seperti orang yang biasa bergerombol dan jalan mondar-mandir di pasar, toko, mall, tempat hiburan, bioskop, dan sebagainya. Memang ada bedanya, tapi hanya sedikit, yaitu memakai kerudung atau jilbab saja. Selain itu tanda tanya besar.

***

(3)

Kesadaran terhadap tanggung jawab dakwah dari semua pihak dan lembaga pada akhirnya akan memungkinkan bagi terjadinya optimalisasi dan sinergi gerakan dakwah Muhammadiyah. Sikap dan kesadaran ini sangat penting, mengingat tantangan dan persoalan dakwah saat ini dan di kemudian hari sudah dirasakan sangat besar dan semakin rumit. Mulai dari masalah moralitas, kriminalitas, kemiskinan, kesenjanga ekonomi, lingkungan hidup, benturan antar-budaya dan peradaban, arus globalisasi, dan isu-isu mutakhir lainnya, akan menjadi bagian dari problem dakwah.

Hemat saya, gagasan untuk melakukan optimalisasi dan sinergi gerakan dakwah ini tidak perlu dianggap sebagai hal yang baru atau apalagi asing. Anggaplah sebagai retradisi dan sekaligus reafirmasi untuk menyatukan seluruh potensi dan menggerakkan segala kekuatan bagi terlaksananya Dakwah Islam Amar Makruf Nahi Munkar. Tanpa adanya optimalisasi dan sinergi gerakan dakwah tersebut, maka perjuangan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat utama akan kian berat lagi. Nashrun minallah.

Penulis adalah dosen FAI UMY; anggota Divisi Penerbitan dan Publikasi Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah.

Referensi

Dokumen terkait

dengan arah yang berlawanan dengan elektron pada panel surya silikon. 3) Gabungan / susunan beberapa panel surya mengubah energi surya menjadi.. sumber daya listrik dc, yang

Konsultan perencana dan konsultan pengawas memiliki tugas yang cukup berat dalam mengawal terselesainya suatu bangunan konstruksi, akan tetapi dalam menjalankan tugasnya

Sesuai dengan kendala yang dihadapi terutama fluktuasi supply bahan baku utama (limbah cair dan padat kandang) seiring perubahan populasi ternak sapi, maka pada masa

Akan tetapi, audit energi juga menemukan penggantian pembatas daya yang lebih besar sehingga pemakaian dayanya (W) dapat melebihi kapasitas daya (VA).Penggantian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang orang tuanya merantau rentan untuk mengalami problem psikososial yang berkaitan dengan perilaku antara lain

Jika sekarang ia berada di kota N, maka berada dimanakah 4 hari yang lalu jika diketahui selama seminggu sebelumnya ia tidak berada di N dan O, dan selalu

Bila sumber daya manusia di bidang kelautan mulai berkembang maka SDM tersebut dapat membantu pencegahan dan penyuluhan terhadap masyarakat luas umumnya dan masyarakat pesisir