• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma Dakwah Ala Muhammadiyah

N/A
N/A
Khilmi Zuhroni

Academic year: 2023

Membagikan "Paradigma Dakwah Ala Muhammadiyah"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Paradigma Dakwah Ala Muhammadiyah Oleh: Khilmi Zuhroni

Sejak didirikan KH. Ahmad Dahlan pada 12 November 1912, Persyarikatan Muhammadiyah telah memantapkan dirinya sebagai gerakan dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Yakni sebagai gerakan Islam yang memiliki misi dakwah yang mengajak kepada hal-hal yang baik, dan mencegah hal-hal yang buruk.

Misi dakwah yang dilakukan oleh Kyai Dahlan tersebut tidak lantas diwujudkan dalam kuliah-kuliah, ceramah-ceramah atau diskusi keagamaan saja atau yang biasa disebut dengan dakwah bil lisan, lebih dari itu Kyai Dahlan memanifestasikan dakwah kedalam organisasi Muhammadiyah sebagai dakwah berkemajuan yang meliputi seluruh aspek kehidupan.

Beliaupun mendirikan sekolah, panti asuhan, Penolong Kesengraan Oemoem (PKO) yang kini disebut PKU, perkumpulan saudagar muslim, kepanduan, dan melatih keterampilan untuk anak-anak perempuan agar kelak siap membangun keluarga dengan baik. Semua itu dilakukan kyai agar Islam tidak dipahami sebatas dokma dan ceramah semata.

Sekalipun demikian, kyai juga tetap mengisi pengajian-pengajian. Namun pengajian ala Kyai Dahlan sungguh sangat berbeda dengan pengajian-pengajian konvensional yang berlaku pada waktu itu, dimana biasanya penceramah memberi materi keagamaan dan disimak oleh jaamah, tanpa ada timbal balik dari jaamah pada sang juru dakwah. Bagi Kyai, materi pengajian itu yang menentukan adalah jamaah.

Jamaah ingin tau apa tentang Islam, sehingga dengan rasa ingin tau ini materi pengajian lebih terarah dan fokus pada keingin tahuan jamaah, bukan yang diketahui sang mubaligh.

Dari apa yang dilakukan oleh Kyai, sesungguhnya ada kesan mendalam yang harus dipahami, bahwa dakwah itu tidak memulu ceramah-ceramah yang biasa dilakukan secara konvensional. Tapi lebih dari itu semua dakwah harus dipandang sebagai jalan hidup organisasi Muhammadiyah, sehingga dalam bisand apapun itu misi dakwah harus menjadi ujung tombak utama dalam menggerakkan persyarikatan.

Kyai merubah cara metode dakwah yang konvensional menjadi dakwah yang progresif proporsional. Dimana jalan dakwah disesuaikan dengan bidang yang kerjakan.

Dengan mendirikan lembaga pendidikan, kyai sesungguhnya merubah metode dakwah konvensional menjadi dakwah berkelanjutan, berjenjang, dan keteladanan melalui materi-materi yang diberikan pada saat proses belajar mengajar.

Dengan kacamata dakwah konvensional, beberapa pihak menilai pengajian-pengajian di Muhammadiyah semakin berkurang. Masjid-masjid menjadi sepi. Dampaknya perkaderan Muhammadiyah mengalami stagnan, dan krisis muballigh. Pandangan seperti iti tidak sepenuhnya salah. Juga tidak sepenuhnya benar. Harus dipahami bahwa dengan menggeser paradigma dakwah dari konversional kepada dakwah

(2)

kelembagaan, secara kalkulatif sesungguhnya Muhammadiyah tidak pernah sepi dari jamaah, bahkan kian hari semakin “membeludak” jamaah-jamaah yang datang ke Muhamamdiyah. Koq bisa…?

Mari kita hitung. Kita ambil dari sisi kelembagaan pendidikan Muhammadiyah saja, rumah sakit, klinik, koperasi kita kesampingkan dulu. Menurut data yang dikeluarga sekretarian PP Muhammadiyah, saat ini Muhammadiyah memiliki kurang lebih 36.000 lembaga pendidikan dari TK/ABA hingga perguruan tinggi dan pesantren. Jika dihitung secara kasar saja setiap lembaga memiliki rata-rata 100 peserta didik (angkanya bisa lebih sebab ada perguruan tinggi yang mahasiswanya lebih dari 40 ribu, sekalipun ada juga TK/ABA yang siswanya hanya 5 orang), maka dalam sehari ada 3.600.000 orang yang datang ke sekolah-sekolah Muhammadiyah. Yang berarti ada 3,6 Juta jamaah yang mengaji di Muhammadiyah setiap hari. Sungguh jumlah yang fantastis. Hampir tidak ada lembaga pengajian, majelis taklim, kelompok kajian yang bisa menyamai Muhammadiyah. Yan menarik, mereka datang ke pengajian di lembaga Muhamamdiyah tidak sedekat datang, bahkan rela membayar untuk hadir tercatat di Muhammadiyah, entah sebagai siswa, pelajar atau mahasiswa. Luar biasa kan, sebab pada umumnya muballig mencari jamaah, ini Jaamah yang rela membayar mencari muballigh.

Problemnya adalah, dari 3,6 juta jamaah yang datang pengajian ke lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah itu berbanding lurus tidak dengan jumlah kader Muhammadiyah, sejalan tidak dengan pemahaman Islam sesuai dengan sifat dan kepribadian Muhammadiyah, berhasilkah dakwah Muhammadiyah? Inilah sesungguhnya yang harus dipecahkan oleh Pimpinan-pimpinan Muhamamdiyah, Pimpinan lembaga-lembaga Amal Usaha Muhamamdiyah, guru-guru muhammadiyah, semua yang terlibat dalam pendidikan Muhamamdiyah.

Harus ditanamkan dalam hati dan keyakinan, bahwa guru, dosen, pendidik, kepala sekolah, pimpinan universitas, TU dan karyawan-karyawan adalah Muballigh, sekali lagi adalah muballigh Muhamamdiyah yang bertugas di lembaga-lembaga masing- masing. Yang mengemban tugas dakwah dan amanah mengampaikan, menanamkan nilai-nilai, mengajak kepada Al Islam sesuai dengan tujuan, pemahaman, sifat, kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup Muhamamdiyah.

Sebab jika tidak, maka jumlah lembaga pendidikan Muhamamdiyah yang ribuan itu, hanya akan menjadi pemandu sorak bagi lalu lalangnya orang-orang yang keluar masuk pendidikan Muhamamdiyah.

____________

Ditulis Oleh: Khilmi Zuhroni

Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kotawaringin Timur

Referensi

Dokumen terkait

salah satu contoh dakwah bil kalam dan bisa juga dalam konteks yang bisa menggabungkan antara dakwah bil kalam dan bil hal, dan sifatnya itu adalah selalu mengajak pada hal-hal yang