TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN
UJRAH
DALAM
PEMBIAYAAN MULTIJASA AKAD
IJ
Ā
RAH
DI KOPERASI BMT MUDA
JAWA TIMUR KANTOR CABANG BUNGAH GRESIK
SKRIPSI
Oleh :
Tuthi’ulMuthi’ah
NIM. C02212045
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
ABSTRAK
Dalam penulisan Skripsi ini penulis mengambil judul “ Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Penetapan Ujrah dalam Pembiayaan Multijasa Akad Ijārah di
Koperasi BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahuai (1) Bagaimana praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad ijārah di Koperasi BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik ? (2) Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad ijārah di Koperasi BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik?
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian field reseach. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara secara langsung yakni mengumpulkan data dengan cara mencatat hal yang menjadi sumber data dari hasil wawancara.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad ijarah di Koperasi BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik yang penetapannya berdasarkan prosentase persen mengandung ketidak jelasan atas manfaat jasa karena pada prinsipnya ujrah dalam pembiayaan ini dibayarkan karena suatu layanan bantuan dana dalampembiayaan bukan karena pekerjaan (manfaat jasa), Sedangkan dalam Islam ujrah yang dibayarkan atas manfaat jasa itu harus jelas. Selain itu penentapan ujrah yang ditetapkan berdasarkan prosentase persen ini tidak sesuai denganFatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa, karena penetapan ujrahditentukan dalam bentuk prosentase persen, sedangkan dalam fatwa tersebut penentapan ujrah harus berdasarkan nominal. penetapan ujrah dengan prosentase persen pada akhirnya menjadikan besar atau rendahnya ujrah ditentukan atau tergantung pada jumlah nominal yang dipinjam.
Dari kesimpulan di atas penulis dapat memberikan saran agar lebih baik dalam pembiayaan multijasa akad ija>raha ini menggunakan akad Qardhul Hasan, yakni pinjaman kebajikan dan tanpa imbalan, karena dalam akad ini termasuk dalam akad sosial (tolong-menolong) yang sifatnya konsumtif.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSILETRASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IJĀRAH, UJRAH DAN FATWA
DSN No. 44/DSN-MUI/VIII/2004, TENTANG PEMBIAYAAN
MULTIJASA ... 20
A. Ijārah ... 20
1. Definisi Ijārah ... 20
2. Landasan Hukum Ijārah ... 23
3. Rukun Ijārah ... 25
4. Syarat-syarat Ijārah ... 26
5. Macam-macam Ijārah ... 31
B. Ujrah ... 33
1. Definisi Ujrah ... 33
2. Landasan Hukum Ujrah ... 34
3. Rukun dan Syarat Ujrah ... 36
4. Mekanisme Ujrah ... 37
5. Gugurnya Ujrah ... 38
C. Ketetapan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Tentang Pembiayaan Multijasa ... 39
BAB III APLIKASI DAN REALISASI PENETAPAN UJRAH DALAM PEMBIAYAAN MULTIJASA AKAD IJĀRAH DI KOPERASI BMT MUDA JAWA TIMUR KANTOR CABANG BUNGAH GRESIK ... 42
A. Gambaran Singkat Tentang BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik ... 42
B. Aplikasi Pembiayaan Multijasa Akad Ijārah di BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Ggresik ... 57
D. Realisasi Penetapan Ujrah Dalam Pembiayaan Multijasa Akad Ijārah di BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah
Gresik ... 62
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM PEMBIAYAAN MULTIJASA AKAD IJĀRAH DI BMT MUDA JAWA TIMUR KANTOR CABANG BUNGAH GRESIK ... 67
A. Praktik Penetapan Ujrah Dalam Pembiayaan Multijasa Akad Ijārah di Koperasi BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik ... 67
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Ujrah Dalam Pembiayaan Multijasa Akad Ijārah di Koperasi BMT MUDA JAWA TIMUR Kantor Cabang Bungah Gresik ... 69
BAB V PENUTUP ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial, dimana satu sama
lain saling membutuhkan. Islam memperbolehkan pengembangan harta
melalui jalan bermuamalah. Kata muamalat belasal dari kata لَم اَع secara
arti kata mengandung arti “saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik
dan lebih sederhana lagi adalah hubungan orang dengan orang.1 Selain itu
kata muamalat juga menggambarkan suatu aktifitas yang dilakukan oleh
seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi
kebutuhan masing-masing.2
Dalam bermuamalah hukum Islam mengajarkan setiap pemeluknya
untuk selalu berusaha mecari karunia Allah dengan cara yang baik, jujur
dihalalkan dan bermanfaat bagi kedua bela pihak. Hal ini bertujuan agar
muamalah tersebut berjalan dengan baik atau sah dan segala tindakannya
jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.3 Selain itu dalam hal
bermuamalah di anjurkan sesama manusia agar saling tolong-menolong
dalam hal kebaikan, seperti dalam firman Allah SWT surat al-Maidah : 2
1Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Bogor: Kencana, 2003), 175.
2 Nasroen Harun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), vii.
3 As-Sayyid Sahiq, Fiqih as-Sunnah, jilid V, cet. Ke-1, (Jakarta: Darul Fath, 2004),12.
2
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”.4
Salah satu yang termasuk dalam kategori tolong-menolong dalam
bermuamalah adalah al-ijārah. Menurut Amir Syarifuddin al-ijārah secara
sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa
dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek transaksi itu adalah
manfaat atau jasa dari suatu benda disebut al-ijārah al-‘ain, seperti
sewa-menyewa rumah untuk ditempati, bila yang menjadi objek transaksi manfaat
atau jasa dari tenaga seseorang disebut dengan al-ijārah ad-dzimah atau
upah-mengupah, seperti upah mengetik skripsi, sekalipun objeknya berbeda
keduanya dalam konteks fiqh disebut al-ijārah.5Al-Ijārah dalam bentuk
sewa-menyewa maupun dalam bentuk upah-mengupah merupakan muamalah
yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya menurut jumhur
ulamak adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh syariat berdasarkan ayat al-Quran, Hadis-hadis Nabi,
dan ketetapan Ijmak Ulamak.6
Adapun dasar hukum tentang kebolehan ijārah adalah surat
al-Thalaq ayat 6 sebagai berikut :
4Mushaf Madinah, al-Quran Terjemah dan Tafsir, (Bandung : Jabal, 2010), 102.
5 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), 216.
6 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fi>qih al-Islāmi> wa Adillatuhu, jilid V, cet. Ke-8, (Damaskus: Dar
Al-Fiqr Al-Mua’ssim, 2005 ) , 3801.
3
“kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu
Maka berikanlah kepada mereka upahnya”.7
BMT “Mandiri Ukhuwah Persada” (MUDA) Kantor Cabang
Bungah Gresik memiliki badan hukum Koperasi karena di bawah
pengawasan Dinas Koperasi yang beralamat di Jl. Raya Bungah No. 18, kec.
Bungah, kab. Gresik. Dari berbagai jenis produk Salah satu pembiayaan yang
dioperasikan adalah Pembiayaan Mudhorobah, Pembiayaan Musyarokah,
Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Ijaroh (Multijasa) dengan akad ijārah,
dan Pinjaman Qord.
Transaksi ijārah digunakan dalam bentuk pelayanan jasa keuangan
dalam Koperasi BMT Muda KANTOR CABANG Bungah Gresik yang menjadi
kebutuhan masayarakat, dalam bentuk pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan
yang diberikan oleh Koperasi BMT Muda Jawa Timur Kantor Cabang Bungah
Gresik kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. Adapun
Pembiayaan multijasa ini pada umumnya dalam bentuk dana untuk biaya
pendidikan, rumah sakit dan lain sebagainya. Dalam salah satu syarat al-ijārah
dijelaskan bahwa upah dalam al-ijārah harus jelas, tertentu dan suatu yang
bermanfaat atau memiliki nilai ekonomi.8 Dari salah satu syarat itu dapat
dijelaskan bahwa jasa yang diberikan oleh lembaga keuangan harus jelas,
sehingga lembaga keuangan syariah dapat memperoleh upah sesuai dengan jasa
yang dilakukan. Begitu pula dengan penetapan ujrah yang dibebankan pada
nasabah. Sering kali ujrah yang dibebankan pada nasabah dipaparkan atau
7Mushaf Madinah, al-Quran Terjemah dan Tafsir, (Bandung : Jabal, 2010), 559.
8 Nasroen Harun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 232.
4
ditetapkan dalam bentuk prosentase persen dengan ketentuan batas minimal
dan disesuaikan dengan jumlah nominal yang dipinjam. Penetapan ujrah dalam
hal prosentase persen mengandung unsur hal ketidak jelasan yakni antara tukar
manfaat dengan ujrah dan manfaat jasa. Memang ketetapan ujrah yang
dibebankan sama, akan tetapi ketika nominal pembiayaan berbeda ujrahnya pun
berbeda karena prosentase dikali dengan nominal pembiayaan. Dan untuk
pembayaran ujrah disesuaikan dengan waktu pelunasan jatuh tempo setiap
bulannya sehingga nasabah membayar ujrahnya setiap bulan dalam waktu
pelunasan yang telah disepakati.
Sebagai contoh, perhitungan penetapan ujrah pada pembiayaan
multijasa sebagai berikut seorang nasabah membutuhkan dana untuk biaya
pendidikan anaknya, untuk itu nasabah melakukan pembiayaan multijasa di
Koperasi BMT Muda Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik, dalam
penentapan ujrah nasabah dibebankan biaya ujrah dengan batas minimal 1,5
% dari besar pembiayaannya, misalkan pembiayaan Rp. 5.000.000 berarti
nasabah harus membayar ujrah 1,5 % dari Rp. 5.000.000 yang hasilnya Rp.
75.000, sedangkan nasabah ingin melunasi dalam jangka waktu 6 bulan
sehingga (Rp. 75.000x6 bulan) sehingga pembiayaan yang harus dilunasi
sebesar Rp. 5.450.000 dengan angsuran pembayaran yang telah disepakati
diawal.9
Dari contoh di atas setelah penulis amati dalam praktik di
lapangan ada yang kurang sesuai. Persoalan yang digaris bawahi adalah
9Siti Mudawwama, Wawancara, Bungah Gresik, 06 September 2015.
5
penetapan yang berdasarkan prosentase persen yang mengandung ketidak
jelasan. Dari alasan tersebut terdapat masalah yang menarik untuk dikaji.
Untuk itu penulis akan meneliti lebih jaun lagi apakah penetapan ujrah di
atas sudah sesuai dengan hukum Islam.
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh di lakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkanya. Dalam Islam dijelaskan pula sesuatu yang
memberatkan itu tidak diperolehkan dan harus dihilangkan. Sesuai dengan
kaidah fiqih yang berbunyi ُلَازُي َرَضلاَا artinya “bahaya (beban berat) harus
dihilangkan”.10 Selain itu juga mempertimbangkan aspek maslahat yang
mungkin akan diterima oleh pihak nasabah dan pihak lembaga keuangan
syariah. Hal ini didasarkan pada keumuman kemaslahatan yang didasarkan
suka sama suka. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisa 4: 29 sebagai
berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”.11
Karena itu peneliti akan mengkaji dan meneliti lebih jaun lagi
apakah penetapan ujrah dengan prosentase persen pada pembiayaan
multijasa akad ijārah di atas sudah sesuai dengan hukum Islam.
10 Fatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa.
11Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung : Pedoman Ilmu Jaya, 1992),
83.
6
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi diperlukan untuk mengenali ruang lingkup
pembahasanya agar tidak terjadi miss understanding dalam pemahaman
pembahasan. Dari hasil penelitian sementara, maka muncul beberapa
masalah diantaranya :
a. Proses Pelaksanaan penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa
akad al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang
Bungah Gresik
b. Dampak dari penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad
al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah
Gresik
c. Faktor yang melatar belakangi terjadinya penetapan ujrah dalam
pembiayaan multijasa akad al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa
Timur Kantor Cabang Bungah Gresik
d. Penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad al-ijārah di
Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik
e. Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan ujrah dalam pembiayaan
multijasa akad al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur
Kantor Cabang Bungah Gresik
2. Batasan Masalah
Dari beberapa masalah yang tercantum di atas masih bersifat
7
pembahasannya supaya lebih terarah pada ruang lingkupnya serta
permasalahannya. Maka penulis memberi batasan pembahasan meliputi
sebagai berikut :
a. Praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad ijārah di
Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik
b. Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan ujrah dalam pembiayaan
multijasa akad ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor
Cabang Bungah Gresik
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad
ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah
Gresik ?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan ujrah dalam
pembiayaan multijasa akad ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur
Kantor Cabang Bungah Gresik?
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka pada intinya adalah deskripsi ringkas tentang
kajian atau penelitian umum pada topik penelitian yang sejenis atau seputar
masalah sejenis yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang
akan diteliti tidak ada pengulangan atau duplikasi dari kajian peneliti atau
8
Dalam rancangan skripsi ini, penulis membahas tentang “Tinjauan
Hukum Islam terhadap penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad
al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jatim Kantor Cabang Bungah Gresik”.
Yang mana Dalam penelitian sebelumnya memang telah ada yang membahas
masalah ujrah, tetapi ada perbedaan mendasar yakni pada maksud penelitian
dan tempat penelitian serta objek yang dibahas.
Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang penetapan ujrah dalam
pembiayaan multijasa akad al-ijārah belum ada yang meneliti. Akan tetapi
penulis menemui beberapa penelitian mengenai upah. Diantaranya tentang
“Analisis Hukum Islam Terhadap Penerapan Upah Pandego Dengan Sistem
Persenan di Desa Tanjung Widoro Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik”
skripsi pada tahun 2010 ini adalah karya dari M. Ali Fahmi Firmansyah
yang pokok permasalahnnya adalah tentang penetapan upah pandego tambak
dengan sistem persenan.12 Hal ini berbeda dengan penentapan ujrah dalam
pembiayaan multijasa, karena permasalahnnya dan proses
pelaksanaannyapun berbeda.
Skripsi karya Siti Aisyah yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Pelaksanaan Peraturan Wali Kota Surabaya nomor 98 tahun 2008
Tentang Ketentuan Tarif Angkutan di kota Surabaya”. Dalam hasil
penelitian skripsi ini dijelaskan bahwa pelaksanaan peraturan wali kota
Surabaya no. 98 tahun 2008 tentang tarif angkutan umum tidak dapat
12 M. Ali Fahmi Firmansyah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penerapan Upah Pandego Dengan
Sistem Persenan di Desa Tanjung Widoro Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik” (Skripsi--
9
berjalan dengan semestinya, karena alasan-alasan yang melatar belakangi
sehingga sulit bagi supir angkut untuk melaksanakan aturan tersebut, karena
ada pihak-pihak yang dirugikan yaitu supir angkutan dan pemilik angkutan.
Menurut hukum Islam peraturan wali kota tentang tarif angkutan tidak
bertentangan dengan syariah Islam karena dalam Islam telah diterangkan
bahwa ketika sedang melakukan transaksi haruslah adanya keridhoan antara
kedua bela pihak, di samping itu permasalahan tarif ini bersifat umum yaitu
mencari kemaslahatan dan menghindari kemadhorotan yang aka terjadi
sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Seiring dengan
berkembangnya zaman, lingkungan serta banyaknya permasalahan yang ada
disekitar kita, maka selama itu tidak bertentangan dengan nash yang
ditetapkan, maka wajib berijtihad untuk mengatasi permasalahan tersebut
selama untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umat.13
Pembahasan tentang tarif juga pernah dikaji oleh Nurul
Qomariyah dengan judul “Mekanisme Penetapan dan Perhitungan Biaya
Asuransi Untuk Menentukan Tarif Premi Pada Produk Asuransi Pendidikan
Syariah di PT. Asuransi Tafakul Keluarga Surabaya (Perspektif Hukum
Islam)”. Dari hasil penenlitiannya disebutkan bahwa mekanisme perhitungan
dan penetapan biaya asuransi pendidikan menggunakan table mortalita
yaitu dengan melihat kemungkinan batas lama usia manusia hidup di dunia,
selain itu dengan melihat beban resiko yang ditanggung peserta asuransi.
13Siti Aisyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Peraturan Wali Kota Surabaya
nomor 98 tahun 2008 Tentang Ketentuan Tarif Angkutan di kota Surabaya” (Skripsi-- IAIN
10
Dan menurut tinjauan hukum Islam, mekanisme penetapan dan perhitungan
biaya asuransi pendidikan PT. Asuransi Tafakul Keluarga Surabaya tidak
tepat karena mengandung spekuasi, bukan disasarkan pada pengeluaran riil
yang terjadi. Padahal segala bentuk transaksi yag mengandung unsur
spekulasi dilarang dalam Islam.14
Pada penelitian terdahulu terdapat persamaan dan perbedaan yang
mendasari penenlitian ini, persamaannya adalah sama-sama mengenai
penetapan tarif, harga dan ujrah. Sedangkan perbedaan dalam penenlitian
tersebut di atas adalah transaksi dan objek yang berbeda dan yang diteliti,
salah satunya yakni tentang pembiayaan multi jasa dan penetapan prosentase
dalam bentuk persen.
E. Tujuan Penelitian
Adapun penulis meneliti dan membahas masalah ini dengan tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan
multijasa akad al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor
Cabang Bungah Gresik
2. Untuk menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap praktik penetapan
ujrah dalam pembiayaan multijasa akad al-ijārah di Koperasi BMT
MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik
14Nurul Qomariyah, “Mekanisme Penetapan dan Perhitungan Biaya Asuransi Untuk Menentukan
Tarif Premi Pada Produk Asuransi Pendidikan Syariah di PT. Asuransi Tafakul Keluarga
Surabaya Perspektif Hukum Islam” (Skripsi-- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010 ), 89.
11
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan penulis yakni agar bermanfaat
dan berguna untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Secara teoritis, sebagai upaya untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan
multijasa akad al-Ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor
Cabang Bungah Gresik, sehingga dapat dijadikan informasi bagi para
pembaca yang ingin memperdalam pengetahuan mengenai hukum Islam
sekaligus dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan sebagai
bahan pertimbangan untuk para pemikir hukum Islam untuk dijadikan
salah satu metode ijtihad dalam melakukan proses penetapan ujroh dan
sosialisasi sekaligus mempertajam analisis teori dan praktik terhadap
jual beli.
G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenal
pengertian-pengertian dalam judul proposal ini, maka di sini ditegaskan
beberapa istilah-istilah sebagai berikut :
Hukum Islam : yaitu hukum Islam atau peraturan yang
diturunkan Allah SWT untuk manusia
12
al-Quran maupun sunnah Nabi.15 Dalam hal
ini hukum Islam yang dimaksud adalah
Quran Hadis Dan pendapat Ulamak tentang
ujrah dan ijārah.
Penetapan Ujrah : yaitu penetapan upah atau ujrah yang
didapatkan oleh BMT MUDA Jawa Timur
Kantor Cabang Bungah Gresik atas jasa
yang dikeluarkan kepada nasabah. Dalam
hal ini bentuk penetapannya menggunakan
prosentase persen.
Pembiayaan Multijasa : pembiayaan yang diberikan oleh pihak
lembaga keuangan syariah kepada nasabah
dalam memperoleh manfaat atas suatu
Dan dalam pembiayaan multijsa ini pihak
lembaga keuangan syariah dapat
memperoleh imbalann jasa (ujrah) atau fee.
Akad ijārah : dalam pengertian syarak ialah suatu jenis
perjanjian (akad) untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.17 Dalam hal ini
15Ahmad el-Ghandur , Perspektif Hukum Islam , diterjemahkan oleh Ma’mun Muhammad
Murai dari Al-Madkha>l Ila> as-Shari>’at al-Isla>miyah, (Yogyakarta: Pustaka Fahima , 2006), 7.
16Fatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004, Tentang Pembiayaan Multi jasa
17 As-Sayyid Sahiq, Fiqih as-Sunnah, (Depok: Cakrawala Publishing, 2012), 7.
13
akad yang digunakan dalam pembiayaan
multijasa adalah akad ijara>h.
Dari beberapa definisi tersebut di atas yang menjadi fokus
pembahasan penulis adalah penetapan ujrah pada pembiayaan multijasa
akad al-ijārah, yang merupakan suatu penetapan ujrah atas jasa sewa yang di
berikan oleh lembaga keuangan syariah kepada nasabah.
H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Studi ini merupakan penelitian lapangan yakni data yang diperoleh
langsung dari lapangan dan masyarakat melalui proses pengamatan dan
wawancara.18 Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka
data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Data tentang praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa
akad ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang
Bungah Gresik.
b. Data tentang ketentuan hukum Islam yang menjelaskan tentang
praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad ijārah di
Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik .
2. Sumber data
Untuk mendapatkan keterangan dan informasi, peneliti
mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud dengan sumber
18 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya : Hilal Pustaka , 2013), 91.
14
data adalah subjek dari mana data diperoleh.19 Secara garis besar sumber
data yang digunakan dibagi dua jenis dua jenis, yaitu :
a. Sumber primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian.20
Tentang praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad
al-ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Jatim Kantor Cabang
Bungah Gresik, yaitu :
1) Pihak yang melakukan praktik penetapan ujrah dalam pembiayaan
multijasa akad al-ijārah dalam hal ini petugas atau manajer di
Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah
Gresik.
2) Pihak yang melakukan pembiyaan multijasa akad al-ijārah di
antaranya Khirotun Nisa’.
b. Sumber sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan atau refrensi
atau laporan penelitian terdahulu.21 Data tersebut meliputi:
1) Nasroen Harun, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2007.
2) Wahabah Al-juhaili, al fiqih al islami wa adilatuhu, Damaskus:
Dar al-fiqr al-mua’ssim, 2005 .
19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktik, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2006), 129.
20 M. iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta : Gholia
Idonesia , 2002), 82-83. 21 Ibid., 31.
15
3) Ghazaly, Abdul Rahman dkk, Fiqih Muamalah, Jakarta: Kencana
Media Group. 2010.
4) Nawawi, Ismail, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan
Sosial. Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya. 2010.
5) Syafe’i, Rahcmat, Fiqih Muamalah. Bandung : Pustaka Setia.
2001.
6) Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta : Kencana.
2003.
7) Dan lain-lain yang relevan.
c. Dokumentasi
Untuk melengkapi data penelitian ini, peneliti akan
melakukan pengunpulan data dengan metode dokumeter, yaitu teknik
teknik mencari data berupa catatan, transkip, buku, surat, atau
agenda dan sebagainya.22 Dalam studi ini penyusuan mencari dan
mempelajari beberapa dokumentasi yang berkitan dengan penelitian
ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa
teknik untuk mengumpulkan data, antara lain adalah:
a. Teknik Interview ( wawancara)
Metode wawancara adalah percakapan antara pihak yang
mengajukan pertanyaan dengan pihak yang menjawab pertanyaan
22Suharsimi Arikunto, Metode Research II, (Yogyakarta : Andi Offset, 2000), 236.
16
guna mendapatkan data sebagai sumber penelitian.23 Dengan ini
penulis menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur yaitu dengan
cara beberapa pertanyaan yang diajukan bersifat fleksibel tetapi tidak
menyimpang dari tujuan wawancara yang telah di tetapkan.24 Adapun
wawancara yang dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah :
1) Pihak Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah
Gresik
2) Nasabah
b. Telaah Dokumen
Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui data tertulis dengan mempergunakan analisis yang ada.25
4. Teknik Pengolahan Data
Dalam pengelolaan data penulisan teknik yang digunakan penulis
antara lain 26:
a. Editing, yaitu dengan memeriksa kembali semua data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapan, keserasian data antara satu dengan
yang lain. Teknik ini digunakan untuk memeriksa data-data
wawancara yag diperoleh penulis dan dibandingkan antara pendapat
setiap para pihak.
23 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014),
186.
24 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya : Hilal Pustaka, 2013) , 237
25 Soerjono Soeknto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press,1986), 22.
26 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya : Hilal Pustaka, 2013) , 253.
17
b. Organizing, yaitu menyusun data dan mensistematisasikan data-data
yang telah diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan sebelumnya. Menyusun data yang diperoleh dari
penetapan upah kemudian menyatukan dengan tori-teori hukum islam
yang sudah ada.
c. Analizing, yaitu dengan mengadakan penggalian terhadap data-data
yang telah disusun dengan cara menganalisis data tersebut supaya bisa
mendapat suatu kesimpulan. Dengan teknik ini penulis
menyimpulkan antara penetapan upah yang terjadi di lapangan dengan
teori-teori dalam hukum islam sudah sesuai dengan aturan hukum
islam atau sebaliknya.
5. Metode Analisis Data
Analisis data yaitu proses penyederhanaan data ke bentuk yang
lebih mudah dibaca dan interpretasikan.27 Setelah semua data yang
berhubungan dengan penelitian diproleh, maka langkah yang selanjutnya
adalah menganalisa data tersebut. Adapun teknik yang digunakan adalah
deskriptif induktif yakni dari teori ke praktek. Penyusunan melakukan
analisis pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu analisis data tersebut
menggunakan metode kualitatif, yakni mencari nilai-nilai dari suatu
27Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian survai, (Jakarta: LP33ES, 1989),
263.
18
variable yang tidak dapat diutarakan dalam bentuk angka-angka, tetapi
dalam bentuk kategori-kategori atau kalimat.28
Dalam hal ini setelah penulis mengumpulkan data secara
sistematis dan fakta di lapangan, kemudian penulis menganalisisnya
dengan dengan cara menggambarkan melalui metode diskriptif dengan
pola pikir induktif yaitu mengkaji teori penulis menggunakan metode ini
karena ingin menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul
kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penulis serta laporan penelitian ini lebih
mudah dipahami, maka peneliti perlu menjelaskan tentang sistematika
pembahasan yang dibagi dalam beberapa bab, dan tiap bab dibagi dalam
beberapa sub bab, sistematika susunannya adalah sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi, latar belakang
masalah, identifikasi masalah dan batas masalah, rumusan masalah, tinjauan
pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, serta
metode penenelitian yang meliputi : data yang dikumpulkan, sumber data,
teknik pengumpulan data, teknik penglolaan data, teknis analisis data, dan
sistematika pembahasan.
Bab dua memaparkan bahasan yaitu : landasan teori penelitian
yang membahas tentang ija>rah, yaitu pengertian, landasan hukum, syarat dan
28 Koenjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Pengadilan Tinggi,
Gramedia, 1989), 254.
19
rukun, serta macam-macam ijara>h dan hukumnya. Kemudian teori tentang
upah (ujrah) yaitu pengertian, syarat-syarat dan rukun upah, serta hukum
islam dalam pembiayaan multijasa akad ijaroh yang mengacu pada Fatwa
Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004, Tentang Pembiayaan Multi
jasa.
Bab ketiga menjelaskan data hasil penelitian yakni dipaparkan
hasil wawancara kami dengan pihak lembaga keuangan syariah dan nasabah
serta menjelaskan tentang gambaran umum wilayah, aplikasi pembiayaan,
aplikasi penetapan ujrah, dan realisasi penetapan pembiayaan multijasa akad
ijārah di Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik.
Bab keempat mengemukakan hasil Tinjauan hukum islam
terhadap penetapan ujrah dalam pembiayaan multijasa akad ijārah di
Koperasi BMT MUDA Jawa Timur Kantor Cabang Bungah Gresik.
Baba kelima Dalam bab ini akan diakhiri dengan penutup yang
berisi kesimpulan jawaban dari rumusan masalah serta saran yang
membangun untuk bagi para pembaca dan khususnya kami sebagai penulis
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG
IJ
Ɩ
RAH
,
UJRAH
DAN FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL No.44/DSN-MUI/VIII/2004,
TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA
A. IjƗrah
1. Definisi IjƗrah
Secara etimologi al-ijārah berasal dari kata ajru yang berarti
al-‘iwadh / penggantian, dari sebab itulah ats-tsawabu dalam konteks pahala
dinamai juga al-ajru / upah.1 Selain itu secara etimologi ijārah juga dapat
diartikan dengan menjual manfaat,2 yaitu akad atas suatu kemanfaatan yang
kemudian mendapat imbalan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pendapat yang berbeda
diantara para ulama fiqih, antara lain :
a. Menurut ulama Hanafiyah :
ْا ىَلَع ٌدْقَع
ضْوَعِب ِعِفَاَم
“ akad atas suatu kemanfaatan dengan penggnti”3
1 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut, Dar Kitab al-Arabi, 1971), jilid III, 177.
2Syafe’I Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 121.
3Alauddin al-Kasani, Bada’I Ash-Ahamani’fi Tartib as-Syara’i, 174.
21
b. Menurut Malikiyah :
َمْوُلْعَم ًةَدُم ح َابُم ءْيَش ِعِفَاَمْا َكْيِلََْ ُدْيِفُي ٌدْقَع....ُةَرَاجِإَا
ِنَع ءيِشَان ِْرَغ ضَوِعِب ًه
ِةَعَفْ َمْلَا
“ Ijārah ….adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas
manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan
imbalan yang bukan berasal dari manfaat”4
c. Menurut Safi’iyah :
دَحَو
دْعَع
ىَلَع
ةَعَفْ َم
ةَدُصْقَم
ةَمُلْعَم
ةَلِباَق
ِلْذَبْلِل
ِةَحَابِااَو
ضَوِعِب
مْوُلْعَم
“ Definisi akad ija>rah adalah suatu akad yang di maksud dan tertentu ynag bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan
tertentu”5
d. Menurut Hanabilah :
َيَِو
ٌدْعَع
ىَلَع
َا َمْلَا
ِعِف
ُدِقَعْ َ ت
ِظْفَلِب
ا
َاجِإ
ُةَر
ِءَرَكْاَو
اَمَو
ِْف
ضا ْعَم
َاُُ
“Ijārah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengandengan lafal Ijārah dan kara’ dan semacamnya6"
e. Menurut Sayyid Sabiq, al-ijārah adalah satuan jenis akad atau transaksi
utuk mengambil suatu manfaat dengan jalan memberi penggantian.7
f. Menurut ulamak Syafiiyah al-ijārah adalah suatu jenis akad atau aturan
transaksi terhadap suatau manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah
4Ali Fikri, Al-Muamalat Al-Maddiyah wa al-Adabiyah, Musthafa Al-Baby Al-Habby, (Mesir:
1358 H), Cet. 1, 85.
5Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 317.
6Ibid., 317.
7 Alauddin al-Kasani, Bada’I Ash-Ahamani’fi Tartib as-Syara’i, 177.
22
dan boleh dimanfaatkan, dengan memberikan manfaat tertentu.8 Dalam
hal ini bahwa manfaat yang diberikan harus jelas.
g. Menurut Amir Syarifuddin, al-ijārah secara bahasa dapat diartikan
dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.
Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat dari suatu benda
disebut Ijārah al’ain, seperti menyewa kos-kosan untuk tempat tinggal.
Dan bila yang menjadi objek transaksi manfaat dari jasa tenaga seseorang
disebut Ijārah ad-Dzimah atau upah mengupah, seperti upah potong
rambut. Meskipun berbeda dalam hal objek keduanya tetap dalam
konteks fiqih yang disebut dengan Ijārah .9
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa pada
dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar di antara pendapat para ulama
fiqih dalam mendefinisikan ijārah atau sewa-menyewa. Dari definisi tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa bahwa ijārah atau sewa-menyewa adalah akad
atas manfaat dengan suatu imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa
adalah atas manfaat suatu barang. Contoh seseorang menyewa suatu rumah
untuk dijadikan tempat tinggalnya selama satu tahun dengan imbalan Rp.
3.000.000,00.
8 Asy-Sarbaini al-Khotib, Mughni al-Mukhtaz (Beirut, Dar al-Fikr, 1978), jilid II, 223.
9 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), cet, II, 216.
23
2. Landasan Hukum IjƗrah
Hampir semua ulama’ fiqih sepakat bahwa ijārah disyariatkan dalam
Islam. Adapun golongan yang tidak menyepakati di antaranya seperti, Abu
Bakar al-Asham, Ismail bin Aliyah mereka berpendapat bahwa ijaroh adalah
jual-beli kemanfaatan, yang tidak dapat dipegang. Sesuatu yang tidak ada tidak
dapat dikategorikan jual beli.10
Jumhur ulamak berpendapat bahwa ijārah disyariatkan berdasarkan
al-Quran, As-Sunnah, dan Ijmak.
a. Al-Quran
1) Surah at-Thalaq (65) ayat 6
“ Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya”.11
Inti dari ayat di atas adalah ketika ada seseorang yang
mengeluarkan sesuatu yang bermanfaat yang berupa jasa menyusui, maka
berikan upah kepadanya atas jasa menyusui yang telah dilakukan.
2) Surah al-Qashash (28) ayat 26 da 27
10Syafei Rahmat, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), 123.
11 Mushaf Madinah, al-Quran Terjemah dan Tafsir, (Bandung : Jabal, 2010), 559.
24
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik".12
b. As-Sunnah
Hadis Muslim :
ِهْيَلَع ُهلّلا ىَلَص َِِْلا َنأ ِكَاحضلَاِْب ْتِبَأث ْنَعَو
َرَمَأَو ِةَعَرَازُمْلا ِنَع ىَهَ ن َمَلَسَو
اًضْيَأ ْمِلْسُم ُهاَوَر .ِةَرَجَاؤُمْلْاِب
“Dan Tsabit bin Adh-Dhahhak Radhiyah Anhu bahwa Rasulullahsaw melarang muzaroah dan memerintahkan sewa menyewa.”
(HR. Muslim).13
Hadis Abu Dawud dan al-Nasai :
12Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, (Bandung: J-ART, 2004), 388.
13 Muhammad Bin Ismail Al- Amir Ash-Shan’ani, Subulussalam Syarah Bulughul Maram Jilid
2,(Jakarta: Darus Sunah, 2007), 512.
25
ىَلَعَو يِقاَوَسلا ىَلَع َضْرَْْا يِرْكُن اَُك :َلاَق ، دْعَس ْنَع ، ِبِيَسُمْلا ِنْب ِديِعَس ْنَع
َقَس اََِِو ِتاَناَيِذاَمْلا
َكِلَذ ْنَع :َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر اَناَهَ َ ف ُعيِبَرلا ى
قِرَو ْوَأ بَ َذِب اَهَ يِرْكُن ْنَأ اَنَرَمَأَو
“Dari sa’id bin Musayyib, dari Said, Berkata : dahulu kamimenyewa tanah dengan bayaran tanaman yang tumbuh lalu Rasulullah melarang prakik tersebut dan memerintahkan kami
aagar membayarnya”.14
c. Ijmak
Umat islam pada masa sahabat telah berijmak bahwa Ijārah
dibolehkan sebab bermanfat bagi manusia.15 Selain bermanfaat bagi
sesama manusia sebagian masyarakat sangat membutuhkan akad ini karena
termasuk salah satu akad tolong-menolong. Dan tentang di syariatakan
sewa menyewa, semua kalangan sepakat dan hampir semua ulamak
mengamininya.16
3. Rukun IjƗrah
Menurut Hanafiyah rukun al-ijārah hanya satu yaitu ijab dan kabul dari
dua belah pihak yang bertransaksi.17 Adapun meurut Jumhur Ulama rukun ijārah
ada empat, yaitu:
14Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Darul Fath, 2004), 204.
15 Syafei Rahmat, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), 124.
16 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Darul Fath, 2004), 204.
17 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 320.
26
a. Dua orang yang berakad (aqid) yakni antara mu’jir (orang yang
menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa)
b. Sighat yaitu (ijab dan kabul).
c. Uang sewa atau imbalan (ujrah)
d. Manfaat, manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dan
tenaga dari orang yang bekerja.18
4. Syarat-Syarat IjƗrah
Seperti halnya dalam akad jual-jual beli, syarat-syarat ijārah ini juga
terdiri dari empat jenis persyaratan, yaitu :
a. Syarat terjadinya akad (syarat in’iqad)
Syarat terjadinya akad ini berkaitan dengan aqid, akad, dan objek
akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal, mumayyiz menurut
hanafiyah, dan baligh menurut Syafi’iyah dan Hanabilah. Dengan demikian ,
akad ijārah tidak sah apabila pelakunya adalah orang gila atau masih di
bawah umur. Menurut Malikiyah, tamyiz adalah merupakan syarat dari
sewa-menyewa dan jual beli, sedangkan baligh merupakan syarat untuk
kelangsungan.
18 Wahbah Az-Juhaili,al-Fiqih al-Islami Wa Adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), jilid V, cet. Ke-
27
Untuk itu apabila anak yang mumayyiz menyewakan dirinya (sebagai
tenaga kerja) atau barang yang dimilikinya, maka hukum akadnya sah, tetapi
untuk kelangsungannya menggunakan izin walinya.19
b. Syarat kelangsungan akad (Nafadz)
Untuk syarat kelangsungan akad ijara>h disyaratkan terpenuhinya
hak milik atau waliyah (kekuasaan) apabila aqid tidak mempunyai hak
milik atau waliyah (kekuasaan), seperti akad yang dilakukan oleh
fudhuli, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan, dan menurut Hanafiah
dan Malikiyah statusnya mauquf (ditangguhkan) menunggu persetujuan
si pemilik barang. Akan tetapi, menurut Madhab Syafi’iyah dan
Hanabilah hukumnya batal, sepert halnya jual beli.20
c. Syarat sahnya Ijārah
Syarat sahnya ijārah harus dipenuhi bebrapa syarat yang berkaitan
dengan aqid (pelaku), ma’qud ‘alaih (objek), sewa atau upah (ujrah) dan
akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:21
1) Persetujuan kedua bela pihak, sama seperti dalam jual beli. Dasarnya
adalah firmn Allah dalam surah An-Nisa (4) ayat 29 :
19Ibid., 389.
20 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 322.
21 Wahbah al-Juhaili, al-fiqih al-islami wa adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), jilid V, cet. Ke-
28 “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.22
2) Objek akad yakni manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan
perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga
menimbulkan perselisihan, maka akad ijārah tidak sah, karena dengan
demikian, manfaat tersebut tidak bisa diserahkan, dan tujuan akad tidak
tercapai. Kejelasan tentang objek akad ijārah bisa dilakukan dengan
menjelskan :
1) Objek manfaat, penjelasan objek manfaat bisa dengan mengetahui
benda yang disewakan.
2) Masa manfaat, penjelasan tentang masa manfaat diperlukan dalam
kontrak rumah tinggal beberapa bulan, tahun, kios atau
kendaraan.
3) Jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh tukang atau pekerja.
Penjelasan ini diperlukan agar antara kedua belah pihak tidak
terjadi perselisihan. Misalnya pekerja memotong rambut sesuai
dengan model gambar yang diminta.
22Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, (Bandung: J-ART, 2004), 83.
29
3) Objek akad ijārah harus dapat dipenuhi, baik menurut hakiki maupun
syariat. Dengan demikian, tidak sah menyewakan suatu yang sulit untuk
diserahkan, seperti menyewa kuda yang binal untuk dikendarai.
Seghubungan dengan syarat ini Abu Hanifah dan Zufar berpendapat
bahwa tidak boleh menyewakan benda milik bersama tanpa
mengikutsertakan pemilik syarikat yang lain, karena manfaat benda milik
bersama tidak bisa diberikan tanpa persetujuan semua pemilik. Akan
tetapi, menurut jumhur fuqoha’ menyewa barang milik bersama
hukumnya dibolehkan secara mutlak, karena manfaatnya bisa dipenuhi
dengan cara dibagi antara pemilik yang satu dengan pemilik lain.23
4) Manfaat yang menjadi objek harus manfaat yang dibolehkan oleh syara’.
Mislanya menyewa buku untuk dibaca, dan menyewa rumah untuk
tempat tinggal. Dengan demikian tidak boleh ,menyewakan tempat tiggal
untuk hal yang negatif seperti pelacuran.
5) Pekerjaan yan dilakukan itu bukan fardhu dan bukan wajib kewajiban
orang yang disewa (a>jir) sebelum dilakukannya ijārah . Hal hal tersebut
karena seseorang yang melakukan pekerjannya yang wajib dikerjaknnya,
tidak berhak menerima upah atas pekerjaanya itu. Dengan demikian,
tidak sah menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang sifatnya taqarrub dan taat kepada Allah, seperti shalat, puasa, haji,
23Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 324.
30
menjadi imam, karena semua itu mengambil upah untuk pekerjaan yang
fardhu dan wajib. Pendapat ini disepakati oleh Hanafiah dan Hanabilah.24
Akan tetapi, ulama mutaakhirin dari Hanafiah mengecualikan dari
ketentuan tersebut dalam hal mengajarkan al-Quran dan ilmu-ilmu agama
karena kesibukan mencrai nafkah dengan bertani dan berdagang
misalnya, maka al-Quran dan ilmu-ilmu agama akan hilang, dan
masyaraat akan bodoh. Oleh karena itu, dibolehkan mengambil upah
untuk mengerjakan al-Quran dan ilmu-ilmu agama.25
6) Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjannya
untuk dirinya sendiri. Apabil ia memanfaatkan pekerjan untuk dirinya
maka ijārah tidak sah. Dengan demikian, tidak sah ijārah atas perbuatan
taat karena manfaatnya utuk orang yang mengerjakan sendiri.
7) Manfaat ma’qud ‘alaihi harus sesuai dengan tujuan dilakukannya akad
ijārah, yang biasa berlaku umum. Apabila manfaat tersebut tidak sesuai
dengan tujuan dilakukannya akad ijārah maka akad ijārah tidak sah.
Dalam contoh menyewa pohon untuk menjemur pakaian. Dalam contoh
ini ijārah tidak diperbolehkan, karena yang dimaksud oleh penyewa yaitu
menjemur pakain, tidak sesuai dengan mmanfaat pohon itu sendiri.26
d. Syarat mengikatnya akad ijārah
24 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Darul Fath, 2004), 206.
25Ibid., 207.
26 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 326.
31
Agar akad ijārah itu mengikat diperlukan dua syarat :
1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat yang menyebabkan
terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa itu. Apabila terdapat
suatu cacat yang demikian sifatnya, maka orang yang menyewa boleh
memilih antara meneruskan atau membatalkannya.27
2) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad Ijārah .
Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada
sesuatu yang disewakan. Apabila terdapar udzur , baik pada pelaku
maupun ma’qud ‘alaihi, maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini
menurut Hanafiah. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, akad ijārah tidak
batal karena ada udzur, selama objek akad yaitu manfaat tidak hilang
sama sekali.28
5. Macam-macam IjƗrah
ijārah ada dua macam, yakni:
1. ijārah atas manfaat, yang disebut juga dengan sewa-menyewa. Dalam
ijārah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
29
32
Akad sewa menyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti
rumah untuk tempat tinggal, toko dan kios untuk tempat berdagang, mobil
kendaraan atau angkutan, pakaian atau perhiasan untuk dipakai. Adapun
manfaat yang diharamkan maka tidak boleh disewakan, karena barangnya
diharamkan. Dengan demikian, tidak boleh mengambil manfaat yang
diharamkan ini.
Menurut Hanafiyah dan Malikiyah, ketetapan hukum akad ijārah
berlaku sedikit atau setahap demi setahap, sesuai dengan timbulnya objek
akad yaitu manfaat. hal itu karena manfaat dari suatu benda yang
disewakan tidak bisa terpenuhi sekaligus, akan tetapi sedikit demi sedikit.
Akan tetapi, menurut Safiiyah dan Hanabilah ketetapan hukum akad ijārah
itu berlaku secara kontan sehingga masa sewa dianggap seolah-olah benda
yang tampak.30
2. Ijārah atas pekerjaan, disebut juga dengan upah mengupah. Dalam ijārah
bagian kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.
ijārah atas pekerjaan atau upah-mengupah adalah salah satu akad
ijārah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, misalnya membangun
rumah, menjahit pakaian. Orang yang melakukan pekerjaan disebut ajir
atau tenaga kerja. Ajir atau tenaga kerja ada dua macam:31
30Wahbah al-Juhaili, al-fiqih al-islami wa adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), jilid V, cet. Ke-
33
a. A<jir atau tenaga kerja khusus, yaitu orang yang bekerja untuk satu
orang selama waktu tertentu. Ia tidak boleh bekerja untuk selain
orang yang menyewanya.
b. A<jir atau tenaga umum, yaitu orang yang bekerja untuk orang banyak,
seperti tukang pewarna pakaian. Ia boleh bekerja untuk orang banyak
dan orang yang menyewanya tidak boleh melarang bekerja untuk
orang lain.
B. Ujrah
1. Definisi Ujrah
Ujrah berasal dari kata
ُةَرْجُْا َو ُرْجَُْا
yang artinyaupah.32 Atau dapatjuga diartikan uang sewa atau imbalan atas suatu manfaat benda atau jasa.33
Upah atau sewa dalam al-ijārah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang yang
memiliki nilai ekonomi.34 Jadi ujrah menurut terminology adalah suatu
imbalan atau upah yang didapatkan dari akad pemindahan hak guna atau
manfaat baik berupa benda atau jasa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan.35
32 Ahmad Warsn Munawwir, al-Munawwir Kamus Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif,
2007), 931.
33 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 321.
34 Nasrun Haroen, Fiqih Muamaah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 235.
35 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
34
Upah dalam islam masuk juga dalam bab ijārah sebagaimana
perjanjian kerja, menurut bahasa ijārah berarti “upah” atau “ganti” atau
imbalan, karena itu lafadz ijārah mempunyai pengertian umum yang
meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan
atau upah karena melakukan sesuatu aktifitas36
Berdasarkan beberapa uaraian mengenai definisi Ujrah atau upah
sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa upah atau
Ujrah adalah suatu biaya yang didapatkan atas suatu jasa yang telah
dilakukan.
Upah (Ujrah) tidak bisa dipisahkan dengan sewa menyewa (ijārah)
karena memang upah merupakan bagian sewa menyewa (ijārah ), ijārah
berlaku umum atas setiap akad berwujud pemberian imbalan atas sesuatu
manfaat yang diambil.
2. Landasan Hukum Ujrah
a. Al-Quran surah Surat Az-Zukhruf (43)ayat 32:
36 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Grafindo Persada,II, 1997), 30.
35
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan”.37
Inti dari ayat di atas adalah Allah telah membagi-bagi sarana
penghidupan manusia dalam kehidupan dunia karena mereka tidak dapat
melakukannya sendiri dan Allah telah meninggikan sebagian dari mereka
dalam harta benda, ilmu, kekuatan, dan lain-lain atas sebagian yang lain,
sehingga mereka dapat saling tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Karena itu, masing-masing saling membutuhkan dalam mencari
dan mengatur kehidupannya dan rahmat Allah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan. Untuk itu sebagai mahluk Allah kita harus saling
tolong-menolong dalam hal kebaikan sesama manusia.
b. Hadis Hadis Aisyah:
ْنع
ِةَوْرُع
ِنْب
ِْرَ بُزلا
َنَأ
َةَشِئاَع
َيِضَر
ُهَللا
،اَهْ َع
َجْوَز
َِِِلا
ىَلَص
ُها
ِهْيَلَع
،َمَلَسَو
ْتَلاَق
:
«
َرَجْأَتْساَو
ُلوُسَر
ِهَللا
ىَلَص
ُها
ِهْيَلَع
،َمَلَسَو
وُبَأَو
رْكَب
ًلُجَر
ْنِم
ِنَب
ِليِدلا
ِداَ
اًي
،اًتيِرِخ
َوَُو
ىَلَع
ِنيِد
ِراَفُك
، شْيَرُ ق
اَعَ فَدَف
ِهْيَلِإ
،اَمِهْيَ تَلِحاَر
ُهاَدَعاَوَو
َراَغ
رْوَ ث
َدْعَ ب
ِثَلَث
لاَيَل
اَمِهْيَ تَلِحاَرِب
َحْبُص
ثَلَث
»
37Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, (Bandung: J-ART, 2004), 491.
36
“Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. Istri Nabi Muhammad saw berkata : Rasulullah saw dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku Bani –Ad-Dayl, penunjuk jalan mahir, dan ia masih memeluk agama orang kafir Quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudiah menyerahkan kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk bertemu di gua Tsaur dengan kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari selasa. (HR.Al-Bukhari).”38
Hadis Ibnu Majjah dari Ibnu Umar
٣٤٤٢
.
ِهَللا ِدْبَع ْنَع
:َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ،َرَمُع ِنْب
«
اوُطْعَأ
ُهُقَرَع َفََِ ْنَأ َلْبَ ق ،ُهَرْجَأ َرِجَْْا
“Dari Abdillah Bin Umar bekara: Rasulullah saw bersada : berikanlah upah ekerja sebelum kering keringatnya.”39
Inti dari hadis di atas adalah bahwa ketika seseorang itu telah melakukan
suatu pekerjan, maka berikan upah atas pekerjnnya tersebut ksebelum kerng
keringatnya (secepatnya).
3. Rukun dan Syarat Ujrah
para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
1. Berupa harta tetap yang dapat diketahui.40 Syarat ini diperlukan dalam
ijārah karena upah merupakan harga atas manfaat jasa, sama seperti
harga dalam jual beli. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan
38Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 319.
39 Sunan Ibnu Majjah, Maktabah Tsamilah Juz 2, 817 H, 817.
40 Syafei Antonio, Fiqih Muamalah, (Banung: Pustaka Setia, 2004), 129.
37
perselisihan antara kedua belah pihak. Penetapan upah sewa ini boleh
didasarkan kepada urf atau adat kebiasaan.
2. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijārah , seperti upah
menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut.
Ketika upah atau sewa sama dengan jenis manfaat barang yang disewa,
maka ijārah tidak sah.41
4. Mekanisme Ujrah
Dalam pengupahan terdapat dua sistem, yaitu sistem pengupahan
dalam hal pekerjaan dan ibadah.
a. Upah dalam hal pekerjaan
Dalam melakukan pekerjaan dan besarnya mengupah seorang itu
ditentukan melalui stndar kompetensi yang dimilikinya, yaitu:42
1) Kompetensi teknis, yaitu pekerjaan yang bersifat ketrampilan teknis,
contoh pekerjaan yang berkaitan dengan mekanik perbengkelan,
pekerjaan di proyek yang bersifat fisik, dan pkerjaan dibidang
industri lainnya.
2) Konpensasi sosial, yaitu pekerjaan yang bersifat hubungan
kemanusiaan. Seperti pemasaran, hubungan kemasyarakatan, dan
lain-lain.
41 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 327.
42Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah, (Surabaya: Vira Jaya Multi Press, 2009), 89.
38
3) Kompetensi manegeril, yaitu pekerjaan yang bersifat penataan dan
pengaturan usaha, seperti manager keuangan dan lainnya.
4) Konpensasi intelektual, yaitu tenaga dibidang perencanaan
konsultan, dosen, guru dan lainnya.43
5. Gugurnya Ujrah
Para ulamak berbeda pendapat dalam menetukan upah bagi a>jir,
apabila barang yang ada ditangannya rusak atau hilang. Menurut Syafiiyah
dan Hanabilah, apabila a>jir bekerja di tempat yang dimiliki oleh penyewa
atau di hadapannya, maka dia tetap memperoleh upah, karena barang
tersebut ada ditangan penyewa atau pemilik. Sebaliknya apabila barang
tersebut ada di tangan a>jir, kemudian barang tersebut rusak atau hilang maka
a>jir tidak berhak atas upahnya.44
Ulamak Hanafiyah hampir sama pendapatnya dengan Syafiiyah.
Hanya saja pendapat mereka diperinci sebagai berikut:
a. Apabila barang ada ditangan a>jir maka terdapat dua kemungkinan:
1) Apabila pekerjaan a>jir sudah kelihatan hasilnya atau bekas pada
barang, seperti jahitan, maka upah harus segera dibayarkan dengan
menyerahkan hasil pekerjaan yang telah dilakukan. Jika barang
43Ibid., 93.
44 Wahbah al-Juhaili, al-fiqih al-islami wa adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), jilid V, cet. Ke-
39
rusak ditangan a>jir maka upah menjadi gugur, karena hasil
pekerjaan yang tidak dilakukan.
2) Apabila pekerjaan a>jir tidak kelihatan hasilnya pada barang yang
dikerjakan maka upah harus diberikan saat pekerjaannya selesai
dilaksanakan, walaupun barang tidak samapai diserahkan kepada
pemiliknya. Hal itu karena imbalan yaitu upah mengimbangi
pekerjaan, sehingga apabila pekerjaan telah selesai maka otomatis
upah harus dibayar.45
b. Apabila barang ada di tangan musta’jir, maka a>jir berhak menerima
upah setelah menyelesaikan pekerjannya.46 Apabila pekerjannya tidak
selesai seluruhnya, melainkan hanya sebagian saja, maka dia berhak
menerima upah sesuai dengan kadar pekerjaan yang telah
diselesaikan. Sebagai contoh seseorang yang disewa untuk
merenovasi kamar di rumahnya, dia hanya mengerjakan kamarnya
sebagian saja dari rumahnya yaitu kamarnya, setelah seseorang itu
sudah selesai dengan pekerjannya, maka orang tesebut berhak
menuntut upah atas pekerjaan yang dilakukan.
C. Ketetapan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Tentang Pembiayaan
Multijasa
45Ibid., 426.
46 Syfei Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2001), 136.
40
Untuk keperluan pengawasan, Dewan Syariah Nasional membuat
garis atau ketentuan untuk panduan produk syariah yang telah diambil dari
sumber sumber hukum Islam. Panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi
Dewan Syariah Nasional pada lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
pengembangan produknya.
Yang dimaksud garis panduan produk syariah adalah Dewan Syariah
Nasional . Fatwa Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan yang dan
ketentuan yang berkenaan dengan semua kegiatan dalam lembaga keuangan
syariah.
Adapu fatwa yang berkaitan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional
yang berkaitan dengan penelitian peulis adalah Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa:47
Pertama : Ketetuan Umum
1. Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan
akad Ijārah atau Kafalah.
2. Dalam hal LKS menggunakan akad Ijārah , maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijārah .
3. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah.
47Fatwa Dewan Syariah Nasional No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa.
41
4. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (Ujrah) atau fee.
5. Besar Ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.