• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perburuhan-Maret 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perburuhan-Maret 2008"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME VI MARET 2008

(2)

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari

berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal

penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka

saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-

download

berita dari

situs-situs suratkabar, majalah, serta situs-situs berita lainnya.

Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas

diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam

pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap

penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.

(3)

D a ft a r I si

Pekerja Bangladesh ke luar negeri naik --- 1

Tolak Revisi UMK, Gubernur Banten Digugat --- 2

Angka Kematian Pekerja Masih Memprihatinkan --- 3

Buruh Sadap PTPN VIII Ditangkap Polisi

---

5

Edy Hartono, Ketua SP PT PJB Program PJB Kurang Berkesinambungan --- 6

Industri Jamu Serap 3 Juta Tenaga Kerja --- 7

Gaji 4 Tahun tak Naik, Pekerja Omedata Demo --- 8

SP Angkasa Pura I tuntut tunjangan --- 9

Isu Buruh Jangan Dipolitisasi, Perbaikan Jauh Lebih Penting --- 10

Draf RPP Pesangon akan direvisi --- 12

K-SBSI Setuju RPP Pesangon Disahkan dengan Tiga Syarat --- 14

Paradoks Kebijakan Upah Buruh --- 15

Kesejahteraan karyawan PT BA ditingkatkan --- 17

Agropolitan Ternak Serap Ribuan Pekerja --- 18

Perbedaan Hukum Jadi Masalah Buruh Migran --- 19

RPP Pesangon Berpotensi Mandul --- 21

Sistem green-card hambat pekerja lokal

---

22

Semmi Laporkan Kasus TKK Ilegal --- 23

Hilangnya Hak-hak Dasar Buruh --- 24

Ada apa di balik konflik mengurus TKI?--- 27

Jumlah Kasus TKW Asal Kab. Karawang Tergolong Tinggi --- 29

Ratusan Buruh PT PMT Mogok Kerja --- 30

Ribuan Pekerja Bandara India Mogok --- 31

KSPI Minta Hak-hak Perempuan Pekerja Diperhatikan --- 32

Buruh Wanita Unjuk Rasa

---

33

GIB Demo Perlindungan Buruh dan Nelayan --- 34

Jatim akan kirim 60.000 tenaga kerja --- 35

Kisah Pedih Seorang Buruh Migran --- 36

Pengiriman TKI Ilegal Makassar Digagalkan --- 39

KSPSI agar tajamkan lembaga tripartit --- 40

(4)

Kasus TKI jangan sekadar jadi catatan --- 45

Kasus TKW di Kuwait Dilaporkan ke DPR --- 47

Rezeki dari Revolusi "Outsourcing" --- 48

TKI ke Selandia Baru Ilegal--- 50

Pekerja jasa wisata wajib sertifikasi mulai tahun depan --- 51

Ratusan Buruh Tuntut Penegakan Hukum

---

53

Presiden: Jangan PHK Buruh --- 54

Sanksi pelanggar program jamsostek harus diperberat --- 55

SBY: Pengusaha dan Pekerja Harus Sinergi --- 57

Membangun Budaya "Safety" --- 59

Revisi UU Jamsostek ditargetkan rampung tahun ini --- 61

Jangan Takut Lagi Mendirikan Serikat Pekerja --- 63

Quo Vadis Hak Kemanusiaan Pekerja --- 64

Devisa TKI diperkirakan lampaui US$14 miliar --- 66

Presiden Terima Perwakilan Buruh --- 67

Presiden Terima Perwakilan Buruh --- 68

(5)

Bisnis I ndonesia Senin, 03 Maret 2008

Pe k e r j a Ba n gla de sh k e lu a r n e ge r i n a ik

DHAKA: Pengiriman tenaga kerja (TK) Bangladesh ke luar negeri meningkat dua kali lipat selama 2007 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Surat kabar The Daily Star mengutip statistik Kementerian Luar Negeri negara itu menyebutkan jumlah tenaga kerja Bangladesh ke luar negeri pada 2007 mencapai 832.000 orang, sedangkan selama 2006 tercatat 381.000.

Sejumlah 159.000 tenaga kerja telah berangkat ke luar negeri pada awal 2008, dibandingkan dengan 78.000 tenaga kerja pada periode sama tahun lalu.

(6)

Berkhas 2 Volume VI Maret 2008 Jurnal Nasional Senin, 03 Maret 2008

Jabedetabog Tangerang | Senin, 03 Mar 2008

Tola k Re v isi U M K, Gu be r n u r Ba n t e n D igu ga t

Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Tangerang akan mengugat Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), terkait surat penolakan Gubernur Banten atas revisi Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Tangerang.

Pada 28 Desember 2007 lalu Bupati Tangerang mengajukan revisi tahun 2008 kepada Gubernur Banten dari Rp958.600 menjadi Rp958.782. Namun, Gubernur Banten menolak revisi tersebut. SPSI menilai, surat penolakan itu sebagai bentuk pelanggaran terhadap Pasal 89 ayat 3 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua DPC SPSI Kabupaten Tangerang, Supriyadi menilai Gubernur Atut telah melakukan kesalahan prosedur dengan menolak revisi UMK yang telah diajukan oleh Bupati Tangerang. Rekomendasi revisi UMK ditolak dengan alasan pengajuan revisi tidak sesuai prosedur. Padahal dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, bupati atau kepala daerah berhak merekomendasikan upah minimum.

“Mengacu pada UU, maka DPC SPSI akan mem-PTUN-kan Gubenur Banten, karena penolakan revisi UMK dianggap telah menyalahi UU,” tutur Supriyadi kepada Jurnal Nasional, Minggu (2/3).

Kendati demikian, sebelum mengajukan gugatan, SPSI tetap membuka ruang dialog dengan pihak provinsi. “Asal Gubernur mau kooperatif.” Pihaknya juga menduga adanya upaya memperkeruh keadaan pada saat tarik ulur tentang revisi UMK oleh beberapa oknum pejabat. Hal ini ditenggarai dengan keterlambatan datangnya surat penolakan revisi dari Gubernur Banten.

Dalam surat Gubernur tertera surat dikirim pada tanggal 15 Januari 2008. Namun, SPSI baru menerima surat tersebut pada tanggal 24 Februari, pekan lalu. “Terlebih, surat yang ditandatangani oleh Gubernur Banten, HM. Masduki yang telah ditetapkan pada 16 November 2007 silam,” ucapnya. Terkait aksi mogok regional yang akan dilakukan oleh 50 ribu anggota SPSI se-Kabupaten Tangerang, Supriyadi menyatakan rencana aksi tersebut dibatalkan. Pasalnya, ada keterbatasan anggaran dan masalah teknis di tingkatan unit kerja SPSI.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Tangerang, Hasdanil mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan konsultasi langsung dengan Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) dan Dewan Pengupahan Nasional. “Namun, belum ada jawaban dari kedua instansi itu terkait rencana revisi UMK Kabupaten Tangerang,” tutur Hasdanil.

(7)

Pikiran Rakyat Senin, 03 Maret 2008

An gk a Ke m a t ia n Pe k e r j a M a sih M e m pr ih a t in k a n

Se ba n y a k 1 .8 8 3 Ka su s pa da 2 0 0 7

JAKARTA, (PR).-

Angka kematian pekerja di Indonesia pada 2007 masih sangat tinggi, yakni rata-rata mencapai lima orang per hari atau total 1.883 kasus kematian. Sementara itu, jumlah kecelakaan kerja sepanjang tahun lalu sebanyak 83.714 kasus, di mana 75.325 di antaranya bisa disembuhkan, 6.506 kasus mengalami cacat atau rata-rata 18 tenaga kerja setiap hari.

"Angka tersebut masih mengkhawatirkan meskipun menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sekitar 6-7 pekerja setiap hari," kata pejabat Humas PT Jamsostek, Kuswahyudi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, menurut Kuswahyudi, pihaknya terus mendorong agar para pekerja terlindungi di antaranya dengan menjadi anggota Jamsostek. "Salah satu program Jamsostek sepanjang tahun 2008 adalah peningkatan kesadaran menjadi peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Keselamatan serta Kesehatan Kerja," katanya.

Menurut dia, Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga pada, Kamis (21/2), sudah menyerahkan daftar 6.657 perusahaan yang memenuhi syarat, tetapi belum mendaftarkan pekerja dalam program Jamsostek di Jakarta, Tangerang, dan Jawa Barat kepada Menakertrans Erman Suparno.

Erman dalam kesempatan itu menyatakan, pegawai pengawas Depnakertrans akan diturunkan segera untuk melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar UU No. 3/1992 itu.

Kuswahyudi menyatakan, mereka yang keluarganya meninggal akibat kecelakaan atau pekerja cacat mendapat santunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, untuk keluarga yang ditinggalkan mendapat santunan 48 kali gaji yang dilaporkan ke PT Jamsostek.

Pekerja yang meninggal di luar kecelakaan kerja sebanyak 713.297 orang dan PT Jamsostek mengeluarkan total dana Rp 3,165 triliun untuk menyantuni mereka.

Rendah

Saat ini, mereka yang menjadi peserta Jamsostek masih relatif rendah, yakni sekitar 25 juta pekerja yang terdaftar dan hanya 7,9 juta pekerja yang menjadi peserta aktif. Sementara jumlah pekerja di sektor formal saat ini sekitar 30 juta. Artinya, masih terdapat sekitar 22 juta pekerja di sektor formal yang belum mendapatkan hak normatifnya, yakni menjadi peserta Jamsostek. Padahal, ketentuan itu sudah dijamin oleh UU No. 3/1992.

Peraturan perundangan menyatakan, setiap perusahaan yang mempekerjakan 10 orang atau lebih, atau membayar total upah Rp 1 juta per bulan wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek.

Perusahaan yang melanggarnya dikenakan sanksi denda dan atau kurungan enam bulan. Jika mengacu pada upah minimum regional saat ini, yang terendah sekitar Rp 500.000,00 per bulan dan tertinggi lebih dari Rp 1 juta per bulan, perusahaan yang mempekerjakan dua orang saja saja sudah wajib menjadi peserta Jamsostek.

(8)

Berkhas 4 Volume VI Maret 2008 Pikiran Rakyat Senin, 03 Maret 2008

(9)

Pikiran Rakyat Senin, 03 Maret 2008

Bu r u h Sa da p PTPN V I I I D it a n gk a p Polisi

PURWAKARTA, (PR).-

Tiga orang buruh sadap di PTPN VIII Cikumpay Kab. Purwakarta yang selama ini menjalani praktik penjualan getah karet (lump) tanpa izin, ditangkap jajaran Satserse Polres Purwakarta, Minggu (2/3) dini hari kemarin. Selain membekuk ketiga buruh PTPN, polisi juga saat ini tengah memburu salah seorang pelaku yang kerap melakukan pencurian getah karet di perkebunan PTPN VIII.

Ketiga buruh yang bekerja di bagian sadap PTPN VIII Cikumpay Purwakarta itu, adalah Had bin Camid (31), At bin Sudita (35), dan Ab alias Hamid (32), ketiganya warga Kec. Campaka Kab. Purwakarta.

Kapolres Purwakarta AKBP Sufyan Syarif didampingi Kasatreskrim, AKP Iwan Ridwan, kepada "PR", Minggu (2/3) di Mapolres Purwakarta, mengatakan ketiga pelaku yang merupakan buruh di perusahaan milik negara itu dibekuk petugas setelah ada informasi dari perusahaan yang mengelola perkebunan karet tersebut.

"Selama ini, ketiga buruh PTPN VIII itu setiap menyetorkan getah karet ke perusahaan selalu kurang dibandingkan dengan buruh lainnya," kata Iwan,

Dijelaskan setelah diselidiki, ternyata ketiga buruh sadap tersebut, selama ini selalu mengurangi hasil sadapan mereka saat setor. "Misalnya, dalam satu hari kalau mereka mendapatkan getah karet sebanyak 10 kg, oleh para pelaku hanya 7 kg yang disetorkan dan sisanya dikumpulkan kemudian dijual kepada penadah," jelas Iwan.

Setelah dikembangkan, petugas kemudian melakukan penangkapan terhadap ketiga pelaku, di rumah mereka masing-masing. Dari tangan ketiga tersangka, petugas mengamankan barang bukti berupa 110 kg getah karet.

(10)

Berkhas 6 Volume VI Maret 2008 Jurnal Nasional Selasa, 04 Maret 2008

PROFIT Jakarta | Selasa, 04 Mar 2008

Edy H a r t on o, Ke t u a SP PT PJB Pr ogr a m PJB Ku r a n g

Be r k e sin a m bu n ga n

by : Januarti Sinarra Tjajadi

ADA satu kekurangan strategi korporasi yang dilakukan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), yakni kurangnya kesinambungan program. Sering kali ditemui dalam pelaksanaan satu program, apabila satu tahap selesai, sulit untuk melanjutkan secara terus menerus atau kesinambungan program kurang di perhatikan.

Pendapat itu diutarakan Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PJB Edy Hartono ketika dihubungi Jurnal Nasional akhir pekan lalu.

Menurut dia, jika direksi berganti, maka program juga kerap berganti. “Padahal jatah jabatan direksi hanya tiga tahun,” katanya.

Menurut Asisten Manajer Manajemen Energi PJB ini, biasanya yang paling sering dilakukan perusahaannya adalah pergantian suatu sistem yang dinilai kurang cocok. Masalah lain yang muncul adalah kerap perubahan sistem itu kurang terkomunikasikan dari level atas ke bawah. Ada kesimpangan apa yang dipikirkan di level atas tidak sampai ke bawah.

Itulah salah satu hal yang membuat kinerja anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) ini kurang optimal. Aspek-aspek lainnya, sangat kompleks. Antara lain penunjukkan manajemen yang kurang kompeten. Direksi saat ini, menurut dia masih kental kepentingan politiknya.

Aspek lain adalah masalah bahan bakar pembangkit. Dia mengatakan, pada intinya PJB beserta holding PLN tidak bisa bekerja optimal jika pemerintah tidak benar-benar memikirkan masalah regulasi energi primer.

Kini pembangkit PJB harus menggunakan bahan bakar minyak (BBM) padahal pembangkit PJB juga bisa menggunakan bahan bakar gas yang jauh lebih murah, apalagi BBM harganya cenderung naik terus.

Laba PJB tahun 2007 kurang lebih Rp1,4 triliun, tahun sebelumnya sekitar Rp1 triliun, tetapi jika dikonsolidasikan dengan PLN (holding) maka akan masih merugi karena pertama, PLN fungsinya sebagai public service obligation (PSO) melayani kebutuhan listrik masyarakat. PLN harus melayani dari Sabang sampai Merauke, dimana harga di luar jawa bisa sampai Rp2.000 per kwh sedangkan harga jual ke konsumen rumah tangga Rp400 per kwh.

Kedua, pembangkit berbahan bakar gas kurang dimanfaatkan optimal karena terbatasnya pasokan gas, dimana tidak ada regulasi dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gas untuk PLN atau PJB. Ketiga, kekayaan PJB berupa lahan dan sebagainya cenderung pengelolaannya diberikan kepada swasta. Contohnya Paiton III dan IV. “PJB punya lahan Paiton III dan IV yang kami siap membangun sendiri atau menggandeng investor yang murah. Tapi oleh PLN diberikan kepada swasta,” ujarnya.

Terkait pemisahan dua anak perusahaan PLN, PT Indonesia Power dan PJB. Dia menolak rencana tersebut karena masyarakat akan menerima harga lebih mahal karena ada PPN yang menganggap ada transaksi.

(11)

Jurnal Nasional Selasa, 04 Maret 2008

Ekonomi | Jakarta | Selasa, 04 Mar 2008 13:34:27 WIB

I n du st r i Ja m u Se r a p 3 Ju t a Te n a ga Ke r j a

Industri jamu di tanah air menyerap sekitar tiga juta tenaga kerja, dengan nilai bisnis mencapai sekitar Rp4 triliun per tahun. Pertumbuhan industri jamu juga cukup pesat, yakni sekitar 20 persen per tahun.

"Ini mungkin angka yang masih perkiraan bawah, sementara angka riilnya bisa saja lebih dari itu," kata Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (4/3).

Bayu mengungkapkan hal itu usai semiloka dan deklarasi Jamu Brand Indonesia. Hadir juga dalam acara itu Direktur Jenderal Pedagangan Dalam Negeri Ardiansah Parman, sejarahwan Anhar Gonggong, mantan Menteri Kesehatan Faried A. Moeloek, dan sejumlah pengusaha jamu seperti Marta Tilaar, Mooryati Soedibyo, Charles Saerang, dan Jaya Suprana.

"Pengembangan jamu dari sisi kesehatan sebenarnya hanya mencapai 20 persen, namun perkembangan dari sisi lainnya seperti minuman dan kosmetik dari industri jamu lebih besar lagi mencapai 67 hingga 70 persen," kata Bayu.

Pengembangan industri jamu juga mencakup pula pengembangan industri pariwisata, seperti terapi SPA dan agrowisata. "Dengan latar belakang itu, Kementerian Koordinasi Perekonomian memfasilitasi semiloka dan deklarasi Jamu Brand Indonesia," kata Bayu.

(12)

Berkhas 8 Volume VI Maret 2008 Pikiran Rakyat Selasa, 04 Maret 2008

Ga j i 4 Ta h u n t a k N a ik , Pe k e r j a Om e da t a D e m o

BANDUNG, (PR).-

Ratusan pekerja PT Omedata Electronics melakukan aksi demo menuntut kenaikan gaji karena selama empat tahun terakhir tidak mendapatkannya. Aksi damai itu digelar di pelataran kantor perusahaan tersebut di Jln. Soekarno-Hatta Bandung, Senin (3/3). Pekerja menuntut agar perusahaan kembali ke sistem penggajian berdasarkan masa kerja dan prestasi.

Aksi itu praktis menghentikan kegiatan produksi PT Omedata. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan penghasil semikonduktor yang khusus dipasarkan di luar negeri.

Sebelum aksi, para pekerja melalui perwakilannya mengusahakan dialog dengan manajemen perusahaan terkait permintaan kenaikan gaji. Namun, karena tidak ada tanggapan yang positif, pekerja menggelar aksi. "Dari dulu alasannya sedang merugi. Dari sepuluh tahun yang lalu juga bilang begitu," kata Sopiyan, seorang perwakilan pekerja.

Akibat tidak adanya kenaikan, terjadi ketidakadilan gaji yang diterima karyawan. "Masak gaji teknisi dengan operator hampir sama, itu kan tidak benar," kata Asep Irawan, pekerja lainnya.

Organ tunggal

Dalam aksi, pekerja membawa berbagai poster dan spanduk, dan ikat kepala putih bertuliskan "Naik Gaji". Aksi damai juga diisi organ tunggal yang mengiringi lagu-lagu yang telah digubah untuk menyuarakan tuntutan mereka. Seorang pekerja laki-laki menggunakan kostum perempuan sebagai maskot aksi itu mewakili mayoritas pekerja PT Omedata yang perempuan.

Menjelang tengah hari, perwakilan pekerja melakukan perundingan dengan manajemen dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandung sebagai mediator. Perundingan itu belum membuahkan hasil. Perusahaan belum mengabulkan tuntutan pekerjanya.

(13)

Bisnis I ndonesia Rabu, 05 Maret 2008

SP An gk a sa Pu r a I t u n t u t t u n j a n ga n

JAKARTA: Sekitar 200 karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja PT Angkasa Pura I melakukan aksi unjuk rasa menuntut realisasi pembayaran tunjangan kesejahteraan para pegawai.

Unjuk rasa itu digelar di halaman Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), kemarin.

Itje Julinar, Ketua Umum Serikat Pekerja Angkasa Pura I, mengatakan manajemen perusahaan telah melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) terkait pembayaran gaji pokok dan tunjangan kesehatan pensiun para karyawan.

Menurut dia, tuntutan untuk merealisasikan PKB itu sudah disuarakan sejak Oktober 2006. Namun, hingga saat ini belum ada respons dari pihak manajemen.

(14)

Berkhas 10 Volume VI Maret 2008 Kompas Rabu, 05 Maret 2008

TENAGA KERJA

I su Bu r u h Ja n ga n D ipolit isa si, Pe r ba ik a n Ja u h Le bih

Pe n t in g

Rabu, 5 Maret 2008 | 02:00 WIB

Jakarta, Kompas - Persoalan ketenagakerjaan nasional di pasar kerja masih tetap berkutat pada rendahnya kompetensi dan produktivitas. Kondisi ini terjadi akibat banyaknya isu buruh ketenagakerjaan yang diselesaikan menggunakan pendekatan sosial politik.

”Seharusnya penyelesaian masalah perburuhan memakai pendekatan sosial pembangunan ekonomi. Politisasi persoalan menyebabkan kita lupa pada hal-hal yang lebih penting, misalnya bagaimana meningkatkan kompetensi dan produktivitas buruh,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dalam promosi doktor ilmu pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Selasa (4/3).

Pada sidang terbuka yang dipimpin Rektor UNJ Dr Bedjo Sujanto, Erman sukses mempertahankan disertasi berjudul ”Paradigma Baru Penyediaan Tenaga Kerja yang Didasarkan pada Kebijakan Sistem Pendidikan Nasional: Sebuah Analisis Kebijakan”.

Erman mengatakan, isu perburuhan selalu mengemuka dalam konteks politik. Padahal, pembahasan persoalan buruh dalam konteks perekonomian jauh lebih penting untuk mencari jalan keluar.

Politisasi cenderung tidak mampu menuntaskan persoalan buruh. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan harus menghentikan penyelesaian isu perburuhan menggunakan pendekatan politik.

Persoalan yang mendesak diperbaiki saat ini adalah sistem pendidikan nasional yang berkaitan langsung dengan pasar kerja. Menurut Erman, sistem pendidikan sebaiknya lebih didorong pada pengembangan sekolah menengah kejuruan yang sesuai dengan pasar kerja.

Saat ini pasar kerja hanya menyerap sedikitnya 800.000 orang dari 2,3 juta jiwa angkatan kerja baru setiap tahun. Rendahnya tingkat penyerapan lapangan kerja terjadi karena hanya sedikit angkatan kerja baru yang memiliki kompetensi.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah bersinergi dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam menyiapkan angkatan kerja yang kompeten. Program ini dikenal dengan ”3 in 1” (three in one), yaitu pelatihan, sertifikasi, dan penempatan.

Depdiknas terlibat karena memiliki kewenangan menyusun kurikulum pendidikan, sedangkan Apindo sebagai pengguna.

”Reformasi sistem pendidikan nasional dari yang awalnya berorientasi jumlah lulusan (output oriented) menjadi jumlah lulusan siap kerja (job oriented). Jika persoalan di hulu ini terpecahkan, maka tingkat pengangguran bisa ditekan,” kata Erman.

10 juta penganggur

(15)

Kompas Rabu, 05 Maret 2008

Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) Rekson Silaban mengatakan, isu buruh selalu mencuat pada masa-masa pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum. Salah satu isu yang paling menonjol adalah upah.

Rekson mengatakan, pejabat yang ingin mencalonkan diri lagi dalam pemilihan kepala daerah pasti akan menaikkan upah minimum kabupaten/kota/provinsi tanpa memperhitungkan dampaknya. Hal serupa juga terjadi saat penyusunan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang disahkan menjelang pemilu.

(16)

Berkhas 12 Volume VI Maret 2008 Bisnis I ndonesia Kamis, 06 Maret 2008

D r a f RPP Pe sa n gon a k a n dir e v isi

JAKARTA: Pemerintah akan mengganti isi draf rancangan peraturan pemerintah tentang Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (RPP Jaminan PHK) untuk disesuaikan dengan UU Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Myra Maria Hanartani, Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), mengatakan kemungkinan perubahan RPP itu masih terbuka lebar.

"Isinya tidak tertutup kemungkinan untuk diubah lagi. Akan ada lagi forum tripartit. Ini memang memakan waktu dan tenaga," ujar Myra kepada Bisnis, kemarin.

UU SJSN merupakan ketentuan yang mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, kematian, dan pensiun untuk warga negara.

Dia menyebutkan RPP Jaminan PHK tidak boleh bertentangan dengan UU SJSN, sebagai payung hukum dalam ketentuan tersebut. Selain itu, katanya, RPP itu harus diharmoniskan dengan UU Nomor 3/1992 tentang Jamsostek dan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

RPP Jaminan PHK mengatur pencadangan dana kompensasi PHK untuk memberikan kepastian pembayaran hak pada pekerja setelah berhenti bekerja. Hal itu merupakan kewajiban bagi perusahaan.

Pembiayaan atau besaran iuran beban kewajiban minimum masa kerja yang akan datang ditetapkan sebesar 3% dari upah sebulan, dengan ketentuan paling tinggi (batas maksimal) yaitu lima kali pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang kini di level Rp1,1 juta.

Badan penyelenggaranya terdiri dari tiga lembaga yakni PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dana pensiun lembaga keuangan, dan asuransi jiwa.

Sementara itu, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) mengusulkan agar draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pesangon yang baru memuat sejumlah perubahan mengenai dana cadangan yang tercantum pada Pasal 5.

Rekson Silaban, Presiden KSBSI, mengatakan pasal mengenai dana cadangan yang tercantum dalam Pasal 5 draft RPP Pesangon yang lama tidak sesuai dengan kondisi hubungan industrial di lapangan.

"Kami pada dasarnya menyetujui apabila RPP Pesangon itu disahkan menjadi PP, tetapi harus sesuai dengan kondisi riil di lapangan," kata Rekson.

Perjanjian bersama

Menurut Rekson, Pasal 5 tersebut harus memuat sejumlah ayat-ayat baru. Pertama, katanya, pemerintah harus menetapkan bahwa besaran iuran pencadangan setiap perusahaan dirundingkan di setiap perusahaan antara serikat pekerja dan pengusaha melalui perjanjian kerja bersama (PKB).

(17)

Bisnis I ndonesia Kamis, 06 Maret 2008

Kedua, lanjutnya, pasal itu juga harus memuat ayat yang mensyaratkan perusahaan yang sudah mencadangkan di atas 3%, tidak boleh menurunkan besaran iuran.

Selain itu, pemerintah seharusnya tidak mengenakan batas atas (ceiling) berdasarkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar Rp1,1 juta.

"UMR [upah minimum regional] setiap tahun kan naik rata-rata 6%-8%. Saat ini di Jakarta saja sudah Rp907.000 per bulan, dua tahun lagi sudah naik 12% atau lebih dari nilai PTKP. Jadi pekerja yang memiliki gaji di bawah PTKP, dalam dua tahun mendatang tidak diuntungkan oleh RPP itu," tambahnya. (02) (anugerah.perkasa@bisnis.co.id)

(18)

Berkhas 14 Volume VI Maret 2008 Kompas Kamis, 06 Maret 2008

Ketenagakerjaan

K- SBSI Se t u j u RPP Pe sa n gon D isa h k a n de n ga n Tiga

Sy a r a t

Kamis, 6 Maret 2008 | 02:17 WIB

Jakarta, Kompas - Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja atau RPP Pesangon yang tengah disiapkan pemerintah dengan tiga syarat.

Ketiga syarat itu yakni penghapusan pembatasan faktor pengali upah sebesar 5 kali pendapatan tidak kena pajak (PTKP), penegasan premi dana cadangan pesangon sebesar 3 persen, dan larangan perusahaan membentuk badan pengelola dana cadangan pesangon pekerjanya sendiri.

”Kami setuju dengan RPP pesangon karena buruh memang membutuhkannya. Namun, pemerintah harus memenuhi dulu ketiga syarat tersebut agar RPP ini benar-benar memihak kepada buruh,” kata Presiden Konfederasi K-SBSI Rekson Silaban dalam Seminar Tinjauan Kritis RPP Pesangon, Rabu (5/3) di Jakarta.

Seperti diketahui, pemerintah menunda pengesahan RPP Pesangon untuk disinkronkan dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Nomor 40 Tahun 2004.

RPP Pesangon menerapkan batas atas gaji yang menjadi faktor pengali jumlah pesangon sebesar 5 kali PTKP, yang saat ini Rp 1,1 juta. Artinya, gaji maksimal pekerja yang dijamin dengan mekanisme cadangan pesangon hanya Rp 5,5 juta per bulan.

Jika pekerja bergaji Rp 6 juta per bulan, maka hanya Rp 5,5 juta yang dipakai sebagai faktor pengali hak pesangonnya. Adapun hak pesangon dengan faktor pengali sisa gaji Rp 500.000 harus dibayar pengusaha sesuai Pasal 156 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Rekson, batas atas tidak perlu ada karena upah minimum buruh naik setiap tahun. Pemerintah juga harus mengatur sanksi bagi perusahaan mapan yang menurunkan kontribusi premi cadangan pesangon atau pensiun pekerjanya.

(19)

Seputar I ndonesia Kamis, 06 Maret 2008

Pa r a dok s Ke bij a k a n U pa h Bu r u h

Undang-undang perburuhan China yang diperbarui sebagai salah satu kebijakan pemerintah sejak 1 Januari 2008 diduga menjadi penyebab utama perubahan drastis iklim industri China belakangan ini.

Banyaknya perusahaan di China yang memilih untuk memindahkan perusahaannya ke daerah pedalaman untuk mendapatkan biaya produksi lebih rendah. Ini disebabkan karena Undang-undang perburuhan China memaksa pengusaha memenuhi permintaan upah lebih besar. Undang-undang tersebut menyebabkan para buruh mempunyai daya tawar lebih tinggi terhadap perusahaan. Para buruh pun lebih berani menuntut hak-haknya sebagai pekerja.

Kekurangan buruh di China bagian Selatan karena penduduknya banyak yang mencari kerja di daerah lain juga menyebabkan mahalnya upah pekerja.Undang-undang Perburuhan China diperbarui akibat kasus kesewenang-wenangan terhadap buruh di China yang meningkat hingga lebih dari 25 % per tahun sejak 2002. Untuk menghentikannya pemerintah China merevisi undang-undang tersebut per Januari 2008.

Willie Fung,bos pabrik pakaian dalam Top Form International Ltd mengatakan bahwa kekhawatiran terhadap ekonomi Amerika Serikat (AS) yang makin terpuruk bukanlah penyebab utama krisis ini.Namun, hal itu hanya salah satu sebab yang memengaruhi -mahalnya struktur biaya industri. Justru kebijakan pemerintah yang dinilainya memicu krisis industri bagi pengusaha. Dia juga mengatakan, jika biaya industri meningkat, hampir tidak mungkin untuk turun kembali.

Pemerintah juga berusaha memerangi kerusakan lingkungan akibat polusi yang dihasilkan pabrik-pabrik sehingga merusak udara dan sungai China.Gordon Yen,direktur eksekutif perusahaan pakaian Fountain Set Ltd mengatakan, kebijakan ini percuma. Dia menganggap kebijakan itu hanya memperburuk sektor ekspor China. Kebijakan pemerintah juga memengaruhi produsen kecil di luar daerah Sungai Delta walaupun pengaruh terbesar berada di daerah inti tersebut.Selama 20 tahun terakhir, sektor industri daerah tersebut berkembang sangat pesat menghasilkan 8% produk domestik bruto China sejak 2006.

“Saat ini daerah Dongguan penuh dengan restoran dan pabrik yang kosong karena terpaksa ditutup,”ujar pengusaha pakaian Willy Lin. Perusahaan Lin sendiri,Milos Manufacturing Co,pindah ke Provinsi Jiangxi yang terletak sekitar enam jam dari Hong Kong dengan perjalanan mobil. Namun,dia khawatir akan kesulitan mencari pekerja yang mempunyai keterampilan. “Kita membutuhkan orang- orang yang cekatan,saya khawatir hanya menemukan para petani yang tidak bisa mengoperasikan mesin,” ujar Willy Lin.

(20)

Berkhas 16 Volume VI Maret 2008 Seputar I ndonesia Kamis, 06 Maret 2008

Dia juga menargetkan tingkat inflasi sebanyak 4,8% pada tahun ini. Hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan kestabilan pertumbuhan ekonomi dan menjaga semua sektor sosial sehingga bisaberkonsentrasidalamperubahan pola pembangunan. Direktur Manajemen di Vf Corp, Tom Nelson, mengatakan,“ kenaikan harga di China akan menyulitkan perusahaan di China untuk bertahan dan bersaing ke depannya.” Tetapi Nelson juga mengatakan bahwa China masih sangat menarik bagi AS karena hanya membutuhkan sekitar 20 sampai 25 hari untuk memproduksi barang di China yang kemudian dijual di AS.

Sangat cepat apabila dibandingkan dengan di Kamboja yang membutuhkan 30 hari,sedangkan di Bangladesh membutuhkan 40 sampai 45 hari. Selain itu, di China tidak ada batasan minimal memesan bahan mentah. Sebuah perusahaan sepatu AS Otabo LLC yang dimiliki oleh Howard Shaffer sejak 1995 yang menghasilkan merek terkenal seperti Adidas memutuskan untuk memindahkan pabriknya ke China. Shaffer mengaku, pengusaha sepatu akan lebih mudah menjalankan usahanya di China.

(21)

Bisnis I ndonesia Sabtu, 08 Maret 2008

Ke se j a h t e r a a n k a r y a w a n PT BA dit in gk a t k a n

JAKARTA: Sebanyak 18 pasal diubah dalam perjanjian kerja bersama (PKB) antara PT Tambang Batubara Bukit Asam (PT BA) Tbk dan Serikat Pegawai PT BA (SP BA). Perubahan dianggap perlu sejalan dengan perkembangan perusahaan. Dari 18 pasal tersebut, 13 pasal yang mengalami perubahan terkait masalah kesejahteraan karyawan.

Ketua SP BA Dadan Ruswandana mengatakan perubahan pasal mengakibatkan peningkatan tunjangan serta perbaikan struktur gaji dan tunjangan. Misalnya, tunjangan hari raya (THR) dulu hanya dibayarkan PT BA dua bulan gaji pokok, saat ini diubah menjadi dua bulan take home pay yang di dalamnya termasuk berbagai macam tunjangan seperti tunjangan bantuan perumahan.

"Struktur gaji dan tunjangan dibuat lebih adil sekarang, karena kami menilai kepuasan kerja tidak selalu berdasarkan nominal yang kami terima. Dengan begini kami lebih semangat memajukan perusahaan," ujar Dadan seusai penandatanganan PKB periode 2008-2010, pekan ini.

Menurut Corporate Secretary PT BA Eko Budhiwijayanto, PKB ini merupakan hasil perundingan SP BA dengan PT BA pada 28 Februari.

PKB yang merupakan hasil perbaikan PKB sebelumnya ini akan disosialisasikan kepada seluruh pegawai guna menyemakan interpretasi dan menghilangkan potensi perselisihan.

Dia mengatakan sejauh ini isi keseluruhan PKB telah mengalami banyak kemajuan terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai. PKB di dalam lingkup PT BA telah berlangsung selama tiga periode yakni 2001-2003, 2003-2005, dan 2006-2008. (08)

(22)

Berkhas 18 Volume VI Maret 2008 Pikiran Rakyat Kamis, 08 Maret 2008

Agr opolit a n Te r n a k Se r a p Ribu a n Pe k e r j a

CIAMIS, (PR).-

Pengembangan agropolitan peternakan yang dipusatkan di tiga desa, Kec. Panumbangan, Kab. Ciamis, diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 2.000 orang. Di kawasan ini dikembangkan secara terpadu mulai dari pembangunan pabrik pakan ternak, budi daya ternak sapi, breeding farm, dan rumah potong ayam.

"Selain itu, dikembangkan budi daya tanaman jagung. Untuk sementara, luas areal tanaman jagung seluas 400 ha. Namun, potensi yang akan dikembangkan kurang lebih nantinya mencapai 1.200 ha," kata Kepala Dinas Peternakan Ciamsi, Ir. H. Kuswara Suwarman ketika membuka acara musyawarah pembangunan peternakan, Ciamis, Kamis (6/3).

Menurut Kuswara, pengembangan agropolitan peternakan sudah dirintis sejak beberapa tahun ke belakang. Tujuannya, untuk memajukan usaha peternakan di daerah Ciamis serta memadukan dengan kegiatan usaha lain.

"Titik utama, yaitu meningkatkan pendapatan petani," katanya.

Pengembangan ini, terpusat di Desa Buana Mekar, Sidang Barang, dan Tenggerarahja, Kec. Panumbangan. Usaha yang telah dirintis, yaitu pembangunan pabrik breeding farm atau pabrik bibit anak ayam. Pabrik ini, untuk sementara, menghasilkan 7.150 ekor anak ayam per minggu. Selain yang dibangun oleh pemerintah, di daerah ini pihak pengusaha ada yang membangun breeding farm, dengan kapasitas produksi 50.000 ekor per minggu.

"Pengembangan ini, ada keterpaduan antara petani, pengusaha, dan pemerintah. Tokoh pengusaha yang memberikan andil besar untuk agropolitan ini, yaitu H. Udin, pemilik perusahaan ternak Tanjung Mulya. Tanaman jagung milik petani juga tidak dibuang, tetapi dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Di kawasan ini, sudah ada 400 ekor sapi yang dikembangkan, dan akan terus ditambah," ujarnya.

Anggota DPRD Kab. Ciamis, Didi Sukardi mengatakan, pengembangan kawasan agropolitan peternakan sudah berjalan dengan baik. Ia melihat pabrik pakan sudah berjalan serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah ratusan orang.

(23)

Jurnal Nasional Senin, 10 Maret 2008

Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta | Senin, 10 Mar 2008

Pe r be da a n H u k u m Ja di M a sa la h Bu r u h M igr a n

by : Fransiskus Saverius Herdiman

WENI (33 tahun) hanya bisa meradang mengeluarkan uneg-unegnya. Ia belum bisa bekerja karena pinggangnya masih terasa keram akibat terjatuh dari lantai tiga di rumah majikannya di Arab Saudi. Luka-luka memar akibat cambukan telah sembuh. Tapi bukan untuk luka hatinya. Kini, ia dalam masa penyembuhan di Rumah Sakit Polri Jakarta. Untung ada donatur yang membiayai pengobatannya.

Weni adalah buruh migran perempuan (BMP) asal Karawang, Jawa Barat. Dua tahun lalu ia berangkat ke Arab Saudi. Ia harus pindah-pindah karena tidak tahan dengan perilaku sang majikan. Ia akhirnya menjadi korban perkosaan majikannya, Muhammad Syeb.

Weni hamil. Pengakuan sang majikan ternyata membuat ibu dua anak ini harus berurusan dengan pengadilan. Istri Dedi (32) ini dituduh berbuat zina. Ia divonis penjara satu tahun dan hukuman cambuk 200 kali.

"Saya yang diperkosa tapi malah harus mendapat hukuman penjara dan cambuk," ujar Weni bingung.

Impiannya dua tahun lalu untuk menjadi buruh migran yang sukses kandas. Weni malah terpaksa pulang sambil menggendong anak hasil perkosaan majikan. "Pulangnya malah jadi penyakit," ujarnya ringkas.

Jul ((29) merupakan korban lain. Buruh migran perempuan asal Cirebon ini kini sedang menjalani hukuman 10 tahun penjara di Penjara Al-Malash, Riyadh dan 1000 kali hukuman cambuk. Ia divonis demikian gara-gara dituduh melakukan sihir ketika mengumpulkan rambutnya serta memberi jamu pengobatan untuk sang majikan.

Weni dan Jul adalah contoh buruh migran yang dihukum karena tidak mengetahui perbedaan hukum dan budaya Indonesia dan Arab Saudi.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Salma Safitri Rahayaan mengatakan, dari segi hukum dan budaya, Indonesia dan Arab Saudi mengalami perbedaan cukup besar. Hukum Arab Saudi tidak mengenal perkosaan seperti dalam KUHP di Indonesia. Yang dikenal dalam hukum Arab Saudi adalah perbuatan zina.

"Korban pemerkosaan dalam KUHP di Indonesia dilindungi, tapi di Arab Saudi justru korban dihukum penjara dan cambuk dengan tuduhan zina," ujar Salma.

Meski secara sosiologis Indonesia menerima ilmu sihir, tapi KUHP tidak mengenal hukum sihir (guna-guna). Sedangkan Arab Saudi mengenal hukum sihir. Seseorang yang mengumpulkan rambut atau kuku -yang lazim dilakukan oleh perempuan Indonesia ketika menstruasi- dapat dikenakan pasal perbuatan sihir.

Data Solidaritas Perempuan mengungkapkan, setiap bulan sekitar 120-an buruh migran perempuan Indonesia dicambuk karena dituduh melakukan zina dan sihir. Hampir semua buruh yang dipenjara dan dicambut tidak mengetahui perbedaan hukum yang diterapkan di Arab Saudi. Ironisnya, kata Salma, perbedaan hukum dan budaya hukum tidak diinformasikan kepada buruh sebelum berangkat.

(24)

Berkhas 20 Volume VI Maret 2008 Jurnal Nasional Senin, 10 Maret 2008

Kepala Divisi Bantuan Hukum Solidaritas Perempuan Asma'ul Khusnaeny mengatakan, selain perkosaan dan tuduhan sihir, ada beberapa permasalahan lain yang dialami buruh migran. Yakni, gaji tidak dibayar, hilang kontrak, trafficking, penganiayaan dan kontrak habis.

Karena itu, Asma'ul mendesak Pendidikan Balai Latihan Kerja dan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) melakukan penyuluhan seputar perbedaan hukum dan budaya Indonesia dan negara tujuan (Arab Saudi). "Selama ini yang mendapat penekanan hanya skill dan kemampuan bahasa. Sedangkan perbedaan hukum dan kebudayaan tidak pernah diinformasikan."

Aksi Simpatik

Arab Saudi merupakan salah satu negara tujuan terbesar buruh migran Indonesia. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan, hingga pertengahan 2007 jumlah buruh migran Indonesia di Arab Saudi mencapai 980 ribu orang. Sedangkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan, pada Januari-Agustus 2007 jumlah TKI yang ditempatkan di Arab Saudi 186.715 orang, di antaranya 171.796 (92 persen) perempuan.

Ketidaktahuan buruh migran perempuan tentang perbedaan hukum dan budaya kedua negara banyak menyeret mereka ke penjara dan hukuman cambuk.

Karena itulah, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional (International Women's Day) pada 8 Maret, komunitas Solidaritas Perempuan melakukan aksi di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.

Menurut Salma, aksi simpatik itu untuk menyosialisasikan perbedaan sistem hukum dan budaya Arab Saudi kepada masyarakat luas sebagai upaya meningkatkan perlindungan buruh migran perempuan.

"Kami juga mendesak pemerintah Indonesia memperbaiki sistem dan mengawasi proses pemberian informasi dan pemahaman tentang hukum dan budaya Arab Saudi kepada calon buruh migran," ujar Salma.

(25)

Suara Pembaruan Senin, 10 Maret 2008

RPP Pe sa n gon Be r pot e n si M a n du l

[JAKARTA] Rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pesangon berpotensi mandul karena tidak adanya sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar iuran. Pengusaha yang tidak membayar iuran hanya dikenai sanksi administratif.

"Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) yang mempunyai sanksi pidana saja diabaikan banyak pengusaha," kata Ketua Umum Konfedeasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Rekson Silaban di Jakarta, di sela-sela diskusi RPP Pesangon, pekan lalu.

Dikatakan, KSBSI mengusulkan agar besaran iuran pesangon tidak dipatok tiga persen, melainkan ditetapkan minimal tiga persen. Sementara besaran iuran riilnya sebaiknya diserahkan kepada mekanisme perundingan bipartite, antara pekerja dan pengusaha, dan hasil kesepakatannya dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Selain itu, perusahaan yang selama ini telah mencadangkan delapan persen, tidak serta-merta bisa menurunkan dana cadangan pesangon menjadi hanya tiga persen. "RPP itu hendaknya tidak perlu membatasi pertanggungan yang hanya lima kali pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang saat ini ditetapkan Rp 1,1 juta," katanya.

Mereka yang bergaji lebih dari lima PTKP, setara Rp 5,5 juta, jumlahnya tidak lebih dari dua persen dari seluruh pekerja. "Mengapa tidak disamakan saja,'' tambahnya. Padahal, mereka-mereka itu berpotensi menimbulkan gelombang unjuk rasa karena posisinya sebagai manajer bisa saja dimanfaatkan untuk menggerakkan buruhnya turun ke jalan.

Sementara itu, Dirjen Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Myra Hanartani mengatakan, peraturan pemerintah (PP) tidak memungkinkan pemberian sanksi hingga sanksi pidana, melainkan hanya sebatas sanksi administratif saja. Namun, pihaknya menilai, terbuka peluang ditangani secara pidana bila terjadi hal-hal yang mengandung unsur pidana, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tentang pembatasan PTKP, Myra mengemukakan, mayoritas buruh di Indonesia, sekitar 98 persen, bergaji dibawah lima PTKP sehingga pemerintah lebih memberikan perlindungan kepada yang mayoritas itu. Sementara, mereka yang bergaji lebih dari lima PTKP, tetap mendapat pesangon sesuai UU Ketenagakerjaan, yaitu sebagian dibayar penyelenggara dana kompensasi pesangon, dan kekurangannya tetap harus dibayar oleh pengusaha, sehingga menjadi setara dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan.

(26)

Berkhas 22 Volume VI Maret 2008 Bisnis I ndonesia Selasa, 11 Maret 2008

Sist e m gr e e n - ca r d h a m ba t pe k e r j a lok a l

JAKARTA: Ditjen Imigrasi pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) menilai sistem green-card tidak tepat untuk diterapkan di Indonesia karena dapat menggerus kesempatan tenaga kerja lokal untuk bekerja di negeri sendiri.

Green-card merupakan status visa seseorang di mana orang tersebut diizinkan tinggal untuk jangka waktu yang tidak terbatas di suatu negara walaupun tidak memiliki status kewarganegaraan negara tersebut.

Dengan status ini, warga negara asing (WNA) yang bekerja di dalam negeri memiliki beberapa hak yang sama seperti warga lokal tanpa kontrol keimigrasian dan boleh bekerja tanpa batasan waktu.

"Green-card belum tepat karena bila pemerintah mengeluarkan sistem tersebut, akan membahayakan tenaga kerja lokal, daya saing tenaga kerja kita masih kurang, apalagi tingkat pengangguran di negeri kita juga masih tinggi sekali," kata Soepriatna Anwar, Kasubdit Alih Status Keimigrasian Ditjen Imigrasi kepada Bisnis, belum lama ini.

Menurut dia, sistem seperti itu hanya tepat untuk negara yang membutuhkan banyak pasokan tenaga kerja asing tanpa membedakan level jabatannya, misalnya, di Amerika Serikat, Australia, Eropa, dan Singapura.

Pemerintah, lanjut Soepriatna, harus fokus pada upaya membenahi perluasan akses dan kompetensi tenaga kerja lokal terhadap kebutuhan dunia kerja saat ini terlebih dahulu, sehingga tingkat pengangguran nantinya dapat berkurang.

Keimigrasian

Untuk pembenahan tenaga kerja asing, pemerintah cukup menerapkan regulasi keimigrasian yang telah ada saat ini dengan sistem izin tinggal menetap. Dalam sistem ini, WNA di Indonesia, terutama yang memiliki jabatan direktur ke atas, diperbolehkan bekerja selama lima tahun dan dapat diperpanjang.

Usulan pembentukan sistem green-card sebelumnya dilontarkan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Eropa di Indonesia.

Mereka menilai sistem seperti itu perlu dibentuk untuk mempermudah WNA yang ingin dan telah bekerja di Indonesia dan, pada saat bersamaan, menghindari persoalan keimigrasian yang selama ini sering terjadi.

Tjetje Al Anshori, Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Depnakertrans, setuju apabila tenaga kerja asing diberi kemudahan dalam perizinan bekerja, yakni dalam bentuk pemberian izin tinggal permanen yang mencakup semua level jabatan.

Namun, katanya, hal tersebut harus memerhatikan asas manfaat. "Kalau izin tinggal permanen itu diperluas, kami [Depnakertrans] setuju-setuju saja. Namun, keputusan itu semuanya tergantung pada Ditjen Imigrasi. Kami hanya sebagai pihak pemberi izin," katanya.

Berdasarkan catatan Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PPTKDN) Depnakertrans, jumlah WNA yang bekerja di berbagai sektor di Indonesia hingga 2007 mencapai lebih dari 74.000 jiwa.

Berdasarkan inventarisasi per negara, Jepang dan Korea Selatan menduduki posisi teratas dengan jumlah tenaga kerja terbanyak. (02) (redaksi@ bisnis.co.id)

(27)

Pikiran Rakyat Selasa, 11 Maret 2008

Se m m i La por k a n Ka su s TKK I le ga l

GARUT, (PR).-

Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (Semmi) Kab. Garut melaporkan kasus tenaga kerja kontrak (TKK) ilegal ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, Senin (10/3). Mereka meminta Kejari Garut segera mengusut kasus itu hingga tuntas.

Menurut Semmi, TKK bermasalah tidak hanya 54 orang, tetapi mencapai 286 orang TKK. "Itu menurut hasil temuan kami pada pengangkatan TKK sejak 2005 hingga 2008," kata Wakil Ketua DPC Semmi Dadang Munawar didampingi Sekjen Semmi Ujang Kusnadi saat berkunjung ke Posko "PR", Jln. Papandayan, Garut.

Sebelumnya, Garut Governance Watch (G2W) juga melaporkan hal yang sama ke Kejari Garut. Namun, berbeda dengan laporan Semmi, G2W menyebutkan bahwa TKK ilegal di lingkungan Pemkab Garut hanya 54 orang.

Selain melapor ke Kejari, Semmi juga mendatangi Komisi A dan Badan Kehormatan (BK) DPRD Garut. Mereka datang ke Gedung DPRD karena menduga ada oknum anggota DPRD yang ikut "bermain" pada pengangkatan TKK, yang sekarang menjadi masalah besar bagi laju roda Pemkab Garut.

"Kami meminta para wakil rakyat yang telah nekat ikut memperkeruh masalah kepegawaian di Pemkab Garut untuk bertanggung jawab. Kami juga menilai adanya sinyalemen anggota DPRD terlibat itu sebagai bukti mandulnya Badan Kehormatan DPRD Garut," ujarnya.

Dadang menyebutkan, ada tiga hal yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan pengangkatan TKK di lingkungan Pemkab Garut.

Ketiga butir tersebut, pertama sejak dikeluarkannya PP No. 48, ternyata Pemkab Garut, dalam hal ini pihak BKD, telah menerbitkan SK bagi sebanyak 286 TKK. Kedua, dalam pengangkatannya diindikasikan sarat dengan unsur KKN. Buktinya, Semmi berhasil mengantongi bukti penyetoran dana dari beberapa TKK ke pihak BKD.

Temuan terakhir, pengangkatan 286 TKK itu ternyata dilakukan secara tidak resmi serta tanpa melalui koordinasi dengan pihak pejabat terkait.

(28)

Berkhas 24 Volume VI Maret 2008 Suara Pembaruan Selasa, 11 Maret 2008

H ila n gn y a H a k - h a k D a sa r Bu r u h

Pengantar

Setelah ditetapkan 17 tahun lalu, UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) belum diterapkan dengan baik. Akibatnya, jutaan tenaga kerja belum mendapat perlindungan dasar. Ancaman penjara maksimal enam bulan atau denda maksimal Rp 50 juta bagi perusahaan yang melanggar, pun hanya seperti "macan ompong''. Di satu sisi, pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya, di sisi lain para buruh tak berani frontal menuntut haknya, karena sering kalah oleh kekuasaan pengusaha. Wartawan SP, Budi Laksono mengulasnya dalam tulisan berikut.

SP/Ruht Semiono

Dua pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 76/2007 menaikkan kualitas santunan bagi pekerja kenaikan jumlah santunan yang cukup signifikan bagi pekerja, seperti santunan Jaminan Kematian (JK) yang sebelumnya Rp 6 juta naik menjadi Rp 10 juta .

Berbadan gemuk dan berwajah agak bundar, Rusminah (32), warga Karang Rejo, Balikpapan, Kalimantan Timur, masih terlihat berduka. Mulutnya seperti terkunci ketika diajak ngobrol seputar kematian suaminya, Haryono, tukang sapu jalan, yang meninggal dunia akibat ditabrak mobil.

Hanya tatap matanya yang sayu seolah berbicara. Sementara dadanya terlihat menahan nafas, lalu dihempaskan lembut, dan berulang. Kakak iparnyalah yang melayani obrolan dengan SP menjelang akhir tahun 2007 lalu.

Ibu mertuanya, Saimah (57), yang juga tukang sapu jalan, turut menjelaskan perihal kecelakaan yang menimpa Haryono. "Menyedihkan sekali. Anak saya tertabrak mobil tak jauh dari tempat saya menyapu. Saya memapahnya dan memangkunya di mobil menuju rumah sakit, tetapi nyawanya tak tertolong,'' katanya penuh pedih.

Haryono meninggalkan seorang istri dan dua orang anak, kelas satu SD dan kelas satu SMP. Kematian Haryono membuat arus kas dari gaji bulanan terhenti.

Beruntung, Haryono disertakan sebagai peserta Jamsostek, sehingga berhak mengantongi santunan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan simpanan jaminan hari tua. Selain itu, ahli warisnya juga mendapat santunan berkala Rp 200.000 selama 24 bulan. "Uang itu belum terpakai. Nanti akan saya gunakan untuk sekolah anak-anak saya,'' kata Rusminah.

''Kalau dibolehkan, saya sendiri ingin bekerja menggantikan pekerjaan suami saya sebagai tukang sapu jalan,'' tambahnya.

Nasib serupa juga dialami Heriawan, sopir yang tercatat sebagai karyawan Koperasi Karyawan Jayasraya, Jakarta. Dia meninggal dunia akibat mobil yang dikemudikannya menerobos dinding parkir lantai delapan Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, hingga jatuh ke dasar lantai. Korban meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.

(29)

Suara Pembaruan Selasa, 11 Maret 2008

"Bapak pernah berkeinginan supaya saya melanjutkan sekolah sampai universitas,'' kata anak tertuanya, Ebi Melinda.

Cita-cita Ebi mungkin bisa terlaksana. Karena, Heriawan didaftarkan sebagai peserta Jamsostek. Keluarganya menerima santunan 48 kali gaji/bulan, jaminan hari tua, dan jaminan kematian, total sekitar Rp 97 juta. Belum lagi santunan berkala Rp 200.000 selama 24 bulan, sejak kematian Heriawan.

Bahkan, Ebi yang cukup berprestasi di sekolahnya, langsung didaftar sebagai penerima beasiswa Jamsostek, yang kelak berhak menerima dana pendidikan Rp 150.000/bulan selama satu tahun.

Menurut Dirut PT Jamsostek, Hotbonar Sinaga, Heriawan terdaftar sebagai peserta aktif Jamsostek sejak tahun 1992. Gajinya juga dilaporkan sesuai gaji sesungguhnya, sehingga ahli waris berhak memperoleh santunan yang semestinya dengan besaran yang semestinya.

''Ini contoh perusahaan yang baik karena melaporkan data karyawan sesuai kenyataan,'' pujinya.

Kepala Kanwil III PT Jamsostek, Agus Supriyadi mengatakan, keuntungan yang pasti adalah, jaminan hari tua (JHT) Jamsostek 5,7 persen dari total gaji, yang dua persennya dibayar oleh karyawan dan 3,7 persen oleh perusahaan, sebenarnya merupakan tabungan yang selalu mendapat bunga lebih besar dari bunga bank. Karena itu, tak sedikit peserta yang membiarkan JHT-nya tetap disimpan di PT Jamsostek, meskipun pemiliknya sudah pensiun dan berhak mengambil JHT tersebut. Sementara itu, untuk program jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja, preminya dibayar oleh perusahaan tempat peserta bekerja, dengan besaran berkisar 0,24 sampai 1,7 persen, bergantung pada jenis perusahaan. Jaminan kematian 0,3 persen dari total gaji take home pay.

Jutaan

Kisah keluarga Haryono dan Heriawan adalah cerita indah tentang peserta program Jamsostek. Namun sesungguhnya, sejak 17 tahun ditetapkannya perlindungan mendasar bagi buruh, yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek itu, jutaan tenaga kerja belum mendapat perlindungan dasar.

Kewajiban menyertakan buruh/pekerja/karyawan sebagai peserta Jamsostek cenderung disikapi sebagai beban biaya bagi perusahaan. Karena itu, banyak perusahaan yang menyertakan sebagian buruh/pekerjanya dalam program Jamsostek, atau malah tidak menyertakan mereka sama sekali.

Supaya terlihat mematuhi UU, sebagian perusahaan melaporkan gaji karyawan lebih rendah dari yang sebenarnya, sehingga iuran yang dibayar pun lebih rendah pula. Cara-cara itu sangat merugikan buruh/pekerja/karyawan.

Praktik-praktik seperti itu bisa berjalan lancar karena lemahnya pengawasan pemerintah dan ketidaktahuan buruh atas hak-hak dasarnya. Padalah, dalam Bab VII, Pasal 29 UU Jamasostek, tindakan perusahaan itu tergolong tindakan pidana, dan diancam sanksi hukuman penjara maksimal enam bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.

(30)

Berkhas 26 Volume VI Maret 2008 Suara Pembaruan Selasa, 11 Maret 2008

Tidak Berani

Dirut PT Jamsostek, Hotbonar Sinaga mengakui, sosialisasi Jamsostek selama ini belum menyentuh langsung ke basis buruh, melainkan lebih tertuju pada dataran pengusaha. Oleh karena itu, di masa mendatang, PT Jamsostek akan mengaktifkan sosialisasi kepada buruh/pekerja.

Era reformasi sebenarnya cukup membuka mata pekerja/buruh terhadap hak-hak dasarnya. Tetapi, melek dan paham saja tidak cukup mengantar mereka mendapatkan hak dasarnya, sebagaimana dijamin dan diwajibkan oleh undang-undang.

Banyak fakta, aktivis serikat pekerja yang keras menuntut hak dasar Jamsostek justru dialihtugaskan, bahkan dipecat dari tempat kerjanya.

Mereka bisa mengadu ke pengadilan, tetapi hasilnya selalu berada dalam pihak yang kalah. Kalaupun ada yang bisa dikatakan sebagai kemenangan, paling banter mendapat pesangon, yang semula tidak diberikan oleh perusahaan yang memecatnya.

"Kami tak lagi berani frontal menuntut hak dasar Jamsostek. Pengalaman menunjukkan, kami sering terjungkal sendiri,'' kata Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN), Bambang Wirahyoso.

Kondisi itu tentu sangat memprihatinkan. Perjuangan memperoleh hak-hak bisa berujung pada malapetaka PHK, padahal kiprah para aktivis serikat pekerja juga dijamin oleh UU 21/2000 tentang Kebebasan Berserikat bagi Pekerja. Yang terjadi adalah hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang.

PT Jamsostek sendiri tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan. Sementara Depnakertrans selalu terpaku pada keterbatasan tenaga pengawas.

Parahnya, dalam era otonomi daerah, banyak pengawas yang berpengalaman dipindahkan ke instansi lain. Padahal, untuk mendidik seorang tenaga pengawas, diperlukan pendidikan khusus selama sembilan bulan, yang membutuhkan biaya sedikitnya Rp 20 juta hingga 25 juta/orang.

Selama pendidikan, mereka tidak hanya diharuskan memahami segala peraturan perundangan yang terkait masalah ketenagakerjaan, melainkan juga dididik untuk menyidik perkara pelanggaran peraturan dan perundangan ketenagakerjaan.

Di sisi lain, Dinas Tenaga Kerja sebagai leading sector pengawasan, ternyata tidak akan bergerak ke mana-mana kalau dia tidak berkoordinasi dengan asisten kesehatan masyarakat (Askesmas), yang membawahi dinas-dinas. Disnaker tidak dapat mengomando dinas terkait lainnya, karena kewenangan koordinasi memang berada di Askesmas.

(31)

Bisnis I ndonesia Rabu, 12 Maret 2008

Ada a pa di ba lik k on flik m e n gu r u s TKI ?

Konflik kewenangan dua lembaga pemerintah yang mengurus tenaga kerja Indonesia (TKI), yaitu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), agaknya belum juga berakhir.

Konflik berkepanjangan ini telah dirasakan membawa dampak kurang sehat, tidak saja dalam hubungan kedua lembaga tersebut, tetapi juga yang sangat dirugikan adalah para TKI yang membutuhkan kepastian pelayanan, prosedur penempatan, dan perlindungan oleh pemerintah.

Tarik menarik kewenangan yang kontraproduktif antara dua lembaga pemerintah itu mestinya tidak perlu terjadi, apalagi terkesan terjadi terus menerus dan berkepanjangan seperti sekarang ini, jika para petinggi kedua lembaga itu bisa duduk bersama dengan secara elegan dan menggunakan kepala dingin untuk mencari penyelesaian-penyelesaian yang terbaik.

Untuk itu, baik Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maupun Kepala BNP2TKI, tentu harus sama-sama memberikan ruang terjadinya komunikasi yang efektif di antara mereka, berdialog dengan penuh keterbukaan dan saling menghargai, serta selalu mengedepankan pertimbangan yang terbaik untuk pelayanan dan perlindungan bagi para CTKI/TKI.

Ego sektoral kelembagaan dan kepentingan bisnis atau kepentingan politik yang mungkin ada di balik konflik itu harus segera dapat disirnakan. Pimpinan kedua lembaga pemerintah itu harus saling memahami fungsi dan posisinya masing-masing secara objektif dan saling mendukung atas kebijakan yang dilahirkan, demi untuk kepentingan CTKI/TKI.

Di samping itu, pihak ketiga, apakah itu pihak pebisnis CTKI/TKI atau pihak politisi yang disinyalir selama ini memanfaatkan dan memainkan perannya dalam konflik itu, apalagi untuk suatu tujuan politik tertentu, harus segera memberikan jalan dan dukungan bagi penyelesaian konflik. Mereka harus diberi penyadaran akan rasa tanggungjawab bersama memberikan pelayanan penempatan dan perlindungan kepada CTKI/TKI.

Motif bisnis?

Bukan rahasia umum lagi bahwa bisnis CTKI/TKI akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar. Oleh sebab itu, tidak aneh bagi para pebisnis CTKI/TKI ini akan berusaha keras memaksimalkan pengiriman CTKI/TKI ke luar negeri, kendati dalam perekrutan dan penyalurannya harus melakukan segala cara, demi meraih target keuntungan tersebut.

Tentu saja selama ini secara bisnis, mereka (para penyalur) itu sangat terbiasa bekerja sama dalam suatu sistem jaringan yang saling menguntungkan dan memudahkan urusannya, yang lazimnya disebut sebagai pola hubungan mutualistis. Tentu saja pola hubungan seperti ini wajar dan tidak bermasalah sepanjang tidak melanggar suatu aturan yang berlaku.

Kecuali lain halnya, jika pola hubungan itu menerobos batas-batas aturan yang berlaku, sehingga jika dibiarkan akan merusak sistem dan mengandung unsur kriminalistis yang merugikan masyarakat dan negara. Oleh sebab itu, harus ada penegakan aturan atau penegakan hukum yang dilakukan untuk mengembalikan keadaan semula yang diperankan oleh pihak-pihak yang berwenang.

(32)

Berkhas 28 Volume VI Maret 2008 Bisnis I ndonesia Rabu, 12 Maret 2008

Hubungan bermasalah biasanya terkait dengan upaya suap menyuap atau membisniskan kebijakan pemerintah yang mengatur CTKI/TKI dengan oknum-oknum yang mempunyai akses di lembaga pemerintahan tersebut. Tentu saja, akses ini hanya dipunyai oleh para pejabat tingggi pengambil kebijakan yang sudah sangat dikenal di kalangan para pebisnis CTKI/TKI.

Keterbiasaan mereka berhubungan saling menguntungkan seperti inilah yang membentuk mentalitas oknum para pejabat tertentu itu menjadi terbiasa, dan seterusnya telah merasa benar dan tidak merasa bersalah lagi melanggar batas-batas aturan yang seharusnya mereka taati.

Mereka sudah tak perduli lagi banyak korban CTKI/TKI yang telah berjatuhan, baik di dalam maupun di luar negeri, disebabkan oleh polah perbuatan mereka itu. Demi kepentingan ini pula, oknum para pejabat di suatu lembaga pemerintah itu, habis-habisan mempertahankan eksistensi kewenangannya secara subjektif.

Motif politik?

Selain motif kepentingan bisnis di balik konflik kepentingan dalam mengurus CTI/TKI di atas, sebagaimana juga telah banyak beredar kabar, bahwa ada kepentingan politik di balik itu.

Kendati kabar ini masih perlu didalami lebih lanjut, tetapi secara pengamatan dan beberapa informasi yang diperoleh, indikasi adanya kepentingan politik di balik itu sangat kuat, khususnya menjelang pemilihan umum 2009 berkaitan dengan kepentingan politik memperoleh suara pemilih dari kalangan CTKI/TKI dan keluarganya yang diperkirakan bisa mencapai puluhan juta pemilih.

Kuatnya dugaan seperti itu, karena diketahui bahwa pimpinan salah satu lembaga yang berkonflik itu adalah menteri yang ketika menjadi menterinya diusulkan dari salah satu partai politik yang sudah pasti akan bersaing pada Pemilu 2009 mendatang.

Jadi secara politik tentu saja ada kepentingan politik yang kuat untuk mendapatkan suara yang sebanyak-banyaknya, dan salah satu incaran perolehan suara itu adalah dari para CTKI/TKI dan keluarganya.

Motif ini jika benar memang sangat politis sekali, karena selama ini perolehan suara dari para TKI di luar negeri masih belum secara efektif dikelola oleh partai politik sehingga masih terdapat banyak suara TKI yang mengambang.

Apalagi jumlah suara itu dikaitkan dengan jumlah keluarganya yang diperkirakan bisa menjadi tiga kali lipat dari jumlah pemilih TKI di luar negeri.

Dengan motif seperti itu, jika memang demikian adanya maka menjadi tidak aneh, jika sang menteri yang bersangkutan merasa sangat berkepentingan untuk mengelola urusan CTKI/TKI ini sampai target politik pemilu 2009 itu tercapai.

Hal itu dimaksudkan sebagai upaya balas jasa politiknya kepada partai politik yang telah mengusungnya menjadi menteri. Namun pertanyaannya, secara kemanusiaan dan moral, apa tidak terlalu fatal mengorbankan CTKI/TKI sebagai komoditas politik seperti itu? Mudah-mudahan saja tidak demikian adanya.

Oleh Fathullah

(33)

Pikiran Rakyat Rabu, 12 Maret 2008

Ju m la h Ka su s TKW Asa l Ka b. Ka r a w a n g Te r golon g

Tin ggi

KARAWANG, (PR).-

Dalam tiga bulan terakhir, jumlah kasus yang menimpa tenaga kerja wanita (TKW) asal Karawang tergolong tinggi. Dari sekitar 600 TKW yang berangkat ke Arab Saudi, 18 orang di antaranya mengalami masalah. Mereka dianiaya majikan, dihamili, sakit, tanpa kabar berita, dan bahkan dilaporkan meninggal dunia.

"Berdasarkan data yang kami terima, pada 2008 ini ada 18 kasus TKW yang bermasalah. Beberapa kasus di antaranya dapat kami selesaikan, selebihnya masih dalam proses," ujar Kepala Bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kab. Karawang, Ny. Adilhati Kosyungan, di kantornya, Selasa (11/3).

Menurut Adil, pada Januari 2008 dilaporkan ada 7 TKW bermasalah. Mereka adalah Siti Nurjanah yang mengalami patah tulang, Munah binti Anta yang mengalami depresi, Ita binti Didin yang hingga saat ini tidak jelas keberadaannya. Selain itu, Kurniasih yang dianiaya majikannya dan hingga sekarang belum pulang, Weni yang dihamili majikan, Suci dan H. Alim yang dilaporkan meninggal dunia, namun jasadnya tidak bisa dibawa pulang ke Indonesia.

Sementara itu, pada Februari tercatat ada 6 kasus TKW bermasalah. Di antaranya, Haryati dan Mina yang menderita sakit, Arsani meninggal dunia, Kartika dan Tari dianiaya majikan. Pada Maret tercatat 5 kasus, di antaranya Samih binti Wacam yang pulang ke kampung halamannya dalam kondisi mengenaskan.

Terkesan sembrono

Dikatakan, khusus kasus yang menimpa Samih, pihak Disnaker Karawang tengah berupaya menghubungi PT Grahatama Indokarya, sebagai perusahaan yang memberangkatkan Samih. Mereka harus bertanggung jawab untuk mengurus gaji dan asuransi Samih yang hingga kini belum dibayar.

Menurut Adil, ketika pulang ke Indonesia Samih diduga kuat tidak melalui terminal III Bandara Soekarno-Hatta yang dikhususkan untuk pemulangan TKI. Pasalnya, riwayat kesehatan Samih tidak tercatat oleh petugas Badan Nasional Penempatan dan Pemulangan TKI Swasta (BNP2 TKIS) yang selalu ada di terminal tersebut.

"Kalau Samih melewati terminal III, dia tidak mungkin diizinkan pulang dalam kondisi penuh luka. Minimal, dia bakal diobati dulu di RS Polri Kramatjati," kata Adil.

Sementara itu, salah seorang anggota DPRD setempat, H. Wana Wijaya menyebutkan, agar kasus Samih tidak terulang, pihak Disnaker harus lebih selektif dalam merekomendasikan pemberangkatan TKI.

(34)

Berkhas 30 Volume VI Maret 2008 Pikiran Rakyat Rabu, 12 Maret 2008

Ra t u sa n Bu r u h PT PM T M ogok Ke r j a

SOREANG, (PR).-

Ratusan buruh PT Pulau Mas Texindo (PMT) melakukan demonstrasi dan mogok kerja, menuntut General Manager Affair PT PMT untuk mundur dari jabatannya. Aksi itu dilakukan di depan pabrik PT PMT, Jln. Nanjung KM 2,2 Kec. Margaasih, Kab. Bandung, Selasa (11/3).

Demonstrasi dimulai sejak pukul 8.00 WIB. Yang terlibat di dalam aksi itu bukan hanya buruh PT PMT, tetapi juga buruh dari Bandung Selatan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN).

Salah satu pengurus SPN, Paruhuman mengatakan, tuntutan mundur terhadap GM perusahaan berawal dari pandangan buruh yang menganggap GM arogan dan selalu mengambil keputusan secara sepihak.

Menurut penanggung jawab aksi, Ahmad Yani Panjaitan, salah satu contoh sikap arogan GM adalah saat merumahkan secara sepihak 186 karyawan pada tahun 2006 tanpa alasan yang jelas.

Aksi tuntutan mundur itu, kata Panjaitan, merupakan yang ketiga kalinya. Antara buruh dan perusahaan pun pernah dilakukan negosiasi pada 27 Februari 2008, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan apa pun.

Saat aksi masih berlangsung, perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja Kab. Bandung, M. Soleh, S. Muslih, dan Endang Suryaman, datang untuk melakukan mediasi. Proses mediasi itu dihadiri perwakilan SPN dan perwakilan PT PMT.

Di dalam mediasi itu, perwakilan SPN menyampaikan alasan-alasan tuntutan buruh PT PMT.

Panjaitan dari SPN, juga mengungkapkan kasus yang menimpa seorang buruh PT PMT, Ngabdul Karim, yang dianggap melakukan kesalahan berat tanpa ada proses pemeriksaan yang jelas. Selain itu, diungkap juga kasus Asep Diana, buruh PT PMT yang dimutasi ke bagian lain karena dianggap mengidap penyakit menular. Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan medis tidak ada penyakit menular yang diidap Asep Diana.

Kendati demikian, tuntutan karyawan PT PMT tidak dapat dikabulkan begitu saja. "GM masih memegang beberapa bagian penting dalam pabrik ini, kita tidak bisa begitu saja mencopot dia dari jabatannya," ujar perwakilan direksi PT PMT, Hermawan saat mediasi.

(35)

Republika Rabu, 12 Maret 2008

Ribu a n Pe k e r j a Ba n da r a I n dia M ogok

New Delhi-RoL-- Ribuan staf bandar udara memulai pemogokan tak terbatas di 127 bandara di seluruh India Rabu, tapi penerbangan dari kota penting India Mumbai dan New Delhi tak terpengaruh, menurut pejabat bandara.

Sekitar 14.000 anggota serikat mogok karena penutupan sebentar lagi dua bandara di kota Hyderabad dan Bangalore di India selatan, yang menampung banyak perusahaan perangkat lunak India, untuk membuat jalan bagi fasilitas baru.

Pemogok itu sebagian besar bekerja di pelayanan dukungan bandara, dan mencakup montir listrik, tukang patri, pembersih, teknisi dan staf bantuan pemadam kebakaran darurat.

"Penerbangannya semuanya tepat pada waktunya di kota besar seperti Delhi dan kami tidak menghadapi masalah sejauh ini," kata Arun Arora, jurubicara Otoritas Bandara India, di New Delhi.

Namun di Kolkata, ibukota negara bagian Bengali Barat yang diperintah-komunis, ratusan pegawai tidak keluar untuk bekerja, kata pejabat.

Di Kolkata, dan juga Hyderabad, tempat pemerintah merencanakan untuk menutup bandara tua itu, beberapa penumpang sudah tua membawa barang mereka sendiri karena tidak ada orang yang membantu mereka, kata pejabat dan saksi.

"Saya telah membatalkan perjalanan bisnis yang saya telah rencanakan ke Jaipur karena pemogokan itu hari ini. Saya mengharapkan segalanya dapat dipecahkan segera," Ashok Parmar, 40, mengatakan melalui telpon dari Kolkata.

Ratusan personil pasukan udara di kebanyakan kota telah diminta untuk siap mengambil tanggungjawab jika pemogokan berlarut-larut, kata pejabat.

Bandara baru dengan fasilitas yang lebih baik yang dibangun oleh pengembang swasta akan dibuka segera di Hyderabad dan Bangalore. Serikat mengatakan bahwa ketika itu tejadi, staf di bandara lama akan kehilangan pekerjaan mereka atau dipindahkan ke tepat lain.

(36)

Berkhas 32 Volume VI Maret 2008 Jurnal Nasional Kamis, 13 Maret 2008

Eksekutif Kilas | Jakarta | Kamis, 13 Mar 2008

KSPI M in t a H a k - h a k Pe r e m pu a n Pe k e r j a

D ipe r h a t ik a n

by : Timur Arif Riyadi

Konfederasi Serikat Pekerja Indoensia (KSPI) meminta hak-hak pekerja perempuan dalam dunia kerja lebih diperhatikan. Salah satunya dengan cara melaksanakan audit gender serta mengidentifikasi ketidakadilan gender di tempat kerja.

"Kami juga minta Kementerian Pemberdayaan perempuan memfasilitasi serikat pekerja untuk bisa berperan dalam proses pembuatan kebijakan dalam suatu perusahaan," ungkap koordinator KSPI Yani Kusmaeni di hadapan Menteri Negera Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Hatta Swasono di Jakarta kemarin (12/3).

Menanggapi hal itu, Menneg PP akan segera melakukan koordinasi lintas departemen. "Kami akan koordinasikan dengan Depnakertrans dan Depkumham, karena permasalahan ini memang lintas sektoral," ujar Meutia Hatta.

Dia sendiri menilai Serikat Pekerja merupakan salah satu rekan kerja pemerintah dalam mengawasi kinerja berbagai perusahaan dalam menjaga hak-hak pekerja terutama perempuan.

"Kami sendiri setiap tahun selalu memberikan penghargaan kepada perusahaan yang bisa menjalankan prinsip-prinsip kesetaraan gender," katanya.

Ia juga menilai, selama masih menjamur budaya patriarki, maka prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender masih akan sulit untuk bisa diatasi.

(37)

Republika Kamis, 13 Maret 2008

Bu r u h W a n it a U n j u k Ra sa

JAKARTA -- Sejumlah buruh wanita dari Konfederasi Serikat Pekerja Buruh Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kementrian Pemberdayaan Perempuan, kemarin (12/3). Aksi ini menuntut persamaan hak antara pria dan wanita terutama di bidang pekerjaan.

Para buruh perempuan menuntut pemerintah khususnya Departemen Pemberdayaan Perempuan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mempromosikan dan melaksanakan audit gender di tempat kerja dan masyarakat. Selain itu, mereka pun mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan dan tindakan tegas bagi praktek diskriminasi terhadap perempuan.

Ketua KSPI, Thamrin, menyatakan perempuan selain mempunyai peran sebagai ibu dan penerus bangsa juga memiliki hak untuk bekerja. 'Kami menuntut agar pemerintah segera menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,'' tegasnya.

Wakil Koordinator Lapangan, Wati Anwar, menuturkan selama ini perempuan mendapatkan perlakuan yang kurang adil dalam dunia kerja. Menurutnya, hingga sekarang banyak perempuan dengan posisi yang sama dengan pria, namun gajinya lebih rendah.

(38)

Berkhas 34 Volume VI Maret 2008 Seputar I ndonesia Kamis, 13 Maret 2008

Ja w a Ba r a t

GI B D e m o Pe r lin du n ga n Bu r u h da n N e la y a n

INDRAMAYU (SINDO) – Puluhan aktivis Gerakan Indramayu Bersatu (GIB) menggelar unjuk rasa kemarin.

Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan buruh dan nelayan. Massa GIB yang berasal dari petani, nelayan, dan buruh tersebut memulai aksi keprihatinan mereka di Jalan Ir H Djuanda Indramayu. Dengan membawa sejumlah poster dan spanduk keprihatinan, aktivis GIB mendesak adanya perbaikan perlindungan buruh dan nelayan. Setelah berorasi di sejumlah lokasi seperti di depan Kampus Universitas Wiralodra Indramayu,mereka melanjutkan aksinya dengan berorasi di bundaran Kijang Indramayu.Setelah beberapa saat melakukan orasi, massa GIB mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Indramayu.

”Kami mengharapkan,buruh migran dan nelayan mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan,” ungkap koordinator aksi Nurhadi. Dalam kesempatan ini, massa juga meminta Pemerintah Kabupaten Indramayu lebih protektif terhadap buruh migran dan nelayan. Sebab, sebagian besar masyarakat Indramayu menggeluti profesi tersebut. Meski aksi keprihatinan di gedung DPRD tersebut tidak mendapat respons dari wakil rakyat,mereka tetap melanjutkan aksinya di sejumlah lokasi strategis di Kabupaten Indramayu.

(39)

Bisnis I ndonesia Jumat, 14 Maret 2008

Ja t im a k a n k ir im 6 0 .0 0 0 t e n a ga k e r j a

SURABAYA: Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur (Jatim) menargetkan pengiriman 60.000 orang tenaga kerja asal provinsi itu ke mancanegara pada tahun ini.

Target tersebut meningkat 2.000 orang dibandingkan dengan pengiriman tenaga kerja pada tahun ini.

Rahayu, Kepala Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja (BP2TKI-Disnaker) Provinsi Jatim, mengatakan proses penempatan tenaga kerja asal Jatim akan tetap fokus pada penempaan kompetensi.

(40)

Berkhas 36 Volume VI Maret 2008 Jurnal Nasional Minggu, 16 Maret 2008

Pesona Perempuan Jakarta | Minggu, 16 Mar 2008

Kisa h Pe dih Se or a n g Bu r u h M igr a n

by : Fransiskus Saverius Herdiman

Very Herdiman very@jurnas.com

INILAH kisah pedih seorang buruh migran perempuan asal Desa Mekarjaya, Kampung Babakan Ngantai, Krawang, Bekasi, Jawa Barat. Weni binti Aceng namanya, 33 tahun. "Saya penginnya pulang sukses sebagai TKW, tapi malah membawa derita," ujarnya, terbata-bata.

Bagaimana hal itu bermula? Alkisah, tahun 2006, Weni berangkat dari rumahnya yang kecil di Desa Mekarjaya, Krawang. Dengan perasaan haru dan cemas, ia terpaksa meninggalkan Dedi (32), suaminya, dan dua anaknya, Sawiah (14) dan Endang (7). Ia pergi untuk mencoba menggapai harapan.

Ia sadar, kerja sebagai buruh migran tidak ringan. Memang, ia‘”juga suaminya‘”sebelumnya telah sering mendengar tentang kisah sukses para buruh migran perempuan di kampungn

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun sawi pada sistem akuaponik lebih baik dibandingkan pada sistem non akuaponik, sedangkan

Pendidikan informal berlangsung dalam lingkungan keluarga, dimulai sejak anak sanggup melakukan komunikasi, khususnya dengan orang tua, berupa penanaman nilai-nilai, norma-norma,

Vaikka opetussuunnitelman rooli on varmasti erilainen tutkittavissa maissa ja sen ohjaavuus vaihtelee, niin haastatteluissa oltiin yhtä mieltä myös siitä, että usein tällaiset

Untuk mengatasi kesulitan-kesulit- an menerjemahkan teks, perhatian yang cukup harus diberikan pada teori mener- jemahkan yang memang merupakan kajian yang sangat tua (Nababan,

Acuan biaya yang ditampilkan pada LCD dan yang dikirimkan pada Server menggunakan acuan biaya PDAM daerah Salatiga yang ada di segmentasi rumah tangga. bagian

1) Panitia menerima, mengagendakan dan memeriksa kelengkapan berkas peserta calon guru berprestasi tingkat Provinsi dan menetapkan waktu serta agenda pelaksanaan

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis berasumsi bahwa kualitas hidup dari pasien gagal ginjal kronik dengan comorbid hipertensi lebih baik dibandingkan dengan

Dari hasil uji duncan menunjukan bahwa hasil penilaian kadar kalsium jagung pulut niksatamal instan berbeda nyata pada semua perlakuan yaitu perlakuan pemasakan 30 menit,