I
Boks 1.
PERKEMBANGAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENDUKUNGNYA DI PROVINSI JAMBI
Sektor pertambangan merupakan sektor dengan pangsa kedua terbesar di Jambi (17,55%). Krisis ekonomi yang melanda dunia yang akhirnya berimbas pada perekonomian Jambi juga tak luput dirasakan oleh sektor ini. Dampak yang paling terasa bagi sektor ini adalah menurunnya harga jual produk (lihat grafik 1).
Grafik 1. Perkembangan Harga Komoditas
0 20 40 60 80 100 120 140 160 Ja n-04 Ap r-0 4 Ju l-0 4 Oc t-04 Ja n-05 Ap r-0 5 Ju l-0 5 Oc t-05 Ja n-06 Ap r-0 6 Ju l-0 6 Oc t-06 Ja n-07 Ap r-0 7 Ju l-0 7 Oc t-07 Ja n-08 Ap r-0 8 Ju l-0 8 Oc t-08 Ja n-09 Ap r-0 9
Minyak bumi (USD/barrel)
Batubara (USD/mt)
Sumber: Bloomberg
Berdasarkan hasil liaison dengan pelaku usaha di bidang pertambangan seperti
migas dan batu bara, penjualan komoditas ini relatif masih cukup baik walaupun mengalami penurunan harga. Untuk perusahaan migas, jumlah penjualan bergantung kepada besar produksi perusahaan yang berarti bergantung kepada kemampuan sumur dalam menghasilkan minyak. Sementara itu, penurunan pesanan dirasakan oleh perusahaan batubara akibat menurunnya permintaan dari perusahaan pembeli. Batubara merupakan salah satu bahan bakar dalam industri sehingga ketika terjadi penurunan produksi usaha pembeli akan berimbas pula dalam penggunaan batubara sebagai bahan bakarnya. Namun demikian ke depannya prospek batubara akan membaik terkait dengan masih besarnya peluang pasar usaha ini serta mulai membaiknya kondisi ekonomi.
II
kondisi usaha pembeli. Pembeli utama alat berat merupakan perusahaan kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Perusahaan kehutanan dan perkebunan yang terkena imbas krisis akibat menurunnya harga jual dan permintaan dunia mengambil langkah antisipasi dengan mengurangi investasi ekspansi mereka. Hal tersebut berdampak pada menurunnya permintaan akan alat-alat berat di Jambi. Namun tidak demikian yang terjadi untuk pembeli dari sektor pertambangan. Potensi pertambangan yang masih cukup besar membuat permintaan dari sektor ini tidak sejatuh dibandingkan dengan sektor kehutanan. Ke depannya contact dalam usaha distributor ini memandang positif akan
perkembangan penjualan seiring dengan mulai membaiknya usaha pembeli.
Terkait dengan biaya operasional semua contact menyatakan terdapat penurunan
dalam biaya yang diakibatkan oleh berkurangnya produksi ataupun penjualan namun demikian biaya tenaga kerja tetap mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP) 2009.
Dampak dari krisis ekonomi global ini terutama dirasakan pada turunnya harga jual produk sektor pertambangan. Harga jual minyak bumi bahkan turun mencapai 74% dari harga tertingginya. Namun menurut contact harga jual di titik terendah pun masih di
atas harga pokok produksi minyak bumi. Di sisi lain harga jual batubara saat ini sudah mengalami peningkatan sebesar 27% dibandingkan akhir tahun 2008.
Menurunnya penjualan dan produksi dari beberapa perusahaan tersebut tidak serta merta membuat perusahaan melakukan kebijakan dalam tenaga kerja. Sampai dengan saat ini tidak ada pegawai dari perusahaan migas, pertambangan, maupun distributor alat berat yang dirumahkan.
Investasi bagi perusahaan migas sangat tergantung dengan perizinan. Contact
menyatakan untuk dapat memperoleh izin pengetesan sebuah sumur minyak, perusahaan harus melalui 30 (tiga puluh) aparat pemerintah daerah. Sementara bagi perusahaan batubara, hambatan dalam berinvestasi berasal dari kesulitan pembebasan tanah dari penduduk setempat serta kondisi dan kapasitas jalan yang belum memadai untuk dilalui truk pengangkut yang membuat kondisi jalan relatif cepat rusak.
Kesimpulan dan Rekomendasi
III