• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN BELAJAR (RSB) DIPONEGORO TAHUN 2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN BELAJAR (RSB) DIPONEGORO TAHUN 2012."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN

BELAJAR (RSB) DIPONEGORO YOGYAKARTA TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ikmal Hafiz Akhadi

NIM 07104244011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Hal tersulit dalam kehidupan ini bukanlah untuk melampaui orang lain, tetapi melampaui ego dan diri kita sendiri.”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibu beserta keluarga tercinta atas segala ketulusan, kasih sayang, dan pengorbanannya.

(7)

vii

PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN BELAJAR (RSB) DIPONEGORO TAHUN 2012

Oleh

Ikmal Hafiz Akhadi 07104244011

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro, dan 2) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yakni pemilihan informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Informan yang memenuhi kriteria sebanyak 7 orang yang terdiri dari informan anak jalanan sebanyak 5 orang dan pengurus sebanyak 2 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif model interaktif yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) secara keseluruhan anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks, 2) faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, sedangkan faktor eksternalnya meliputi pengaruh teman, pengaruh lingkungan, pengaruh kondisi keluarga, dan media massa, 3) upaya yang telah dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anakjalanan yaitu: a) memberikan pendampingan secara intensif, b) mengadakan kegiatan-kegiatan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran, c) memberikan layanan konseling mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami, d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kemudahan atas segala hal, sehingga skripsi yang berjudul “Perilaku Seksual Anak Jalanan Di Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro Tahun 2012” telah dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dukungan moril maupun materiil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung untuk melakukan penelitian ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberikan izin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan izin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Kartika Nur Fathiyah, M.Si dan Ibu Muthmainnah, M.Pd, dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan wawasan, ilmu, dan pengalamannya.

6. Orang tuaku tercinta, terima kasih atas do’a, kasih sayang, motivasi, dan pengorbanan untuk saya selama ini.

7. Pengurus RSB Diponegoro yang senantiasa membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Anak-anak jalanan yang telah meluangkan waktu menjadi subyek penelitian ini, dan karena kalian aku dapat mensyukuri apa yang ada saat ini.

(9)

ix

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung ikut memberikan bantuan tenaga dan pikiran sehingga terselesainya skripsi ini.

Terima kasih atas bantuan yang diberikan semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan menjadi amal baik dan imbalan pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya dan menjadikan inspirasi bagi pembaca. Amin.

Yogyakarta, Januari 2013 Penyusun

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

... i

HALAMAN PERSETUJUAN

... ii

HALAMAN PERNYATAAN

... iii

HALAMAN PENGESAHAN

... iv

HALAMAN MOTTO

... v

HALAMAN PERSEMBAHAN

... vi

ABSTRAK

... vii

KATA PENGANTAR

... viii

DAFTAR ISI

... x

DAFTAR TABEL

... xiii

DAFTAR GAMBAR

... xiv

DAFTAR LAMPIRAN

... xv

BAB I PENDAHULUAN

... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI

... 12

A.

Perilaku Seksual... 12

1.

Pengertian Perilaku Seksual ... 12

2.

Bentuk Perilaku Seksual ... 13

3.

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual ... 15

4.

Dampak Perilaku Seksual Bagi Remaja Pranikah ... 19

B.

Anak Jalanan ... 22

1.

Pengertian Anak Jalanan ... 22

2.

Karakteristik Anak Jalanan ... 23

3.

Klasifikasi Anak Jalanan ... 25

4.

Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan ... 27

C.

Masa Remaja ... 30

1.

Pengertian Masa Remaja ... 30

2.

Perkembangan Seksual Pada Remaja ... 31

3.

Tugas Perkembangan Remaja ... 33

D.

Perilaku Seksual Anak Jalanan Di RSB Diponegoro ... 35

E.

Pertanyaan Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN

... 38

A.

Desain Penelitian ... 38

B.

Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

(11)

xi

D.

Penentuan Informan Penelitian ... 39

E.

Teknik Pengumpulan Data ... 40

F.

Teknik Analisis Data ... 43

G.

Pemeriksaan Keabsahan Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

... 48

A.

Hasil Penelitian ... 48

1. Gambaran Umum Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro 48

2. Visi, Misi dan Tujuan Rumah Singgah dan Belajar (RSB)

Diponegoro ... 50

3. Profil Subjek Penelitian ... 53

4. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan... 55

5. Tindakan Kekerasan Seksual Selama Menjadi Anak Jalanan. ... 58

6. Perilaku Seksual Anak Jalanan Di RSB Diponegoro ... 60

7. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Anak Jalanan Di

RSB Diponegoro. ... 63

8.

Upaya RSB Diponegoro untuk Meminimalisir Perilaku Seksual

Anak Jalanan. ... 67

B. Pembahasan ... 70

1. Perilaku Seksual Anak Jalanan Di RSB Diponegoro. ... 70

2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Anak Jalanan Di

RSB Diponegoro. ... 74

3.

Upaya RSB Diponegoro untuk Meminimalisir Perilaku Seksual

Anak Jalanan. ... 77

C. Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 79

A.

Kesimpulan ... 79

B.

Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA

... 81

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan Yang Dipengaruhi Hormon Pada Masa Pubertas ... 31

Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 41

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 43

Tabel 4. Profil Staf RSB Diponegoro ... 49

Tabel 5. Profil Informan Anak Jalanan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan, dan Lamanya Menjadi Anak Jalanan ... 53

Tabel 6. Profil Informan Pengurus RSB Diponegoro Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia Tingkat Pendidikan ... 54

Tabel 7. Pengalaman Tindakan Kekerasan Seksual Anak Jalanan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Observasi. ... ... 83

Lampiran 2. Pedoman Wawancara. ... ... 84

Lampiran 3. Hasil Wawancara ... ... 86

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah aset bangsa yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, karena anak merupakan generasi masa depan yang akan menentukan baik-buruknya suatu bangsa. Anak yang seharusnya mendapatkan hak untuk hidup secara layak sebagian justru terlantar di jalanan yang sering disebut dengan anak jalanan. Keberadaan anak jalanan saat ini menjadi fenomena global bagi dunia termasuk di Indonesia. Hal ini dikarenakan anak jalanan banyak dijumpai di jalanan dan tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, terminal bis, stasiun kereta api dan taman kota.

Berdasarkan data Kemensos, saat ini terdapat 230 ribu anak jalanan di Indonesia. Alasan anak bekerja di jalan karena membantu pekerjaan orangtua sebanyak 71%, dipaksa membantu orangtua 6%, menambah biaya sekolah 15%. Sedangkan alasan ingin hidup bebas, untuk uang jajan, dapat teman, dan lainnya sekitar 33% (http://tribunnews.com/ diakses pada tanggal 8 September 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di Indonesia cukup signifikan dan secara umum disebabkan alasan ekonomi keluarga yang tidak

memadai. Oleh karena itu, kepedulian terhadap anak jalanan perlu disadari oleh masyarakat dengan didasari kenyataan bahwa anak memiliki hak untuk hidup secara layak.

(16)

2

memperumit harapan anak jalanan untuk hidup dalam kondisi yang lebih baik. Sebagai manusia yang masih berusia di bawah 18 tahun, anak-anak sebenarnya memiliki berbagai hak utama yang selayaknya diperoleh baik dari orang tua masing-masing maupun dari publik tempat tinggal. Di antara hak-hak mendasar bagi anak-anak adalah tercukupinya kesempatan pendidikan, dan kebutuhan untuk mengapresiasikan diri dalam konteks sebagai anak-anak sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

Anak jalanan merupakan anak-anak dibawah umur 18 tahun yang tinggal dan mencari nafkah di jalanan (Poerwadarminta, 2003: 341). Lebih lanjut Suwardi (2007: 45) menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun menggunakan jalan sebagai tempat mencari nafkah dan berada di jalan lebih dari enam jam sehari dan enam hari seminggu. Menurut Mulandar (1996: 9) karakteristik anak jalanan secara umum meliputi: a) berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3 sampai 24 jam sehari, b) berpendidikan rendah karena kebanyakan putus sekolah dan hanya sedikit sekali yang tamat SD, c) berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu yang biasanya berpindah-pindah tempat tinggal, bahkan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya, dan d) melakukan aktivitas ekonomi yakni melakukan pekerjaan pada sektor informal.

(17)

3

itu, tidak sedikit anak-anak yang menjadi anak jalanan karena keluarga tidak harmonis, ditelantarkan oleh keluarganya, atau karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga serta lemahnya struktur kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam masyarakat kota itu sendiri (Lutfi Agus Salim, 2000: 4).

Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi kehidupan anak, karena di lingkungan ini tidak dapat membantu proses tumbuh-kembang anak dan merealisasikan potensinya secara penuh. Anak jalanan harus bertahan hidup dengan melakukan aktivitas di sektor informal, seperti menyemir sepatu, menjual koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas. Sebagian lagi mengemis, mengamen, ada yang mencuri, mencopet dan bahkan terlibat perdagangan seks. Anak jalanan seringkali menjadi korban eksploitasi dari orang dewasa, misalnya mengalami pelecehan seksual. Hal inilah yang menyebabkan anak jalanan sudah terbiasa melakukan perilaku seksual secara bebas. Risiko dari perilaku tersebut sangat luas, tidak hanya mengancam secara fisik tetapi juga secara sosial dan psikologis. Namun demikian keadaan tersebut memaksa anak jalanan mau tidak mau harus menjalani kehidupan keras di jalanan termasuk perilaku seksual (http://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 25 Mei 2012).

(18)

4

tersebut adalah 1) touching yaitu berpegangan tangan dan berpelukan, 2) kissing yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim, 3) petting yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin, dan 4) sexual intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama. Lebih lanjut menurut Eny Kusmiran (2011: 34) akibat yang ditimbulkan bagi anak jalanan berusia remaja yang berperilaku seksual pranikah yaitu: 1) terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan yang berdampak pada beban psikologis, sosial dan ekonomi, 2) pengguguran kandungan atau aborsi, 3) terkena penyakit menular seksual (PMS) khususnya remaja yang sering berganti-ganti pasangan apalagi berhubungan seks dengan penjajah seks.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan salah satu permasalahan yang perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini dikarenakan anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai resiko-resikonya dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya.

(19)

5

sering terulang lagi tanpa ada rasa bersalah. Dengan demikian anak jalanan akan mendapatkan kesempatan yang lebih lama untuk berperilaku seksual yang keliru tanpa menikah dengan segala risikonya (Nurharjadmo, 1999: 38). Uraian tersebut menunjukkan bahwa perilaku seksual anak jalanan pada usia remaja umumnya tanpa dilandasi sebuah pernikahan dan tentunya hal ini sangat beresiko, baik secara fisik, psikologis sosial dan ekonomi. Hal ini mempertegas bahwa anak jalanan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Sebenarnya berbagai upaya penanganan anak terlantar telah banyak dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun masyarakat (Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Organisasi Sosial). Sistem pelayanan yang diberikan dapat melalui panti maupun non panti. Hal ini tercermin dari beberapa lembaga pelayanan yang terbangun seperti, Panti Sosial Asuhan Anak, Panti Sosial Bina Remaja, Panti Sosial Marsudi Putra dan sebagainya. Untuk menampung dan membina para anak jalanan, Departemen Sosial telah menggulirkan ide mendirikan rumah singgah.

(20)

6

Berdasarkan studi pendahuluan di RSB Diponegoro yang dilakukan penulis pada tanggal 20 Juli 2012 melalui wawancara dengan pengurus RSB, ditemukan bahwa sampai saat ini RSB Diponegoro melakukan pendampingan terhadap anak jalanan kurang lebih 50 orang anak dengan 10 orang anak menetap di rumah singgah. Beberapa lokasi yang menjadi fokus pendampingan RSB Diponegoro, yaitu: a) perempatan UIN, b) Demangan, c) pertigaan Kolombo, d) Santikara, e) perempatan Condong Catur, f) perempatan Cemara Tujuh/Kentungan, g) perempatan Hotel Novotel, dan h) Stasiun Lempuyangan. Lebih lanjut dijelaskan oleh pengurus RSB Diponegoro bahwa banyak anak jalanan di Yogyakarta pada usia remaja madya antara usia 15-18 tahun terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan resiko seks bebas dan ada juga karena dipaksa oleh preman dan sesama anak jalanan. Seks bebas merupakan hubungan intim yang dilakukan dengan lawan jenis tanpa dilandasi ikatan pernikahan.

(21)

7

tampak terbiasa melakukan bentuk-bentuk perilaku seksual seperti berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman. Dengan demikian perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro agar diperoleh informasi yang lebih jelas tentang bentuk perilaku seksual anak jalanan, faktor-faktor yang mendukung perilaku tersebut dan upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anakjalanan di RSB Diponegoro Yogyakarta. Alasan dipilihnya RSB Diponegoro Yogyakarta sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah singgah ini merupakan salah satu rumah singgah yang populer dan aktif dalam melakukan pengarahan dan perlindungan anak jalanan di Yogyakarta.

Penelitian tentang anak jalanan pernah dilakukan oleh Mury (2009: 1) dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur” menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual beresiko anak jalanan yaitu umur, aktivitas di jalanan, lama di jalan perhari, kebiasaan mengkonsumsi zat adiktif, tipe anak jalanan serta sikap terhadap kesehatan reproduksi, PMS dan HIV/AIDS. Penelitian ini juga menemukan bahwa sikap tentang kesehatan reproduksi, PMS dan HIV/AIDS serta dukungan pemimpin kelompok berpengaruh sebesar 65,58% terhadap berperilaku seksual anak jalanan.

(22)

8

ada hubungan bermakna antara umur, tempat tinggal, hubungan keluarga terhadap tindakan seksual dan resiko PMS, juga ada hubungan bermakna antara sikap dan tindakan terhadap resiko PMS.

Secara metodologi perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu seperti dipaparkan di atas adalah penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mury (2009) menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, sementara penelitian yang dilakukan oleh Ellisma Hutagalung (2010) menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan survey. Sedangkan secara substantif perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini tidak hanya menguji hipotesis tetapi memahami dan mengungkapkan perilaku seksual anak di jalanan. Diharapkan dengan penelitian mengenai perilaku seksual anak jalanan ini akan diperoleh informasi yang lebih jelas bagi masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dan pengawasan sosial terhadap anak jalanan.

(23)

9

Dengan adanya fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul “Perilaku Seksual Anak Jalanan Di Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro Yogyakarta Tahun 2012”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Anak jalanan masih dipandang sebelah mata dan penuh diskriminasi.

2. Anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai resiko seks bebas.

3. Anak jalanan mudah terjebak dalam melakukan hubungan seks yang beresiko dan obat-obatan terlarang.

4. Anak jalanan seringkali menjadi korban eksploitasi orang dewasa.

5. Terdapat anak jalanan di RSB Diponegoro yang pernah melakukan seks bebas. 6. Terdapat anak jalanan di RSB Diponegoro pada usia remaja yang berperilaku

seksual secara tidak sehat.

C.Batasan Masalah

(24)

10 D.Rumusan Masalah

Dari batasan masalah yang ada dapat diambil rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro tahun 2012? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di

RSB Diponegoro tahun 2012?

3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro Yogyakarta?

E.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan:

1. Perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro tahun 2012.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro tahun 2012.

(25)

11 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan khususnya pada ruang lingkup psikologi pendidikan dan bimbingan tentang psikologi anak yang berkaitan dengan perilaku seksual anak jalanan.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan bahan pertimbangan pada penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Anak Jalanan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perilaku seksual yang dilakukan anak jalanan, sehingga anak jalanan dapat mengevaluasi diri agar tidak melakukan perilaku seksual di luar pernikahan.

(26)

12 BAB II

KAJIAN TEORI

A.Perilaku Seksual

1. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Dalam hal ini perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama (Sarlito Sarwono, 2011: 174). Sementara Mu’tadin (2002: 34) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah segala macam

tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman sampai dengan bersenggama yang dilakukan dengan adanya dorongan hasrat seksual yang dilakukan oleh individu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Eny Kusmiran (2011: 33) bahwa perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan dan perkembangan perilaku seksual yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual (testosteron untuk laki-laki dan progesteron untuk perempuan). Hormon tersebut yang berpengaruh terhadap dorongan perilaku seksual.

(27)

13

suka sama suka. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang) antara lain sodomi, homoseksual.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah segala macam tingkah laku/tindakan yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama.

2. Bentuk Perilaku Seksual

Menurut Duvall, E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45), bentuk perilaku seksual pranikah mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual tersebut adalah:

a. Touching yaitu berpegangan tangan dan berpelukan.

b. Kissing yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim.

c. Petting yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin.

d. Sexual intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama.

Sarlito Sarwono (2011: 175) mengungkapkan bentuk-bentuk perilaku seksual secara berurutan meliputi: a) berkencan, b) berpengangan tangan, c) mencium pipi, d) berpelukan, e) mencium bibir, f) memegang buah dada di atas baju, g) memegang buah dada dibalik baju, h) memegang alat kelamin di atas baju, i) memegang alat kelamin di bawah baju, j) melakukan senggama.

(28)

14

a. Berfantasi, merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. b. Pegangan tangan, aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan

seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.

c. Cium kering, berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. Cium basah, berupa sentuhan bibir ke bibir.

d. Meraba, merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain.

e. Berpelukan, aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/ sensitif).

f. Masturbasi (wanita) atau onani (laki-laki), perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.

g. Oral seks, merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukan alat

kelamin ke dalam mulut lawan jenis.

h. Petting, merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).

i. Intercourse (senggama), merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

(29)

15

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Menurut Purnawan (2004: 46), perilaku seksual dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Faktor Internal

1)Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis), perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula, misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.

2)Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.

3)Motivasi, perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang (pada

gigolo/WTS). b. Faktor Eksternal

1)Keluarga, kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang. 2)Pergaulan, perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan

(30)

16

3)Media massa, menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti konflik dengan orang tua, berkelahi, dan perilaku lain sebagai manifestasi dari dorongan seksual yang dirasakannya.

Pratiwi (2004: 28) mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Biologis

Yaitu perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal yang dapat menimbulkan perilaku seksual.

b. Pengaruh orangtua

Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seksual, dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual.

c. Pengaruh teman sebaya

Pengaruh teman sebaya membuat remaja mempunyai kecenderungan untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada.

d. Akademik

Remaja yang prestasi dan aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan perilaku seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah.

e. Pemahaman kehidupan sosial

(31)

17

berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya akan menampilkan perilaku seksual yang sehat.

f. Pengalaman seksual

Semakin banyak remaja mendengar, melihat dan mengalami hubungan seksual maka semakin kuat stimulasi yang mendorong munculnya perilaku seksual tersebut, misalnya melihat gambar-gambar porno di internet ataupun mendengar obrolan dari teman mengenai pengalaman seksual.

g. Pengalaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan

Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.

h. Faktor kepribadian

Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri dan tanggung jawab akan membuat remaja mampu mengambil dan membuat keputusan.

i. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi

Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami perilaku seksual serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.

(32)

18

Pendapat lain oleh Sarlito Sarwono (2011: 188) diungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu sebagai berikut:

a. Meningkatnya libido seksual

Di dalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksual atau libido, energi seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik.

b. Penundaan usia perkawinan

Dengan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat main menunda kebutuhan untuk mengawinkan anak-anaknya untuk bersekolah dulu sebelum mengawinkan mereka.

c. Tabu/Larangan

Sementara usia perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual sebelum menikah. Pada masyarakat modern bahkan larangan tersebut berkembang lebih lanjut pada tingkat yang lain seperti berciuman dan masturbasi untuk

remaja yang tidak dapat menahan diri akan cenderung melanggar larangan tersebut.

d. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

(33)

19

seksual secara bebas tanpa mengetahui resiko-resiko yang dapat terjadi seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan infeksi menular seksual.

e. Pergaulan yang semakin bebas

Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa remaja. Oleh karena itu, di samping komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orang tua.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual antara lain: a) tingkat perkembangan seksual (meningkatnya libido seksual), b) kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, c) pengaruh keluarga/orang tua, d) penundaan usia perkawinan, e) tabu/larangan, f) media massa, dan g) pergaulan yang semakin bebas.

4. Dampak Perilaku Seksual Bagi Remaja Pranikah

Dampak perilaku seksual bagi remaja pranikah menurut Eny Kusmiran (2011: 35) yaitu sebagai berikut:

a. Terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, hal ini membuat remaja terpaksa menikah, padahal mereka belum siap mental, sosial, ekonominya. b. Pengguguran kandungan (aborsi), jika hal ini dilakukan oleh orang yagn

(34)

20

c. Terkena penyakit menular seksual (IMS/HIV/AIDS), khususnya remaja yang sering berganti-ganti pasangan apalagi yang berhubungan seks dengan penjajah seks.

Pendapat lain dikemukakan oleh Saroha (2009: 308) bahwa akibat hubungan seksual pranikah bagi remaja adalah:

a. Gangguan kesehatan reproduksi akibat infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS

b. Meningkatkan resiko terhadap penyakit menular seksual (PMS) seperti gonore, sifilis, herpes genitalis.

c. Remaja perempuan terancam kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan pengguguran kandungan yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, kamandulan dan kematian akibat pendarahan, dan keracunan hamil.

d. Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan kerja, terutama bagi remaja perempuan.

e. Melahirkan bayi yang kurang atau tidak sehat.

Menurut Armaidi (2007: 32), akibat seks bebas diantaranya sebagai berikut:

a. Merendahnya derajat manusia

(35)

21 b. Anak lahir tanpa ayah

Kelahiran anak tanpa ayah adalah konsekuensi dari hubungan seks bebas. Betapa pun hati-hatinya setiap pelaku seks bebas menggunakan alat kontrasepsi, misalnya kondom untuk mencegah kehamilan, namun dapat pula terjadi kebocoran. Anak yang lahir di luar pernikahan dan hasil seks bebas, di tengah masyarakat pasti menghadapi masalah. Permasalahan tersebut meliputi: minder, rendah diri, dan aib tercoreng di muka sejak mereka lahir karena ulah perbuatan “orang tuanya”.

c. Aborsi

Pengguguran kandungan, aborsi adalah akibat yang paling menyedihkan dari perbuatan seks bebas. Banyak wanita yang melakukan seks bebas terpaksa melakukan aborsi karena tidak ingin bayi yang dikandungnya lahir. Kasus aborsi di kalangan remaja didorong oleh hubungan seks bebas pranikah. Remaja (terutama remaja putri) hamil akibat hubungan seks bebas menghadapi dilema. Di satu sisi tidak menyangka bakal bisa sampai hamil.

Sehingga kehamilan yang terjadi harus dihentikan dengan aborsi. Di sisi lain, tindakan aborsi sama saja melakukan pembunuhan terhadap darah daging sendiri. Di sinilah muncul bayangan rasa berdosa yang menghantui. d. Berjangkitnya penyakit kelamin

(36)

22

pasangan seksnya menderita penyakit kelamin, maka kemungkinan untuk menular bisa saja. Makin banyak dan sering seseorang berhubungan seks dengan pelacur yang mengidap virus penyakit kelamin tertentu, dapat dipastikan kemungkinan tertular penyakit tersebut.

e. AIDS

AIDS atau Acquire Immune Deficiency Syndrome dan HIV (Human Immuneodeficiency Virus) sudah merupakan ancaman bagi kehidupan manusia saat ini. AIDS tidak mengenal siapa dia, muda, tua, anak, wanita, laki-laki, orang awam, dan publik figur.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak perilaku seksual bagi remaja pranikah meliputi: a) gangguan kesehatan reproduksi, b) meningkatkan resiko terhadap penyakit menular seksual (PMS), c) terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, dan d) pengguguran kandungan (aborsi).

B.Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

(37)

23

karena kehilangan orang tua/keluarga. Sementara UNICEF memberikan batasan sebagai “children who work on the streets of urban areas, without reference to the time they spend there or the reasons for being there”

(www.wikipedia.org, diakses pada tanggal 1 Juni 2012). Hal ini berarti anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban dan umumnya bekerja di sektor informal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah merupakan anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun yang tinggal yang menghabiskan waktunya di jalanan baik untuk mencari nafkah maupun tidak dan berada di jalanan lebih dari enam jam sehari dan enam hari seminggu.

2. Karakteristik Anak Jalanan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang anak jalanan disebutkan bahwa karakteristik/kriteria anak jalanan diantaranya: a) anak laki-laki maupun perempuan usia 0 sampai dengan 18 tahun, b) melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau berkeliaran di jalanan atau di tempat umum minimal 4 sampai dengan 6 jam/hari dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap kaca mobil, pembawa belanja di pasar dan lain-lain, c) kegiatannya tidak membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum.

Menurut Mulandar (1996: 9), karakteristik anak jalanan secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(38)

24

b. Berpendidikan rendah karena kebanyakan putus sekolah dan hanya sedikit sekali yang tamat SD.

c. Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu biasanya berpindah-pindah tempat tinggal, bahkan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya. d. Melakukan aktivitas ekonomi yakni melakukan pekerjaan pada sektor

informal.

Pendapat lain dikemukakan oleh Suwardi (2007: 46) bahwa karakteristik yang menonjol dari diri anak jalanan antara lain :

a. Terlihat kumuh atau kotor, baik kotor pada badan atau tubuh maupun pakaian yang mereka pakai.

b. Memandang orang lain (di luar orang yang berada di jalanan) adalah orang yang bisa atau dapat dimintai uang.

c. Mandiri artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama dalam hal tempat tidur atau makanan.

d. Muka atau mimik yang selalu memelas terutama ketika berhubungan

dengan orang yang bukan dari jalanan.

e. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi dan mengobrol dengan siapapun sesama di jalanan.

f. Malas untuk melakukan pekerjaan anak rumahan misalnya mandi, membersihkan badan, menyimpan pakaian serta jadwal tidur selalu tidak teratur.

(39)

25

aktivitas ekonomi/mencari nafkah, c) berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu, d) berpendidikan rendah, e) secara fisik tampak kumuh dan kotor serta memelas, dan f) tampak mandiri.

3. Klasifikasi Anak Jalanan

Menurut Suwardi (2007: 47) anak jalanan terbagi ke dalam empat tipe, yaitu:

a. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan orang tua. b. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang

tua.

c. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan

keluarga.

d. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan keluarga.

Tata Sudrajat (dalam Mulandar, 1996: 10) juga membagi anak jalanan ke dalam tiga kategori, yaitu :

a. Children of the Street yaitu anak jalanan yang selama 24 jam hidup di jalanan termasuk makan, tidur, bekerja dan juga tinggal di jalan. Anak jalanan kategori ini tidak ada lagi kontak dengan keluarga, tidak bersekolah lagi juga tidak pernah lagi pulang ke rumah meskipun rumah mereka masih ada.

(40)

26

ekonomi yang melanda. Membantu orang tua termasuk membiayai sendiri biaya sekolah menjadi salah satu alasan mereka bekerja di jalan.

c. Children Vulnerable to Be on the Street yaitu kelompok anak yang berteman atau bergaul dengan 2 tipe sebelumnya dan terkadang ikut-ikutan turun ke jalan. Kelompok anak kategori ini melihat “asyiknya” gaya hidup di jalanan yang bebas dan punya uang. Anak tersebut tinggal menunggu the “crash” moment (puncak peristiwa yang tidak diinginkan) seperti dipukul orang tua, perceraian, bencana (kebakaran, penggusuran, banjir, dsb) untuk masuk ke dalam kategori pertama atau kedua.

Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Bagong Suyanto Suyanto (1999: 41) yang membagi anak jalanan dalam tiga kategori sebagai berikut:

a. Children On the Street (anak jalanan yang bekerja di jalanan), yakni

anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak-anak di jalanan. Namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya.

(41)

27

rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional dan fisik maupun seksual.

c. Children from families of the street atau children in street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa klasifikasi anak jalanan secara garis besar terbagi menjadi tiga kategori yaitu: children on the street, children of the street dan children in street.

4. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Banyak faktor penyebab munculnya anak jalanan, Tata Sudrajat (dalam Mulandar, 1996: 12) menyebutkan ada tiga tingkat yang menyebabkan munculnya fenomena anak jalanan, yaitu:

a. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi anak dan keluarganya seperti kondisi ekonomi keluarga yang rendah, ketidakharmonisan keluarga, kekerasan dalam keluarga.

(42)

28

c. Tingkat makro (basic causes), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan struktur makro dari masyarakat (ekonomi, politik dan kebudayaan) seperti krisis moneter, konflik antar suku, kerusuhan dan bencana alam.

Bagong Suyanto (1999: 48) mengemukakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua. Kombinasi dari faktor-faktor ini sering memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan. Kadang kala pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan keputusan untuk hidup di jalanan. Kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orang tuanya.

Menurut Soekanto (2006: 320), fenomena anak jalanan tidak terlepas dari faktor-faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan diantaranya yaitu:

a. Faktor ekonomi (kemiskinan)

(43)

29

b. Disorganisasi keluarga (perpecahan keluarga)

Disorganisasi keluarga merupakan salah satu faktor penyebab anak-anak turun ke jalanan, sehingga memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan anak jalanan. Anak sering dijadikan pelampiasan atas masalah yang tengah dihadapi orang tua, sehingga anak stres dan tidak betah dirumah, maka anak akan melarikan diri dan mencari kehidupan lain kemudian terjebak dalam kehidupan jalanan yang keras.

c. Urbanisasi (perpindahan penduduk)

Kebanyakan orang berharap bisa merubah taraf hidupnya dengan hijrah ke kota, namun hanya segilintir orang yang beruntung dan sisanya mereka terjebak di kota besar dengan dihadapkan pada situasi yang suit dan mendorong mereka untuk terjun ke jalanan yakni menjadi anak jalanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hal ini berarti latar belakang penyebab turunnya anak jalanan tersebut merupakan landasan bagi anak-anak untuk selalu ada dijalanan, sulitnya

memenuhi segala kebutuhan hidup, keadaan keluarga yang tidak kondusif dan korban urbanisasi yang pada akhirnya memaksa anak pada situasi yang sulit menjadi anak jalanan.

(44)

30

dan c) tingkat makro (basic causes), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan struktur makro dari masyarakat

C.Masa Remaja

1. Pengertian Masa Remaja

Menurut Sarwono Sarlito (2011: 12), remaja adalah suatu masa dimana 1) individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, 2) individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan 3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Zakiyah Daradjat (dalam Sofyan, 2008: 22) remaja adalah usia transisi dimana seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Sementara Kartini Kartono (2000:12) mengungkapkan bahwa adolesence (masa remaja) merupakan periode antara pubertas dan kedewasaan. Usia yang diperkirakan 12 sampai dengan 21 tahun untuk anak gadis yang lebih cepat matang daripada anak laki-laki, dan antara 13 sampai dengan 22 tahun bagi anak laki-laki.

Dari berbagai pendapat diatas mengenai pengertian remaja, maka dapat

(45)

31 2. Perkembangan Seksualitas Pada Remaja

[image:45.612.141.522.310.687.2]

Perkembangan seksualitas pada remaja diawali oleh masa pubertas. Menurut Yani Widyastuti, dkk (2009: 22), pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa pubertas dapat diawali dengan berfungsinya ovarium dan berakhir jika sudah ada kemampuan reproduksi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada masa pubertas remaja akan mengalami perubahan-perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan-perubahan pada masa pubertas disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Perubahan Yang Dipengaruhi Hormon Pada Masa Pubertas Jenis

Perubahan Perempuan Laki-laki

Hormon Estrogen dan Progresteron Testosteron

Tanda Menstruasi Mimpi basah

Perubahan Fisik

1) Pertambahan tinggi badan. 2) Tumbuh rambut di sekitar

alat kelamin dan ketiak. 3) Kulit menjadi lebih halus. 4) Suara menjadi lebih halus

dan tinggi. 5) Payudara mulai

membesar.

6) Pinggul semakin besar. 7) Paha membulat.

1)Tumbuh rambut disekitar kemaluan, kaki, tangan, dada, ketiak dan wajah. Tampak pada anak laki-laki mulai berkumis.

2)Suara bariton atau bertambah besar.

3)Badan lebih berotot terutama bahu dan dada.

4)Pertambahan berat dan tinggi badan.

5)Buah zakar menjadi lebih besar dan bila terangsang dapat mengeluarkan sperma. Perubahan

emosi

1)Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi. 2)Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan dari

rangsangan luar yang mempengaruhinya.

3)Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua dan lebih senang pergi bersama dengan teman sebayanya daripada tinggal dirumah.

Perubahan sosial

1) Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.

2) Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin. 3) Bertambahnya wawasan sehingga memiliki penilaian yang

(46)

32

Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Imran (2000: 12) bahwa perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual (testosteron untuk laki-laki) dan progesteron & estrogen untuk wanita). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja. Pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase ini biasanya lebih diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan pertumbuhan kelenjar seks itu sendiri.

Sementara menurut Eny Kusmiran (2011: 30), pubertas yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampian fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Lebih lanjut dijelaskan bahwa perkembangan seksualitas remaja ada tiga macam yaitu sebagai berikut:

a. Minat dalam permasalahan yang menyangkut kehidupan sosial

Remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu

mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang terjalinnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dengan orang dewasa baik orang tua maupun guru dan kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari.

b. Keterlibatan aspek emosi dan sosial pada saat berkencan

(47)

33

Misalnya pada anak laki-laki dorongan yang ada dalam dirinya terealisasi dengan aktivitas mendekati teman perempuannya, hingga terjalin hubungan. Dalam berkencan biasanya para remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara seperti bergandengan tangan, ciuman, memberikan tanda mata, bunga, kepercayaan dan sebagainya.

c. Minat dalam keintiman secara fisik

Dengan adanya dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis kelaminnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis kelaminnya. Dalam rangka mencari pengetahuan mengenai seks, ada remaja yang melakukannya secara terbuka bahkan mulai mencoba mengadakan eksperimen perasaannya dalam bentuk-bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya seperti berciuman, bercumbu dan lain-lain. Perkembangan minat seksual ini disebut masa keaktifan seksual tinggi yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan dipenuhi dengan

rasa ingin tahu tentang masalah seksual.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan seksualitas pada remaja diawali oleh masa pubertas yakni masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual) yang dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual.

3. Tugas Perkembangan Remaja

(48)

34

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

Sementara menurut Havighurst dalam Hurlock (Siti Partini, dkk, 2006: 129), tugas perkembangan masa remaja yang harus dilalui dalam masa itu,

yaitu:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mempersiapkan karir ekonomi.

(49)

35

g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Yani Widyastuti, dkk (2009: 12) bahwa tugas perkembangan remaja yaitu: a) mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya, b) dapat menjalankan peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing, c) menerima kenyataan jasmaniah serta menggunakan seefektif mungkin dengan perasaan puas, mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa, d) mencapai kebebasan ekonomi, e) memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan, f) mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga, g) mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat, memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertangggungjawabkan, memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakannya dan sebagai pandangan hidup.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan remaja yaitu menerima peran jenis kelamin, dapat melakukan hubungan sosial dengan teman sebaya, memperlihatkan tingkah laku yang bertanggungjawab, mempersiapkan karir dan kemandirian ekonomi, memiliki norma atau nilai-nilai sebagai pedoman hidup.

D.Perilaku Seksual Anak Jalanan Di RSB Diponegoro

(50)

risiko-36

risikonya dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya.

Anak jalanan mengenal perilaku seksual dalam usia sangat muda. Banyak anak jalanan yang berusia di bawah 10 tahun menjadi obyek seks bukan atas kemauan sendiri. Jika semula dilakukan secara terpaksa, lama kelamaan kondisi ini mereka nikmati, sehingga bila terpaksa mereka menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK), ditambah lagi perilaku ini tanpa didasari oleh pengetahuan kesehatan reproduksi yang benar sehingga perilaku tersebut akan sering terulang lagi tanpa ada rasa bersalah. Dengan demikian anak jalanan akan mendapatkan kesempatan yang lebih lama untuk berperilaku seksual yang keliru tanpa menikah dengan segala risikonya apalagi anak jalanan di usia remaja yang sedang mengalami masa pubertas.

Berbagai upaya penanganan anak terlantar telah banyak dilakukan baik oleh

(51)

37

[image:51.612.137.537.194.348.2]

lembaga Yayasan Pondok Pesantren Diponegoro yang menangani anak-anak jalanan. Hal ini berarti rumah singgah dapat menjadi sistem pelayanan dalam memberikan pengarahan dan melindungi anak jalanan dari berbagai perilaku seksual yang tidak sehat. Berikut skema kerangka berpikir dalam penelitian ini:

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Penelitian

E.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah profil anak jalanan di RSB Diponegoro tahun 2012 yang meliputi karakteristik anak jalanan, faktor penyebab menjadi anak jalanan, dan pengalaman tindakan kekerasan selama menjadi anak jalanan?

2. Bagaimanakah bentuk perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro tahun 2012?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro tahun 2012?

4. Upaya apa saja yang telah dilakukan RSB Diponegoro dalam meminimalisir perilaku seksual anak jalanan?

Anak Jalanan di RSB Diponegoro

Yogyakarta

Perilaku Seksual Anak Jalanan di RSB Diponegoro Yogyakarta

Bentuk Perilaku Seksual Anak

Jalanan

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Anak Jalanan

(52)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Lexy Moleong (2012: 4) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Maksud digunakan jenis penelitian ini adalah untuk dapat memahami dan mengungkapkan perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro yang terdiri dari bentuk perilaku seksual dan faktor-faktor yang mendukung perilaku seksual anak jalanan serta upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anakjalanan di RSB Diponegoro Yogyakarta.

B.Tempat dan waktu penelitian

Tempat penelitian ini di RSB Diponegoro, hal ini dikarenakan pada studi pendahuluan menunjukkan terdapat anak jalanan pada usia remaja di RSB Diponegoro yang berperilaku seksual secara tidak sehat (di luar penikahan). Kemudian penelitian ini akan dilaksanakan selama satu bulan yaitu bulan Oktober 2012.

C.Definisi Operasional

(53)

39

tingkah laku/tindakan yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis mulai dari berfantasi, touching (bersentuhan), kissing (berciuman), masturbasi/onani, oral seks, petting dan intercourse (senggama) yang dilakukan oleh anak-anak yang berumur dibawah 18

tahun yang tinggal yang menghabiskan waktunya di jalanan baik untuk mencari nafkah maupun tidak dan berada di jalanan lebih dari enam jam sehari dan enam hari seminggu.

D.Penentuan Informan Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Lexy Moleong, 2012: 132).

Penentuan informan penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012: 219), teknik purposive sampling

adalah pemilihan informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Spradley (dalam Sugiyono, 2012: 221) mengemukakan bahwa sampel sebagai informan sebaiknya memenuhi kriteria/pertimbangan yaitu: a) orang yang menguasai atau memahami sesuatu, sehingga sesuatu itu tidak hanya sekedar diketahui tetapi juga dihayatinya, b) orang yang tergolong masih terlibat pda kegiatan yang tengah diteliti, c) orang yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. Mengacu pada penjelasan di atas, maka kriteria informan dalam penelitian

ini yaitu sebagai berikut: 1. Informan: Anak Jalanan

(54)

40

b)Anak jalanan yang berusia remaja akhir yakni berusia 15-20 tahun, karena pada studi pendahuluan menunjukkan kasus anak jalanan yang berperilaku seksual tidak sehat umumnya berusia remaja.

c) Anak jalanan yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.

d)Anak jalanan yang bersedia untuk diwawancarai. 2. Informan: Pengurus RSB

a) Pengurus yang menguasai atau memahami bentuk kegiatan untuk anak jalanan di RSB Diponegoro.

b)Pengurus yang selalu terlibat dalam seluruh program kegiatan anak jalanan di RSB Diponegoro.

c) Pengurus yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. d)Pengurus yang bersedia untuk diwawancarai.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, informan yang memenuhi kriteria di atas menunjukkan bahwa informan untuk anak jalanan sebanyak 5

orang dan untuk pengurus sebanyak 2 orang. Oleh karena itu, informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang.

E.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

(55)

41

teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dalam penelitian ini hal-hal yang di observasi adalah kehidupan sehari-hari dan perilaku anak jalanan dalam bergaul dengan lingkungan.

[image:55.612.154.511.459.622.2]

Untuk memaksimalkan hasil observasi, peneliti menggunakan alat bantu yang sesuai dengan kondisi lapangan, di antara alat bantu tersebut meliputi buku catatan yang berisi objek yang perlu mendapat perhatian lebih dalam pengamatan, serta kamera untuk mengambil gambar objek yang diperlukan (Sukardi: 2007: 78). Dalam penelitian ini observasi yang dipakai berisi tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diobservasi, kemudian peneliti tinggal memberikan keterangan apabila ada perilaku yang muncul. Adapun pedoman observasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi No Aspek Yang Diobservasi

Pada Anak Jalanan

Perilaku Yang Diamati 1 Faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual

a. Ada tidaknya keluarga b. Pergaulan anak jalanan

c. Media informasi yang sering digunakan anak jalanan

2 Bentuk kegiatan RSB Diponegoro pada anak jalanan dan upaya RSB

Diponegoro dalam

meminimalisir perilaku seksual anak jalanan

a. Pendampingan anak jalanan b. Pelatihan dan penyuluhan anak

jalanan

(56)

42

Berdasarkan tabel 1 di atas maka aspek yang diobservasi pada anak jalanan yaitu: faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, dan bentuk kegiatan RSB Diponegoro pada anak jalanan dan upaya RSB Diponegoro dalam meminimalisir perilaku seksual anak jalanan.

2. Wawancara

Menurut Lexy Moleong (2012: 186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dalam penelitian ini diadakan bebas terpimpin yang menggunakan petunjuk umum wawancara, artinya bahwa pewawancara pada waktu mengadakan wawancara terlebih dahulu membuat kerangka dan garis pokok pertanyaan yang telah dirumuskan tidak harus ditanyakan secara berurutan.

Penggunaan petunjuk wawancara sebagai garis besar dimaksudkan agar fokus tidak terlalu melebar dari fokus yang telah ditetapkan, sehingga semua

(57)
[image:57.612.162.527.96.337.2]

43 Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Wawancara

No Sumber Informasi (Informan)

Aspek Yang Diungkap 1 Anak Jalanan a. Profil anak jalanan.

b. Alasan terjebak menjadi anak jalanan. c. Pemahaman tentang perilaku seksual.

d. Bentuk perilaku seksual yang biasa dilakukan anak jalanan.

e. Faktor yang mempengaruhi berperilaku seksual pada anak jalanan.

f. Resiko yang pernah dialami dengan adanya perilaku seksual yang telah dilakukan pada anak jalanan.

g. Alasan bergabung di RSB Diponegoro dan manfaatnya bagi anak jalanan.

2 Pengurus RSB Diponegoro

a. Bentuk kegiatan pembinaan pada anak jalanan. b. Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir

perilaku seksual anak jalanan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode untuk mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006: 206). Dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan atau pengutipan data dari dokumen yang ada di lokasi penelitian. Dokumentasi dimaksudkan untuk melengkapi data dari wawancara dan observasi.

F. Teknik Analisis Data

(58)

44

sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012: 246) yaitu sebagai berikut:

1. Data Collection (Pengumpulan Data)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini, maka peneliti melakukan wawancara beberapa informan.

2. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi, membuat

ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan ke dalam pola-pola dengan membuat transkip penelitian untuk mempertegas, memperpendek membuat fokus, membuang bagian yang tidak penting dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan.

3. Data Display (Penyajian Data)

(59)

45

wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi. Data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.

4. Conclusions/Verifying (Penarikan Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat, selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.

[image:59.612.157.510.464.630.2]

Untuk lebih memperdalam dalam teknik analisis data, berikut ditampilkan mekanisme interaktif model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012: 246) sebagai berikut:

Gambar 1. Mekanisme Interaktif Model Miles dan Huberman Data Collection

Data Display

Data Reduction Conclusions/

(60)

46 G.Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data digunakan untuk mengecek kebenaran data yang dihasilkan oleh peneliti sehingga diperoleh data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Teknik pemeriksaan keabsahan yang digunakan peneliti yaitu triangulasi, perpanjangan pengamatan dan peningkatan ketekunan. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Triangulasi

Triangulasi yaitu membandingkan data yang diperoleh dalam wawancara dengan data observasi, artinya adalah membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan (Usman, 2004: 330). Penelitian ini menggunakan triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

2. Perpanjangan pengamatan

(61)

47 3. Peningkatan ketekunan.

(62)

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro

Rumah singgah merupakan lembaga yang memfasilitasi anak jalanan untuk dapat berhubungan dengan keluarganya atau pihak-pihak yang dapat memberikan manfaat bagi diri anak jalanan. Selain itu, rumah singgah berperan sebagai lembaga pelayanan sosial yang memberikan proses pembinaan yang bersifat kekeluargaaan kepada anak jalanan mengenai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Departemen Sosial RI merumuskan delapan fungsi rumah singgah, yaitu: sebagai tempat pertemuan (meeting point) pekerja sosial dengan anak jalanan, pusat asesmen dan rujukan, fasilitator, perlindungan, pusat informasi, kuratif-rehabilitatif, akses terhadap pelayanan dan resosialisasi. Salah satu rumah singgah yang ada di

Yogyakarta yaitu rumah singgah dan belajar Diponegoro.

(63)

49

[image:63.612.144.515.207.342.2]

Rumah singgah ini merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai 7 staf dan sukarelawan dengan sumber dana yang berasal dari swadaya dan donatur. Mengenai profil staf di RSB Diponegoro disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Profil Staf RSB Diponegoro

No Nama

Inisial Jenis Kelamin Usia (Tahun) Tingkat Pendidikan Profesi Lain

1 FS Laki-laki 38 S1 Guru SD

2 NV Perempuan 34 S1 Wiraswasta

3 BD Laki-laki 45 D3 Wiraswasta

4 WT Perempuan 36 SLTA IRT

5 SPR Laki-laki 30 SLTA Wiraswasta

6 DWT Laki-laki 33 S1 Guru SD

7 AGL Laki-laki 28 S1 Guru SMP

(Sumber: Data Primer, 2012)

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa staf yang ada di RSB Diponegoro sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 5 orang, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang. Sementara jika dilihat dari usia staf RSB Diponegoro antara 28-45 tahun. Hal ini berarti

(64)

50

Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh RSB Diponegoro berupa: a) pengamatan masalah anak jalanan, b) identifikasi dan pendampingan anak, c) pelatihan dan penyuluhan kepada anak, d) konseling anak, e) pengembalian anak ke sekolah, pesantren, rumah dan panti asuhan. RSB Diponegoro sampai saat ini melakukan pendampingan terhadap kurang lebih 50 orang anak dengan 10 orang anak menetap di rumah singgah (data anak jalanan di RSB Diponegoro secara lengkap terlampir). Beberapa lokasi yang menjadi fokus pendampingan RSB Diponegoro, yaitu: a) Perempatan UIN, b) Demangan, c) Pertigaan Kolombo, d) Santikara, e) Perempatan Condong Catur, f) Perempatan Cemara Tujuh/Kentungan, g) Perempatan Hotel Novotel, dan h) Lempuyangan. Kemudian fasilitas yang tersedia di RSB Diponegoro untuk anak jalanan yaitu satu rumah yang terdiri dari 3 kamar, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, 1

Gambar

Tabel 1.  Perubahan Yang Dipengaruhi Hormon Pada Masa Pubertas
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 1.  Kisi-kisi Pedoman Observasi
Tabel 3.  Kisi-kisi Pedoman Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan evaluasi Dokumen Penawaran Saudara untuk Paket Pekerjaan PEMELI HARAAN BERKALA JALAN PAGERWOJO - PLEMBON (DAK) maka bersama ini diharap kehadirannya besok pada

Layer Mask adalah layer khusus yang memungkinkan kita untuk menyembunyikan atau menampilkan bagian layer yang bersentuhan. Untuk mengedit layer mask maka sebelumnya kita harus

mogok  kerja  ini  tetap  dibatasi.  Memang  dalam  suatu  pemogokan  sudah  dapat  dipastikan  akan  mengakibatkan  terganggunya  ketertiban  umwn  dan  proses 

Penulisan dari skripsi ini bertujuan untuk membangun protokol CLNP yang digunakan pada ATN, khususnya pada modul output,selain itu skripsi ini juga bertujuan

Sifat larut air ini menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram positif bersifat lebih polar, sehingga senyawa bioaktif yang bersifat polar dengan mudah masuk

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry

Saya bertugas di SMPN 5 Satu Atap Medang Deras ini sudah hampir 4 tahun. Perilaku membolos yang sering terjadi di sekolah ini yaitu siswa atau siswi yang

Kepelabuhanan perikanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan perikanan dalam menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu