• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI TUMBUHAN METODE JALUR (TRANSECT) LURUS | Karya Tulis Ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI TUMBUHAN METODE JALUR (TRANSECT) LURUS | Karya Tulis Ilmiah"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUMEKOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN VIII

“METODE JALUR (TRANSECT) LURUS”

DISUSUN OLEH:

NAMA : FITRIANA

STAMBUK : G 401 13 056

KELOMPOK : V (LIMA)

ASISTEN : MASNAWATI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO

(2)

1.1 Latar Belakang

Salah satu metode dalam analisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan jalur transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek (Campbell, 2004).

Transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada (Oosting, 1956).

Keanekaragaman jenis seringkali disebut heterogenesis, yaitu karakteristk unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan gambaran struktur dari komunitas. Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya (spesies richiness) (Sitompul, 1996).

Oleh karena itu, yang melatarbelakangi diadakannya praktikum ini yaitu untuk menentukan struktur dan komposisi jenis pada suatu komunitas, serta mengamati penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas dan megamati perubahan vegetasi secara gradual pada suatu komunitas.

1.2 Tujuan

Tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan struktur dan komposisi jenis pada suatu komunitas. 2. Mengamati penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas.

3. Mengamati perubahan vegetasi secara gradual pada suatu komunitas.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alamiah pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis karena pengaruh anthropogenic (Anwar, 1995).

Analisis vegetasi adalah salah cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisis vegetasi dibagi menjadi tiga metode yaitu : (1) minimal area, (2) metode kuadrat, (3) metode jalur atau transek (Soerianegara, 1988).

Salah satu metode dalam menganalisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi (Campbell, 2004).

(4)

Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan (Novita, 2012).

Pada metode jalur, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990).

Analisis transek merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalam pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah tempat mereka tinggal pada suatu lintasan tertentu yang sudah disepakati. Dengan teknik analisis transek diperoleh gambaran keadaan potensi sumberdaya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan potensi-potensi yang ada (Haddy, 1986).

Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari dan diselidiki. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m - 100 m. Sedangkan untuk vegetasi semak belukar garis yang digunakan cukup 5 m - 10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012).

Menurut Anwar (1995), metode transek dibagi menjadi 3 macam yaitu : 1. Metode Line Intercept (line transect)

(5)

ditentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada garis transek itu kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa 1 m, 5 m, 10 m. Dalam metode ini garis-garis. Metode transek kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m, jarak antar kuadrat ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya mencatat, menghitung dan mengukur panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut. Cara mengukur panjang penutupan adalah memproyeksikan tegak lurus bagian basal atau arial coverage yang terpotong garis transek ke tanah.

2. Metode Belt Transect

Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topograpi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topograpi, dari tepi laut kepedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek yang umum digunakan adalah 10-20 meter, dengan jarak antar transek 200-1000 meter tergantung pada intensitas yang dikehendaki. Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang dikendaki 2% dan hutan yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10%. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik.

3. Metode Strip Sensus

(6)

Keunggulan analisis vegetasi dengan menggunakan metode transek antara lain : akurasi data diperoleh dengan baik kita terjun langsung, serta pencatatan data jumlah lebih teliti. Selain itu metode ini mempunyai kekurangan, yaitu antara lain : membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi vegetasi secara langsung dan dibutuhkan analisis yang baik, waktu yang dibutuhkan cukup lama, membutuhkan tenaga peniliti yang banyak ( Guritno, 1995).

Manfaat transek yaitu untuk melihat dengan jelas mengenai kondisi alam dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaan sumberdaya alam yang terbatas yang dijalankan masyarakat (Haddy, 1986).

(7)

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah sebagai berikut : Hari/Tanggal : Rabu/01 April 2015

Waktu : 13.00 WITA sampai selesai

Tempat : Kawasan TAHURA (Tanah Hutan Raya) Desa Vatutela Kacamatan Palu Timur Provinsi Sulawesi Tengah

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Tali rafiah 2. Patok kayu 3. Alat tulis

4. Parang 3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut :

1. Tumbuhan perdu dan semak 1.1 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut :

1. Membuat jalur sepanjang 100 meter dengan lebar 10 meter.

2. Membagi jalur tersebut menjadi 10 segmen (petak contoh) dengan ukuran setiap segmen 10 x 10 meter.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar. Jalur transect (Lurus)

(8)

4. Melakukan analisa terhadap data vegetasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus :

Kerapatan mutlak (KM) : Jumlah individu jenis i Luasan total petak

Kerapata Relatif (KR) : Kerapatan mutlak jenis i x 100% Kerapatan total semua jenis

Frekuensi Mutlak (FM) : Jumlah petak ditempati individu jenis i

Luas total petak Frekuensi Relatif (RF) : Frekuensi mutlak jenis i x 100%

Frekuensi total semua jenis

(9)

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan

Spesies Sub plot (jumlah) keseluruJumlah

han

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jatropa 5 39 25 22 14 6 9 11 4 4 139

Choromolaena

odoratum 12 6 0 3 0 0 0 0 0 0 21

Acasia sp 3 14 2 3 5 0 0 0 1 1 29

Parcia speciosa 0 13 18 10 2 0 0 0 1 0 44

Annona

squamosa 0 1 4 4 5 3 2 1 1 0 21

Lantana

camara 18 19 17 16 10 12 9 5 4 3 113

Opuntia sp 2 8 12 10 10 10 9 6 7 6 80

Euphorbia hirta 16 0 0 2 4 1 0 0 0 0 23

A 5 0 0 0 0 0 0 0 0 1 6

B 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7

C 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

D 45 62 30 52 40 26 22 5 9 0 291

E 99 75 60 46 40 33 39 16 17 3 428

F 19 5 1 0 2 0 0 1 7 11 46

G 0 22 10 5 6 4 0 0 0 0 47

H 39 33 3 0 0 0 0 0 0 0 75

I 0 87 11 5 13 9 30 16 20 1 192

J 0 77 54 33 37 40 11 18 17 6 293

K 0 0 0 1 6 0 0 0 0 1 8

L 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1

M 0 0 0 6 1 8 1 0 0 0 16

(10)

4.2 Tabel Analisis Vegetasi No

. Spesies

Jumla

h K KR (%) F FR (%) INP

1. Jatropa sp 139 0.13

9 7.377919 0.01 8.403361 15.78128 2. Choromolaen

a odoratum 21

0.02

1 1.11465

0.00

3 2.521008 3.635658 3. Acasia sp 29 0.029 1.539278 0.007 5.882353 7.421631 4. speciosaParcia 44 0.044 2.335456 0.005 4.201681 6.537137 5. squamosaAnnona 21 0.021 1.11465 0.008 6.722689 7.837339 6. Lantanacamara 113 0.113 5.997877 0.01 8.403361 14.40124 7. Opuntia sp 80 0.08 4.246285 0.01 8.403361 12.64965 8. Euphorbiahirta 23 0.023 1.220807 0.004 3.361345 4.582151

9. A 6 0.006 0.318471 0.002 1.680672 1.999144

10 B 7 0.007 0.37155 0.002 1.680672 2.052222

11. C 4 0.004 0.212314 0.001 0.840336 1.05265

12. D 291 0.291 15.44586 0.009 7.563025 23.00889

13. E 428 0.42

8 22.71762

0.00

7 5.882353 28.59998

14. F 46 0.04

6 2.441614

0.00

7 5.882353 8.323967

15. G 47 0.047 2.494692 0.005 4.201681 6.696373

16. H 75 0.075 3.980892 0.003 2.521008 6.5019

17. I 192 0.192 10.19108 0.009 7.563025 17.75411

18. J 293 0.293 15.55202 0.009 7.563025 23.11504

19. K 8 0.00

8 0.424628

0.00

3 2.521008 2.945637

20. L 1 0.00

1 0.053079

0.00

1 0.840336 0.893415

(11)

6 4

Total 1884 1.88

4 100 0.119 100 200

4.2 Analisis Data

 Rumus : Kerapatan Mutlak (KM) = Jumlah individu jenis i Luas total petak

 KMA : 139 = 0,139 1000

 KMB : 21 = 0,021 1000

 KMC : 29 = 0,029 1000

 KMD : 44 = 0.044 1000

 KME : 21 = 0,021 1000

 KMF : 11 3 = 0,113 1000

 KMG : 80 = 0,08 1000

(12)

1000

 KMI : 6 = 0,006 1000

 KMJ : 7 = 0,007 1000

 KMK : 4 = 0,004 1000

 KML : 2 91 = 0,291 1000

 KMM : 42 8 = 0,428 1000

 KMN : 46 = 0,046 1000

 KMO : 47 = 0,047 1000

 KMP : 75 = 0,075 1000

 KMQ : 1 92 = 0,192 1000

 KMR : 293 = 0,293 1000

 KMS : 8 = 0,008 1000

(13)

1000

 KMU : 16 = 0,016 1000

 Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan mutlak jenis i

Kerapatan total semua jenis x 100 %

 KRA : 0,139 x 100% = 7,38% 1,884

 KRB : 0,021 x 100% = 1,11% 1,884

 KRC : 0,029 x 100% = 1,54% 1,884

 KRD : 0,044 x 100% = 2,34% 1,884

 KRE : 0,021 x 100% = 1,11% 1,884

 KRF : 0,113 x 100% = 6,60% 1,884

 KRG : 0,08 x 100% = 4,25% 1,884

 KRH : 0,023 x 100% = 1,22% 1,884

(14)

 KRJ : 0,007 x 100% = 0,37% 1,884

 KRK : 0,004 x 100% = 0,21% 1,884

 KRL : 0,291 x 100% = 15,45% 1,884

 KRM : 0,428 x 100% = 22,72% 1,884

 KRN : 0,046 x 100% = 2,44% 1,884

 KRO : 0,047 x 100% = 2,49% 1,884

 KRP : 0,075 x 100% = 3,98% 1,884

 KRQ : 0,192 x 100% = 10,19% 1,884

 KRR : 0,293 x 100% = 15,55% 1,884

 KRS : 0,008 x 100% = 0,42% 1,884

 KRT : 0,001 x 100% = 0,05% 1,884

(15)

 Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah petak ditempati individu jenis i Luas total petak

 FMA : 1 0 = 0,01 1000

 FMB : 3 = 0,03 1000

 FMC : 7 = 0,07 1000

 FMD : 5 = 0,05 1000

 FME : 8 = 0,08 1000

 FMF : 10 = 0,01 1000

 FMG : 10 = 0,01 1000

 FMH : 4 = 0,004 1000

 FMI : 2= 0,002 1000

 FMJ : 2 = 0,002 1000

(16)

1000

 FML : 9 = 0,009 1000

 FMM : 10 = 0,01 1000

 FMN : 7 = 0,007 1000

 FMO : 5 = 0,005 1000

 FMP : 3 = 0,003 1000

 FMQ : 9 = 0,009 1000

 FMR : 9 = 0,009 1000

 FMS : 3 = 0,003 1000

 FMT : 1 = 0,001 1000

 FMU : 4 = 0,004 1000

 Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi mutlak jenis i

(17)

 FRA : 0,01 x 100% = 8,20% 1,884

 FRB : 0,003 x 100% = 2,46% 1,884

 FRC : 0,007 x 100% = 5,74% 1,884

 FRD : 0,005 x 100% = 4,10% 1,884

 FRE : 0,008 x 100% = 6,56% 1,884

 FRF : 0,01 x 100% = 8,20 1,884

 FRG : 0,01 x 100% = 8,20 1,884

 FRH : 0,004 x 100% = 3,28% 1,884

 FRI : 0,002 x 100% = 1,64% 1,884

 FRJ : 0,002 x 100% = 1,64% 1,884

(18)

 FRL : 0,009 x 100% = 7,38% 1,884

 FRM : 0,01 x 100% = 8,20% 1,884

 FRN : 0,007 x 100% = 5,74% 1,884

 FRO : 0,005 x 100% = 4,10% 1,884

 FRP : 0,003 x 100% = 2,46% 1,884

 FRQ : 0,009 x 100% = 7,39% 1,884

 FRR : 0,009 x 100% = 7,39% 1,884

 FRS : 0,003 x 100% = 2,46% 1,884

 FRT : 0,001 x 100% = 0,82% 1,884

 FRU : 0,004 x 100% = 3,28% 1,884

 Rumus : Nilai Penting (NP) = KR + FR

(19)

 Spesies B NP : 1,11 + 2,46 = 3,57%

 Spesies C NP : 1,54 + 5,74 = 7,28%

 Spesies D NP : 2,34 + 4,10 = 6,43%

 Spesies E NP : 1,11 + 6,56 = 7,67%

 Spesies F NP : 6,00 + 8,20 = 14,49%

 Spesies G NP : 4,25 + 8,20 = 12,44%

 Spesies H NP : 1,22 + 3,28 = 4,50%

 Spesies I NP : 0,32 + 1,64 = 1,96%

 Spesies J NP : 0,37 + 1,64 = 2,01%

 Spesies K NP : 0,21 + 0,82 = 1,03%

 Spesies L NP : 15,45 +7,38 = 22,82%

 Spesies M NP : 22,72 + 8,20 = 30.91%

 Spesies N NP : 2,44 + 5,74 = 8,18%

 Spesies O NP : 2,49 + 4,10 = 6,59%

 Spesies P NP : 3,98 + 2,46 = 6,44%

 Spesies Q NP : 10,19 + 7,38 = 17,57%

 Spesies R NP : 15,55 + 7,38 = 22,93%

 Spesies S NP : 0,42 + 2,46 = 2,88%

 Spesies T NP : 0,05 + 0,02 = 0,87%

 Spesies U NP : 0,85 + 3,28 = 4,13%

4.3 Pembahasan

(20)

digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Ramazas, 2012).

Praktikum kali ini, metode yang digunakan yaitu metode transek yang digunakan berupa persegi panjang dengan ukuran panjang 100 meter dan lebar 10 meter, dengan menghitung setiap vegetasi dengan jalur lurus (kontinyu). Luas kawasan yang diamati dengan jarak antar jalur 10 x 10 meter. Dalam persegi panjang dibuat segmen (petak contoh) sebanyak 10 petak. Dari hasil analisis vegetasi, ditemukan sebanyak 21 jenis tanaman, yang terdiri dari spesies A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M. N, O, P, Q, R, S, T dan U. Berdasarkan data yang didapatkan dari tabel penentuan jenis tanaman, A berjumlah 139, spesies B berjumlah 21, spesies C berjumlah 29, spesies D berjumlah 44, spesies E berjumlah 21, spesies F berjumlah 113, spesies G berjumlah 80, spesies H berjumlah 23, spesies I berjumlah 6, spesies J berjumlah 7, spesies K berjumlah 4, spesies L berjumlah 291, spesies M berjumlah 428, spesies N berjumlah 46, spesies O berjumlah 47, spesies P berjumlah 75, spesies Q berjumlah 192, spesies R berjumlah 293, spesies S berjumlah 8, spesies T berjumlah 1, dan spesies U berjumlah 4. Total jumlah spesies sebanyak 1884.

Jenis spesies yang paling banyak ditemukan pada plot yaitu jenis spesies M berjumlah 428 sedangkan yang paling sedikit yaitu jenis spesies T berjumlah 1. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor pembatas seperti iklim, suhu, curah hujan, cahaya, tanah dan lain-lain, sehingga jenis spesies M lebih mendominansi pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis spesies lainnya.

(21)

Kerapatan relatif spesies A yaitu 7,38%, spesies B yaitu 1,11%, spesies C yaitu 1,54%, spesies D yaitu 2,34%, spesies E yaitu 1,11%, spesies F yaitu 6,00, spesies G yaitu 4,25%, spesies H yaitu 1,22%, spesies I yaitu 0,32%, spesies J yaitu 0,37%, spesies K yaitu 0,21%, spesies L yaitu 15,45%, spesies M yaitu 22,72%, N yaitu 2,44%, spesies O yaitu 2,49%, spesies P yaitu 3,98%, spesies Q yaitu 10,19%, spesies R yaitu 15,55%, spesies S yaitu 0,42%, spesies T yaitu 0,05%, dan spesies U yaitu 0,85%. Menurut Andri (2011), nilai kerapatan suatu spesies tumbuhan sangat dipengaruhi oleh jumlah suatu individu dan luas kawasan yang didiaminya

Pada frekuensi mutlak spesies A yaitu 0,01, spesies B yaitu 0,003, spesies C yaitu 0,007, spesies D yaitu 0,005, spesies E yaitu 0,008, spesies F yaitu 0,01, spesies G yaitu 0,01, spesies H yaitu 0,004, spesies I yaitu 0,002, spesies J yaitu 0,002, spesies K yaitu 0,001, spesies L yaitu 0,009, spesies M yaitu 0,01, N yaitu 0,007, spesies O yaitu 0,005, spesies P yaitu 0,003, spesies Q yaitu 0,009, spesies R yaitu 0,009, spesies S yaitu 0,003, spesies T yaitu 0,001, dan spesies U yaitu 0,004. Jumlah keseluruhan dari frekuensi mutlak yaitu 0,122.

Dari hasil frekuensi mutlak, selanjutnya dibagi total frekuensi untuk menentukan frekuensi relatif. Frekuensi relatif spesies A yaitu 8,20%, spesies B yaitu 2,46%, spesies C yaitu 5,74%, spesies D yaitu 4,10%, spesies E yaitu 6,56%, spesies F yaitu 8,20, spesies G yaitu 3,28%, spesies H yaitu 1,64%, spesies I yaitu 1,64%, spesies J yaitu 0,82%, spesies K yaitu 7,38%, spesies L yaitu 8,20%, spesies M yaitu 5,74%, N yaitu 4,10%, spesies O yaitu 2,46%, spesies P yaitu 7,38%, spesies Q yaitu 7,38%, spesies R yaitu 2,46%, spesies S yaitu 0,42%, spesies T yaitu 0,82%, dan spesies U yaitu 3,28%. Menurut Novita (2012), frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.

(22)

spesies G berjumlah 12,44, spesies H berjumlah 4,50, spesies I berjumlah 1,96, spesies J berjumlah 2,01, spesies K berjumlah 1,03, spesies L berjumlah 22,82, spesies M berjumlah 30,91, spesies N berjumlah 8,18, spesies O berjumlah 6,59, spesies P berjumlah 6,44, spesies Q berjumlah 17,57, spesies R berjumlah 22,93, spesies S berjumlah 2,88, spesies T berjumlah 10,87, dan spesies U berjumlah 4,13. Menurut (Wirakusumah, 2003) semakin luas petak contoh yang dibuat maka semakin banyak macam spesies yang terdapat pada petak contoh tersebut. Artinya semakin luas habitat tempat tersebut maka spesies yang kita temukan akan semakin banyak..

BAB V PENUTUP

5.1Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil praktikum kali ini adalah sebagai berikut :

(23)

berjumlah 44, spesies E berjumlah 21, spesies F berjumlah 113, spesies G berjumlah 80, spesies H berjumlah 23, spesies I berjumlah 6, spesies J berjumlah 7, spesies K berjumlah 4, spesies L berjumlah 291, spesies M berjumlah 428, spesies N berjumlah 46, spesies O berjumlah 47, spesies P berjumlah 75, spesies Q berjumlah 192, spesies R berjumlah 293, spesies S berjumlah 8, spesies T berjumlah 1, dan spesies U berjumlah 4. Total jumlah spesies sebanyak 1884.

2. Penyebaran dari suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas yang diamati yaitu secara tidak teratur.

3. Kerapatan mutlak tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 2,06 sedangkan kerapatan mutlak terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,001. Pada kerapatan relatif tertinggi terdapat pada spesies M dengan jumlah 22,72%. Sedangkan kerapatan relatif terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,5 %. Pada Frekuensi mutlak tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 0,01 sedangkan frekuensi mutlak terendah terdapat pada spesies K dan T yaitu 0,001. Pada frekuensi relatif tertinggi terdapat pada spesies A, F, G dan M yaitu 8,20 % sedangkan frekuensi relatif terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,82 %. Nilai penting tertinggi terdapat pada spesies R yaitu 22,93% dan nilai penting yang terendah terdapat pada spesies T yaitu 0,87 %.

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum ini,harus lebih teliti dalam melakukan praktikum agar hasil yang diperoleh dapat lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, 1995. Biologi lingkungan, Ganexa Exact, Bandung.

Campbell, 2004. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia

Guritno, 1995, Analisis Pertumbuhan Tanaman, Rajawali Press, Jakarta.

(24)

Indriyanto, 2006, Ekologi Hutan, Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta.

Irwanto, 2007. Pengantar Ekologi. Remadja Karya CV. Bandung.

Novita, 2012, Laporan Ekologi Tumbuhan. http://novita-ristiani. blogspot. Com/ 2012/05/laporan-ekologi-tumbuhan.html,Diakses pada tanggal 18 Maret 2015.

Oosting, 1956, Dasar-Dasar Ekologi, UGM University Press, Yogyakarta.

Ramazas, 2012, Ekologi Umum Edisi Kedua. UGM. Yogyakarta.

Soegianto, Agoes, 1994, Ekologi kuantitatif, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Soerianegara, 1988, Buku Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan, UMM Press, Malang.

LEMBAR ASISTENSI

Nama : Fitriana

NIM : G 401 13 056

Kelompok : V (Lima) Asisten : Masnawati

No

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini a+ala# tingkatan +ari 0enggunaan

perencanaan persediaan barang yang lebih baik sehingga dapat menentukan stok minimum, waktu pemesanan kembali dan jumlah pemesanan yang optimal agar tidak lagi

Kuliah Kerja Nyata (KKN) muncul dari konsep kesadaran mahasiswa sebagai calon sarjana untuk dapat memanfaatkan sebagian waktu belajarnya,

96 4A KEPALA UPT DIKPORA KECAMATAN PURWOREJO DINDIKPORA SRI ANTENG, S.Pd, MM 97 4B KASUBAG TATA USAHA UPT DIKPORA KECAMATAN PURWOREJO DINDIKPORA YUNI WIJAYANTI, SE, MM 98 4A KEPALA

Untuk mengetahui apakah modal sendiri memberikan pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap sisa hasil usaha (SHU) pada Koperasi INTI Bandung periode 2008-2012,

Waktu Pelaksanaan : Maret 2013 s/d Juni 2013 Posisi Penugasan : Tukang Pasang Batu Status kepegawaian : Tidak Tetap. 9.4

Sistem informasi juga memberikan rekomendasi proses pengadaan barang sehingga dapat diketahui kapan staf harus pesan barang, berapa jumlah barang yang dipesan dengan

Level seroprevalensi HPAI subtipe H5 pada itik 3 sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan level seroprevalensi HPAI subtipe H5 pada entok, yang mengindikasikan