• Tidak ada hasil yang ditemukan

05 Manual Code of Conduct Safer Access

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "05 Manual Code of Conduct Safer Access"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Code of Conduct & Safer Access

A. Code of Conduct

Code of conduct atau kode perilaku adalah Etika dan Aturan Main Antara Badan Kemanusiaan Internasional dalam Kegiatan Bantuan Kemanusiaan. Merupakan rumusan dari hasil Kesepakatan antara 7(tujuh) Badan Kemanusiaan Internasional yaitu : ICRC, IFRC, Caritas International, International Save the Children, Lutheran World Federation, Oxfam dan World Council of Churches. Kesepakatan tersebut berupa ketentuan dasar yang mengatur standardisasi Perilaku Badan Kemanusiaan Internasional serta Pekerja Kemanusiaan untuk menjamin Independensi dan Efektifitas dalam penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan

Agar penerapan menyeluruh dapat diterapkan, maka Code of Conduct ini diadopsi oleh Federasi melalui General Assembly and The Council of Delegates (Birmingham, 1993) dan International Conference (Geneva, 1995);

Code of conduct terdiri dari 10(sepuluh) Prinsip Dasar berkenaan dengan Humanitarian Relief Operation serta 3(tiga) Annex yang mengatur hubungan antara Badan/Organisasi Kemanusiaan dengan Pemerintah Setempat, Negara Donor dan Organisasi Antar Negara khususnya pada saat bencana. Karena prinsipnya yang mengikat dan harus diterapkan secara nyata oleh personel lembaga yang bersangkutan, maka bagi Federasi, tugas seorang anggota Delegasi Federasi jika ditempatkan di suatu negara, maka ia harus mensosialisasikan Code of Conduct ini kepada Perhimpunan Nasional dimana ia ditugaskan.

Adapun kesepuluh kode perilaku tersebut adalah : 1. Kewajiban kemanusiaan adalah prioritas utama.

- Pengakuan atas Hak Korban Bencana/Konflik yaitu – Hak Untuk Memperoleh Bantuan Kemanusiaan – dimanapun ia berada

- Komitment untuk menyediakan Bantuan Kemanusiaan kepada korban bencana/konflik, diamanapun atau kapanpun ia diperlukan

- Akses terhadap lokasi bencana/konflik dan terhadap korban tidak dihalang-halangi

- Dalam memberikan bantuan kemanusiaan tidak menjadi bagian dari suatu kegiatan politik atau partisan

2. Bantuan diberikan tanpa pertimbangan ras, kepercayaan ataupun kebangsaan dari penerima bantuan atau pun perbedaan dalam bentuk apa pun.

(2)

- Mengakui peranan penting Kaum Wanita dan menjamin bahwa peranan tersebut harus didukung dan didayagunakan

- Terjaminnya akses terhadap sumber-sumber daya yang diperlukan serta akses yang seimbang terhadap korban bencana/konflik

3. Bantuan tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik dan agama. - Tidak mengikuti suatu pendirian politik atau keagamaan tertentu

- Bantuan diberikan kepada Individu, Keluarga dan Kelompok Masyarakat yang memerlukan bantuan – tidak tergantung/memandang pada predikat apa yang melekat pada penerima bantuan

4. Tidak menjadi alat kebijakan pemerintah luar negeri.

- Badan Kemanusiaan Internasional harus dapat menjamin Independensinya terhadap Negara Donor yang mempercayakan penyaluran bantuannya;

- Badan Kemanusiaan Internasional harus dapat mengupayakan lebih dari satu sumber bantuan

5. Menghormati kebiasaan dan adat istiadat.

- Tidak bertentangan dengan adat istiadat setempat 6. Membangun respon bencana sesuai kemampuan setempat.

- Memanfaatkan keberadaan LSM serta tenaga lokal yang tersedia dalam implementasi kegiatan

- Pengadaan komoditas bantuan serta Jasa dari sumber-sumber setempat;

- Mengutamakan koordinasi

7. Melibatkan penerima bantuan dalam proses manajemen bencana.

- Mengupayakan partisipasi masyarakat hingga pemanfaatan sumber-sumber daya masyarakat yang tersedia;

8. Bantuan yang diberikan hendaknya untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana di kemudian hari.

- Bantuan kemanusiaan diberikan, tidak semata-mata memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga diupayakan agar dapat mengurangi tingkat kerentanan masyarakat (korban bencana/konflik) di masa depan - Memperhatikan kepentingan lingkungan dalam merekayasa dan

implementasi program-program

- Menghindari sikap ketergantungan yang berkepanjangan terhadap bantuan-bantuan eksternal

9. Bertanggung-jawab kepada pihak yang kita bantu dan yang memberi kita bantuan.

- Bantuan kemanusiaan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada mereka yang berhak menerimanya dan kepada pihak Donor - Bantuan kemanusiaan harus dikelola secara terbuka/transparansi, baik

dari perspective Finansial maupun Efektifitas kegiatan

(3)

10.Dalam kegiatan informasi, publikasi dan promosi, harus memandang korban sebagai manusia yang bermartabat.

- Mengakui martabat daripada korban bencana/konflik

- Dalam publikasi, tidak hanya menonjolkan tingkat penderitaan korban bencana, tetapi juga perlu menonjolkan upaya/kapasitas masyarakat dalam mengatasi penderitaan mereka

- Kerjasama dengan Media dalam rangka meningkatkan perhatian dan kontribusi masyarakat – tidak didasarkan pada adanya tekanan, vested interest atau publisitas baik dari lingkungan internal maupun eksternal - Dalam media coverage – diupayakan tidak menimbulkan kesan

persaingan dengan Badan Kemanusiaan lainnya

- Tidak merusak situasi/atmosphere ditempat dimana Badan Kemanusiaan itu bekerja, demikian pula keamanan dari para Pekerjanya

B. Safer Access

Pada saat konflik terjadi, kerawanan menjadi korban bagi mereka yang memberi bantuan adalah sebuah hal yang sulit dihindarkan. Setiap saat pemberi bantuan dapat turut menjadi korban pertikaian. Misalnya, disandera atau ditawan, terkena peluru, senjata tajam hingga mortir secara tidak disengaja dan terbunuh. Terkenanya pemberi bantuan menjadi korban, tentu akan berpengaruh bagi kelancaran sampainya bantuan bagi yang membutuhkan. Untuk itu, pada saat konflik atau perang terjadi, pemberi bantuan harus memperhatikan betul bagaimana ia bisa selamat dan terhindar dari akibat yang membuatnya dapat turut menjadi korban. Bagaimana memperoleh keamanan dan bagaimana tindakan aman yang harus dilakukan oleh pemberi bantuan di situasi konflik inilah yang disebut dengan safer access. Intinya dapat disimpulkan bahwa safer access adalah Kerangka kerja yang disusun agar pemberi bantuan dapat memiliki AKSES YANG LEBIH BAIK

terhadap populasi yang terkena dampak konflik dan dapat BEKERJA LEBIH AMAN dalam situasi konflik. Kerangka kerja tersebut terdiri dari pedoman bagi organisasi dan individu agar lebih aman bekerja dalam situasi konflik.

Ada tiga hal yang menjadi kerangka kerja tersebut yaitu : 1. Keamanan pemberi bantuan (mis, PMI) dalam konflik

(4)

Kunci dari bagaimana dapat berlaku tepat, tentu sebelumnya harus mengerti dan memahami bagaimana situasi konflik yang terjadi. Pemberi bantuan harus mengetahui peta konflik dan peta situasi atau lokasi yang ada. Misalnya, mengetahui siapa yang berkonflik, dimana lokasi-lokasi yang menjadi basis pertahanan dan daerah konflik terbuka terjadi, dimana lokasi pengungsi, mengetahui jalur atau akses jalur wilayah yang aman dan sebagainya.

2. Dasar Hukum dan Kebijakan Gerakan

Andaikan yang memberi bantuan pada saat konflik adalah PMI, maka anggota PMI selain harus mengetahui tipe-tipe konflik maka harus mengetahui juga, apa dasar hukum yang dipakai oleh PMI untuk bertindak dalam situasi konflik. Selain itu, pemahaman akan hak, kewajiban dan keterbatasan PMI di saat konflik dan aturan lain yang terkait dengan posisi sebagai anggota PMI dalam situasi konflik juga menjadi sebuah hal yang harus diketahui. Selain itu, tentunya relevansi penerapan dasar hukum internasional dan internasional bagi pemberian bantuan merupakan pengetahuan dasar yang melekat.

Dasar Hukum Internasional meliputi :

A. Konvensi Jenewa (1949)

I. Melindungi anggota angkatan bersenjata yang luka dan yang sakit dalam pertempuran di darat

II. Melindungi anggota angkatan bersenjata yang luka, sakit dan mengalami kapal karam dalam pertempuran di laut

III. Melindungi para tawanan perang

IV. Melindungi penduduk sipil

B. Protokol Tambahan (1977)

I. Protokol I :

Memperkuat perlindungan kepada para korban konflik bersenjata internasional

II. Protokol II:

(5)

III. Protokol III (2005)

Pengesahan dan pengakuan Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan

Dasar Hukum Nasional meliputi :

I. UU No 59 tahun 1958 – keikutsertaan negara RI dalam Konvensi-Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949

II. Keppres RI no 25 tahun 1950 – pengesahan dan pengakuan Perhimpunan Nasional Palang Merah Indonesia

III. Keppres RI no 246 tahun 1963 – tugas pokok dan kegiatan PMI IV. AD/ART Palang Merah Indonesia

V. Garis-Garis Kebijakan Palang Merah Indonesia VI. Protap Tanggap Darurat Bencana PMI

3. Tujuh Pilar

Adalah “Pedoman/ acuan yang efektif untuk menciptakan kesadaran personal pemberi bantuan pada semua tingkat tentang berbagai hal penting yang harus dipertimbangkan pada saat akan memberikan perlindungan maupun bantuan bagi para korban konflik”. Ketujuh pilar itu meliputi :

a. Penerimaan terhadap Organisasi

Organisasi bantuan kita harus ‘diterima’ oleh lingkungan dimana operasi kemanusiaan dilakukan.

b. Penerimaan terhadap Individu dan Tingkah Laku Pribadi

Tingkah laku pribadi dapat berpengaruh kepada penerimaan terhadap individu dan berpengaruh pula pada penerimaan terhadap organisasi. c. Identifikasi

Tanda pengenal bahwa kita menjadi anggota organisasi harus selalu melekat.

d.

Komunikasi Internal

Informasi internal hendaknya mengalir cepat, tepat dan akurat. Cepatnya informasi dapat mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Untuk itu penting adanya membuat perencanaan.

e. Komunikasi Eksternal

(6)

selain hanya ‘apa yang dilakukan’ dan bukan ‘apa yang dirasakan, dilihat, didengar’ dan sebagainya.

f. Peraturan Keamanan

Peraturan harus ditandatangani oleh setiap anggota, Mempunyai suatu sistim untuk memastikan terlaksananya peraturan tersebut dan Peraturan itu haruslah selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan situasi.

g. Tindakan Perlindungan

Memilih tindakan perlindungan aktif atau pasif atau kombinasi keduanya dan adanya jaminan asuransi.

Referensi

1. ICRC database (3.2.5.1 Conflict environment) 2. ICRC, Film “Mobile 121 Calling”, ICRC, Geneva

3. PMI Statutes

Referensi

Dokumen terkait

dfLAPORAN PELAKSANAAN PRAKTEK PEMANTAPAN KEMAMPUAN MENGAJAR (PKM) Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Mengajar (PDGK 4209) S1 PGSD Universitas Terbuka DISUSUN OLEH : NAMA : .....................NIM : .....................SEMESTER: IV (EMPAT) UPBJJ : UT PANGKAL PINANG POKJAR : MUNTOK MASA REGISTRASI : 2015.1 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH UNIVERSITAS TERBUKA PANGKAL PINANG TAHUN 2015 2 / 9 ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PELAKSNAAN PRAKTEK PEMANTAPAN KEMAMPUAN MENGAJAR (PDGK 4209) Oleh ..................... telah diketahui dan disahkan oleh Bapak Sarbudiono, S.Pd selaku Pembimbing Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM) di UPBJJ UT Pangkal Pinang Pokjar Muntok sebagai salah satu tugas akhir semester IV (Empat). Tempat : Muntok Hari : Minggu Tanggal : Mei 2015 Pembimbing Mahasiswa Sarbudiono, S.Pd ..................... NIP. 19680528 199103 1 005 NIM. ..................... 3 / 9 iii KATA PENGANTAR Alhamdullilah, segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT dan atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan pelaksanaan praktek Pemantapan Kemampuan Mengajar ini dengan baik. Melalui mata kuliah ini, penulis berlatih untuk menerapkan berbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dipelajari dalam kegiatan merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran, sehingga penulis dapat mengoreksi diri agar menjadi seorang guru yang profesional. Penyusunan laporan tugas akhir semester IV ini tentu tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, diantaranya : 1.Bapak Drs. Syarif Fadillah, M.Si, selaku kepala UPBJJ UT Pangkal Pinang; 2.Bapak Hermansyah selaku pengelolah UT pangkal Pinang Pokjar Muntok; 3.Bapak Sarbudiono, S.Pd selaku Pembimbing Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Mengajar di UPBJJ UT Pangkal Pinang Pokjar Muntok; 4.Bapak Mulkan selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri 4 Jebus; 5.Bapak Sarmin selaku Kepala sekolah Dasar Negeri 5 Simpang Teritip; 6.Bapak Jhoni Darma Putra, S.Pd.SD selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri 6 Parittiga; 7.Bapak Parjana, S.Pd.SD selaku Supervisor 2 yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan Praktek Pemantapan Kemampuan Mengajar; 8.Kedua orang tua dan teman Mahasiswa yang telah memberi bantuan baik moral, maupun materi dan juga semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan walaupun penulis telah bekerja dengan maksimal. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan, selanjutnya penulis berharap Laporan pelaksanaan praktek Pemantapan Kemampuan Mengajar ini akan memberi manfaat bagi pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan. Muntok, Mei 2015 Penulis, 4 / 9 iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................ iv BAB I. PENDAHULUAN......................................................................1 A.Latar Belakang ...........................................................................1 B.Deskripsi Profil Mahasiswa .............................................................2 BAB II. PELAKSANAAN PKM.......................................................................... 3 A.Manfaat Mengikuti PKM ...............................................................3 B.Tempat Pelaksanaan PKM ..............................................................3 C.Waktu Pelaksanaan PKM ...............................................................3 BAB III. ULASAN PROSES SELAMA PELAKSANAAN PKM .....................5 A.Temuan Dalam Praktek Mengajar Mata Pelajaran Eksakta ........................5 B.Temuan Dalam Praktek Mengajar Mata Pelajaran Non Eksakta ..................5 BAB IV. PENUTUP.............................................................................6 A.Kesimpulan ................................................................................. 6 B.Saran ......................................................................................... LAMPIRAN ............................................................................................. oLembar Kelengkapan Berkas Laporan Praktek PKM ...............................oSurat Rekomendasi Kepaka Sekolah ...................................................oSurat Kesediaan Teman Sejawat .......................................................o10 (Sepuluh) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................................... o3 (Tiga) APKG 1 dan APKG 2 .........................................................o10 (Sepuluh) Lembar Refleksi .........................................................o10 (Sepuluh) Lembar Observasi .......................................................oJurnal Pembimbingan .................................................................... 5 / 9 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Mengajar pada hakekatnya ialah membelajarkan siswa, dalam arti mendorong dan membimbing siswa belajar. Membelajarkan siswa mengandung maksud agar guru berupaya mengaktifkan siswa belajar. Dengan demikian, di dalam proses pembelajaran guru menggunakan berbagai strategi dan media semata-mata supaya siswa belajar (Sri Anitah W, dkk, 2009:1.3). Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama adalah mendidik, mengajar, membimbing, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Ketegasan di atas menjelaskan bahwa guru harus memiliki sikap keprofesionalisme yang harus dimiliki. Profesional sendiri adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Berdasarkan pelaksanaan kegiatan Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM) yang telah dilaksanakan, diharapkan memperoleh pengetahuan dan pengalaman dan untuk mengetahui hasil pelaksanaan kegiatan Pemantapan Kemammpuan Mengajar (PKM) maka perlu disusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan tersebut guna dijadikan acuan untuk pelaksanaan pembelajaran lebih baik. Kegiatan Praktek Pemantapan Kemampuan Mengajar dilaksanakan di SD Negeri 4 Jebus yang beralamat di Desa Limbung, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat. SD Negeri 4 Jebus dikepalai oleh bapak Mulkan memiliki 7 tenaga pendidik dan 2 tenaga kependidikan. Sekolah ini memiliki 6 rombel dengan jumlah siswa 108 orang yang kebanyakan merupakan penduduk setempat.