220
I Nyoman Pasek Nugraha, Kadek Rihendra Dantes, Nyoman Arya Wigraha
ABSTRACT
Keywords: composites, polyester, fiber, hibiscus tiliaceus, jukung ABSTRAK
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi material komposit polimer mengalami perkembangan yang sangat pesat pada satu dasa warsa terakhir, khususnya pada penggunaan serat alam sebagai media penguatan menggantikan serat sintesis. Penggunaan serat alam tersebut didorong oleh efek negatif serat sintesis yang limbahnya mencemari lingkungan dan sulit untuk didaur ulang, sehingga pemanfaatan serat alam yang ramah lingkungan merupakan langkah bijak
untuk menjaga kelestarian lingkungan. Indonesia merupakan negara dengan berbagai keragaman hayati yang kaya akan bahan-bahan serat alam, seperti: bambu, kapas, kapuk, rami, goni, sisal, kelapa, pisang, sawit, waru, dan lain sebagainya. Bagi pelaku industri material di Indonesia, penggunaan serat alam sebagai media penguatan komposit merupakan sebuah langkah positif untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Serat alam yang belum memiliki nilai jual, masih banyak dan memiliki karakteristik
KARAKTERISASI MEKANIS KOMPOSIT POLYESTER
BERPENGUAT SERAT WARU SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN
PEMBUATAN JUKUNG DI BALI
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FTK UNDIKSHA Email: paseknugraha@undiksha.ac.id
The Waru’s bast fiber have the excellent potency regarding the strength that is employed as reinforcement. The purpose of this research is to know the characteristic of polyester composite material reinforced by waru bast fiber as an alternative material of jukung manufacture. The Variation of NaOH solution used were 0, 5, 10, and 15% with 1 and 2 hours of immersion time. Three type of synthetic resin were used in this study, polyester yusalac BTQN 157, 108EX, and 38K. Composites specimen with variation 0, 10, 20, 30, 40, and 50% of volume fraction.
The experimental results showed that fiber tensile and impact strength influence by alkali treatment. Tensile strength of 5% NaOH treatment with 2 hours of emersion time is 477,501 MPa and untreated fiber is 408, 175 MPa. The maximum impact strength obtained is 26,948 J/m2 on the 40% volume fraction with Polyester Yusalac BTQN 157. It can be used as a reference in determining alternative raw material jukung manufacture as an alternative to synthetic fiber replacement.
Waru (Hibiscus tiliaceus) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan serat pada kulit batang, berpotensi sebagai penguat komposit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik material komposit polyester berpenguat serat batang waru sebagai alternatif bahan pembuatan jukung. Proses perlakuan awal serat dengan variasi larutan NaOH sebesar 0, 5, 10, dan 15% dengan waktu perendaman selama 1 dan 2 jam. Matrik polyester yang digunakan adalah resin yucalac BQTN 157, 108 EX, dan 83k. Pembuatan spesimen komposit dengan variasi fraksi volume 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perlakuan alkali dengan konsentrasi 5% NaOH yang direndam selama 2 jam menghasilkan kekuatan tarik serat yang paling tinggi sebesar 477,501 MPa. Karakteristik kekuatan impact komposit polyester berpenguat serat kulit batang waru pada fraksi volume 40% paling mendekati ideal yakni sebesar 26,948 J/m2. Hal ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan alternatif
bahan baku pembuatan jukung sebagai alternatif pengganti serat sintetis yaitu fiberglass. Kata kunci: komposit, polyester, serat, waru, jukung
221 yang sama dengan serat-serat alam lainnya yaitu serat kulit waru (Simatupang R, 2011). Waru merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal oleh penduduk Indonesia. Jenis ini biasanya dapat ditemukan dengan mudah karena tersebar luas di daerah tropis dan terutama tumbuh berkelompok di pantai berpasir atau daerah pasang surut. Waru (Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Waru tumbuh liar di hutan dan di ladang, kadang-kadang ditanam di pekarangan atau di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun-daunnya lebih lebar. Pohon, tinggi 5-15 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang, warnanya cokelat.
Daun bertangkai, tunggal, berbentuk jantung atau bundar telur, diameter sekitar 19 cm. Pertulangan menjari, warnanya hijau, bagian bawah berambut abu- abu rapat. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan, bertaju 8-11 buah, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal bagian dalam, berubah menjadi kuning merah, dan akhirnya menjadi kemerah-merahan. Buah bulat telur, berambut lebat, beruang lima, panjang sekitar 3 cm, berwarna cokelat. Biji kecil, berwarna cokelat muda. Daun mudanya bisa dimakan sebagai sayuran. Kulit kayu berserat, biasa digunakan untuk membuat tali.
Komposit serat kulit pohon waru adalah material gabungan antara serat kulit pohon waru dan resin sintetis. Kulit batang waru dihasilkan dari proses pengelupasan dari kayu dan mengalami proses perendaman dalam air selama kurang lebih selama 30 hari (Suwandi dan Hendrati, 2014). Material ini juga sering disebut dengan komposit serat alam atau natural fiber composites (NFC). Komposit serat alam merupakan salah satu jenis komposit yang termasuk kedalam komposit berbasis matrik polimer yang dikombinasikan dengan serat
alam. Komposit serat alam pada dasarnya sama dengan komposit pada umumnya, yaitu kombinasi dari dua atau lebih material dengan sifat mekanik yang berbeda serta mengkombinasikan sifat-sifat mekanik tersebut akan menghasilkan sifat mekanik yang lebih baik secara keseluruhan dari material komposit (Tambyrajah, 2015).
Pemanfaatan serat kulit waru sebagai bahan rekayasa, diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi dan nilai teknologi material yang ramah lingkungan. Secara teknis, serat kulit waru memiliki kekuatan tarik yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Rianto yang menyatakan bahwa biokomposit dengan menggunakan kulit waru berhasil meningkatkan kekuatan bending cukup signifikan dibanding dengan bioplastik dari pati (13,57 MPa) dengan hasil tertinggi didapat pada variasi 3 layer dan 5% gliserol sebesar 50,58 MPa (Rianto, 2011). Untuk matrix yang digunakan dalam penelitian ini adalah unsaturated polyester matrix Yukalac 157® BQTN-EX yang merupakan salah satu resin thermoset yang mudah diperoleh dan digunakan oleh masayarakat umum dan industri besar dan kecil. Matrix (resin) ini mempunyai karakteristik yang khas yaitu dapat dibuat kaku dan fleksibel (Saputra, 2012).
Seiring dengan menjamurnya produk dengan bahan dasar resin polyester dengan penguat serat sintetis (fiberglass) di pasaran yang tidak mengindahkan baku mutu dan lingkungan sesuai dengan ketentuan, sehingga saat ini banyak dikembangkan komposit berbasis serat alam. Keunggulan komposit serat alam dibandingkan dengan serat sintetis yaitu komposit serat alam mampu terdegradasi alami dan harganya lebih murah, selain itu fiberglass juga menghasilkan gas Co dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika di daur ulang.
Pembuatan perahu tradisional yang dikenal dengan nama jukung di Bali saat ini menggunakan bahan baku komposit polyester berpenguat fiber glass untuk mencukupi kebutuhan produksinya. Jukung menggunakan
222 bahan ini memiliki keunggulan dibandingkan menggunakan kayu karena lebih ringan, produksi lebih cepat, serta waktu dan biaya yang lebih efisien. Namun, keberlangsungan industri ini tentunya akan mempengaruhi pencemaran lingkungan akibat limbah dari fiber glass yang digunakan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian yang mendalam mengenai pengembangan material serat alam kulit batang waru terhadap sifat mekanis (Kekuatan tarik dan impact).
METODE
Metode perlakuan serat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi proses alkalisasi. Proses preparasi alkalisasi meliputi pembuatan larutan NaOH yaitu dengan menghitung perbandingan volume. Konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 0, 5, 10, dan 15 % dengan waktu perendaman selama 1 dan 2 jam.
Metode pembuatan komposit dilakukan dalam proses percetakan dengan menggunakan cetakan terbuka (Open Mold Process) Hand Lay Up. Poses ini dipilih karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan di dalam ruang kamar (Smith, 1999). Proses ini juga mudah dilakukan dan biaya sangat minimal (Taurista, 2005). Adapun langkah-langkah pembuatan spesimen komposit adalah sebagai berikut:
1. Cetakan dilapisi dengan wax secara merata agar spesimen yang dibuat mudah lepas dari cetakan.
2. Mengukur volume resin sesuai dengan perbandingan volume serat penguat yang dilakukan dengan 4 tahap pengadukan. 3. Katalis dicampurkan sebanyak 1 % dari
volume resin, kemudian diaduk secara merata selama 2 menit dan didiamkan selama kurang lebih 4 menit agar gelembung udara bisa terlepas.
4. Menuangkan campuran resin dan katalis ke dalam cetakan diratakan dengan menggunakan kuas.
5. Meletakkan serat kulit waru sebagai layer pertama keatas resin yang telah dituang
ke dalam cetakan, kemudian di rol atau ditekan-tekan agar gelembung udara yang terperangkap dalam cetakan dapat keluar. Lalu didiamkan selama kurang lebih 15 menit.
6. Membuat campuran resin, dan katalis seperti langkah sebelumnya sebagai pelapis diatas serat waru.
7. Menuangkan campuran resin dan katalis ke dalam cetakan, lalu diratakan dengan kuas.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, terdiri dari beberapa instrumen yaitu: (1) standar pengujian tarik (2) standar pengujian impact, dan (3) analisa uji makrografi. Keseluruhan data hasil pengujian yang diperoleh ini akan digunakan menjadi acuan untuk mengembangkan material komposit polyester berpenguat serat batang waru menjadi bahan pembuatan jukung di Bali.
Analisis data dilakukan pada saat melakukan pengujian terhadap karakterisasi mekanis pengembangan material komposit matrik polyester berpenguat serat waru untuk mendapatkan sifat mekanis terbaik dari beberapa proses yang dilakukan dalam rangka mencari alternatif bahan pembuatan jukung di Bali. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum serat batang waru digunakan sebagai penguat pada komposit maka perlu terlebih dahulu uji tarik serat tunggal. Hasil uji tarik dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Hasil uji tarik serat waru akibat proses
223 Berdasarkan data hasil pengujian dapat diketahui nilai rata-rata kekuatan tarik serat tunggal dari spesimen komposit serat kulit waru dengan perlakuan alkali NaOH 5% selama 2 jam dan tanpa perlakuan alkali. Perbandingan nilai rata-rata kekuatan tarik dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Grafik kekuatan tarik serat waru dengan proses alkalisasi NaOH
Kekuatan tarik serat tertinggi diperoleh pada perlakuan alkali 5% NaOH dengan waktu perendaman selama 2 jam sebesar 477,501 MPa. Nilai ini jauh melebihi standar persyaratan yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia yaitu nilai standar kekuatan tarik sebesar 85 MPa (BKI, 1996).
Namun, seiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan NaOH kekuatan tarik justru mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya kandungan lignin, pectin, hemicellulose, dan gum pada jaringan struktur serat yang menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan.
Data hasil pengujian impak untuk resin 83k, 157, dan 108 dengan fraksi volume serat
sebesar 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 % ditunjukan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Data Hasil Uji Impact dengan variasi fraksi volume serat dan jenis resin
Komposisi Serat (%)
Kekuatan Impact (J/m2)
Resin 83 K Resin 157 Resin 108 0 10 20 30 40 50 3.968 5.202 7.956 11.618 23.866 12.862 7.334 9.782 11.624 15.3 26.948 17.136 4.896 12.24 12.24 17.136 26.326 19.594
Berdasarkan data hasil pengujian di atas dapat diketahui nilai rata-rata kekuatan setiap spesimen komposit serat kulit waru. Perbandingan grafik nilai rata-rata kekuatan impact dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Grafik kekuatan impact komposit serat waru dengan variasi fraksi volume
Hasil pengujian impact menunjukkan bahwa bertambahnya fraksi volume serat dalam komposit meningkatkan kekuatan impact. namun, terdapat kecenderungan mengalami penurunan pada volume fraksi di atas 40%. Hal ini terjadi karena makin banyak serat maka daya ikat antara matrik dan penguat akan berkurang. Taurista dkk. (2005) menyatakan bahwa penambahan serat sebagai penguat dengan perbandingan maksimal 50%.
Volume Fraksi (%) K e k uat a n Im pac t (J /m 2)
224 Hasil foto dengan mikroskop pada spesimen uji perpatahan komposit seperti ditunjukkan pada gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Model Patahan Spesimen Pola patahan pada pengujian uji impact menunjukkan bahwa komposit polyester dengan 35 % serat buah lontar terdapat serabut-serabut kasar yang menunjukkan mekanisme pada daerah ukur (gauge length) adalah mekanisme patahan pull out.
SIMPULAN
Proses perlakuan alkali dengan konsentrasi 5% NaOH pada serat kulit batang waru yang direndam selama 2 jam menghasilkan kekuatan tarik yang paling tinggi yaitu sebesar 477,501 MPa. Nilai ini jauh melebihi standar persyaratan yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yaitu nilai standar kekuatan tarik sebesar 85 MPa, sehingga serat waru dapat digunakan sebagai penguat komposit dalam pembuatan badan kapal/jukung.
Hasil pengujian impact komposit polyester berpenguat serat kulit batang waru menunjukkan bahwa fraksi volume serat (Vf) 40% memiliki kekuatan impact tertinggi sebesar 26,948 J/m2.
Hasil uji makrografi pola patahan pada pengujian uji tarik menunjukkan bahwa komposit polyester dengan serat kulit batang waru terjadi pada daerah ukur (gauge length),
dimana struktur patahan bergelombang dan tidak beraturan yang didominasi dengan terjadinya proses pembesaran void dan pull-out pada serat.
Hasil perlakuan terhadap serat batang waru sebagai penguat material komposit polyester dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan alternatif bahan baku pembuatan jukung karena telah melebihi standar persyaratan yang ditetapkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).
DAFTAR RUJUKAN
ASTM. 1990. Standards and Literature References for Composite Materials. 2nd. American Society for Testing and Materials. Philadelphia: PA.
Biro Klasifikasi Indonesia. 1996. Rules and Regulation for the Classification and
Construction of Ships (Fiberglass
Reinforced Plastics Ships). Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia.
Hashemi, S. and Sandford, S. 1997. “Hybrid Effects on Mechanical Properties of Polyoxymethylene”. Poly. Eng. Sci. vol. 37. pp. 45-54.
Rianto, A. 2011. Karakterisasi Kekuatan Bending dan Hidrofobisitas Komposit Serat Kulit Waru (hibiscus tiliaceus) Kontinyu Bermatrik Pati Ubi Kayu.
Tesis. Malang: Teknik Mesin FT
Universitas Brawijaya.
Saputra, I. N. 2012. Pengaruh Variasi Fraksi
Volume, Temperatur, dan Waktu
terhadap Karakteristik Tarik Komposit Partikel Hollow Glass Microspheres. Surabaya: ITS.
Simatupang, R. dkk. 2011. Pengaruh
Penggunaan Serat waru (Hibiscus
Tiliaseus) Sebagai penguat pada
Komposit Polimer Dengan Matrik
Polipropilena Masplein 2161 terhadap Koefisien Serapan Bunyi. Surabaya: Lemlit DIVA Unesa.
225 Smith, W. F. 1999. Principles of Material
Science and Enginering. New York: Mc-Granhill Book Company.
Suwandi dan Hendrati, R. L. 2014. Perbanyakan Vegetatif Dan Penanaman
Waru (Hibiscus tiliaceus) Untuk
Kerajinan Dan Obat. Jakarta: IPB Press. Taurista, A. Y. dkk. 2005. Komposit lamina
Bambu Serat Woven sebagai Bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass Pada Kulit Kapal, Surabaya: ITS.
Tambyrajah, D. 2015. Indulge & Explore Natural Fiber Composites "An invitation
to product designers". The Netherlands: NFCDesign Platform.
Wang, B., Panigrahi, S., Tabil, L., Crerar, W.J., Powell, T., Kolybaba, M., and Sokhansanj, S. 2002. Flax Fiber-Reinforced Thermoplastic Composites, Journal The Society for Eng. in
Agricultural, Food, and Biological
Systems, Canada: Dep. of Agricultural and Bioresource Eng. Univ. of Saskatchwan, 57 Campus Drive, Saskatoon, SK.