• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN REFRAKTOMETRI (V)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN REFRAKTOMETRI (V)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERCOBAAN V

REFRAKTOMETRI (INDEKS BIAS)

I. Tujuan Percobaan

1. Meningkatkan kemampuan melakukan prosedur kerja laboratorium yang sederhana dengan baik dan efisien.

2. Meningkatkan kemampuan mengumpulkan data, melakukan pengamatan, dan pengukuran, serta membuat perhitungan secara sistematis.

3. Untuk memahami cara kerja refraktometer dan pembacaan indeks bias 4. Untuk menentukan indeks bias dari zat-zat cair yang diujikan

II. Dasar Teori

Pada proses pemantulan dan pembiasan, cahaya dapat terpolarisasi sebagian atau seluruhnya oleh refleksi. Perbandingan intensitas cahaya yang dipantulkan dengan cahaya yang datang disebut reflektansi (R), sedangkan perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan cahaya datang disebut transmitansi (T). Fresnel menyelidiki dan merumuskan suatu persamaan koefisien refleksi dan koefisien transmisi yang dihasilkan oleh pemantulan dan pembiasan

Pembiasan cahaya adalah pembelokan cahaya ketika berkas cahaya melewati bidang batas dua medium yang berbeda indeks biasnya. Indeks bias mutlak suatu bahan adalah perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan cahaya di bahan tersebut. Indeks bias relatif merupakan perbandingan indeks bias dua medium berbeda. Indeks bias relatif medium kedua terhadap medium pertama adalah perbandingan indeks bias antara medium kedua dengan indeks bias medium pertama. Pembiasan cahaya menyebabkan kedalaman semu dan pemantulan sempurna.

Hukum Snellius adalah rumus matematika yang memerikan hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum ini diambil dari matematikawan Belanda Willebrord Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.

(2)

2 Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut datang dan sudut bias adalah konstan, yang tergantung pada medium. Perumusan lain yang ekivalen adalah nisbah sudut datang dan sudut bias sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan nisbah indeks bias.

Perumusan matematis hukum Snellius adalah

atau

atau

Lambang θ1,θ2 merujuk pada sudut datang dan sudut bias, v1 dan v2 pada kecepatan cahaya sinar datang dan sinar bias. Lambang n1 merujuk pada indeks bias medium yang dilalui sinar datang, sedangkan n2 adalah indeks bias medium yang dilalui sinar bias.

Hukum Snellius dapat digunakan untuk menghitung sudut datang atau sudut bias, dan dalam eksperimen untuk menghitung indeks bias suatu bahan.

Pada tahun 1678, dalam Traité de la Lumiere, Christiaan Huygens menjelaskan hukum Snellius dari penurunan prinsip Huygens tentang sifat cahaya sebagai gelombang. Hukum Snellius dikatakan, berlaku hanya pada medium isotropik atau

(3)

3 "teratur" pada kondisi cahaya monokromatik yang hanya mempunyai frekuensi tunggal, sehingga bersifat reversibel. Hukum Snellius dijabarkan kembali dalam rasio sebagai berikut:

Alat pengukur indeks bias adalah refraktometer. Pada refraktometer, sinar konvergen memotong antar muka dari sampel yang tidak diketahui dari indeks bias n dan prisma dengan indeks bias n’ yang telah diketahui, dimana n’>n. sebagian besar dari sinar hanya menyentuh permukaan sehingga akan Nampak berkas sinar dengan batas daerah gelap dan terang yang jelas.

Refraktometer yang umumnya digunakan di dalam pengukuran indeks bias adalah refraktometer Abbe. Dalam hal ini, sinar putih dipantulkan menuju system prisma yang diletakkan pada garis Natrium D untuk mempertajam batas garis gelap dan terang dengan besar panjang gelombang sekitar 589,2 nm. Sinar yang masuk ke dalam prisma akan dideviasikan, lalu disatukan kembali oleh pesawat focal teleskop T sehingga sejajar dengan permukaan atas sisi prisma yang terlihat. Dengan pengaruh sejumlah sinar total yang masuk, akan menjadi seberkas sinar yang terputus dengan batas terang dan gelap yang tajam akibat memasuki kisi sempit di antara kedua permukaan prisma.

Lensa pada teleskop dapat diatur agar mempertajam penglihatan yang ditampakkan pada output teleskop sehingga dapat dengan jelas kita melihat gambar dan juga skala indeks bias yang ditunjukkan oleh refraktometer nantinya. Dan setiap jenis zat cair akan memiliki besar indeks bias yang berbeda pada keadaan suhu tertentu. Hai ini disebabkan oleh pengukuran indeks bias juga terpengaruhi oleh suhu di saat kita melakukan pengukuran. Oleh karena itu, suhu juga perlu dilaporkan ketika mengukur indeks bias di laboratorium.

III. Alat dan Bahan  Refraktometer  Gelas beaker  Pipet tetes  Alcohol

(4)

4  Tissue  Aquades  Larutan Sukrosa 2,5%  Larutan Glukosa 2,5%  Larutan Glukosa 5%  Minyak (Zat A)  Etanol (Zat B)

IV. Prosedur Kerja

Pengoperasian dari refraktometer Abbe, yaitu:

1. Air dari bak thermostat diuji bahwa sedang disirkulasi melalui prisma dan temperature konstan ( 25±0) 0C

2. Prisma yang iluminasi dan refraksi digantung bersama – sama sepanjang satu sisi dan di klep pada sisi yang berlawanan. Klem dibuka dan prisma dipisahkan.

Kedua permukaan prisma dibersihkan dengan hati – hati menggunakan tissue yang telah dibasuh alcohol terlebih dahulu. Bila permukaan prisma sudah bersih dan kering, kedua permukaan prisma dibawa bersama – sama dan klem ditutup. Yakinkan bahwa permukaan prisma bebas dari debu atau pasir ( yang dapat menyebabkan kerusakan bila prisma diklem dengan rapat)

3. 1 – 2 tetes sampel diteteskan pada lubang isian dengan pipet tetes ( yang seharusnya sudah terang sepanjang persimpngan diantara dua prisma yang di klem ).

4. Prisma yang terpasang sepanjang sumbu horizontal dapat diputar dengan knop logam knurled (dibawah skala) dengan tetap menjaga posisi dari cermin teleskop.prisma diputar sampai batas anatar medan terang dan medan gelap terlihat jelas pada teleskop ( jika pengaturan konpensator Abbe tidak tepat maka akan terlihat seberkas sinar berwarna yang tersebar pada perbatasan medan gelap dengan terang).

5. Cermin diatur untuk dapat memantulkan sinar sepanjang sumbu teleskop. Posisi terbaik dapat diperoleh dengan mencoba bila zat cair sudah diberikan , dan suatu saat tidak perlu diadakan perubahan setelan itu untuk mendapatkan sumber cahaya yang mantap.

6. Pada ujung bawah dari teleskop, terdapat knop logam knurled yang berfungsi mengatur kompensator Abbe. Pengatur dianggap benar jika terlihat batas yang tajam antar medan gelap dan medan terang.

(5)

5 7. Prisma diputar hingga batas gelap dan terang tepat berhimpitan dengan titik potong dari garis silang (lensa mata pada teleskop dapat diatur dengan memutarnya untuk membuat garis silang berada pada focus yang tajam).

8. Setelah batas gelap dan terang tepat berhimpitan dengan titik potong dari garis silang, indeks bias dari sampel tersebut dibaca dari skala (diberi tanda nD) suatu saat pengaturan yang selanjutnya telah dibuat. Lensa mata dari pembacaan skala teleskop dapat diatur untuk membuat skala menjadi focus yang tajam.

9. Untuk menyelesaikan pengukuran, permukaan prisma dibersihkan dan dikeringkan kemudian prisma diklem menjadi satu. Penutup protetktif peralatan dilepaskan.

10. Prisma, teleskop dan cermin yang jelas dapat diputar sebagai unit tunggal sepanjang sumbu horizontal. Dengan cara ini memungkinkan untuk membuat permukaan prisma yang jelas menjadi posisi horisontal. Sehingga sebagai alternative sampai pada langkah tiga, setetes zat cair dapat ditransfer secara langsung ke permukaan prisma. Prosedur ini diperlukan untuk pengukuran indeks bias zat cair yang kental..

V. Hasil Pengamatan

Aquades Suhu (0C) Indeks Bias (nD)

I II III 29 29 30 1,3330 1,3330 1,3330 Sukrosa 2,5% Suhu ( 0 C) Indeks Bias (nD) I II III 29,5 30 30 1,3350 1,3350 1,3350 Glukosa 2,5% Suhu ( 0 C) Indeks Bias (nD) I II III 29,5 29,5 30 1,3350 1,3350 1,3350

(6)

6 Glukosa 5% Suhu ( 0 C) Indeks Bias (nD) I II III 30 30 29,5 1,3381 1,3381 1,3381

Minyak (Zat A) Suhu ( 0 C) Indeks Bias (nD) I II III 30 30 30 1,4637 1,4637 1,4637 Zat B Suhu ( 0 C) Indeks Bias (nD) I II III 30 30 30 1,3330 1,3330 1,3330 Suhu rata-rata = 29,70C VI. Perhitungan 1. Aquades r n nDD 

Indeks Bias rata-rata untuk zat cair Aquades

3 3 2 1 D D D D n n n Aquadest n    3 3330 , 1 3330 , 1 3330 , 1    1,3330 D n D n   D D n n ( )2   D D n n 1,3330 1,3330 0 0 1,3330 1,3330 0 0

(7)

7 1,3330 1,3330 0 0 0   1 ) ( 2      n n n r D D 1 3 0   = 0 nDnDr  1,33300

Jadi nD Aquades pada suhu 29,70C adalah 1,3330 ± 0

100% D n r uan RalatKerag 100% 3330 , 1 0  = 0% Kebenaran Praktikum = 100 % - 0% = 100% 2. Sukrosa 2,5 % r n nDD 

Indeks bias rata-rata Sukrosa 2,5%

3 % 5 , 2 D1 D2 D3 D n n n sukrosa n    3 3350 , 1 3350 , 1 3350 , 1    1,3350 D n D n   D D n n ( )2   D D n n 1,3350 1,3350 0 0

(8)

8 1,3350 1,3350 0 0 1,3350 1,3350 0 0 0   1 ) ( 2      n n n r D D 1 3 0   = 0 nDnDr  1,33500

Jadi nD Sukrosa 2,5% pada suhu 29,70C adalah 1,3350 ± 0

100% D n r uan RalatKerag 100% 3350 , 1 0  = 0% Kebenaran Praktikum = 100 % - 0% = 100% 3. Glukosa 2,5 % r n nDD 

Indeks Bias rata-rata Gluosa 2,5%

3 % 5 , 2 D1 D2 D3 D n n n glukosa n    3 3350 , 1 3350 , 1 3350 , 1    1,3350

(9)

9 D n D n   D D n n ( )2   D D n n 1,3350 1,3350 0 0 1,3350 1,3350 0 0 1,3350 1,3350 0 0 0   1 ) ( 2      n n n r D D 1 3 0   = 0 nDnDr  1,33500

Jadi nD Glukosa 2,5% pada suhu 29,70C adalah 1,3350 ± 0

100% D n r uan RalatKerag 100% 3379 , 1 0  = 0% Kebenaran Praktikum = 100 % - 0% = 100% 4. Glukosa 5% r n nDD 

Indeks Bias rata-rata untuk Glukosa 5%

3 % 5 D1 D2 D3 D n n n glukosa n   

(10)

10 3 3381 , 1 3381 , 1 3381 , 1    1,3381 D n D n   D D n n 2 ) (   D D n n 1,3381 1,3381 0 0 1,3381 1,3381 0 0 1,3381 1,3381 0 0 0   1 ) ( 2      n n n r D D 1 3 0   = 0 nDnDr  1,33810

Jadi nD Glukosa 5% pada suhu 29,70C adalah 1,3381 ± 0

100% D n r uan RalatKerag 100% 3381 , 1 0   = 0% Kebenaran Praktikum = 100 % - 0% = 100% 5. Minyak (Zat A) r n nDD 

(11)

11 3 3 2 1 D D D D n n n ZatA n    3 4637 , 1 4637 , 1 4637 , 1    1,4637 D n D n   D D n n ( )2   D D n n 1,4637 1,4637 0 0 1,4637 1,4637 0 0 1,4637 1,4637 0 0 0   1 ) ( 2      n n n r D D 1 3 0   = 0 nDnDr  1,46370

Jadi nD Zat A pada suhu 29,70C adalah 1,4637 ± 0

100% D n r uan RalatKerag 100% 4637 , 1 0  = 0% Kebenaran Praktikum = 100 % - 0% = 100% 6. Zat B

(12)

12 r

n nDD

Indeks Bias rata-rata untuk Zat B

3 3 2 1 D D D D n n n ZatB n    3 3330 , 1 3330 , 1 330 , 1    1,3330 D n D n   D D n n ( )2   D D n n 1,3330 1,3330 0 0 1,3330 1,3330 0 0 1,3330 1,3330 0 0 0   1 ) ( 2      n n n r D D 1 3 0   = 0 nDnDr  1,33300

Jadi nD Zat B pada suhu 29,70C adalah 1,3330 ± 0

100% D n r uan RalatKerag 100% 3330 , 1 0   = 0% Kebenaran Praktikum = 100 % - 0%

(13)

13 = 100%

VII. Pembahasan

Pada percobaan refraktometri ini, sebelum refraktometer digunakan, terlebih dahulu alat refraktometer dikalibrasi dengan cara menentukan indeks bias dari zat cair aquades. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa refraktometer dalam keadaan/ kondisi terkalibrasi dan dicek terhadap standar (air murni). Indeks bias juga dipengaruhi oleh suhu. Saat menguji indeks bias aquades dalam mengkalibrasi refraktometer, perlu diperhatikan kecocokan antara hasil indeks bias dari pengukuran dengan temperature yang ditunjukkan.

Dari hasil pengukuran untuk kalibrasi refraktometer, indeks bias air yang ditunjukkan adalah 1,33300 pada suhu 29,70C. Hal ini menunjukkan bahwa refraktometer yang digunakan dalam kondisi yang baik.

Selanjutnya dilakukan pengukuran untuk zat cair sukrosa 2,5%. Pengukuran diawali dengan membersihkan prisma dengan tissue yang sudah dibasahi alcoho. Setelah kedua permukaan prisma kering, cairan sukrosa 2,5% diteteskan sebanyak 1 tetes saja, lalu kedua prisma direkatkan (diklem) dan dikunci. Melalui teleskop dapat dilihat ketepatan batas daerah gelap dan terang pada titik potong garis silang dengan focus yang tajam (artinya tidak ada bayang-bayang di perbatasan daerah gelap dan terang). Dan melalui teleskop juga dapat kita lihat di bagian bawah focus daerah gelap dan terang terdapat skala pembacaan indeks bias cairan. Pada skala tersebut dapat kami baca dan diukur nilai indeks bias dari zat cair yang diujikan.

Dari hasil 3 kali pengukuran berulang yang telah dilakukan pada suhu 29,70C, diperoleh hasil untuk zat cair sukrosa 2,5% nilai indeks bias rata-ratanya sebesar 1,3350±00. Nilai kebenaran praktikumnya adalah 100%. Sedangkan untuk indeks bias rata-rata dari glukosa 2,5% adalah 1,3350±0 0, dengan kebenaran praktikum sebesar 100%. Dan untuk nilai indeks bias rata-rata dari glukosa 5% adalah 1,3381±0 0 dengan kebenaran praktikum sebesar 100%.

Selain itu, dilakukan pula pengujian terhadap Zat A berupa minyak goreng dan Zat B yaitu etanol. Untuk minyak diperoleh indeks bias pada suhu rata-rata 29,70C sebesar 1,33300 dengan kebenaran praktikum 100%. Sedangkan indeks bias rata-rata untuk etanol pada suhu 29,70C adalah 1,3330±0 0 dengan kebenaran praktikum 100%.

(14)

14 Urutan kenaikan nilai indeks bias dari sampel-sampel yang diujikan, yaitu: Air = (Zat B) Etanol < Sukrosa 2,5% = Glukosa 2,5% < Glukosa 5% < Glukosa 5% < (Zat B) Minyak. Larutan sampel yang diujikan ternyata memiliki nilai indeks bias yang lebih besar dibandingkan dengan nilai indeks bias dari aquades. Hal ini disebabkan karena pada larutan sampel seperti: sukrosa 2,5 % ; glukosa 2,5% ; glukosa 5% ; dan minyak mengalami kenaikan besar sudut kritis. Karena, semakin besar nilai indeks bias suatu zat cair, maka sudut kritis yang terbentuk semakin besar. Besarnya sudut kritis yang ditimbulkan bisa disebabkan karena banyaknya sinar yang dipantulkan cairan tersebut ketika berada diantara kedua permukaan prisma.

Untuk cairan yang memiliki ketebalan cairan yang sama akan memiliki besar indeks bias yang berbeda bila konsentrasi total zat padat terlarutnya (derajat brix) berbeda. Pada cairan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut kecil, akan mempunyai indeks bias yang kecil, begitupula sebaliknya. Sedangkan untuk cairan yang memiliki konsentrasi zat terlarut besar, menandakan bahwa banyak partikel zat terlarut didalamnya sehingga banyak menyerap cahaya dan intensitas cahaya yang melewati cairan tersebut berkurang. Oleh karena itu sin i menjadi kecil, dan indeks bias menjadi kecil.

Pada sukrosa 2,5% dan glukosa 2,5% mengarahkan bahwa terdapat sukrosa dan glukosa 2,5 gram di dalam 100 gram larutan. Sedangkan glukosa 5% menunjukkan bahwa terdapat glukosa sebanyak 5 garm di dalam 100 gram berat total larutan. Ini berarti glukosa 2,5% memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih kecil daripada glukosa 5%. Karena konsentrasi zat terlarutnya lebih kecil, seharusnya memiliki indeks bias yang lebih kecil, karena semakin banyak intensitas cahaya yang melewatinya dan dipantulkan. Namun dari hasil pengukuran diperoleh bahwa glukosa 5% memiliki indeks bias yang besar. Hal ini menyebabkan munculnya penyebab baru yang patut ditelusuri lebih lanjut.

Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa dari rumus n1.sin i = n2.sin r dengan

nilai sin i > sin r, maka n2/n1 ≥ 1. Hal ini menunjukkan bahwa cepat rambat gelombang cahaya dalam menembus cairan di antara kedua prisma lebih kecil dibandingkan cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa. Dari sinilah diperoleh bahwa besarnya indeks bias ini dipengaruhi oleh sudut kritis, karena besarnya sin θc= n2/n1. Karena adanya perbedaan cepat rambat berkas sinar yang melewati film tipis cairan berbeda, maka intensitas cahaya yang terpantulkan juga berbeda dan mempengaruhi besar kecilnya indeks bias yang dihasilkan saat pengukuran.

(15)

15 VIII. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan diatas, antara lain: 1. Refraktometer digunakan untuk menentukan besar indeks bias dari zat cair. 2. Indeks bias dari:

- Air murni (29,70C) = 1,33300 - Sukrosa 2,5% (29,70C) = 1,33500 - Glukosa 2,5 % (29,70C) = 1,33500 - Glukosa 5% (29,70C) = 1,33810

- Minyak goreng (Zat A) (29,70C) = 1,46370 - Etanol (Zat B) (29,70C) = 1,33300

3. Semakin banyak konsentrasi zat terlarut di dalam cairan, akan semakin banyak cahaya yang diserap dan menyebabkan intensitas cahaya menjadi menurun.

4. Indeks bias akan kecil, bila konsentrasi zat terlarutnya besar.

5. Kecepatan cahaya dalam medium cairan lebih kecil dibandingkan kecepatan cahaya di ruang hampa, dibuktikan dengan besar nilai indeks bias cairan yang lebih dari 1.

(16)

16 Daftar Pustaka

Buletin Penalaran Mahasiswa UGM Vol.3, No.3 Agustus 1997, hlm.93-97 Foster, B. 2000. Fisika SMU Jilid 2B untuk Kelas 2. Erlangga: Jakarta id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Sneillus

Kanginan, M. 1999. Seribu Pena Fisika SMU Kelas 2. Erlangga: Jakarta www.google.com/bias-prisma

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalarn rangka mendukung dan meningkatkan mutu pendidikan khususnya para siswa pendidikan dasar agar dapat mengembangkan potensi dirinya dan dapat melanjutkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara penyimpanan garam yang digunakan ibu pada umumnya adalah disimpan dalam keadaan baik (tertutup) sebanyak 97.1% dan kurang

tugasan berbeza, seperti Tugasan WPP1, Tugasan WPP2, dan Tugasan WPP3. Tugasan WPP1 membabitkan aktiviti mewakilkan pembahagian di antara nombor pecahan.. Aktiviti MPP

Indonesia menggunakan sistem bank syariah pada tahun 1992 dengan bank syariah pertama di Indonesia yaitu bank muamalat sedangkan Malaysia pada tahun 1983 pada bank Islam Malaysia

Dengan adanya penelitian ini maka telah hasilkan sebuah sistem pakar pada aplikasi smarthome dengan tiga aspek penelitian lampu, dayalistrik dan kenyaman termal,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kompetensi SDM, penerapan sistem akuntansi keuangan daerah dan kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas yang berada di

Dalam pemilahan sampah, tidak hanya diperlukan peran serta masyarakat, tapi juga diperlukan sistem pengelolaan sampah yang sudah memadai, baik berupa sarana-sarana fisik

B-S Pambuka: Sederengipun monggo kita aturaken raos puji syukur kita dumateng Allah SWT, ingkang sampun paring rahmat lan karunianipun dumateng kita sedaya!. Saengga kita