• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Turbin Francis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III Turbin Francis"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGUJIAN TURBIN FRANCIS

3.1. PENDAHULUAN

PLTA merupakan pembangkit listrik yang sangat penting bagi kemajuan di Indonesia. Hal ini didukung oleh kondisi alam di Indonesia yang mana terdapat sungai , danau, dan air terjun yang dapat digunakan sebagai PLTA.

Dalam pembuatan PLTA sering digunakan Turbin untuk merubah energi potensial menjadi energi mekanik. Ada bermacam-macam jenis turbin, tetapi yang paling sering digunakan dalam pembangkit tenaga listrik adalah Turbin Pelton, Turbin Francis dan Turbin Kaplan. Turbin Francis merupakan jenis turbin yang paling banyak digunakan diantara turbin-turbin air yang ada, dan pengembangan turbin francis dalam dekade terakhir ini telah memberikan dampak yang besar dalam pengembangan aplikasi-aplikasi baru untuk jenis tipe ini.

Penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini membawa dampak yang besar dalam peningkatan performa turbin, pemilihan material yang cocok, dan desain dari turbin itu sendiri ditinjau dari sisi kontruksi, tingkat kesukaran yang ditimbulkan oleh proses manufaktur, dan faktor perawatan pada sisi desain.

( reff : www.google.com/turbin-air )

3.2. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui besarnya efisiensi tertinggi turbin. 2. Mengetahui daya efektif maksimum turbin.

3. Agar praktikan mengetahui cara kerja Turbin Francis.

(reff : “Jobsheet Praktikum Prestasi Mesin” Teknik Mesin UNDIP)

3.3. DASAR TEORI

3.3.1 Pengetahuan Umum Tentang Turbin Francis

Turbin francis petama kali dikembangkan oleh James B. Francis, pada tahun 1848 dia mampu membuktikan desainnya untuk menciptakan turbin dengan efisiensi sampai dengan 90%, dia mengaplikasikan ilmu science dengan

(2)

metode pengujian untuk menghasilkan turbin dengan efisiensi yang cukup besar, kemudian ia juga membuktikannya dengan perhitungan matematika dan grafik.

Turbin francis adalah salah satu jenis turbin air (hidraulik) yang paling sering digunakan sampai sekarang, turbin ini beroperasi dalam headrange antara 10 sampai beberapa ratus meter dan fungsi utamanya adalah dalam memproduksi tenaga listrik. Memiliki vane antara 9 atau lebih, dimana air akanmengenai vane-vane tersebut dan mengelilinginya hingga dapat menyebabkannya berputar.

Turbin francis bekerja dengan mengunakan proses tekanan lebih. Pada waktu air masuk ke roda jalan, sebagian dari energi tinggi jatuh telah bekerja di dalam sudu pengarah dan diubah sebagai kecepatan arus masuk, kemudian sisa energi tinggi jatuh dimanfaatkan di dalam sudu jalan.Adanya pipa isap memungkinkan energi tinggi jatuh bekerja di sudu jalan dengan semaksimum mungkin Turbin ini termasuk turbin reaksi aliran yang mengkombinasikan konsep aliran radial dan axial.Temasuk dalam turbin reaksi yangberarti kerja fluida dalam hal ini air mengubah tekanan dan bergerak memasuki turbin dan memberikan energi.

Inlet dari turbin perancis berbentuk spiral (rumah keong) yang menyebabkan air bergerak tangensial memasuki daun baling-baling runner (penggerak turbin), aliran radial ini mengenai runner dan menyebabkan runner ini berputar. Turbin francis dilaksanakan dengan posisi poros vertical atau horizontal.

(reff:“Turbin Pompa dan Kompresor” Fritz Diesel) 3.3.2 Klasifikasi Turbin

Secara umum tipe turbin air dikelompokkan menjadi dua: a. Turbin reaksi

Turbin yang digerakkan oleh air, dimana perubahan tekanan hidrolis air menjadi energi mekanis mengakibatkan pergerakan turbin. Jadi kerja turbin ini bisa dijelaskan dengan teori Newton III. Kebanyakan turbin air menggunakan turbin reaksi. Semuanya menggunakan head medium dan rendah. Yang termasuk

(3)

dalam kelompok turbin reaksi adalah Turbin Francis, Kaplan, Propeller, Bulb, Tube, Straflo, Tyson, Water wheel.

Gambar.3.1 Turbin Francis (a) Turbin Kaplan (b)

( reff : http.www.emt-india.netprocesspower_plants Hydraulic_Turbine.htm ) b. Turbin Impuls

Pada Turbin Impuls kecepatan air ditambah sehingga momentumnya membesar dan kemudian momentum tersebut menggearkkan turbin. Contoh dari Turbin impuls adalah Turbin Pelton, Pelton, Turgo, Michell-Banki (disebut juga Crossflow or Ossberger turbine).

Gambar 3.2 a. Banki Turbine dan b. Turbin Pelton

(4)

3.3.3 Prinsip Kerja Turbin Francis

Turbin francis termasuk salah satu turbin reaksi, artinya fluida yang bekerja mengubah tekanan bersamaan dengan gerak dari turbin tersebut, yang menghasilkan energi. Inletnya berbentuk spiral. Guide Vane membawa air secara tangensia menuju runner. Aliran radial ini bekerja pada runner vanes, menyebabkan runner berputar. Guide vane (atau wicket gate) dapat disesuaikan untuk memberikan operasi turbin yang efisien untuk berbagai kondisi aliran air.

Air pertama kali memasuki volute, dimana sebuah celah yang berbentuk gelang mengelilingi runner, dan aliran diantara guide vanes, yang memberikan air pada arah aliran yang optimum. Kemudian memasuki runner, yang secara total bergabung, merubah momentum dari air, yang menghasilkan reaksi pada turbin. Air mengalir secara radial menuju pusat. Runner dilengkapi dengan vane berbentuk kurva yang akan ditabrak oleh air. Guide vane dibuat sedemikian rupa sehingga sebagian energi dari air diubah menjadi gerakan berputar yang tidak akan timbul fenomena aliran eddies dan aliran-aliran lain yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan energi yang hilang. Guide vane dapat disesuaikan untuk memberikan derajat adaptabilitas untuk bermacam-macam variasi pada kecepatan aliran air dan beban dari turbin.

(5)

3.3.4 Bagian-Bagian Turbin Francis

Gambar 3.3 bagian-bagian turbin Francis

( reff :“Turbin Pompa dan Kompresor” Fritz Dietzel).

Masing-masing bagian dari turbin francis mempunyai fungsi diantaranya sebagai berikut :

a. Sudu pengarah : berfungsi untuk mengarahkan air yang masuk sehingga aliran air berubah menjadi searah (uniform).

(6)

b. Casing spiral : Sebagian dari mesin ini memiliki poros vertikal meskipun beberapa mesin yang lebih kecil dari jenis ini memiliki poros horisontal. Cairan masuk dari penstock (pipa yang menuju ke turbin dari reservoir pada ketinggian tinggi) ke casing spiral yang benar-benar mengelilingi runner. Casing ini dikenal sebagai gulir casing atau volute. Luas penampang casing ini menurun merata sepanjang keliling untuk menjaga kecepatan fluida konstan dalam besar di sepanjang jalan yang menuju guide vane.

c. Guide on stay vanes : fungsi guide vanes atau baling-baling tetap adalah untuk mengkonversi bagian dari energi tekanan fluida di pintu masuk ke energi kinetik dan kemudian untuk mengarahkan cairan pada pisau runner pada sudut yang tepat untuk desain

d. Sudu runner : berfungsi untuk mengubah energi hidrolis air menjadi energi mekanis.

e. Poros turbin : berfungsi untuk meneruskan torsi dan putaran ke poros generator.

f.Pipa hisap : berfungsi untuk mengubah energi kecepatan menjadi energi tekanan.

g. Draft-tube : Fungsi utama dari draft tube adalah untuk mengurangi kecepatan air dibuang untuk meminimalkan kehilangan energi kinetik di outlet. Hal ini memungkinkan turbin yang akan ditetapkan di atas tail water tanpa appreciable drop yang cukup tersedia

( reff :“Turbin Pompa dan Kompresor” Fritz Dietzel)

3.3.5 Aplikasi Turbin Francis

Contoh pemakaian turbin francis dalam kehidupan sehari-hari adalah:

Turbin Francis untuk pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTM) sungai putih 2 x 815 kW, Head 41 m dan kapasitas aliran 4,5 m3/s.

Indonesia memiliki sumber daya air yang banyak berupa sungai, air terjun, danau dan laut yang dapat dimanfaatkan sebagai tenaga pembangkit listrik. Dilatar belakangi oleh krisis energi listrik dan kebutuhan energi yang terus meningkat, maka sumber daya yang ada dimanfaatkan semaksimal

(7)

mungkin. Maka Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) adalah salah satu pembangkit listrik tenaga air yang menjadi pilihan dimana PLTM memanfaatkan energi air yang memiliki kapasitas aliran yang tidak terlalu besar. Perancangan ini bertujuan untuk menentukan jenis turbin yang sesuai dengan head dan kapasitas aliran yang tersedia berupa tinggi jatuh air, H = 41 m dan kapasitas aliran, Q = 4,5 m3/s yang diperoleh pada Sungai Putih, Pesisir Selatan dan menentukan spesifikasi bagian-bagian utama turbin berupa roda jalan, sudu pengarah, rumah turbin, saluran isap dan bagian pendukungnya. Berdasarkan hasil perancangan maka turbin yang digunakan adalah turbin Francis berukuran kecil dengan diameter terbesar rumah turbin 1,0023 m, putaran tinggi yaitu 1000 rpm dan daya yang dihasilkan 803,814 kW. Sehingga turbin Francis hasil rancangan sesuai untuk digunakan pada pembangkit mini hidro.

Gambar 3.4 Aplokasi Turbin francis

( reff: http. http://mesin.unand.ac.id/index.php?cat=post&id=60)

3.3.6 Karakteristik Dan Performansi Turbin Francis a) Daya Air

Daya yang masuk ked lam turbin francis adalah daya potensial air WHP = ρ.g.Q.H

Dimana :

(8)

ρ : massa jenis air (kg/m3) g : percepatan gravitasi (m/dt2) Q : laju aliran masa (m3/dt)

H : head dari tinggi jatuh air (mH2O) b) Daya keluar turbin

Daya yang dikeluarkan oleh turbin adalah daya poros karena tujuan turbin adalah mengubah energi hidrolis menjadi energi mekanis.

BHP = 60 . . . 2πnT Dimana :

BHP : daya mekanis (watt) n : kecepatan putar (rpm) T : Torsi (Nm) = F . s c) Daya Listrik

Daya poros yang dihasilkan turbin diubah oleh generator DC menjadi daya listrik

Pel = Vj.Ij

Pel : daya listrik efektif Vj : tegangan jangkar (Volt) Ij : Arus Jangkar (Ampere) d) Efisiensi Turbin

ηT = daya mekanik / daya air .100% = WHP BHP x 100 % e) Efisiensi total ηe = WHP Pel x 100 % f) Efisiensi Generator ηG = BHP Pel X 100 %

(9)

3.4 PERALATAN DAN BAHAN PENGUJIAN Bagian-bagian alat beserta fungsinya

Gambar 3.5 Mesin uji turbin Francis secara keseluruhan 15

(10)

Gambar 3.6 Bagian – bagian alat uji Turbin Francis

Gambar 3.7 V-Notch

Nama bagian-bagian mesin percobaan : 1. Saklar Lampu Beban

Berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan lampu pembebanan untuk mengatur besarnya pembebanan yang diberikan.

2. Voltmeter

Berfungsi untuk mengukur besarnya tegangan yang dihasilkan oleh generator dengan adanya variasi hambatan berupa lampu listrik.

(11)

3. Amperemeter

Berfungsi untuk mengukur besarnya arus yang dihasilkan oleh generator dengan adanya variasi hambatan berupa lampu listrik.

4. Lampu / beban

Berfungsi sebagai hambatan listrik.

5. Sight Glass

Berfungsi untuk mengukur ketinggian air terhadap weir. 6. Katup Discharge.

Berfungsi untuk mengatur laju aliran yang akan masuk ke turbin. 7. Pompa

Berfungsi untuk merubah tekanan pada air menjadi kecepatan sehingga menghasilkan aliran air untuk dipindahkan ke atas sehingga menimbulkan energy potensial sebagai pengganti air terjun pada PLTA.

8. Turbin

Berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanis. 9. Generator

Berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. 10. Pengatur bukaan

Berfungsi untuk mengatur besar sudut bukaan pada sudu pengarah. 11. Saklar Motor

Berfungsi untuk menghidupkan atau mematikan arus dan tegangan. 12. Pengatur Kecepatan Motor

Berfungsi untuk mengatur Head masukan turbin. 13. Turbin Inlet

Berfungsi untuk menunjukkan besarnya Head masukan turbin. 14. V-notch

V-notch/ Weir digunakan untuk mengontrol laju aliran air, sehingga debit air yang melaluinya dapat diatur.

15. Indikator Gaya

(12)

16. Pulsemeter

Sensor yang digunakan untuk mengukur kecepatan yang dipasang pada kabel keluaran pada poros turbin.

(reff : Laboratorium Thermofluid Teknik Mesin UNDIP)

3.5 PROSEDUR PENGUKURAN

Parameter yang diukur untuk menganalisa Turbin Francis ini adalah Head, Debit dan Kecepatan Poros.

3.5.1 Pengukuran Torsi

Untuk memberi beban sekaligus mengetahui besarnya beban tersebut maka pada poros turbin dipasang lengan torsi dan indeks massa yang berfungsi untuk menghitung besarnya torsi yang dihasilkan. Untuk memberi beban sekaligus mengukur besarnya beban tersebut pada poros turbin digunakan electronic charging scale.

m

V A

electronic charging scale indeks massa

rotor

Rangkaian Jangkar Rangkaian Beban

Gambar 3.8 Instalasi electronic charging scale a. Memberi tegangan field dengan memutar pengatur tegangan.

b. Mengatur batang penyeimbang sampai seimbang kembali dengan memutar screw, membaca besarnya gaya yang ditunjukkan oleh neraca pegas.

c. Menghidupkan saklar beban pertama, kemudian menyeimbangkan kembali dengan screw, mencatat besarnya gaya.

(13)

d. Dengan mengalikan gaya yang terbaca dengan jarak L maka didapatkan torsi. (reff : “Jobsheet Praktikum Prestasi Mesin” Teknik Mesin UNDIP)

3.5.2 Pengukuran Tinggi Tekanan (Head)

Pengukuran tinggi tekan untuk peralatan ini terdapat tiga manometer, yaitu untuk mengukur suction head pompa, discharge head pompa dan turbin inlet head. Manometer ini menggunakan tabung bourdon sebagai peralatan utama. Untuk penelitian kali ini hanya pengukuran head Turbin Inlet yang digunakan.

3.5.3 Pengukuran Debit

Pembacaan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir pada sistem ini menggunakan “V” notch/gerbang V. Dengan membaca ketinggian air yang mengalir melalui gerbang dapat dibaca melalui sight glass. Kemudian dengan menggunakan gambar dapat kita ketahui besarnya debit dalam m3/menit.

3.5.4 Pengukuran Kecepatan

Untuk mengukur besarnya kecepatan tinggal menghubungkan Pulsemeter, dengan memasang sensor Pulsemeter dikabel keluaran pada poros turbin.

(reff : “Jobsheet Praktikum Prestasi Mesin” Teknik Mesin UNDIP)

3.6 PROSEDUR PENGUJIAN

Prosedur pengujian dalam praktikum Turbin Francis adalah sebagai berikut :

1. Menghidupkan saklar utama. 2. Menghidupkan saklar motor. 3. Mengatur bukaan sudu pengarah. 4. Mengatur head masukan turbin.

5. Menyalakan saklar pembebanan untuk masing-masing variasi jumlah lampu.

(14)

7. Mencatat besarnya tegangan listrik, gaya/pembebanan, tinggi arus reservoir, kuat arus dan putaran mesin.

8. Melakukan pencatatan untuk variasi head masukan turbin (3, 4 dan 5) dan variasi banyaknya lampu yang dinyalakan (5, 4, 3, 2, 1, dan 0). 9. Mematikan saklar pembebanan dan kurangi kecepatan putaran pompa,

kemudian atur bukaan sudu pengarah. Ulangi prosedur 1 s/d 8 di atas untuk variasi bukaan sudu pengarah 100%, 75% dan 50%.

10. Mematikan peralatan. 11. Menulis laporan sementara.

(reff : “Jobsheet Praktikum Prestasi Mesin” Teknik Mesin UNDIP) 3.7 CONTOH SOAL DAN PENYELESAIAN TURBIN FRANCIS

Contoh Soal dan Penyelesaian Turbin Francis

Di ketahui turbin francis spiral dengan H = 156,5 V= 6 m3/dtk. n = 600 menit-1 ,P = 6000 KW.efisiensi turbin = 0,886. Berapakah nilai kecepatan air keluar ? Jawab. Kecepatan spesifik

n

q

= n .

0,75 H V = 600 . 432,,65 = 34,4 / menit

Faktor yang digunakan adalah :

H g.

.

2 = 2.9,81.156 ,5 = 55 m/detik

Pada pengeluaran yang tegak lurus ke dalam pipa hisap, maka c2u = nol dan α2 = 90o , jadi : Cu1 = 1 u H g T • • η = 0,886 •389,,581•156,5 = 33,8 m / detik

(15)

3.8 PERHITUNGAN DAN ANALISA 3.8.1. Data Praktikum

( s : 32,5 cm )

No Bukaan H n h V I Jumlah F

mH2O rpm mm volt ampere Lampu N

1 100% 3 1285 58 0,32 1,89 5 0,06 2 1300 58 0,4 1,85 4 0,055 3 1310 57 0,48 1,74 3 0,05 4 1322 57 0,8 1,59 2 0,045 5 1360 56 1,75 1,11 1 0,035 6 1365 55 4,72 0 0 0 7 4 1596 59 0,45 2,4 5 0,065 8 1600 59 0,54 2,4 4 0,065 9 1610 59 0,76 2,29 3 0,055 10 1625 59 1,37 1,97 2 0,055 11 1650 58 2,46 1,29 1 0,04 12 1655 58 5,56 0 0 0,01 13 5 1850 60 0,54 2,71 5 0,065 14 1850 60 0,66 2,67 4 0,065 15 1820 65 1,17 2,7 3 0,07 16 1850 62 1,88 2,22 2 0,065 17 1860 61 3,2 1,47 1 0,055 18 1915 60 6,77 0 0 0,015

No Bukaan H n h V Arus Jumlah F

mH2O rpm mm volt ampere lampu N

1 75% 3 1220 58 0,4 1,85 5 0,065 2 1240 58 0,45 1,85 4 0,07 3 1270 57 0,53 1,8 3 0,065 4 1290 57 0,88 1,62 2 0,065 5 1280 56 1,58 1,08 1 0,045 6 1317 55 4,53 0 0 0,02

(16)

7 4 1580 59 0,45 2,2 5 0,055 8 1570 59 0,5 2,19 4 0,055 9 1590 59 0,67 2,13 3 0,05 10 1609 59 1,13 1,81 2 0,045 11 1588 58 2,05 1,19 1 0,03 12 1611 57 5,3 0 0 0 13 5 1845 60 0,5 2,47 5 0,06 14 1828 60 0,6 2,4 4 0,06 15 1835 60 0,85 2,35 3 0,06 16 1847 60 1,53 2,05 2 0,055 17 1869 59 2,2 1,36 1 0,045 18 1878 59 6,29 0 0 0,015

No Bukaan H n h V Arus Jumlah F

mH2O rpm mm volt ampere lampu N

1 50% 3 920 55 0,27 1,49 5 0,06 2 980 50 0,3 1,48 4 0,05 3 1006 50 0,36 1,45 3 0,045 4 1042 49 0,54 1,31 2 0,045 5 1100 49 1,22 0,98 1 0,05 6 1170 48 4,01 0 0 0,015 7 4 1340 52 0,34 2,83 5 0,05 8 1350 52 0,39 2,75 4 0,055 9 1358 51 0,5 2,71 3 0,06 10 1360 51 0,87 2,25 2 0,05 11 1405 50 1,75 1,45 1 0,045 12 1445 50 4,79 0 0 0,02 13 5 1460 54 0,42 2,57 5 0,054 14 1630 54 0,48 2,36 4 0,06 15 1646 53 0,7 2,21 3 0,06 16 1650 53 1,15 1,88 2 0,055 17 1654 52 2,32 1,27 1 0,045 18 1730 52 5,6 0 0 0,015

(17)

3.8.2. Perhitungan Ralat Contoh perhitungan ralat :

Datum no. 1 (bukaan 100%, H = 3 mH2O, jumlah lampu = 5)

a. Ralat putaran n = 1285 rpm

∆ n = 0,5

Ralat Nisbi = ∆ n/n . 100 % = 0,5/1285 . 100% = 0,03 %

Keseksamaan = 100% - Ralat Nisbi = 100% - 0,03 % = 99,97 % b. Ralat Gaya

F = 0,060

∆ F = 0,0005

Ralat Nisbi = ∆ F/F . 100 % = 0,0005/0,060 .100% = 0.83 % Keseksamaan = 100% - Ralat Nisbi = 100% - 0,83% = 99,17% c. Head h = 60 5 , 0 1 . 2 1 = = ∆h % 86 , 0 % 100 . 58 5 , 0 % 100 . = = ∆ = h h RalatNisbi % 14 , 99 % 86 , 0 % 100 % 100 − = − = = RalatNisbi n Keseksamaa

(18)

1. Perhitungan Ralat Putaran : ∆n = 0, 5 Bukaan 100 % H = 3 H = 4 H = 5 N

o n Δn ralat nisbi keseksamaan No n Δn ralat nisbi keseksamaan No n Δn nisbiralat keseksamaan

rpm rp m % % rpm rpm % % rpm rpm % % 1 1285 0,5 0,04% 99,96% 1 1596 0,5 0,03% 99,97% 1 1850 0,5 0,03% 99,97% 2 1300 0,5 0,04% 99,96% 2 1600 0,5 0,03% 99,97% 2 1850 0,5 0,03% 99,97% 3 1310 0,5 0,04% 99,96% 3 1610 0,5 0,03% 99,97% 3 1820 0,5 0,03% 99,97% 4 1322 0,5 0,04% 99,96% 4 1625 0,5 0,03% 99,97% 4 1850 0,5 0,03% 99,97% 5 1360 0,5 0,04% 99,96% 5 1650 0,5 0,03% 99,97% 5 1860 0,5 0,03% 99,97% 6 1365 0,5 0,04% 99,96% 6 1655 0,5 0,03% 99,97% 6 1915 0,5 0,03% 99,97% Bukaan 75% H = 3 H = 4 H = 5 N

o n Δn ralat nisbi keseksamaan No n Δn ralat nisbi keseksamaan No n Δn nisbiralat keseksamaan

rpm rp m % % rpm rpm % % rpm rpm % % 1 1220 0,5 0,04% 99,96% 1 1580 0,5 0,03% 99,97% 1 1845 0,5 0,03% 99,97% 2 1240 0,5 0,04% 99,96% 2 1570 0,5 0,03% 99,97% 2 1828 0,5 0,03% 99,97% 3 1270 0,5 0,04% 99,96% 3 1590 0,5 0,03% 99,97% 3 1835 0,5 0,03% 99,97% 4 1290 0,5 0,04% 99,96% 4 1609 0,5 0,03% 99,97% 4 1847 0,5 0,03% 99,97% 5 1280 0,5 0,04% 99,96% 5 1588 0,5 0,03% 99,97% 5 1869 0,5 0,03% 99,97%

(19)

6 1317 0,5 0,04% 99,96% 6 1611 0,5 0,03% 99,97% 6 1878 0,5 0,03% 99,97%

Bukaan 50%

H = 3 H = 4 H = 5

N

o n Δn nisbiralat keseksamaan No n Δn nisbiralat keseksamaan No n Δn ralat nisbi keseksamaan

rpm rpm % % rpm rpm % % rpm rpm % % 1 920 0,5 0,05% 99,95% 1 1340 0,5 0,04% 99,96% 1 1460 0,5 0,03% 99,97% 2 980 0,5 0,05% 99,95% 2 1350 0,5 0,04% 99,96% 2 1630 0,5 0,03% 99,97% 3 1006 0,5 0,05% 99,95% 3 1358 0,5 0,04% 99,96% 3 1646 0,5 0,03% 99,97% 4 1042 0,5 0,05% 99,95% 4 1360 0,5 0,04% 99,96% 4 1650 0,5 0,03% 99,97% 5 1100 0,5 0,05% 99,95% 5 1405 0,5 0,04% 99,96% 5 1654 0,5 0,03% 99,97% 6 1170 0,5 0,04% 99,96% 6 1445 0,5 0,03% 99,97% 6 1730 0,5 0,03% 99,97% Gaya : ∆F = 0,0005 Bukaan 100% H = 3 H = 4 H = 5 N o F ΔF ralat nisbi keseksam aan No F ΔF ralat nisbi keseksam aan N o F ΔF ralat nisbi keseksam aan Newton newto n % % Newton newto n % % Newton newto n % % 1 0,06 0,0005 0,83% 99,17% 1 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 1 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 2 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 2 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 2 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 3 0,05 0,0005 1,00% 99,00% 3 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 3 0,07 0,0005 0,71% 99,29%

(20)

4 0,045 0,0005 1,11% 98,89% 4 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 4 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 5 0,035 0,0005 1,43% 98,57% 5 0,04 0,0005 1,25% 98,75% 5 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 6 0 0,0005 0% 100,00% 6 0,01 0,0005 5,00% 95,00% 6 0,015 0,0005 3,33% 96,67%

(21)

Bukaan 75%

H = 3 H = 4 H = 5

N

o F ΔF ralat nisbi keseksamaan No F ΔF ralat nisbi keseksamaan No F ΔF ralat nisbi keseksamaan

Newton newto n % % Newton newto n % % Newton newto n % % 1 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 1 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 1 0,06 0,0005 0,83% 99,17% 2 0,07 0,0005 0,71% 99,29% 2 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 2 0,06 0,0005 0,83% 99,17% 3 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 3 0,05 0,0005 1,00% 99,00% 3 0,06 0,0005 0,83% 99,17% 4 0,065 0,0005 0,77% 99,23% 4 0,045 0,0005 1,11% 98,89% 4 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 5 0,045 0,000 5 1,11% 98,89% 5 0,03 0,000 5 1,67% 98,33% 5 0,045 0,000 5 1,11% 98,89% 6 0,02 0,0005 2,50% 97,50% 6 0 0,0005 0% 100,00% 6 0,015 0,0005 3,33% 96,67% Bukaan 50% H = 3 H = 4 H = 5 N

o F ΔF ralat nisbi keseksamaan No F ΔF ralat nisbi keseksamaan No F ΔF ralat nisbi keseksamaan

Newton newto n % % Newton newto n % % Newton newto n % % 1 0,06 0,0005 0,83% 99,17% 1 0,05 0,0005 1,00% 99,00% 1 0,054 0,0005 0,93% 99,07% 2 0,05 0,0005 1,00% 99,00% 2 0,055 0,0005 0,91% 99,09% 2 0,06 0,0005 0,83% 99,17% 3 0,045 0,000 5 1,11% 98,89% 3 0,06 0,000 5 0,83% 99,17% 3 0,06 0,000 5 0,83% 99,17% 4 0,045 0,000 5 1,11% 98,89% 4 0,05 0,000 5 1,00% 99,00% 4 0,055 0,000 5 0,91% 99,09% 5 0,05 0,0005 1,00% 99,00% 5 0,045 0,0005 1,11% 98,89% 5 0,045 0,0005 1,11% 98,89% 6 0,015 0,0005 3,33% 96,67% 6 0,02 0,0005 2,50% 97,50% 6 0,015 0,0005 3,33% 96,67%

(22)

Ketinggian : ∆h = 0, Bukaan

100 %

H = 3 H = 4 H = 5

N

o h Δh ralat nisbi keseksamaan No h Δh ralat nisbi keseksamaan No h Δh ralat nisbi keseksamaan

mm mm % % mm mm % % N o mm mm % % 1 58 0,5 0,86% 99,14% 1 59 0,5 0,85% 99,15% 1 60 0,5 0,83% 99,17% 2 58 0,5 0,86% 99,14% 2 59 0,5 0,85% 99,15% 2 60 0,5 0,83% 99,17% 3 57 0,5 0,88% 99,12% 3 59 0,5 0,85% 99,15% 3 65 0,5 0,77% 99,23% 4 57 0,5 0,88% 99,12% 4 59 0,5 0,85% 99,15% 4 62 0,5 0,81% 99,19% 5 56 0,5 0,89% 99,11% 5 58 0,5 0,86% 99,14% 5 61 0,5 0,82% 99,18% 6 55 0,5 0,91% 99,09% 6 58 0,5 0,86% 99,14% 6 60 0,5 0,83% 99,17% Bukaan 75% H = 3 H = 4 H = 5 N

o h Δh ralat nisbi keseksamaan No h Δh ralat nisbi keseksamaan No h Δh ralat nisbi keseksamaan

mm mm % % mm mm % % mm mm % %

1 58 0,5 0,86% 99,14% 1 59 0,5 0,85% 99,15% 1 60 0,5 0,83% 99,17%

2 58 0,5 0,86% 99,14% 2 59 0,5 0,85% 99,15% 2 60 0,5 0,83% 99,17%

3 57 0,5 0,88% 99,12% 3 59 0,5 0,85% 99,15% 3 60 0,5 0,83% 99,17%

(23)

5 56 0,5 0,89% 99,11% 5 58 0,5 0,86% 99,14% 5 59 0,5 0,85% 99,15%

6 55 0,5 0,91% 99,09% 6 57 0,5 0,88% 99,12% 6 59 0,5 0,85% 99,15%

Bukaan 50%

H = 3 H = 4 H = 5

N

o h Δh nisbiralat keseksamaan No h Δh nisbiralat keseksamaan No h Δh ralat nisbi keseksamaan

mm mm % % mm mm % % mm mm % % 1 55 0,5 0,91% 99,09% 1 52 0,5 0,96% 99,04% 1 54 0,5 0,93% 99,07% 2 50 0,5 1,00% 99,00% 2 52 0,5 0,96% 99,04% 2 54 0,5 0,93% 99,07% 3 50 0,5 1,00% 99,00% 3 51 0,5 0,98% 99,02% 3 53 0,5 0,94% 99,06% 4 49 0,5 1,02% 98,98% 4 51 0,5 0,98% 99,02% 4 53 0,5 0,94% 99,06% 5 49 0,5 1,02% 98,98% 5 50 0,5 1,00% 99,00% 5 52 0,5 0,96% 99,04% 6 48 0,5 1,04% 98,96% 6 50 0,5 1,00% 99,00% 6 52 0,5 0,96% 99,04%

(24)

3.8.3. Tabel Perhitungan

a. Tabel Perhitungan untuk bukaan 100 %

No Bukaan H n h V I Jumlah F Torsi Q Pel BHP WHP ƞT ƞe ƞG

mH2O rpm mm volt ampere Lampu N Nm m3/s Watt W W Turbin Total Generator

1 100% 3 1285 58 0,32 1,89 5 0,060 0,020 0,001176 0,6048 2,623 34,600 7,58% 1,75% 23,06% 2 1300 58 0,4 1,85 4 0,05 5 0,018 0,0011 76 0,7400 2,43 2 34,60 0 7,03 % 2,14 % 30,43 % 3 1310 57 0,48 1,74 3 0,050 0,016 0,00113 0,8352 2,228 33,260 6,70% 2,51% 37,48% 4 1322 57 0,8 1,59 2 0,045 0,015 0,00113 1,2720 2,024 33,260 6,08% 3,82% 62,86% 5 1360 56 1,75 1,11 1 0,035 0,011 0,001086 1,9425 1,619 31,950 5,07% 6,08% 119,97% 6 1365 55 4,72 0 0 0 0 0,001042 0 0 30,670 0% 0% 0% 7 4 1596 59 0,45 2,4 5 0,065 0,021 0,001222 1,0800 3,529 47,958 7,36% 2,25% 30,60% 8 1600 59 0,54 2,4 4 0,065 0,021 0,001222 1,2960 3,538 47,958 7,38% 2,70% 36,63% 9 1610 59 0,76 2,29 3 0,055 0,018 0,001222 1,7404 3,012 47,958 6,28% 3,63% 57,78% 10 1625 59 1,37 1,97 2 0,05 5 0,018 0,001222 2,6989 3,040 47,958 6,34% 5,63% 88,77%

(25)

11 1650 58 2,46 1,29 1 0,040 0,013 0,001176 3,1734 2,245 46,133 4,87% 6,88% 141,35% 12 1655 58 5,56 0 0 0,010 0,003 0,001176 0 0,563 46,133 1,22% 0% 0% 13 5 1850 60 0,54 2,71 5 0,065 0,021 0,00127 1,4634 4,091 62,279 6,57% 2,35% 35,78% 14 1850 60 0,66 2,67 4 0,065 0,021 0,00127 1,7622 4,091 62,279 6,57% 2,83% 43,08% 15 1820 65 1,17 2,7 3 0,070 0,023 0,001523 3,1590 4,334 74,690 5,80% 4,23% 72,89% 16 1850 62 1,88 2,22 2 0,065 0,021 0,001368 4,1736 4,091 67,092 6,10% 6,22% 102,03% 17 1860 61 3,2 1,47 1 0,055 0,018 0,001318 4,7040 3,480 64,661 5,38% 7,27% 135,18% 18 1915 60 6,77 0 0 0,015 0,005 0,00127 0 0,977 62,279 1,57% 0% 0%

(26)

b. Tabel Perhitungan untuk bukaan 75 %

No Bukaan H n h V Arus Jumlah F Torsi Q Pel BHP WHP ƞT ƞe ƞG

mH2O rpm mm volt ampere lampu N Nm m3/s Watt W W Turbin Total Generator

1 75% 3 1220 58 0,4 1,85 5 0,065 0,021 0,001176 0,7400 2,698 34,600 7,80% 2,14% 27,43% 2 1240 58 0,45 1,85 4 0,070 0,023 0,001176 0,8325 2,953 34,600 8,53% 2,41% 28,20% 3 1270 57 0,53 1,8 3 0,065 0,021 0,00113 0,9540 2,808 33,260 8,44% 2,87% 33,97% 4 1290 57 0,88 1,62 2 0,065 0,021 0,00113 1,4256 2,852 33,260 8,58% 4,29% 49,98% 5 1280 56 1,58 1,08 1 0,045 0,015 0,001086 1,7064 1,959 31,950 6,13% 5,34% 87,09% 6 1317 55 4,53 0 0 0,020 0,007 0,001042 0 0,896 30,670 2,92% 0% 0% 7 4 1580 59 0,45 2,2 5 0,055 0,018 0,001222 0,9900 2,956 47,958 6,16% 2,06% 33,49% 8 1570 59 0,5 2,19 4 0,055 0,018 0,001222 1,0950 2,937 47,958 6,12% 2,28% 37,28% 9 1590 59 0,67 2,13 3 0,050 0,016 0,001222 1,4271 2,704 47,958 5,64% 2,98% 52,77% 10 1609 59 1,13 1,81 2 0,045 0,015 0,001222 2,0453 2,463 47,958 5,14% 4,26% 83,04% 11 1588 58 2,05 1,19 1 0,030 0,010 0,001176 2,4395 1,621 46,133 3,51% 5,29% 150,53% 12 1611 57 5,3 0 0 0 0 0,00113 0 0 44,347 0% 0% 0% 13 5 1845 60 0,5 2,47 5 0,06 0 0,020 0,00127 1,2350 3,766 62,279 6,05% 1,98% 32,80%

(27)

14 1828 60 0,6 2,4 4 0,060 0,020 0,00127 1,4400 3,731 62,279 5,99% 2,31% 38,60%

15 1835 60 0,85 2,35 3 0,060 0,020 0,00127 1,9975 3,745 62,279 6,01% 3,21% 53,33%

16 1847 60 1,53 2,05 2 0,055 0,018 0,00127 3,1365 3,456 62,279 5,55% 5,04% 90,77%

17 1869 59 2,2 1,36 1 0,045 0,015 0,001222 2,9920 2,861 59,948 4,77% 4,99% 104,58%

(28)

c. Tabel Perhitungan untuk bukaan 50 %

No Bukaan H n h V Arus Jumlah F Torsi Q Pel BHP WHP ƞT ƞe ƞG

mH2O rpm mm volt ampere lampu N Nm m3/s Watt W W Turbin Total Generator

1 50% 3 920 55 0,27 1,49 5 0,060 0,020 0,00104 0,4023 1,878 30,670 6,12% 1,31% 21,42% 2 980 50 0,3 1,48 4 0,050 0,016 0,00084 0,4440 1,667 24,702 6,75% 1,80% 26,64% 3 1006 50 0,36 1,45 3 0,045 0,015 0,00084 0,5220 1,540 24,702 6,23% 2,11% 33,90% 4 1042 49 0,54 1,31 2 0,045 0,015 0,00080 0,7074 1,595 23,595 6,76% 3,00% 44,35% 5 1100 49 1,22 0,98 1 0,050 0,016 0,00080 1,1956 1,871 23,595 7,93% 5,07% 63,90% 6 1170 48 4,01 0 0 0,015 0,005 0,00077 0 0,597 22,516 2,65% 0% 0% 7 4 1340 52 0,34 2,83 5 0,050 0,016 0,000918 0,9622 2,279 36,004 6,33% 2,67% 42,22% 8 1350 52 0,39 2,75 4 0,055 0,018 0,000918 1,0725 2,526 36,004 7,02% 2,98% 42,46% 9 1358 51 0,5 2,71 3 0,060 0,020 0,000878 1,3550 2,772 34,451 8,05% 3,93% 48,89% 10 1360 51 0,87 2,25 2 0,050 0,016 0,000878 1,9575 2,313 34,451 6,71% 5,68% 84,63% 11 1405 50 1,75 1,45 1 0,045 0,015 0,000839 2,5375 2,151 32,937 6,53% 7,70% 117,98% 12 1445 50 4,79 0 0 0,020 0,007 0,000839 0 0,983 32,937 2,98% 0% 0% 13 5 1460 54 0,42 2,57 5 0,05 4 0,018 0,00100 1,0794 2,682 49,030 5,47% 2,20% 40,25%

(29)

14 1630 54 0,48 2,36 4 0,060 0,020 0,00100 1,1328 3,327 49,030 6,79% 2,31% 34,05%

15 1646 53 0,7 2,21 3 0,060 0,020 0,00096 1,5470 3,359 46,993 7,15% 3,29% 46,05%

16 1650 53 1,15 1,88 2 0,055 0,018 0,00096 2,1620 3,087 46,993 6,57% 4,60% 70,04%

17 1654 52 2,32 1,27 1 0,045 0,015 0,00092 2,9464 2,532 45,005 5,63% 6,55% 116,37%

(30)

3.8.4 Analisa Perhitungan

Data diambil dari data no 7, dimana data no. 7, percobaan pada bukaan 100%, H = 3 mH2O, jumlah lampu = 5.

1. Datum no. 7 (bukaan 100%, H = 4 mH2O, jumlah lampu = 5)

a. Debit Aliran (Q)

Gambar 3.9. Grafik Kalibrasi Weirs

Dari grafik kalibrasi weirs didapat ; y=7.10−6

( )

x 2,2702

Dimana y = Q (m3/menit) x = h (mm) Maka untuk h = 59 mm

( )

60 1 . 59 . 10 . 7 −6 2,2702 = Q 0,00122 = Q m3/sDaya Air (WHP) WHP = ρ.g.Q.H Dimana : ρ = 1000 kg/m3 g = 9,81 m/s2 Q = 0,00122 m3/s H = 4 mH2O

(31)

Sehingga m s m s m m kg WHP 1000 .9,81 .0,00122 .4 3 2 3 = WHP =47,958 watt Torsi (T) s F T = . Dimana F = 0,065 N s = 32,5 cm = 0,325 m maka T = 0,065 x 0,325 = 0,021 Nm  Daya Turbin (BHP) BHP = 60 . . . 2πnT = 60 0,021 . 1596 . 14 , 3 . 2 = 3,529 wattDaya Listrik (PEL) Pel = Vj.Ij = 0,45volt . 2,40A = 1.08 watt Efisiensi Generator ηG = BHP Pel X 100 % = 31,,52908 x 100 % = 30,60 %

(32)

Efisiensi Turbin

ηT = daya mekanik / daya air .100%

= WHP BHP x 100 % = 473,529,958 x 100% = 7,36 %Efisiensi total ηe = WHP Pel x 100 % = 471,,08958 x 100 % = 2,25 %

(33)

a. Grafik Hubungan n-Q

Gambar 3.11 Grafik Hubungan n-Q pada H=3 mH2O dengan variasi bukaan vane

Pada grafik digambarkan bukaan sudu 100% dengan warna biru, bukaan sudu 75% dengan warna merah dan bukaan sudu 50% dengan warna hijau. Dengan mengetahui nilai n (rpm) dan debit (Q) maka akan diketahui titik dan korelasinya. Titik pada grafik menunjukkan beban lampu, titik pertama beban 5 lampu, titik kedua beban 4 lampu, titik ketiga beban 3 lampu, titik keempat beban 2 lampu, titik kelima beban 1 lampu, dan titik keenam tidak ada beban lampu.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada masing-masing bukaan terdapat kecenderungan menurun. Misal pada bukaan 100%, jika nilai rpm turbin naik maka nilai debit dari inlet masuk turbin akan turun. Pada bukaan yang lainnya pun juga memiliki kecenderungan seperti itu. Hubungan ini bisa didapat dari skema sistem seperti:

(34)

Gambar 3.12 Skema sistem pengujian turbin francis

WHP turbin = ρ.g.Q.H WHP pompa = ρ.g.Q.H BHP turbin = 60 . . . 2πnT BHP pompa = 60 . . . 2πnT

Dalam sistem pengujian turbin francis ditentukan bahwa daya listrik dari generator yang tersalurkan pada lampu adalah tetap. Ketika beban lampu ada 5 buah, maka semua daya akan tersalurkan pada lampu tersebut. Tapi ketika beban lampu hanya 4 lampu, maka sisa daya dari generator akan dikonversikan ke poros turbin sehingga putaran (rpm) turbin akan meningkat. Padahal selain daya juga tetap, head pada pompa juga dijaga tetap. Karena itulah debit pada inlet masuk turbin akan menurun nilainya.

Pada bukaan sudu 100% dan 75% terdapat anomali yaitu pada titik 4 lampu dan titik 2 lampu nilai debit (m3/s) dari inlet turbin tetap, hal ini

(35)

disebabkan oleh adanya parameter-parameter yang kadang tidak konstan seperti torsi. Sedangkan pada bukaan sudu 50% terdapat anomali yaitu pada titik 3 lampu yang mengalami peningkatan nilai debit (m3/s), hal ini disebabkan oleh adanya parameter-parameter yang kadang tidak konstan seperti putaran (rpm).

b. Grafik Hubungan n-T

Gambar 3.13 Grafik Hubungan n-T pada H=3 mH2O dengan variasi bukaan vane

Pada grafik digambarkan bukaan sudu 100% dengan warna biru, bukaan sudu 75% dengan warna merah dan bukaan sudu 50% dengan warna hijau. Dengan mengetahui nilai putaran (rpm) dari turbin dan torsi (N.m) dari inlet turbin maka akan diketahui korelasinya. Titik pada grafik menunjukkan beban lampu, titik pertama beban 5 lampu, titik kedua beban 4 lampu, titik ketiga beban 3 lampu, titik keempat beban 2 lampu, titik kelima beban 1 lampu, dan titik keenam tidak ada beban lampu.

Semakin banyak nyala lampu pembebanan, maka gaya semakin besar sehingga torsi juga besar. Sedangkan putarannya semakin kecil. Pada bukaan yang lainnya pun juga memiliki kecenderungan serupa dikarenakan torsi dan

(36)

nilai putaran (rpm) memiliki hubungan berbanding terbalik sesuai dengan rumus: BHP turbin = 60 . . . 2πnT =

Pada grafik diatas terdapat anomali pada bukaan 50% dititik lampu ke 3, titik lampu ke 2 dan titik lampu ke1 nilai torsi meningkat . pada bukaan 75% juga terdapat anomali dimana pada titik lampu ke 2 nilai Torsinya (N.m) tetap. Hal ini disebabkan oleh adanya parameter-parameter yang tidak konstan seperti nilai putaran (rpm).

c. Grafik Hubungan n-WHP

Gambar 3.14 Grafik Hubungan n-WHP pada H=3 mH2O dengan variasi bukaan vane

Pada grafik hubungan antara putaran dengan daya hidrolisis air (WHP) digambarkan bukaan sudu 100% dengan warna biru, bukaan sudu 75% dengan warna merah dan bukaan sudu 50% dengan warna hijau. Seperti halnya pada grafik n-Q, besarnya WHP dipengaruhi oleh debit (Q), semakin besar debit maka akan semakin besar nilai WHP. Pada bukaan 100% akan lebih besar nilai WHP dibanding dengan bukaan 75% dan 50%. Berdasarkan grafik di atas bahwa semakin kecil putaran turbin maka semakin besar nilai WHP-nya.

(37)

Pada bukaan sudu 100% dan 75% terdapat anomali yaitu pada titik 4 lampu dan titik 2 lampu nilai WHP (watt) dari inlet turbin tetap, hal ini disebabkan oleh adanya parameter-parameter yang kadang tidak konstan seperti torsi. Sedangkan pada bukaan sudu 50% terdapat anomali yaitu pada titik 3 lampu nilai WHP (watt) dari turbin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh adanya parameter-parameter yang tidak konstan seperti nilai debit (m3/s).

d. Grafik Hubungan H- tƞ

Gambar 3.15 Grafik Hubungan H-ηt pada Lampu 5 dengan variasi bukaan vane

Pada grafik digambarkan bukaan sudu 100% dengan warna biru, bukaan sudu 75% dengan warna merah dan bukaan sudu 50% dengan warna hijau. Dengan mengetahui nilai head pompa (m) dan ήt (%) dari turbin maka akan diketahui korelasinya.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada masing-masing bukaan terdapat kecenderungan menurun. Misal pada bukaan 100%, jika nilai head pompa (m) naik dan ήt (%) dari turbin naik. Hal ini dikarenakan nilai putaran (rpm) yang berubah sangat drastis, dari nilai 1285 rpm head 3, lalu 1596 rpm

(38)

head 4, dan 1850 rpm head 5. Pada bukaan yang lainnya pun juga memiliki kecenderungan serupa.

Pada grafik diatas terdapat anomali pada bukaan 50%, dimana Efisiensi turbin ( t) pada titik head 4ƞ mH2O mengalami peningkatan dibanding pada titik head 3 mH2O. Hal ini disebabkan oleh perubahan nilai n (rpm) yang tidak tajam.

e. Grafik Hubungan H- tƞ

Gambar 3.16 Grafik Hubungan H-ηt pada Lampu 1 dengan variasi bukaan vane

Pada grafik digambarkan bukaan sudu 100% dengan warna biru, bukaan sudu 75% dengan warna merah dan bukaan sudu 50% dengan warna hijau. Dengan mengetahui nilai head pompa (m) dan ήt (%) dari turbin maka akan diketahui korelasinya.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada masing-masing bukaan terdapat kecenderungan menurun . Misal pada bukaan 50%, jika nilai head pompa (m) naik dan ήt (%) dari turbin naik. Hal ini dikarenakan nilai putaran (rpm) yang berubah sangat drastis, dari nilai 1280 rpm head 3, lalu 1588 rpm

(39)

head 4, dan 1869 rpm head 5. Pada bukaan yang lainnya pun juga memiliki kecenderungan serupa.

Pada bukaan sudu 100% terdapat anomali yaitu pada head 5, nilai ήt (%) turbin meningkat. Sedangkan pada bukaan sudu 75% yaitu pada head 5, nilai ήt (%) turbin meningkat, daripada head 4. Hal ini disebabkan oleh perubahan nilai n yang tidak tajam.

f. Grafik Isoefisiensi

Gambar 3.17 Grafik Isoefisiensi H = 4 mH2O

Isoefisiensi pada grafik ini merupakan perpotongan titik antara nilai efisiensi-efisiensi yang sama pada grafik hubungan debit (m3/s) dan putaran (rpm) pada nilai head yang sama yaitu 4 mH2O tetapi pada bukaan yang berbeda. Bukaan divariasikan yaitu bukaan sudu 100% dengan warna biru, bukaan sudu 75% dengan warna merah dan bukaan sudu 50% dengan warna hijau.

(40)

Nilai isoefisiensi pada grafik diatas semakin naik, ini menunjukkan bahwa nilai efisiensi yang terbaik adalah pada bukaan 100%. Grafik Isoefisiensi untuk efisiensi 6,33% pada bukaan 100%, 75%, dan 50% digambarkan dengan warna kuning. Garis lengkung menandakan efisiensi. Garis efisiensi yang terbentuk ada yang menyimpang, yang disebabkan kurang akuratnya pada pembacaan skala.

Pada efisiensi bukaan 50% mampu menghidupkan 5 lampu, bukaan 75% mampu menghidupkan 5 lampu, sedangkan bukaan 100% hanya mampu menghidupkan 3 lampu. Karena itu pada bukaan 100% agar mampu menghidupkan 5 lampu, nilai efisiensinya harus dinaikkan.

3.9 Kesimpulan dan Saran 3.9.1 Kesimpulan

1. Persentase vane bukaan 100% akan menghasilkan daya yang lebih besar dibandingkan dengan persentase vane bukaan 75% dan 50 %

2. Torsi yang lebih besar akan menghasilkan daya yang lebih besar 3. Effisiensi turbin tertinggi terjadi pada

H = 4 mH2O dengan efisiensi 8,58% pada bukaan 100 % Q = 0,00113 m3/s

T = 0,021 N.m BHP = 2,852 Watt WHP = 33,260 Watt 4. PEL maksimum terjadi pada :

H = 5 mH2O dengan PEL 4,7040 watt pada bukaan 100% , V = 3,2 Volt

I = 1,47 Ampere

5. Nilai gaya bertambah sebanding dengan bertambahnya lampu dikarnakan daya keluaran turbin yang dibutuhkan tergantung besarnya nilai arus (I) dan hambatan (R)

(41)

1. Agar mesin tetap stabil sebaiknya di tambah stabilizer

2. Kurangnya kalibrasi pada alat ukur dan mesinnya, karna pada suatu pengukuran kesalahan dengan selisih 0,01 akan berpengaruh besar pada pengukuran torsi dan effisiensi

3. Karena percobaan manual maka praktikan harus benar – benar teliti, agar kesalahan dalam perhitungan dapat dihindari.

4. Praktikan harus lebih berhati – hati dalam melakukan pembacaan gaya (F) dan head (H) sehingga didapatkan hasil pengamatan yang benar.

5. Setelah melaksanakan praktikum hendak membersihkan peralatan dan perlengkapan dengan tertib.

Gambar

Gambar 3.2  a.  Banki Turbine  dan  b. Turbin Pelton
Gambar 3.3 bagian-bagian turbin Francis
Gambar 3.4 Aplokasi Turbin francis
Gambar 3.5  Mesin uji turbin Francis secara keseluruhan15
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada konfigurasi sudu pengarah dan profil kecepatan angin cooling tower yang tepat, integrasi turbin angin dengan menara pendingin tidak hanya dapat menggantikan energi

Kemudian energi kecepatan semburan uap yang keluar dari nosel yang diarahkan kepada sudu gerak (sudu-sudu cakram yang berputar) memberikan gaya impuls pada-pada

Dapat pula diketahui bahwa kecepatan absolut C, kecepatan relatif W dan kecepatan tangensial U Aliran air masuk ke sudu-sudu turbin sudu atas dengan kecepatan C1

Grafik Hubungan Bukaan Sudu Pengarah(GVO) dan Daya Air (WHP) Dari grafik diatas terlihat bahwa besarnya daya air akan semakin besar seiring dengan semakin besarnya

Jika sudu diam dan bergerak pada tingkatan ini mempunyai sudut masuk 30 0 dan sudut keluar 20 0 , carilah (I) tinggi sudu, jika tinggi sudu adalah 1/10 diameter lingkar

kecepatan uap, agar uap tersebut dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah yang tepat. Kecepatan uap saat meninggalkan baris sudu gerak yang terakhir harus dapat di

Dapat pula diketahui bahwa kecepatan absolut C, kecepatan relatif W dan kecepatan tangensial U Aliran air masuk ke sudu-sudu turbin sudu atas dengan kecepatan C1

Turbin Reaksi Turbin reaksi adalah turbin dengan proses ekspansi penurunan tekanan yang terjadi baik di dalam baris sudu tetap maupun sudu gerak, energi termal uap diubah menjadi