5.1 PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi akibat rencana pembangunan TPA Banjarsari Wetan wajib dikelola oleh Pemrakarsa. Maksud dari pengelolaan lingkungan hidup ini adalah untuk memberikan perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang diprakirakan terkena dampak baik geofisik kimia, biologi, sosial ekonomi budaya, maupun kesehatan masyarakat, yang mengalami perubahan akibat rencana pembangunan TPA Banjarsari Wetan. Pengelolaan lingkungan hidup juga merupakan bentuk tanggung jawab dari pemrakarsa terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan dan berawawasan lingkungan hidup.
Sedangkan tujuan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup rencana pembangunan TPA Banjarsari Wetan adalah :
1. Menghindari atau mencegah dampak negatif yang diprakirakan terjadi akbiat rencana pembangunan TPA Banjarsari Wetan.
2. Menanggulangi, meminimalisasi, atau mengendalikan dampak negatif yang diprakirakan terjadi akibat rencana pembangunan TPA Banjarsari Wetan.
3. Meningkatkan dampak positif sehingga memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada pemrakarsa, masyarakat, maupun pihak lain yang menikmati dampak positif tersebut.
4. Melaksanakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam pengelolaan lingkungan hidup.
5.1.1 PENGELOLAAN PADA TAHAP PRA KONSTRUKSI
Bentuk-bentuk pengelolaan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi dari masing-masing kegiatan pada tahap pra konstruksi diuraiakan sebagai berikut ini.
1) SURVEI DAN PERENCANAAN
Pengelolaan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat :
● Menetapkan batas area tapak proyek berdasarkan bukti
penguasaan lahan yang dimiliki.
● Melaksanakan kegiatan survei dan pengukuran dengan
menggunakan metode yang tepat sehingga dihasilkan dokumen perencanaan teknis (DED) yang sesuai.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan aparat desa, dan RT/RW
setempat selaku penanggung jawab wilayah, untuk memberikan informasi mengenai rencana pelaksanaan kegiatan survei di lokasi tapak proyek sehingga kegiatan survei dapat dilaksanakan.
● Mengintruksikan kepada Konsultan Perencana untuk
memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai kegiatan survei dan investigasi yang dilakukan di lokasi tapak proyek.
Pengelolaan Dampak Persepsi dan Sikap Masyarakat :
● Untuk menimbulkan persepsi dan sikap positif masyarakat, tim
survei wajib menghormati kearifan lokal, ketentuan yang berlaku di wilayah setempat, serta menjaga sikap selama pelaksanaan kegiatan.
2) SOSIALISASI DAN PUBLIKASI
Pengelolaan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat :
● Menyampaikan informasi rencana pembangunan TPA kepada
transparansi Pemrakarsa mengenai rencana pembangunan kepada masyarakat.
● Menampung saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat
melalui alamat yang telah dicantumkan dalam pengumuman rencana kegiatan (yang ada di kelurahan, tapak proyek, dan media cetak), serta merespon saran, pendapatan, dan tanggapan tersebut dengan cepat dan tepat.
● Bersedia membuka komunikasi serta melakukan musyawarah
mufakat dengan masyarakat terkena dampak yang difasilitasi oleh pihak kelurahan untuk membicarakan permasalahan, solusi, atauapun kesepakatan-kesepakatan yang harus dipenuhi antara kedua belah pihak, dan jika diperlukan, kesepakatan tersebut dituangkan secacara notariat yang mengikat kedua belah pihak.
● Menaati dan melaksanakan komitmen yang telah disepakati oleh kedua belah pihak untuk menjaga hubungan yang harmonis antara Pemrakarsa dengan masyarakat yang terkena dampak.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan kelurahan setempat
dalam rangka pemantauan kondisi sosial kemasyarakatan, proses sosial yang terjadi, serta isu-isu yang berkembang terkait dengan rencana pembangunan TPA.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan Polsek dan Koramil dalam
rangka penyelesaian konflik serta untuk menjaga keamanan dan ketertiban, khususnya pada tahap pra konstruksi.
Pengelolaan Dampak Persepsi dan Sikap Masyarakat :
● Untuk menimbulkan persepsi dan sikap positif masyarakat, Pemrakarsa dan tim perencana sebagai penanggung jawab kegiatan wajib menghormati kearifan lokal, ketentuan yang berlaku di wilayah setempat, serta menjaga sikap selama pelaksanaan kegiatan.
Bentuk-bentuk pengelolaan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi dari masing-masing kegiatan pada tahap konstruksi diuraiakan sebagai berikut ini.
1) REKRUITMEN TENAGA KERJA
Pengelolaan Dampak Terbuka Kesempatan Kerja :
● Mempersyaratkan bagi Kontraktor Pelaksana untuk melakukan
rekruitmen tenaga kerja secara profesional, terbuka dan transparan, dan sesuai peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan. Syarat tersebut dituangkan dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS) yang harus dipatuhi Kontraktor, yaitu :
‒ Melakukan rekuitmen tenaga kerja yang sesuai dengan posisi dan keahlian yang dibutuhkan dalam proses konstruksi.
‒ Membuat kesepatan atau perjanjian kerja yang jelas
dengan tenaga kerja konstruksi, minimal memuat identitas pekerja, posisi kerja, hak dan kewajiban, serta jangka waktu pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
‒ Melaksanakan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) bagi tenaga kerja konstruksi sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.01/Men/1980 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
‒ Mengikutsertakan tenaga kerja konstruksi dalam BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan PP No.44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
● Melakukan pengawasan melalui Konsultan Pengawas terhadap
pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja, serta memberikan peringatan, teguran, dan sanksi yang tegas kepada Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan dalam bidang ketenagakerjaan.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan kelurahan setempat dalam mendapatkan informasi tenaga kerja yang telah dipersiapkan oleh pihak kelurahan, serta dalam proses rekruitmen tenaga kerja konstruksi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pengelolaan Dampak Peningkatan Pendapatan :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
memberikan upah dan kesejahteraan kepada tenaga kerja konstruksi yang termuat dalam RKS, yaitu :
‒ Memberikan upah kepada tenaga kerja konstruksi baik upah minimum maupun lembur dan bentuk kesejahteraan lainnya sesuai dengan kontrak atau perjanjian kerja yang telah disepakati.
‒ Memberikan upah minimum kepada tenaga kerja
konstruksi minimal sesuai dengan UMK.
‒ Memberikan upah kepada tenaga kerja konstruksi dengan
tepat waktu sesuai dengan kontrak atau perjanjian kerja. Pengelolaan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat :
● Mempersyaratkan bagi Kontraktor Pelaksana untuk melakukan
penyerapan tenaga kerja lokal di desa setempat. Syarat tersebut termuat dalam RKS, yaitu memasang pengumuman lowongan kerja di kantor desa setempat sebelum dipublikasikan ke luar wilayah, sehingga wilayah desa setempat mendapatkan informasi awal.
● Mempersyaratkan bagi Kontraktor Pelaksana untuk
penyerapan tenaga kerja lokal di desa setempat. Syarat tersebut termuat dalam RKS, yaitu :
‒ Merekrut tenaga kerja lokal di kelurahan setempat minimal
50% dari tenaga kerja konstruksi yang dibutuhkan, sebagai bentuk pelibatan tenaga kerja lokal.
‒ Melakukan seleksi terhadap tenaga kerja lokal yang
pada posisi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja setempat.
‒ Mengecek identitas tenaga kerja untuk memastikan bahwa
tenaga kerja tersebut berasal dari masyarakat lokal di kelurahan setempat, bukan dari luar wilayah.
● Melakukan pengawasan kepada Kontraktor Pelaksana terhadap
jumlah tenaga kerja lokal di kelurahan setempat yang terserap
sebagai tenaga kerja konstruksi, serta memberikan
peringatan, teguran, dan sanksi jika tidak sesuai dengan ketentuan prosentase penyerapan tenaga kerja lokal.
● Membangun dan meningkatkan hubungan serta jalinan
komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat di kelurahan setempat, melalui penyampaian informasi secara berkesinambungan kepada masyarakat.
● Tetap menjaga keamanan dan ketertiban selama proses
rekruitmen tenaga kerja konstruksi, agar proses kerjasama dan akomodasi yang telah terbentuk tidak menjadi proses disosiatif.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan kelurahan setempat,
Polsek, dan Koramil dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban selama tahap pra konstruksi dan tahap konstruksi, serta dalam rangka untuk penyelesaian permasalahan sosial yang mungkin terjadi, melalui komunikasi dan musyawarah.
2) MOBILISASI PERALATAN DAN MATERIAL
Pengelolaan Dampak Penurunan Kualitas Udara :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melakukan pengelolaan penurunan kualitas udara. Syarat tersebut dimuat dalam RKS, yaitu :
‒ Mengatur kecepatan kendaraan proyek dengan kecepatan
<20 km/jam sehingga dapat mengurangi persebaran debu yang diakibatkan dari resuspensi kendaraan proyek, serta mengurangi emisi kendaraan.
‒ Melakukan perawatan dan perbaikan pada mesin kendaraan proyek untuk meminimalisir timbulnya emisi kendaraan yang berlebih.
‒ Menggunakan kendaraan proyek yang memiliki kelayakan
teknis operasional, serta telah lulus dalam uji emisi kendaraan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
‒ Melengkapi kendaraan pengangkut material dengan
penutup bak untuk menghindari ceceran tanah dan persebaran debu berlebih. Bak penutup kendaraan proyek dapat berupa terpal kanvas.
‒ Melakukan pembersihan kendaraan proyek, terutama roda
kendaraan sebelum keluar dari lokasi tapak proyek, untuk mencegah terjadinya ceceran tanah pada jalan.
‒ Membersihkan jalan di sekitar lokasi tapak proyek yang terdapat ceceran tanah akibat roda kendaraan proyek. Pembersihan ini juga bertujuan untuk mengurangi dampak gangguan lalulintas seperti terjadinya kecelakaan lalulintas.
‒ Melakukan penyiraman secara berkala atau secara
insidentil pada jalan di sekitar loksai tapak proyek untuk meminimalisir debu berlebih, terutama pada musim kemarau.
● Melakukan pengawasan terhadap Kontraktor Pelaksana dalam
pelaksanaan kegiatan mobilitas peralatan dan material, serta memberikan peringatan, teguran, dan sanksi yang tegas terhadap Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan kualitas udara ambien.
Pengelolaan Dampak Peningkatan Kebisingan :
● Mengatur kecepatan kendaraan proyek dengan kecepatan <20
● Membatasi jadwal pengangkutan peralatan dan material hingga sore hari (tidak dilakukan di malam hari) untuk mencegah kebisingan di malam hari.
● Menggunakan kendaraan proyek telah yang memiliki
kelayakan teknis operasional berdasarkan hasil uji kelaikan.
● Melakukan perawatan dan perbaikan terhadap mesin
kendaraan proyek agar tidak menghasilkan kebisingan berlebih.
● Memberikan informasi pelaksanaan pekerjaan kepada kepala
lingkungan setempat (RT/RW).
Pengelolaan Dampak Gangguan Lalulintas :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melakukan pengelolaan gangguan lalulintas yang termuat dalam RKS, yaitu :
‒ Memasang papan pengumuman di lokasi sebelum pintu
masuk, yang berisi informasi tentang himbauan kepada pengguna jalan untuk berhati-hati dengan adanya keluar-masuk kendaraan proyek.
‒ Memasang rambu lalulintas (perambuan sementara), yaitu
rambu peringatan berhati-hati yang diletakkan sebelum pintu masuk lokasi tapak proyek. Rambu dipasang pada pertigaan jalan desa dan jalan kabupaten.
‒ Melakukan pengangkutan peralatan berat) dengan
menggunakan trailer untuk menghindari terjadinya kerusakan jalan yang dapat mengakibatkan gangguan lalulintas.
‒ Menempatkan petugas pengatur lalulintas minimal 2
orang, untuk mengatur sirkulasi kendaraan keluar-masuk ke lokasi tapak proyek agar tidak mengganggu aktivitas transportasi lokal dan kegiatan operasional yang telah ada.
● Melakukan pengawasan terhadap Kontraktor Pelaksana melalui
Konsultan Pengawas dalam pelaksanaan kegiatan mobilitas peralatan dan material, serta memberikan peringatan,
teguran, dan sanksi yang tegas terhadap Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan gangguan lalulintas.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan Kepolisian (Satuan
Lalulintas) sesuai dengan kewenangannya dalam pelaksanaan mobilitas peralatan dan material untuk mengantisipasi terjadinya gangguan lalulintas.
Pengelolaan Dampak Gangguan Kesehatan Masyarakat :
● Melaksanakan pengelolaan dampak penurunan kualitas udara
dari kegiatan mobilisasi peralatan dan material secara tepat dan konsisten karena dampak ini merupakan dampak lanjutan dari dampak penurunan kualitas udara.
Pengelolaan Dampak Penurunan Kenyamanan :
● Melaksanakan pengelolaan dampak peningkatan kebisingan
pada kegiatan mobilisasi peralatan dan material karena dampak penurunan kenyamanan lingkungan ini merupakan dampak lanjutan dari dampak peningkatan kebisingan.
3) PENGERAHAN TENAGA KERJA
Pengelolaan Dampak Penurunan Kebersihan Lingkungan :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melaksanakan pengelolaan sampah pekerja dan limbah padat konstruksi yang termuat dalam RKS, yaitu :
‒ Menyediakan sarana pengumpulan sampah sementara
berupa TPS kontainer kapasitas 6 m3 sebanyak 1 unit di
lokasi tapak proyek.
‒ Memasang papan, spanduk, atau media pengumuman
lainnya di lokasi tapak proyek yang berisi tentang larangan pembuangan sampah sembarangan.
‒ Mengatur pengangkutan sampah dari TPS kontainer ke TPA
melalui kerjasama dengan instansi terkait.
‒ Material sisa atau limbah padat kontruksi yang dihasilkan
proyek atau dibuang ke tempat yang tidak menggangu lingkungan hidup. Kontraktor Pelaksana harus menjamin bahwa lokasi pembuangan material tidak mengganggu lingkungan disekitarnya, lokasi pembuangan harus mendapatkan persetujuan Pemrakarsa.
‒ Membersihkan lingkungan tapak proyek sebelum jam jam
kerja selesai.
● Melakukan pengawasan terhadap Kontraktor Pelaksana dalam
pengelolaan sampah pekerja dan limbah padat konstruksi, serta memberikan peringatan, teguran, dan sanksi yang tegas terhadap Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan di lokasi tapak base camp dan lokasi tapak proyek. Pengelolaan Dampak Perubahan Kualitas Air Permukaan :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melaksanakan pengelolaan sanitasi di lokasi tapak proyek. Syarat-syarat tersebut dimuat dalam RKL, antara lain :
‒ Menyediakan sarana MCK sementara bagi tenaga kerja
konstruksi yang layak dan memadai, dapat berupa Toilet
Portable atau Toilet Mobile, atau bangunan MCK sementara
sebanyak 1 unit.
‒ Menyediakan air bersih bagi tenaga kerja konstruksi yang
memadai, dan layak dikonsumsi, serta memenuhi syarat-syarat kualitas air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.416/Men.Kes/Per/ IX/1990 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air.
‒ Menyediakan tandon air bersih dengan kapasitas 10.000 L
yang selalu terisi air bersih sehingga mencukupi kebutuhan domestik bagi tenaga kerja konstruksi.
‒ Melakukan pembersihan MCK sementara yang di lokasi
tapak proyek secara berkala paling lama seminggu sekali, dan melakukan penyedotan lumpur tinja pada toilet,
sehingga MCK sementara ini selalu dalam keadaan bersih dan layak pakai.
● Melakukan pengawasan terhadap Kontraktor Pelaksana dalam
pengelolaan air bersih dan air limbah, serta memberikan peringatan, teguran, dan sanksi yang tegas terhadap Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan air limbah tenaga kerja selama tahap konstruksi.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan Pihak Ketiga yang
memiliki kompetensi bidang sanitasi untuk melakukan penyedotan lumpur tinja pada MCK secara berkala.
Pengelolaan Dampak Terbukanya Peluang Usaha :
● Melarang pedagang kaki dan pemilik warung lima berjualan di
dalam lokasi tapak proyek kecuali seizin pihak Pemrakarsa dan Konsultan Pelaksana karena dapat mengganggu kegiatan mobilisasi peralatan dan materal, serta kegiatan pembangunan fasilitas TPA.
● Mengatur sedemikian rupa lokasi keberadaan pedagang kaki
lima dan pemilik warung kaki lima yang ada di sekitar lokasi tapak proyek.
● Memberikan himbauan dan arahan kepada pedagang kaki lima
wan pemilik warung untuk turut serta menjaga kebersihan dan ketertiban di sekitar lokasi tapak proyek agar tidak mengganggu keseluruhan aktivitas konstruksi.
Pengelolaan Dampak Peningkatan Pendapatan :
● Memberikan himbauan dan arahan kepada pedagang kaki lima
dan pemilik warung untuk menjual makanan dan minuman yang sehat, menjaga kualitas barang dagangannya, sehingga pekerja konstruksi merasa nyaman dan tidak khawatir akan kesehatannya.
4) PEMBERSIHAN LAHAN
● Membatasi kegiatan pembersihan lahan pada area tapak proyek, tidak sampai keluar batas tapak proyek untuk menghindari terjadinya konflik kepemilikan lahan dengan masyarakat di sekitarnya.
● Melaksanakan kegiatan pembersihan lahan dengan
menggunakan peralatan manual dan mekanis secara tepat, agar material hasil pembersihan lahan yang dapat dimanfaatkan seperti tanaman jati dapat digunakan.
Pengelolaan Dampak Timbulan Material Hasil Pembersihan :
● Memanfaatkan material hasil pembersihan, terutama tanaman
kayu jati yang telah dipotong sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
● Melakukan pengangkutan material hasil timbunan yang tidak
memiliki nilai ekonomi ke luar tapak proyek, dan lokasi pembuangannya tidak boleh mengganggu lingkungan sekitarnya.
5) PEMBANGUNAN FASILITAS TPA
Pengelolaan Dampak Penurunan Kualitas Udara :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melakukan pengelolaan penurunan kualitas udara ambien yang termuat dalam RKS, yaitu sebagai berikut :
‒ Menggunakan mesin dan peralatan konstruksi yang
memiliki kelayakan teknis operasional, serta telah lulus dalam uji emisi kendaraan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
‒ Melakukan penyiraman secara berkala di lokasi tapak proyek, terutama pada pekerjaan tanah, dan pada musim kering (kemarau) untuk menghindari persebaran debu yang berlebih akibat erosi angin di lokasi tapak proyek.
‒ Mewajibkan tenaga kerja konstruksi menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker yang sesuai dengan SNI terutama pada pekerjaan tanah.
‒ Disamping untuk mereduksi tingkat kebisingan,
pemasangan pagar keliling tapak proyek bangunan bertujuan untuk melokalisir persebaran debu akibat erosi angin.
● Melakukan pengawasan terhadap Kontraktor Pelaksana melalui
Konsultan Pengawas dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan hotel dan fasilitas penunjang, serta memberikan peringatan, teguran, dan sanksi yang tegas terhadap Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan debu dari aktivitas konstruksi.
Pengelolaan Dampak Peningkatan Kebisingan :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melakukan pengelolaan kebisingan di lokasi tapak proyek. Persyaratan tersebut dimuat dalam RKS, yaitu :
‒ Membangun pagar keliling tapak proyek untuk melokalisir
kebisingan, dengan tingkat reduksi kebisingan hingga 20 dBA. Persyaratan minimal pembuatan pagar keliling adalah :
(a) Ketinggian pagar keliling tapak proyek minimal 2 m dari permukaan tanah.
(b) Tidak melebihi garis sempadan jalan (GSJ) yang ada, dan pemasangan pagar keliling harus rata dan tegak lurus.
(c) Pemasangan tiang dengan ditanam langsung, kedalaman pemasangan tiang disesuaikan kondisi tanah setempat.
‒ Membatasi jadwal konstruksi hingga sore hari (tidak dilakukan di malam hari) untuk mencegah kebisingan di
malam hari yang dapat mengganggu kenyamanan masyarakat di sekitarnya.
‒ Mewajibkan tenaga kerja menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) berupa ear protector/earplug sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan NNR (Noise Reduce Ratio) 20-30 dBA.
‒ Melakukan perawatan terhadap mesin dan peralatan
konstruksi proyek agar tidak menghasilkan kebisingan berlebih.
‒ Mengganti mesin dan peralatan konstruksi yang
menimbulkan kebisingan berlebih.
● Melakukan pengawasan terhadap Kontraktor Pelaksana dalam
pelaksanaan kegiatan mobilitas peralatan dan material, serta memberikan peringatan, teguran, dan sanksi yang tegas terhadap Kontraktor Pelaksana yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan dampak peningkatan kebisingan.
Pengelolaan Dampak Gangguan Kesehatan Masyarakat :
● Melaksanakan pengelolaan dampak penurunan kualitas udara
pada kegiatan pembangunan fasilitas TPA secara tepat karena dampak gangguan kesehatan masyarakat ini merupakan dampak lanjutan dari dampak penurunan kualitas udara.
Pengelolaan Dampak Penurunan Kenyamanan :
● Melaksanakan pengelolaan dampak peningkatan kebisingan
pada kegiatan pembangunan fasilitas TPA secara tepat, karena dampak penurunan kenyamanan ini merupakan dampak lanjutan dari dampak peningkatan kebisingan.
Pengelolaan Dampak Limbah B3 :
● Mempersyaratkan kepada Kontraktor Pelaksana untuk
melakukan pengelolaan timbulan limbah B3, yang termuat dalam RKS, yaitu :
‒ Melakukan perawatan terhadap mesin pada kendaraan dan peralatan konstruksi untuk menghindari ceceran oli bekas dari mesin tersebut di lokasi tapak proyek.
‒ Melakukan pengumpulan dan penyimpanan sementara
limbah B3 yang dihasilkan selama konstruksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.1 Tahun 1995 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
‒ Melakukan pencatatan limbah B3 yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1995 Tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
‒ Memberikan simbol dan label limbah B3 sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan. Bentuk, ukuran, warna, bahan, dan tata cara pemberian simbol dan label limbah B3, mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol Limbah B3 Dan Pelabelan Limbah B3 Dan Pencetakan Simbol Limbah B3 Dan Pelabelan Limbah B3.
‒ Melakukan pengumpulan olie bekas sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.255 Tahun 1996 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Penyimpanan Dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
‒ Melakukan pengangkutan limbah B3 melalui kerjasama
dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin dalam pengangkutan limbah B3.
‒ Mencegah terjadinya tumpahan minyak yang berasal dari
● Koordinasi dan bekerjasama dengan Pihak Ketiga yang telah memiliki izin dalam pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.1.3 PENGELOLAAN PADA TAHAP OPERASI
Bentuk-bentuk pengelolaan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi dari masing-masing kegiatan pada tahap operasi diuraiakan sebagai berikut ini.
1) PENGANGKUTAN SAMPAH KE TPA
Pengelolaan Dampak Gangguan Lalulintas :
● Memberikan himbauan kepada sopir truk pengangkut sampah
untuk menaati rambu-rambu lalulintas yang ada.
● Pengangkutan sampah dilakukan pagi hari agar tidak
mengganggu mobilisasi penduduk.
● Mengatur sedemikian rupa parkir kendaraan pengangkut truk
sampah agar tidak mengganggu lalulintas pada saat pengangkutan sampah dari tempat pengumpulan sementara. Pengelolaan Dampak Penurunan Kebersihan Lingkungan :
● Menggunakan truk pengangkut sampah yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
‒ Tinggi bak maksimum 1,6 m.
‒ Bak tidak bocor.
‒ Bak dilengkapi dengan penutup agar sampah tidak
berceceran selama proses pengangkutan ke TPA.
● Membersihkan truk pengangkut sampah sebelum keluar dari
TPA, dan setelah selesai melaksanakan kegiatan pengangkutan sampah.
● Menyusun dan melaksanakan SOP Pengangkutan Sampah
dengan berpedoman pada tata cara pengangkutan sampah perkotaan dan ketentuan teknis yang terkait.
● Melakukan pemeliharaan truk pengangkut sampah agar dapat beroperasi dengan tepat, terutama pemeliharaan pada bak sampah.
Pengelolaan Dampak Pencemaran Bau :
● Untuk meminimalisasi terjadinya bau, pengangkutan sampah
dilakukan secara berkala (tiap hari) sehingga menekan proses terjadinya dekomposisi sampah pada sumber sampah dan tempat pengumpulan sementara.
2) OPERASIONAL TPA
Pengelolaan Dampak Penurunan Kualitas Udara :
● Menggunakan peralatan berat yang memiliki kelayakan teknis
operasional, serta telah lulus dalam uji emisi kendaraan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
● Mewajibkan tenaga kerja pada unit TPA untuk menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker yang sesuai dengan SNI terutama dalam pengaturan lahan, perataan sampah, penimbunan tanah, dan pemadatan.
● Melakukan perawatan dan pemeliharaan tanaman pada buffer
area yang berfungsi untuk melokalisir persebaran polutan
udara ke lingkungan di sekitar lokasi TPA.
Pengelolaan Dampak Peningkatan Kebisingan :
● Membuat jadwal operasi perlalatan berat dalam penimbunan
sampah. Kegiatan penimbunan sampah disarankan mulai pukul 07.00-14.00 agar tidak menggangu kenyamanan penduduk di sekitar khususnya di malam hari pada jam istirahat.
● Mewajibkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) berupa ear
protector/earplug bagi tenaga kerja dan pengunjung pada
lokasi-lokasi dengan tingkat kebisingan berlebih.
● Melakukan perawatan peralatan berat secara rutin agar tidak
menghasilkan kebisingan berlebih.
● Pelaksanaan penghijauan pada area penyangga (buffer area) dengan tanaman penyerap bau seperti :
‒ Lidah mertua (Sansevieria sp.)
‒ Bambu jepang (Pseudosasa japonica)
‒ Trembesi (Samanea saman)
‒ Kemuning (Murraya paniculata) dll.
● Melakukan penutupan tanah pada timbunan sampah. TPA
dengan metode pembuangan controlled landfill disarankan untuk melakukan penutupan tanah dengan frekuensi 3 hari sekali.
Pengelolaan Dampak Perubahan Kualitas Air Permukaan :
● Pengolahan lindi dengan pengoperasian Instalasi Pengolahan
Lindi (IPL) sesuai dengan SOP yang telah disusun. Pengolahan lindi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
‒ Instalasi pengolah lindi utama adalah kolam
stabilisasi/anaerob dan kolam aerasi. Lindi dari TPA maupun dari drainase limpasan langsung dialirkan menuju kolam tersebut.
‒ Pengoperasian pertama (start-up) dari instalasi pengolah lindi adalah dengan mengisinya dengan air tawar dari sungai/sumber lain dan di-setting pada kedalaman yang direncanakan. Secara bertahap lindi dimasukkan ke dalam kolam stabilisasi/anaerob sampai terjadi pengkondisian mikroorganisme. Bila diperlukan dilakukan aliran tertutup (tanpa efluen baru) antara kolam maturasi dengan kolam aerasi. Setelah lindi masuk ke dalam sistem IPL, maka pengolahan IPL akan berjalan dengan sendirinya secara gravitasi, dan diharapkan dengan waktu detensi yang direncanakan, kualitas air efluen dapat memenuhi persyaratan.
(a) Kolam stabilisasi/anaerob ini dioperasikan pada kedalaman, minimal 3 m sesuai dengan kebutuhan (masalah debit maupun oksigen terlarut DO).
Pengaturan operasi ini dilakukan dengan membuka/ menutup pintu air yang tersedia.
(b) Setelah kolam stabilisasi/anaerob, dilanjutkan dengan pengolahan aerasi di kolam aerasi. Aerator menjadi prasarana utama pada kolam aerasi. Bila karena sesuatu hal aerator tidak berfungsi, maka kolam ini secara teoritis akan mampu menangani beban organik dari lindi secara fakultatif. Pada saat masuk dan keluar dari kolam pengolah tersebut, terdapat pencatat debit dengan model ambang yang dapat diganti sesuai kebutuhan.
(c) Unit berikutnya adalah lahan sanitasi atau kolam sorpsi-filtrasi (maturasi) yang sasaran utamanya adalah mengurangi pencemar lindi dengan evapotranspirasi (penguapan) dan mengikat logam-logam berat. Di samping itu, susunan tanah yang tersedia akan berfungsi pula mengurangi pencemar organik dari kolam maturasi.
(d) Kolam terakhir adalah area kontrol dengan tanaman (wetland). Kolam ini diharapkan mempunyai DO lebih tinggi, sehingga bila dianggap perlu efluen dari kolam ini dapat dikembalikan ke kolam I untuk mensuplai oksigen bagi kolam stabilisasi. Di samping itu, kolam ini bersifat kontrol sebelum dibuang ke badan air.
‒ Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi yang
ditampung dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi. Lakukan pengecekan secara rutin pompa dan perpipaan resirkulasi lindi untuk menjamin sistem resirkulasi tersebut.
● Melakukan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Lindi baik
pemeliharaan baik pemeriksanaan rutin, pemeliharaan berkala, maupun perbaikan.
‒ Pemeriksaan rutin sebagai upaya pemeliharaan yang bersifat pencegahan untuk mengidentifikasi kerusakan atau gangguan sejak dini, serta untuk mengetahui perubahan kondisi yang terjadi, misalnya :
(a) Pemeriksaan retakan dinding kolam untuk mengetahui indikasi adanya rembesan lindi ke dalam tanah.
(b) Pemeriksanaan tanaman yang merambat atau menjalar pada dinding kolam untuk mengetahui potensi kerusakan dinding kolam akibat akar tanaman.
(c) Pemeriksaan permukaan tanah di sekitar kolam untuk mengetahui indikasi adanya penurunan permukaan tanah.
(d) Pemeriksaan kondisi fisik dan kebersihan peralatan (unit mekanik) sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap peralatan tersebut.
(e) Pemeriksaan sistem kelistrikan dan panelnya harus dilakukan secara rutin untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dan keamanannya.
(f) Pemeriksaan unit mekanis penunjangnya seperti katup-katup, perpipaan dan asesorisnya juga perlu diperhatikan agar kelancaran air maupun udara dapat dipertahankan.
‒ Pemeliharaan perlu dilakukan pada instalasi pengolahan berupa :
(a) Pengukuran ketebalan endapan perlu dilakukan secara berkala setiap bulan. Lumpur endapan yang sudah cukup tebal dan mendekati ketebalan yang direncanakan perlu ditindaklanjuti dengan pengerukan agar waktu tinggal lindi dalam kolam dapat terjamin sesuai rencana.
(b) Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera dikeluarkan. Alat berat excavator sangat efektif dalam pengeluaran lumpur ini.
Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar juga dapat digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.
(c) Pembersihan saringan udara pada unit
blower/compresor dengan frekuensi sesuai ketentuan
teknisnya.
(d) Penggantian minyak pelumas pada unit blower perlu dilakukan dengan kualitas minyak yang baik dan periode penggantian yang tepat.
‒ Perbaikan pada kolam pengolahan biasanya dilakukan
berupa :
(a) Perbaikan konstruksi kolam yang rusak.
(b) Perbaikan permukaan tanah di sekitar kolam dengan penggalian dan pengurugan untuk mengembalikan kemiringan permukaan ke arah saluran drainase terdekat.
(c) Perbaikan unit mekanik yang mengalami kerusakan. Pengelolaan Dampak Perubahan Kualitas Air Tanah :
● Pemasangan lapisan dasar TPA untuk mencegah rembesan
lindi kedalam tanah. Lapisan dasar TPA ini harus memenuhi kriteria :
‒ Harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam
tanah dan tidak mencemari air tanah.
‒ Koefisien pearmeabilitas harus lebih kecil dari 10-6 cm/det.
‒ Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA dengan tanah lempung yang dipadatkan (30 cm x 2) atau geomembrane setebal 1,5-2 mm, tergantung pada kondisi tanah.
‒ Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi
dan kemiringan minimal 2% kearah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
‒ Pemasangan lapisan dasar harus sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah direncanakan dan harus dilakukan oleh kontraktor yang telah memiliki pengalaman baik.
● Melakukan pemeliharaan lapisan dasar TPA sebelum tertutup
timbunan sampah dan tanah, agar tidak terjadi retakan dan kebocoran dengan :
‒ Penanganan retakan lapisan dasar dengan menyiramkan
air secara periodik pada lapisan lempung terutama pada saat cuaca panas, sehingga kelembaban lapisan dapat dipertahankan. Bila retakan telah terjadi maka diperlukan penambalan dan penyiraman sehingga retakan dapat tertutup kembali dan potensi rembesan lindi dapat dikurangi.
‒ Penanganan kebocoran lapisan dasar dengan memperbaiki
sambungan lapisan yang kurang tepat pada saat konstruksi, serta menghindari aktivitas pada lapisan dasar TPA yang belum dilapisi tanah pelindung.
Pengelolaan Dampak Limpasan Permukaan :
● Selain penyediaan drainase pada area penimbunan sampah
dan drainase keliling TPA, saluran draianse juga disediakan untuk fasilitas jalan TPA, kantor, dan fasilitas penunjang lainnya.
● Pemeliharaan saluran drainase :
‒ Pengawasan Rutin :
(a) Pemeriksaan rutin setiap minggu perlu dilakukan sebagai kegiatan rutin untuk mengetahui kondisi saluran secara umum dan mengamati perubahan yang terjadi.
(b) Khususnya pada musim hujan, pengawasan rutin perlu ditingkatkan dengan menambah frekwensi pemeriksaan terutama setelah terjadi hujan lebat. Dengan pengawasan yang rutin dan teratur maka semua perubahan yang terjadi dapat dipantau dan bila perlu
dapat dilakukan tindak lanjut pemeliharaan sehingga terhindar dari kerusakan yang serius.
‒ Penanganan Endapan :
(a) Saluran drainase perlu dijaga agar tidak menjadi tempat tertumpuknya endapan pasir dan tanah, terutama dari erosi lapisan tanah penutup TPA. Endapan yang dibiarkan akan mudah ditumbuhi tanaman rumput atau semak yang cepat sekali membesar/ mengembang sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada saluran drainase. (b) Dalam hal dijumpai endapan pada saluran drainase
maka perlu diupayakan untuk segera memindahkan endapan tersebut. Pada saat yang bersamaan juga perlu dicari lokasi asal endapan tersebut.
(c) Bila dijumpai ada bagian dari lapisan tanah penutup yang mengalami erosi maka perlu segera dilakukan perbaikan atas tanah penutup tersebut.
‒ Penanganan Erosi :
(a) Terjadinya kerusakan kerusakan akibat tinginya kecepatan aliran (kesalahan rancangan saluran) maka diperlukan perubahan pada rancangn bangun saluran, yaitu berupa perubahan kemiringan dasar saluran yang diikuti dengan pembuatan terjunan untuk mengurangi kecepatan aliran air.
(b) Saluran tanah yang berubah profilnya akibat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.
‒ Penanganan Tumbuhan Liar
(a) Tanaman yang tumbuh pada saluran harus segera dicabut; dan apabila menimbulkan lubang yang cukup besar harus segera ditutup dengan plesteran/pasangan yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tumbuhnya kembali tanaman dari akar yang tertinggal
atau terkikisnya tanah oleh aliran air pada saat turun hujan.
Pengelolaan Dampak Berkembangnya Vektor Penyakit :
● Melakukan penutupan tanah pada timbunan sampah untuk
mencegah berkembangnya vektor penyakit. TPA dengan metode pembuangan controlled landfill disarankan untuk melakukan penutupan tanah dengan frekuensi 3 hari sekali.
● Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan insektisida dengan menggunakan mistblower. Pengelolaan Dampak Potensi Longsor :
● Mengurangi ketinggian timbunan sampah dalam rangka
mencegah ketidakstabilan slope / lereng. Agar tidak terjadi genangan (ponding) dan air dapat mengalir dengan rasio vertikal ke horizontal < 1 : 3 maka kemiringan lerengan sebesar 2-4%.
● Batasan nilai yang biasa digunakan agar material dalam timbunan tidak runtuh dikenal dengan sebagai faktor keamanan (safety factor atau SF). Syarat kriteria nilai SF minimum 1,3 untuk kemiringan timbunan sementara dan 1,5 untuk kemiringan yang permanen.
● Timbunan sampah dengan ketinggian >5 m harus dilakukan
rekonturing, agar kestabilan tanah terjaga.
● Lereng yang tidak berkontur dipotong dan dibentuk agar berkontur. Dari bagian bawah sampah dipotong untuk dibuat terasiring selebar 5 m, dan lereng dibentuk dengan kemiringan
20–30o. Demikian dilanjutkan hingga sampai pada bagian atas
tumpukan sampah.
● Dibuat tanggul pengaman untuk mencegah kelongsoran
sampah. Tanggul dibuat di sisi-sisi sel sampah. Tanggul dibuat dari timbunan tanah yang dipadatkan. Tanggul pada sisi sel sampah diproteksi dengan GCLs, HDPE Geomembrane dan Geotextile Proteksi. Pada bagian luar dari sisi timbunan sampah diproteksi dengan geotextile, geogrid dan geomat.
Pengelolaan Dampak Potensi Kebakaran :
● Pengoperasian sistem penanganan gas di TPA, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
‒ Pemasangan dan penyambungan pipa gas :
(a) Pipa penangkap gas dipasang secara progresif ke atas sesuai dengan ketinggian sampah yang dicapai. Skematis pemasangan pipa tersebut yang telah didesain penempatannya pada titik-titik tertentu terutama pada box joint percabangan dari pipa lindi dan di ujung pipa lindi. Namun perlu diperhatikan agar peletakan pipa PVC berlubang harus selurus mungkin dan dikelilingi kerikil berdiameter paling tidak 5-10 cm. (b) Pekerjaan perpipaan gas hendaknya mengikuti
persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam Pedoman Plumbing Indonesia, serta persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak berwenang. Mutu bahan harus baik dan telah diuji oleh lembaga yang berwenang.
(c) Setelah pekerjaan perpipaan selesai harus dilakukan pengujian atas seluruh bagian dari pekerjaan ini. Semua kekurangan dan kebocoran harus segera diperbaiki sehingga seluruh sistem bekerja dengan baik.
(d) Sistem pemasangan harus mengikuti ketinggian penimbunan sampah, jadi penyambungan pipa ke atas dilakukan bertahap (tidak sekaligus pada awal pembangunan). Pipa yang dipasang akan dilindungi oleh casing yang terbuat dari tumpukan drum bekas. (e) Pemanfaatan gas, sangat direkomendasikan pada ujung
pipa pembuangan gas ditambahkan dengan sistem
pembakaran/flaring (dengan burner pembakar),
sehingga CH4 yang dihasilkan dari dekomposisi gas
dapat dikonversi menjadi CO2 dengan tujuan
● Pemeliharaan sistem pengendalian gas dengan dengan pemeriksaan berkala pipa terhadap kebocoran, terutama difokuskan pada titik sambungan pipa.
● Memberikan himbauan kepada tenaga kerja maupun
pengunjung TPA untuk tidak membuang puntung rokok diarea penimbunan sampah, karena dapat memicu terjadinya kebakarang.
Pengelolaan Dampak Penurunan Estetika Lingkungan :
● Melakukan penutupan tanah pada timbunan sampah. TPA
dengan metode pembuangan controlled landfill disarankan untuk melakukan penutupan tanah dengan frekuensi 3 hari sekali.
● Pelaksanaan penghijauan pada area penyangga (buffer area)
dengan tanaman.
Pengelolaan Dampak Gangguan Kesehatan Masyarakat :
● Melaksanakan pengelolaan dampak penurunan kualitas udara
dari kegiatan operasional TPA secara tepat dan konsisten karena dampak ini merupakan dampak lanjutan dari dampak penurunan kualitas udara.
Pengelolaan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat :
● Melaksanakan kegiatan pengangkutan sampah ke lokasi TPA
dengan baik dan benar, serta sesuai SOP yang telah disusun untuk mencegah terjadinya ceceran sampah, pencemaran bau, dan gangguan lalulintas yang diakibatkan oleh mobilisasi truk pengangkut sampah.
● Mengoperasikan fasilitas-fasilitas yang ada di TPA secara baik
dan benar, serta sesuai SOP yang telah disusun untuk mencegah dan meminimalisir dampak negatif dari TPA seperti penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, pencemaran bau, perubahan kualitas air permukaan, perubahan kualitas air tanah, limpasan permukaan, berkembangnya vektor penyakit, potensi longsor, potensi
kebakaran, penurunan estetika lingkungan, dan gangguan kesehatan masyarakat.
● Memberikan informasi secara terbuka dan transparan bagi masyarakat tentang kondisi lingkungan dari hasil pemantauan, antara lain kondisi kualitas udara, kualitas air permukaan, kualitas air tanah, kualitas efluen lindi, dan hasil pemantauan lainnya).
● Menampung keluhan, pengaduan dan komplain dari
masyarakat terkait dengan dampak lingkungan dari kegiatan operasional TPA, selanjutnya menaggapi secara cepat untuk menemukan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang terjadi.
● Menaati dan melaksanakan komitmen yang telah disepakati antara Pemrakarsa dan masyaraka di sekitar lingkungan rumahs sakit untuk menjaga hubungan dan interaksi yang harmonis.
● Bersedia melaksanakan kegiatan musyarawarah mufakat
dengan warga sekitar yang terkena dampak langsung untuk melaksanakan kesepakatan-kesepakatan tertentu yang terkait dengan dampak-dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi.
● Koordinasi dan bekerjaama dengan intansi bidang pengelolaan
lingkungan dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan hidup.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan aparat desa, Polsek, dan
Koramil dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban, serta dalam penyelesaian permasalahan sosial melalui musyawarah.
3) PEMELIHARAAN TPA
Pengelolaan Dampak Limbah B3 :
● Melakukan identifikasi karakteristik limbah B3 yang dihasilkan,
baik yang ada pada wadah terpilah 3R maupun langsung pada sumber limbahnya untuk menentukan jenis kemasan limbah B3.
● Melakukan pengemasan limbah B3 non medis yang dihasilkan dengan wadah/kemasan yang sesuai dengan karakteristik limbah B3. Persyaratan umum pengemasan adalah :
‒ Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak
rusak,dan bebas dari pengkaratan serta kebocoran.
‒ Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan
dengan karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya.
‒ Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau
PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
‒ Tata cara pengemasan/pewadahan limbah B3 mengacu
pada Keputusan Kepala Bapedal No.1 Tahun 1995 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
● Melakukan pencatatan limbah B3 yang dihasilkan sesuai
dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.2 Tahun 1995 Tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
● Memberikan simbol dan label limbah B3 sesuai dengan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.14 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol Limbah B3 Dan Pelabelan Limbah B3 Dan Pencetakan Simbol Limbah B3 Dan Pelabelan Limbah B3.
● Menyimpan sementara limbah B3 yang telah dikemas dan diberi label limbah B3 pada TPS Limbah B3.
Pengelolaan Dampak Peningkatan Kinerja TPA :
● Melaksanakan kegiatan pemeliharaan fasilitas TPA secara baik
dan benar, sesuai dengan SOP yang telah disusun, dan dilaksanakan secara kontinu, baik pemeriksaan rutin,
pemeliharaan berkala, dan perbaikan atas kerusakan-kerusakan fasilitas TPA.
5.1.4 PENGELOLAAN PADA TAHAP PASCA OPERASI
Bentuk-bentuk pengelolaan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi dari masing-masing kegiatan pada tahap pasca operasi diuraiakan sebagai berikut ini.
1) SOSIALISASI
Pengelolaan Dampak Persepsi dan Sikap Masyarakat :
● Menyampaikan informasi rencana penutupan TPA kepada
masyarakat secara jelas, terbuka, dan transparan. Informasi yang disampaikan minimal memuat kegiatan-kegiatan pada tahap pasca operasi, desain penutupan, dan jadwal penutupan TPA.
2) PENUTUPAN TPA
Pengelolaan Dampak Tumbuhnya Flora :
● Melaksanakan revegetasi lahan bekas TPA dengan penyiapan
lapisan tanah, dan perbaikan kualitas tanah.
‒ Penyiapan kualitas tanah dengan cara pemberian lapisan
tanah pucuk (top soil) yang subur untuk memudahkan tumbuh berkembangnya vegetasi.
‒ Perbaikan kualitas tanah dengan cara :
(a) Penambahan nutrisi (b) Menjaga suhu tanah
(c) Menjaga kelembaban kadar air dengan menyiramnya saat kering
(d) Penggunaan peralatan pemindahan tanah
● Penanaman pohon pelindung untuk green belt dan tanaman
perdu untuk penutupan timbunan.
‒ Pohon pelindung :
(a) Kamboja putih / semboja (Plumeria alba) (b) Kamboja merah (Plumeria rubra L.)
(c) Ketapang (Terminalia cattapa L) (d) Glodokan Tiang (Polyalthia longifolia)
(e) Bungur / Wungu (Lagerstromeia speciosa Pers) (f) Kelapa gading (Cocos nucifera varietes eburnea) (g) Nyamplungan (Calophyllum inophyllum L.)
‒ Tanaman perdu :
(a) Beluntas (Pluchea indica L.) (b) Bougenvile (Bougainvillea)
(c) Daun Wungu / Daun putri / Demung (Graptophyllum
pictum L.)
(d) Wedelia (Wedelia trilobata)
(e) Tapak kuda (Ipomoea pescaprae)
(f) Euphorbia Dentata (Euphorbia dentata Michx) (g) Rumput jepang (Zoysia japonica)
(h) Rumput Belulang (Eleusine indica)
Pengelolaan Dampak Perubahan Fungsi Lahan :
● Memanfaatkan lahan bekas TPA yang telah ditutup sesuai dengan tata ruang wilayah (RTRW).
● Jika belum ditetapkan peruntukkannnya dalam RTRW,
pemanfaatan lahan bekas TPA harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung, serta kondisi lingkungan di sekitarnya. Pemanfaatan ruangnya harus mendapatkan persetujuan dari badan koordinasi perencanaan ruang daerah. Pengelolaan Dampak Peningkatan Estetika Lingkungan :
● Melaksanakan kegiatan revegetasi secara baik dan benar, sehingga estetika lingkungan lahan bekas TPA menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya.
3) PEMELIHARAAN DAN PEMANTAUAN LAHAN BEKAS TPA
Pengelolaan Dampak Illegal Dumping :
● Pemasangan papan pengumuman di lokasi TPA yang
menginformasikan bahwa TPA telah ditutup dan tidak diizinkan untuk melakukan pembuangan sampah di lokasi tersebut.
● TPA diberi pagar keliling dengan tanaman dan kawat berduri (untuk faktor keamanan) dan tiang betori sebagai pengikat. Pagar dibuat setinggi minimal 1,5 m.
● Mengunci pintu pagar TPA untuk mencegah masuknya
pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
● Memberikan peringatan secara langsung, maupun sanksi
berupa denda kepada pihak-pihak yang melakukan pembuangan sampah di lokasi lahan bekas TPA yang telah ditutup.
Pengelolaan Dampak Perubahan Kualitas Air Permukaan :
● Tetap mengoperasikan Instalasi Pengolahan Lindi (IPL), selama
lindi masih dihasilkan dari hasil dekomposisi sampah pada timbunan sampah yang telah ditutup oleh lapisan akhir (final
cover).
● Tetap melaksanakan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Lindi
selama lindi masih dihasilkan di TPA.
Pengelolaan Dampak Perubahan Kualitas Air Tanah :
● Tetap mengoperasikan Instalasi Pengolahan Lindi (IPL) selama
lindi masih dihasilkan dari hasil dekomposisi sampah pada timbunan sampah yang telah ditutup oleh lapisan akhir (final
cover), sebagaimana dilakukan pada tahap operasi.
● Tetap melaksanakan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Lindi
selama lindi masih dihasilkan di TPA sebagaimana dilakukan pada tahap operasi.
Pengelolaan Dampak Limpasan Permukaan :
● Tetap melakukan kegiatan pemeliharaan saluran drainase
sebagaimana pemeliharaan pada tahap operasi, baik pemeriksaan rutin, pemeliharaan berkala, maupun perbaikan saluran drainase yang mengalami kerusakan.
Pengelolaan Dampak Potensi Longsor :
● Tanah penutup akhir dibuat grading dengan kemiringan
● Sistem penutup akhir pada controlled landfill terdiri atas beberapa lapis, yaitu berturut-turut dari bawah ke atas :
‒ Di atas timbunan sampah : lapisan tanah penutup reguler
(harian atau antara).
‒ Lapisan tanah liat setabal 20 cm dengan permeabilitas
maksimum sebesar 1x10-7 cm/det.
‒ Lapisan tanah humus setebal minimum 60 cm.
‒ Penutup akhir diaplikasikan pada setiap area pengurugan
yang tidak akan digunakan lagi lebih dari 1 tahun. Ketebalan tanah penutup final ini paling tidak 60 cm.
Pengelolaan Dampak Potensi Kebakaran :
● Menyediakan ventilasi akhir, yang merupakan ventilasi yang
dibangun pada timbunan akhir yang dihubungkan dengan sarana pengumpul gas untuk dibakar dengan gas-flare atau dimanfaatkan lebih lanjut.
Pengelolaan Dampak Tumbuhnya Flora :
● Penyiraman terutama saat musim kemarau: untuk pohon 10
L/pohon, semak 5 L/pohon, rumput / tanaman perdu 5 L/m2.
● Pemangkasan setiap 3 bulan sekali untuk dahan yang
kering/mati, murni dipangkas dengan ketinggian / tebal rumput + 5cm dari permukaan tanah.
● Pemupukan 3 bulan sekali dengan pupuk non organik
kemudian disiramkan di sekeliling perakaran tanamal sedangkan untuk pupuk daun disemprotkan pada daun.
Pengelolaan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat :
● Menampung keluhan, pengaduan dan komplain dari
masyarakat terkait dengan dampak lingkungan dari kegiatan operasional TPA, selanjutnya menaggapi secara cepat untuk menemukan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang terjadi.
● Koordinasi dan bekerjasama dengan aparat desa, Polsek, dan
serta dalam penyelesaian permasalahan sosial melalui musyawarah.
5.2 PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
Pemantauan lingkungan hidup merupakan upaya pemantauan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana pembangunan TPA Banjarsari Wetan Kabupaten Madiun dengan berpedoman pada pengelolaan lingkungan hidup yang telah dirumuskan. Disamping melaksanakan pengelolaan dampak lingkungan, Pemrakarsa juga memiliki kewajiban untuk memantau dampak lingkungan tersebut.
Pemantauan lingkungan hidup pada dasarnya merupakan tindak lanjut pemantauan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang telah ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis, pembiayaan dan aspek sosial guna meningkatkan dampak positif dan mengurangi atau menghilangkan dampak negatif yang terjadi terhadap komponen lingkungan.
Maksud pemantauan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan. Sedangkan tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mengetahui kondisi lingkungan hidup yang diprakirakan dampak setelah dilakukan pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana perubahannya serta sifat perubahannya.
Pemantauan lingkungan hidup tidak hanya berguna bagi pemrakarsa kegiatan, tetapi juga bagi pemerintah dan masyarakat. Kegunaan pemantauan lingkungan hidup adalah :
1. Bagi pemerintah daerah, hasil pemantauan lingkungan hidup digunakan sebagai informasi dan pedoman dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan pelestarian lingkungan hidup, serta sebagai bahan dan masukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup terhadap pemrakarsa kegiatan.
2. Bagi masyarakat, pemantauan lingkungan hidup sebagai sumber informasi untuk mengetahui kondisi lingkungan, untuk menghindari kesalahpahaman antar pihak, serta untuk menjalin kerjasama dalam pemantauan lingkungan hidup.
Uraian pemantauan lingkungan hidup ini mencakup bentuk-bentuk pemantauan yang dilaksanakan (pengumpulan dan analisis data kualitas lingkungan), lokasi pemantauan, serta periode pemantauan lingkungan hidup.
5.2.1 PEMANTAUAN PADA TAHAP PRA KONSTRUKSI
Bentuk-bentuk pemantauan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi dari masing-masing kegiatan pada tahap pra konstruksi diuraiakan sebagai berikut ini.
1) SURVEI DAN PERENCANAAN
Pemantauan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat
Indikator/parameter yang dipantau adalah proses sosial yang
terjadi akibat kegiatan survei dan perencanaan.
Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
(a) Jenis data yang dikumpulkan adalah isu-permasalahan,
jenis kekhawatiran masyarakat, serta kondisi sosial kemasyarakatan pengumpulan data dengan metode wawancara dan kuisioner.
(b) Metode analisis data dengan cara mengevaluasi proses
sosial yang terjadi akibat kegiatan survei dan perencanaan.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan 1 kali pada kegiatan survei dan perencanaan pada tahap konstruksi.
Pemantauan Dampak Persepsi dan Sikap Masyarakat
Indikator/parameter yang dipantau adalah persepsi dan sikap
masyarakat terhadap kegiatan survei dan perencanaan.
Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
(a) Jenis data yang dikumpulkan adalah pendapat,
dukungan, serta sikap masyarakat, pengumpulan data dengan metode wawancara dan kuisioner.
(b) Metode analisis data dengan cara mengevaluasi
persepsi dan sikap masyarakat terhadap kegiatan survei dan perencanaan.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan 1 kali pada kegiatan survei dan perencanaan.
2) SOSIALISASI DAN PUBLIKASI
Pemantauan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat
Indikator/parameter yang dipantau adalah proses sosial yang
terjadi akibat kegiatan sosialisasi dan publikasi.
Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
(a) Jenis data yang dikumpulkan adalah isu-permasalahan,
jenis kekhawatiran masyarakat, serta kondisi sosial kemasyarakatan, pengumpulan data dengan metode wawancara dan kuisioner.
(b) Metode analisis data dengan cara mengevaluasi proses
sosial yang terjadi akibat rencana pembangunan TPA.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan 1 kali pada kegiatan sosialisasi dan
publikasi.
Pemantauan Dampak Persepsi dan Sikap Masyarakat
Indikator/parameter yang dipantau adalah persepsi dan sikap
masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA.
Bentuk pemantauan lingkungan hidup
(a) Jenis data yang dikumpulkan adalah pendapat,
tanggapan, harapan dan keinginan masyarakat, dukungan, serta sikap masyarakat, dengan metode wawancara dan kuisioner.
(b) Metode analisis data dilakukan dengan cara mengevaluasi persepsi dan sikap masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan 1 kali pada kegiatan sosialisasi dan
publikasi.
5.2.2 PEMANTAUAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Bentuk-bentuk pemantauan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan terjadi dari masing-masing kegiatan pada tahap konstruksi diuraiakan sebagai berikut ini.
1) REKRUITMEN TENAGA KERJA
Pemantauan Dampak Terbuka Kesempatan Kerja
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah tingkat kesempatan
kerja (TKK).
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah data
ketenagakerjaan yang mencakup jumlah angkatan kerja jumlah penduduk yang bekerja, pengumpulan data dengan metode survei instansional.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah penduduk yang bekerja dengan jumlah angkatan kerja.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari
Wetan/Kecamatan Dagangan/ Kabupaten Madiun.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan rekruitmen tenaga
kerja dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali. Pemantauan Dampak Peningkatan Pendapatan
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah pendapatan
masyarakat.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah pendapatan tenaga
kerja per bulan sebelum bekerja sebagai tenaga kerja konstruksi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
membandingkan pendapatan sebelum dan setelah menjadi tenaga kerja konstruksi pembangunan TPA.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan rekruitmen tenaga
kerja dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali. Pemantauan Dampak Timbulnya Keresahan Masyarakat
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah proses sosial yang terjadi akibat kegiatan rekuritmen tenaga kerja.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah jumlah tenaga kerja lokal yang terserap, dan kondisi sosial yang terjadi. Pengumpulan data dengan metode inventarisasi data Pemrakarsa dan wawancara.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
mengevaluasi proses sosial yang terjadi terhadap penyerapan tenaga kerja lokal.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan pada kegiatan rekuritmen tenaga
kerja, dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali.
2) MOBILISASI PERALATAN DAN MATERIAL
Pemantauan Dampak Penurunan Kualitas Udara
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah kualitas udara
ambien dengan parameter debu (partikulat) SO2, NOx, dan CO.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitas udara
ambien. Pengumpulan data dengan metode pengambilan sampel kualitas udara, selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium yang telah terakreditasi.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
membandingkan Laporan Hasil Uji (LHU) dengan baku mutu, yaitu Peraturan Gubernur Jawa Timur No.10 Tahun 2009 Tentang Tentang Baku Mutu Udara Ambien Dan Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Jawa Timur.
● Pemantauan dilakukan di :
‒ Pintu masuk.
‒ Ruas jalan yang menjadi rute mobilitas.
‒ Permukiman penduduk Desa Banjarsari Wetan radius
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan mobilisasi peralatan dan material dengan frekuensi pemantauan tiap 3 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Peningkatan Kebisingan
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah tingkat kebisingan
(dBA).
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah data kebisingan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengukuran langsung menggunakan sound level meter.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu, yaitu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
● Pemantauan dilakukan di :
‒ Pintu masuk.
‒ Permukiman penduduk Desa Banjarsari Wetan radius 50
m, 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, 500 m dari rute pengangkutan.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan mobilisasi
peralatan dan material, dengan frekuensi pemantauan tiap 3 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Gangguan Lalulintas
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah volume lalulintas.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah volume lalulintas
yang terdiri dari sepeda motor, mobil, truk, dan truk pengangkut material. Pengumpulan data dilakukan dengan metode traffic counting.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
menghitung volume lalulintas dalam satuan mobil penumpang, serta tarikan perjalanan kendaraan proyek.
‒ Pintu masuk lokasi tapak proyek.
‒ Simpang terdekat.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan mobilisasi
peralatan dan material dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Gangguan Kesehatan Masyarakat
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah prevalensi penyakit.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan jumlah kasus penyakit yang sering diderita masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei instansional.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
mengevaluasi kecenderungan perubahan kasus penyakit yang sering diderita, serta hubungannya dengan kualitas udara.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan mobilisasi
peralatan dan material, dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Penurunan Kenyamanan
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah tingkat
kenyamanan.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah persepsi
masyarakat tentang gangguan komunikasi yang dialami selama kegiatan mobilisasi peralatan dan material. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan kuisioner.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
gangguan komunikasi terhadap kategori derajat ketulian.
● Pemantauan dilakukan di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan mobilisasi
peralatan dan material, dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali.
3) PENGERAHAN TENAGA KERJA
Pemantauan Dampak Penurunan Kebersihan Lingkungan (a)Indikator/parameter yang dipantau adalah jumlah timbulan
sampah tenaga kerja konstruksi.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah volume timbulan sampah pada tempat pengumpulan sementara, frekuensi pengangkutan sampah, serta data kondisi kebersihan lingkungan tapak proyek. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi lapang dan inventarisasi data Pemrakarsa.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
mengevaluasi kondisi kebersihan lingkungan tapak proyek berdasarkan volume timbulan sampah yang dikelola serta kondisi kebersihan lingkungan tapak proyek.
● Pemantauan dilakukan di lokasi tapak proyek.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan pengerahan
tenaga kerja, dengan frekuensi pemantauan tiap 3 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Perubahan Kualitas Air Permukaan
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah kualitas air dengan
parameter BOD, COD, TSS, Minyak Lemak, pH.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitas air (air limbah dan air permukaan). Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengambilan sampel kualitas air, selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium yang telah terakreditasi.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
membandingkan Laporan Hasil Uji (LHU) dengan baku mutu, yaitu :
Baku mutu air limbah pekerja mengacu pada
Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 Tentang Baku Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Dan/Atau Kegiatan Usaha Lainnya..
Baku mutu air permukaan mengacu pada PP No.82
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.
● Lokasi pemantauan :
‒ Air limbah pada effluen pengolahan air limbah.
‒ Air permukaan pada upstream dan downstream badan
air penerima.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan pengerahan
tenaga kerja, dengan frekuensi pemantauan :
‒ Air limbah tiap 1 bulan sekali.
‒ Air permukaan tiap 3 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Terbukanya Peluang Usaha
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah jumlah dan jenis usaha yang berkembang.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan jumlah dan jenis usaha baru di sekitar lokasi tapak proyek. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi lapang.
‒ Metode analisis data dilakukan dengan cara
mengevaluasi perkembangan usaha perdagangan dan jasa baru di sekitar lokasi tapak proyek.
● Pemantauan dilakukan di sekitar tapak proyek di Desa Banjarsari Wetan.
● Pemantauan dilakukan selama kegiatan pengerahan
tenaga kerja, dengan frekuensi pemantauan tiap 6 bulan sekali.
Pemantauan Dampak Peningkatan Pendapatan
(a)Indikator/parameter yang dipantau adalah pendapatan pemilik
usaha baru di sekitar lokasi tapak proyek.
(b)Bentuk pemantauan lingkungan hidup
● Pengumpulan dan analisis data :
‒ Jenis data yang dikumpulkan adalah pendapatan
pemilik usaha baru per bulan pada kondisi sebelum dan sesudah mendirikan usaha perdagangan dan jasa baru.