• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN IKLIM DAN TANTANGAN IPTEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN IKLIM DAN TANTANGAN IPTEK"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

66

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

PERUBAHAN IKLIM DAN TANTANGAN IPTEK

WAHYU PURWANTA

Peneliti Madya Bidang Teknologi Lingkungan

Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Puspiptek Area, Gedung 820 Geostek Tangerang Selatan, Banten 15314

Telp. 021-75791381 Fax. 021-75791403 e-mail : wahyu.purwanta@bppt.go.id

PENDAHULUAN

Mengatasi perubahan iklim, baik melalui aksi mitigasi maupun adaptasi akan sangat terkait erat dengan kapabilitas akan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini juga terlihat dari sejak diselenggarakannya Conference on Parties (COP) ke COP sebagai forum negosiasi global, aspek transfer teknologi selalu menjadi pokok perundingan disamping pendanaan dan peningkatan kapasitas adaptasi khususnya bagi negara sedang berkembang. Satu hal yang pasti adalah bahwa perubahan iklim timbul akibat pola pembangunan yang kita terapkan selama ini.

Perlu diingat bahwa perubahan iklim besar kemungkinan akan memperlebar kesenjangan sosial dan ketidakadilan global, terutama karena tidak meratanya bencana dan dampak kerusakan lingkungan fisik yang diakibatkannya. Gejala pemanasan global dan perubahan iklim melanda semua negara tanpa kecuali, namun negara-negara berkembang dan kelompok masyarakat miskin dan rentan di Asia, Afrika, dan kepulauan di Samudera Pasifik akan paling banyak terkena dampak dan menjadi korban. Bahkan, diperkirakan 75% sampai 80% biaya kerusakan akibat perubahan iklim harus dipikul oleh negara-negara berkembang. Perekonomian negara-negara berkembang yang sangat tergantung pada pengelolaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tentu saja peka terhadap perubahan iklim (Dhakidae dalam Prisma, 2010).

Karena itu, perlu ada pola dan sistem pembangunan alternatif yang mampu membangun atau setidaknya meningkatkan kapasitas masyarakat dan negara-bangsa untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim dan juga menentukan seberapa besar emisi GRK yang boleh dan bisa ditoleransi oleh masing-masing negara, sehingga upaya pengurangan emisi karbon secara kumulatif dapat memberi dampak signifikan terhadap penurunan suhu panas global dalam 10 -15 tahun mendatang.

Bagi Indonesia sendiri yang sudah menetapkan penurunan emisi karbon sebesar 26% pada 2020 serta melalui INDC sebesar 29% pada tahun 2030 dengan pembiayaan sendiri, tentu akan menjadi tantangan tersendiri dalam perjalanannya mengingat beberapa kondisi seperti tingkat pertumbuhan GDP periode 2010-2015 yang menurun dari 6,2% - 6,5% menjadi sekitar 4-4,5% per tahun di 2016. Selain itu angka pertumbuhan populasi mencapai 1,49% dengan tingkat kemiskinan mencapai 10,96% serta angka pengangguran 5,9%. Beberapa tantangan yang ahrus dihadapi antara lain pengentasan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan energi, ketahanan pangan serta berbagai kebutuhan hidup dasar lainnya (INDC, 2016).

Pertanyaannya, apakah kita akan terus membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memakai cara dan model pembangunan konvensional, yaitu tetap menggunakan sumber-sumber energi padat karbon yang mencemari udara dan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas sehingga merusak kelestarian bumi dan keseimbangan alam semesta?

(2)

WAHYU PURWANTA – Perubahan Iklaim dan Tantangan … ISBN : 978-602-410-075-9 lume 1,

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

67

LOW CARBON TECHNOLOGY

Perubahan iklim sebagai masalah bersama dan berskala global memerlukan kerjasama antar negara di dunia baik dalam rangka mitigasi maupun adaptasi dari dampak yang ditimbulkan. Tidak ada negara yang secara individu mampu menghadapi sendiri mengingat skala dan kompleksitas masalah serta dampaknya. Selama ini dalam upaya memenuhi prinsip “common but differentiated responsibility” sering berbenturan dengan kepentingan nasional setiap negara. Di satu sisi emisi gas rumah kaca beserta dampaknya justru tidak mengenal batas negara dan perlu penanganan bersama.

Dimulainya fenomena pemanasan global sebagai penyebab perubahan iklim berawal dari tingginya emisi gas rumah kaca dari anthropogenic source. Berdasarkan data-data yang diriIis IPCC, semua ini berawal dari “kemajuan sains dan teknologi” khususnya prinsip-prinsip transformasi energi yang selalu tidak sempurna serta penggunaan bahan bakar fosil yang dimulai sejak Revolusi Industri abad ke-18. Dalam banyak kasus, pemanfaatan teknologi disamping memberi kesejahteraan dan kemudahan juga membawa dampak lain berupa buangan ke lingkungan. Baik negara maju maupun negara berkembang pada dasarnya telah memanfaatkan teknologi dalam tingkatan tertentu yang berdampak pada meningkatnya konsentrasi karbondioksida di atmosfer (IPCC, 2007).

Pada titik inilah sangat diperlukan satu kesatuan langkah dari seluruh negara di dunia untuk secara bersama, kembali memanfaatkan kemampuan teknologi dalam melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, yang merupakan persoalan lingkungan hidup terbesar millennium ini. Serangkaian negosiasi dalam konferensi di bawah UNFCCC telah mengarah pada upaya pemanfaatan low carbon technology (LCT) dalam upaya menurunkan emisi GRK maupun mengantisipasi dampak perubahan iklim.

Problem utama dalam pemanfaatan teknologi ini adalah adanya ketimpangan dalam penguasaan teknologi antara negara maju dengan negara berkembang. Negara maju walaupun memiliki kemampuan dalam LCT namun kebanyakan teknologi itu tidak berada dalam penguasaan pemerintahnya tapi oleh private sectors. Sebaliknya negara berkembang sering dihadapkan pada kendala tidak siapnya penerapan teknologi baik karena masalah pendanaan maupun kapabilitas sumberdaya manusia. Dalam kasus ini menjadi penting bagi negara sedang berkembang untuk terus melakukan kajian dalam menemukan teknologi rendah karbon yang ‘appropriate’ dengan kebutuhannya.

Sebagai negara yang masih terus membangun dan mengejar pertumbuhan ekonomi, Indonesia dihadapkan pada situasi yang dilematis. Di satu sisi perubahan iklim jelas menimbulkan dampak yang tidak kecil khususnya disektor pertanian dan perikanan/maritim. Di sisi lain beberapa sektor seperti hutan, pertanian, energi, industri dan waste masih menjadi sumber utama emisi GRK. Menjadi terang bahwa masalah iptek juga merupakan bagian dari solusi dalam kasus perubahan iklim. Pertanyaan selanjutnya bagi Indonesia, iptek apa yang perlu kita kuasai dan kembangkan dalam menghadapi perubahan iklim ini?

RISET PERUBAHAN IKLIM KE DEPAN

Semakin terbukanya arus informasi antar negara termasuk meningkatnya lalu lintas para peneliti dan ahli melalui kerjasama risetantar negara, semakin membuka wawasan kita akan fenomena perubahan iklim. Penyandaran salah satu solusi mengantisipasi perubahan iklim melalui iptek juga berarti harus didukung riset-riset yang mengdukungnya. Tema-tema riset ke depan pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam beberapa tema, seperti untuk downscaling pada pemodelan iklim itu sendiri yang bertujuan pada akurasi peramalan cuaca (lokal maupun regional). Kemudian kluster riset untuk mitigasi perubahan iklim khususnya low carbon technology, serta kluster riset adaptasi juga terkait riset-riset ketahanan ekosistem perairan dan hutan.

Riset tentang iklim akan mengarah pada evaluasi model iklim misal pada pengembangan teknik kalibrasi model dan teknik asimilasi data maupun analisis time-series non-linier (Abramowitz et al., 2013). Selain itu riset

(3)

68

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

juga terkait erat dengan lautan, maka riset bidang dinamika lautan, sirkulasi thermohaline laut, mode-mode variabialitas iklim (termasuk El Nino, Dipole Samudera Hindia, Southern Annular Mode) juga akan banyak dilakukan (England, M.,1993). Kemudian di bawah tema iklim ini juga akan banyak dilakukan riset untuk interaksi atmosfer-daratan, proses sirkulasi air, inderaja permukaan bumi, pemodelan hidrologi dan daratan serta dampak perubahan iklim pada sumberdaya air serta pertanian (Evans, J. et al., 2012).

Dipastikannya peningkatan konsentrasi GRK sebagai penyebab pemanasan global, maka riset-riset terkait upaya mengurangi emisi GRK juga akan menjadi kebutuhan. Tema riset ini sejalan dengan pembangunan rendah karbon, dan secara spesifik riset akan fokus pada clean coal technology serta renewable energy. Dalam hal ini penelitian seperti pengembangan full lifecycle analysis pada sistem pembangkit listrik batubara maupun alternatifnya, identifikasi lokasi yang sesuai untuk geo-sequestration sampai pada injeksinya pada skala pilot. Kemudian pengembangan teknologi penangkapan CO2 dari pembangkit listrik, gasifikasi dan teknologi ‘chemical looping’.

Kemudian juga penelitian terkait potensi fotobioreaktor untuk menyerap karbon sekaligus memporduksi algae untuk biodiesel.

Sementara di bidang adaptasi, riset-riset untuk mendapatkan bibit atau varietas tanaman pangan yang tahan kekurangan air serta tahan penyakit dan minimnya nutrisi tanah akan cukup menantang. Selain itu penelitian tentang pengaruh interaksi akibat meningkatnya karbondioksida di atmosfer dan perairan terhadap spesies tanaman, padang rumput maupun hutan. Pemahaman yang baik tentang dampak perubahan iklim akan menghasilkan strategi adaptasi yang tepat. Bagi Indonesia yang memiliki panjang pantai hampir 54.716 km, menjadi strategis jika banyak melakukan riset terkait bangunan penahan air laut akibat meningkatnya paras muka laut. Kemudian karena pertanian dan peternakan masih menjadi andalan dalam penyediaan pangan, maka riset dampak perubahan iklim pada pest dan penyakit hewan ternak sangat strategis untuk dilakukan. Termasuk penelitian sistem minimisasi tekanan panas (heat stress) pada industri peternakan.

Kajian akan bidang-bidang riset strategis perubahan iklim di Indonesia sebenarnya juga pernah dilakukan antara lain oleh Dewan Riset Nasional (DRN) maupun Kementerian Lingkungan Hidup melalui Technology Need Assessment (TNA) serta penyusunan roadmap sektoral oleh Bappenas dalam ICCSR. Berdasarkan arah kebijakan umum riset tersebut dan kajian atas berbagai dokumen nasional seperti ICCSR 2010 dan TNA 2009, maka riset-riset strategis sektor kesehatan masyarakat yang bersinggungan dengan perubahan iklim meliputi tema-tema pola penyebaran dan penanggulangan penyakit menular (malaria, TBC, HIV/AIDS dan BDB), penyakit degeneratif (jantung, diabetes, hipertensi dan kanker), perbaikan gizi dan penanggulangan malnutrisi, penyakit zoonosis, dan peningkatan promosi hidup sehat melalui pemberdayaan masyarakat terkait memburuknya sanitasi lingkungan akibat berbagai bencana (DRN, 2011).

Kemudian yang juga perlu mendapat perhatian bahwa Indonesia sebagai negara maritim, akan sangat bergantung pada kondisi ekosistem perairan baik air tawar maupun lautan. Penelitian dampak perubahan iklim pada kesehatan ekologi perairan yang dihubungkan dengan aspek ekonomi guna mendapatkan strategi pengelolaan yang tepat di masa datang. Riset ini juga meliputi aspek adaptasi perikanan budidaya baik air tawar maupun lautan. Kemudian dampak kenaikan muka laut juga perlu diantisipasi dengan riset-riset berbagai aspek pada kehidupan perairan muara serta komunitas pesisir khususnya nelayan lokal.

(4)

WAHYU PURWANTA – Perubahan Iklaim dan Tantangan … ISBN : 978-602-410-075-9 lume 1,

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

69

Selain ditujukan untuk meningkatkan daya saing bangsa, pembangunan iptek hakekatnya juga untuk mengatasi berbagai persoalan terkait interaksi manusia dengan lingkungan dimana ia tinggal. Ancaman perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global merupakan problem yang harus segera diantisipasi termasuk dalam penguasaan iptek. Perkembangan iptek suatu bangsa akan sangat bergantung pada kemajuan riset-riset pendukungnya, ini yang menjadi isu strategis dimana lembaga riset negara termasuk perguruan tinggi dapat mengarahkan tema risetnya pada topik perubahan iklim.

DAFTAR PUSTAKA

Abramowitz, G., McNeil, B., I., Sasse, T., P. 2013. A new constraint on global air-sea CO2 fluxes using bottle

carbon data. Geophysical Research Letter. Vol.40, Issue 8, 28 April 2013

Alexander, L. 2016. Global observed long-term changes in temperature and precipitation extremes: A review of progress and limitations in IPCC assessments and beyond. Weather and Climate Extrems. Vol.11, Maret 2016 Bappenas. 2009. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Synthetic Report

Dewan Riset Nasional (DRN). 2011. Kajian Kebutuhan Program Penelitian dan Pengembangan (R&D) untuk Perubahan Iklim di Indonesia. Laporan Akhir. Kerjasama DRN - BPPT

England, M. 1993. Representing the global-scale water masses in ocean general circulation models. Journal of Physical Oceanography 23 (7), 1523-1552

Evans, J., McGregor, J., McGuffie, K. 2012. 'Future Regional Climates', in Henderson-Sellers A; McGuffie K (ed.), The Future of the World's Climate, pp. 223 - 250,

Grupp, M., Delay, T. 2001. Low Carbon Technology Innovation and Diffution Center. Accelerating carbon growth in a developing world. The Carbon Trust.

Hempel, L.C. 1995. Environmental Governance: The Global Challenge. Island Press. INDC. 2016. Intended Nationally Determined Contribution Republic of Indonesia. Documet

IPCC. 2007. Climate Change 2007 – The Physical Science Basics, Summary for Policymakers, by UNEP & WMO, Technical Summary and FAQ, 2007

Ministry of Environment, BPPT and GTZ. 2010. Indonesia’s Technology Needs Assessment on Climate Change Mitigation

National State of Climate Change (DNPI), BPPT and UNEP. 2012. Indonesia Technology Needs Assessment (TNA) for Climate Change Mitigation and Adaptation

Perubahan Iklim Dan Tantangan Peradaban. Prisma. Vol.29, April 2010

(5)

70

Bunga Rampai Inovasi Teknologi Pengukuran dan Estimasi Emisi Karbon Indonesia

Wahyu Purwanta, lahir di Solo 9 September 1967 adalah alumni Jurusan Teknik

Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1986. Adapun Magister Rekayasa Lingkungan diselesaikan di sekolah yang sama pada tahun 2000. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan doktor di Program Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) lulus tahun 2012. Saat ini penulis bekerja sebagai Peneliti Madya di Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT. Pernah mengikuti training di bidang teknologi pengendalian pencemaran udara di KfK Karlsruhe Jerman, kursus bidang bahan pengganti perusak ozon di Jepang, kursus pengendalian polusi di Norwegia maupun pengendalian limbah padat di Singapura. Pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Teknologi Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan di tempat kerjanya dari tahun 2005-2011. Saat ini penulis memfokuskanpenelitian di bidang teknologi pengelolaan sampah perkotaan dan isu perubahan iklim. Banyak karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal nasional dan internasional. Beberapa buku yang pernah ditulis antara lain; Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sampah di Perkotaan (2011), Teknologi Penyerapan, Penggunaan Dan Daur Ulang Karbon Dioksida (2014), Penyusunan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Bidang Transportasi Udara (2016).

Referensi

Dokumen terkait

Masalah-masalah yang dialami oleh setiap individu termasuk ibu rumah tangga terinfeksi HIV tersebut membutuhkan suatu kemampuan yang dapat membantu dirinya untuk

View adalah objek di dalam database yang berisi kumpulan kolom yang. dihasilkan dari

Hal ini sesuai dengan hasil kualitatif ketiga sampel yang disinari laser UV (Gambar 16). Selain itu, grafik tersebut menunjukan bahwa tidak terjadi perubahan panjang

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum. Selanjutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Pada langkah mundur, sisi bagian kiri piston akan m enekan fluida keoutlet ( katup buang ), sedangkan pada sisi bagian kanan piston akan menghisap fluida darisisi inlet

Latar Belakang : Penderita dengan penyakit jantung koroner (PJK) berbagi faktor resiko umum yang sama dengan aneurisma aorta abdominal (AAA), sehingga penyaringan terhadap

Angina pektoris tak stabil dikenal sebagai angina pektoris dengan paling tidak ditemukan satu dari tiga gejala, yakni : (1) terjadi pada saat istirahat (atau saat aktivitas