• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Radiasi

Radiasi dapat didefinisikan sebagai energi yang diberikan dari sebuah inti atom dalam bentuk partikel atau sinar. Atom adalah bagian terkecil dari suatu zat yang menunjukkan karakteristik dari suatu elemen. Pada pusat masing-masing atom terdapat sebuah inti atom yang terdiri dari proton dan neutron. Proton adalah partikel bermuatan positif, sedang neutron tidak bermuatan. Proton dan neutron terikat secara kuat sebagai ikatan atom. Inti atom dikelilingi oleh partikel bermuatan negatif pada suatu orbit, partikel ini disebut elektron. Struktur atom dapat dilihat pada Gambar II.1

Inti atom yang mengandung proton (+) dan neutron

Elektron (-)

Gambar II.1 Struktur atom

Sumber: http://www.epa.gov/radiation/students/what.html (7 Juni 2007).

Dalam teori Rutherford-Bohr tentang struktur atom dinyatakan bahwa jika dibandingkan antara atom dengan sistem tata surya kita, inti atom yang bermuatan positif dapat dibandingkan dengan matahari dalam tata surya kita. Elektron bergerak mengelilingi inti atom pada orbitnya sebagaimana bumi mengelilingi matahari. Gaya tolak yang ada di antara partikel atom menyebabkan terdapat beberapa perubahan jumlah, posisi, atau energi dari nukleon yang dapat mengganggu keseimbangan inti atom. Jika hal ini terjadi, inti atom menjadi tidak stabil, sehingga untuk mencapai

(2)

kestabilannya, inti atom akan memancarkan partikel atau gelombang elektromagnetik.

Terdapat beberapa tipe radiasi, beberapa memiliki energi yang lebih besar dari pada yang lain. Misalnya: radiasi non ionisasi mempunyai cukup energi untuk membuat atom tetap bergerak pada orbitnya, tetapi tidak cukup kuat untuk merubah atom secara kimia. Radiasi yang mempunyai energi paling besar adalah radiasi ionisasi yaitu sebuah semburan partikel (seperti photon) dengan energi yang berkecukupan untuk menyebabkan ionisasi atom atau molekul. Radiasi ionisasi memiliki empat tipe utama, antara lain radiasi alpha, beta, gamma dan sinar x.

II.1.1 Radiasi alpha

Radiasi alpha (Į) pertama kali dikenali oleh Rutherford dan Royds, yang kemudian menyatakan bahwa radiasi tersebut terdiri dari inti helium yang mengandung dua proton dan dua neutron. Radiasi alpha termasuk radiasi yang berat, jarak tempuh partikel yang sangat pendek. Bentuk partikel alpha identik dengan inti helium. Beberapa karakteristik radiasi alpha antara lain:

Pada umumnya, radiasi alpha tidak mampu mempenetrasi kulit manusia

Material pemancar alpha dapat berbahaya bagi manusia jika material tersebut terinhalasi, tertelan atau terabsorb melalui luka.

Beberapa jenis peralatan telah dirancang untuk mengukur radiasi alpha. Latihan khusus untuk menggunakan peralatan tersebut sangat penting supaya didapat pengukuran yang akurat.

Jendela tipis Geiger-Mueller (GM) dapat mendeteksi keberadaan radiasi alpha. Peralatan tidak dapat mendeteksi radisai alpha yang melalui lapisan tipis dari air, debu, kertas atau material lain karena radiasi alpha tidak dapat melakukan penetrasi.

Jarak tempuh radiasi alpha sangat pendek (beberapa inchi) di udara Radiasi alpha tidak dapat menembus pakaian/ kain.

(3)

II.1.2 Radiasi Beta

Elektron inti mempunyai sifat sama dengan elektron atom, yang mempunyai massa 1/1840 u dan membawa satu unit muatan negatif. Jenis lain dari radiasi beta ditemukan oleh C.D. Anderson pada tahun 1932. Radiasi ini merupakan partikel yang massanya sama dengan elektron tetapi mempunyai satu unit muatan positif dan dikenal sebagai radiasi positron (ȕ+).

Radiasi beta berupa cahaya, jarak tempuh partikel pendek dan dihasilkan dari semburan elektron. Beberapa karakter radiasi beta antara lain:

Jarak tempuh radiasi beta kurang lebih beberapa kaki di udara dan cukup mudah terpenetrasi.

Radiasi beta dapat menembus kulit manusia sampai pada bagian lapisan germinal, dimana sel kulit baru dihasilkan. Jika tingkat emisi beta yang tinggi mengkontaminasi kulit dalam jangka waktu yang cukup lama, maka dapat menyebabkan luka pada kulit.

Pancaran beta dapat dideteksi dengan sebuah peralatan survey dan jendela tipis Geiger-Mueller (GM). Tetapi, terdapat beberapa pemancar beta yang menghasilkan energi yang sangat rendah dan sedikit penetrasi sehingga tidak terdeteksi oleh peralatan, misalnya: hydrogen-3 (tritium), carbon-14, dan sulfur-35.

Emisi beta dapat menjadi berbahaya bila terdeposisi dalam tubuh. Contoh pemancar beta : stronsium-90, carbon-14, tritium, dan sulfur-35.

II.1.3 Radiasi gamma dan sinar x

Seorang ahli fisika Perancis, Henri Becquerel menemukan sinar gamma pada tahun 1896. Dia menemukan bahwa batuan uranium dapat mengeluarkan lapisan fotografik melalui lapisan kertas hitam. Roentgen juga telah menemukan sinar x. Becquerel menemukan bahwa uranium memancarkan beberapa cahaya tak tampak seperti halnya sinar x. Becquerel menyebutnya ”metallic phosphorescence”. Dalam

(4)

kenyataannya, Becquerel menemukan radiasi yang dipancarkan oleh radium-226 yang merupakan bagian dari rantai peluruhan uranium.

Photon gamma memiliki sekitar 10.000 kali lipat besar energi photon-photon dalam kisaran spektrum elektromagnetik yang dapat dilihat. Photon gamma murni merupakan energi elektromagnetik dan tidak memiliki massa maupun muatan listrik. Panjang gelombangnya sangat kecil, dan diukur dalam satuan nanometer (10-9m). Panjang gelombangnya berkisar antara 3/100 – 3/1000 nanometer.

Radiasi gamma dan sinar x merupakan radiasi elektromagnet yang memiliki tingkat penetrasi tinggi. Beberapa karakter radiasi gamma dan sinar x, antara lain:

Sinar gamma atau sinar x dapat menempuh kisaran panjang (beberapa kaki di udara dan beberapa inchi dalam jaringan tubuh manusia). Keduanya menembus hampir semua material, sehingga disebut ”penetrating radiation”.

Radiasi gamma dan sinar x, merupakan radiasi elektromagnet yang mirip cahaya tampak, gelombang radio dan cahaya ultraviolet. Beberapa radiasi elektromagnet tersebut hanya berbeda pada jumlah energi yang dimiliki. Sinar x dan radiasi gamma memiliki jumlah energi paling besar diantara beberapa radiasi elektromagnet tersebut.

Material padat dibutuhkan untuk perisai dari radiasi gamma. Sementara kain/ pakaian sedikit menahan penetrasi radiasi gamma, tetapi dapat mencegah kontaminasi pada kulit.

Radiasi gamma mudah dideteksi dengan survey meter yang dilengkapi dengan detektor sodium iodida.

Radiasi gamma dan atau sinar x sering terpancar bersama emisi alpha dan beta selama peluruhan radioaktif.

Contoh beberapa pemancar gamma : iodine-131, cesium-137, cobalt-60, radium-226, dan technetium-99m.

(5)

Gambar II.2 Daya tembus alpha, beta, dan gamma pada material Sumber: http://www.epa.gov/radiation/students/types.html (7 Juni 2007)

Tabel II.1. Sifat radiasi nuklir

Radiasi Massa (u) Muatan Interval di udara Interval dalam

jaringan

Alpha 4 +2 0,03 m 0,04 mm

Beta 1/1840 -1 (+1 positron) 3 m 5 mm

Radiasi sinar X dan gamma

0 0 Sangat besar Seluruh tubuh

Neutron cepat 1 0 Sangat besar Seluruh tubuh

Neutron panas 1 0 Sangat besar 0,15 m

Sumber : Martin (2002)

II.2 Radioaktivitas

Tingkat terjadinya transformasi spontan untuk sejumlah materi radioaktif disebut sebagai aktivitas. Satuan aktivitas menurut SI adalah becquerel (Bq) yang didefinisikan sebagai satu pembelahan inti per detik (disintegration per second = dps).

Peluruhan sampel radioaktif terjadi secara statistik di alam dan tidak mungkin untuk meramalkan kapan suatu atom akan meluruh. Hasil perilaku yang acak dari atom ini adalah bahwa hukum peluruhan radioaktif bersifat eksponensial di alam, dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ȝt 0e

N

(6)

Keterangan :

N = Jumlah inti atom pada waktu t N0 = Jumlah awal inti atom

Ȝ = Konstanta peluruhan radioaktif

Waktu paruh (half life atau T1/2) dari suatu unsur adalah waktu yang diperlukan inti atom unsur untuk meluruh menjadi setengah dari jumlah awal. Secara matematis, waktu paruh dapat dirumuskan sebagai berikut (Martin, 2002) :

Ȝ 0,693

T1/2 . . . . ( II. 2. )

Keterangan :

T1/2 = Waktu paruh

Ȝ = Konstanta peluruhan radioaktif

Laju pembelahan atau aktivitas sampel sebanding dengan jumlah inti tidak stabil, dan ini bervariasi secara eksponensial dengan waktu, menjadi (Martin, 2002) :

Ȝt 0e

A

A  . . . . ( II. 3. ) Keterangan :

A = Aktivitas pada waktu t A0 = Aktivitas awal

Ȝ = Konstanta peluruhan radioaktif

II. 2.1 Dosis Serapan

Dosis serapan adalah ukuran deposisi energi dalam setiap medium oleh setiap jenis radiasi pengion. Satuan dari dosis serapan adalah rad, dan didefinisikan sebagai deposisi energi sebesar 0,01 J/kg (Martin, 2002). Dalam sistem SI satuan dosis serapan disebut dengan gray (Gy) yang didefinisikan sebagai deposisi energi sebesar 1 J/kg.

(7)

Pada umumnya dua materi yang berbeda akan mempunyai dosis serap yang berbeda terhadap radiasi yang sama. Hal ini disebabkan setiap materi mempunyai daya serap energi radiasi yang spesifik.

II. 2. 2. Dosis Ekuivalen

Besarnya dosis serapan merupakan konsep fisika yang sangat berguna, tetapi dalam sistem biologi tidak dapat diterapkan karena dalam sistem biologi derajat kerusakan yang sama tidak selalu disebabkan oleh dosis serapan yang sama dari jenis radiasi yang berbeda.

Perbedaan efek radiobiologik ini harus diperhitungkan untuk memperoleh dosis efektif biologik total. Untuk ini diperlukan pengalian dosis serapan dari setiap jenis radiasi dengan faktor kualitas atau Q yang mencerminkan kemampuan setiap jenis radiasi dalam menyebabkan kerusakan. Satuan dari dosis ekuivalen adalan sievert (Sv). Persamaan dari dosis ekuivalen dari sumber eksternal adalah sebagai berikut:

N Q D H u u …… (II. 4.) Keterangan : H = Dosis Ekuivalen (Sv) D = Dosis Serapan (Gy) Q = Faktor Kualitas N = Faktor Modifikasi

N adalah faktor modifikasi yang harus diperhitungkan seperti laju dosis serapan dan fraksinasi. Nilai Q untuk radiasi yang umum dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II. 2. Nilai Q untuk beberapa jenis radiasi.

Jenis Radiasi Q

Sinar X, sinar Ȗ, dan elektron 1

Neutron termal 5

Neutron cepat dan proton 20

(8)

II. 2.3. Laju Dosis

Gray dan Sievert merupakan suatu satuan yang menggambarkan jumlah radiasi yang diterima selama periode waktu tertentu. Dalam mengawasi bahaya radiasi selalu penting untuk diketahui laju dosis radiasi pada saat radiasi diterima. Laju dosis dari sumber gamma dapat dihitung dengan persamaan berikut :

2

6r ME

D . . . . .(II. 5.)

Keterangan:

D = Laju dosis (µSv/jam) M = Aktivitas sumber (MBq)

E = Energi gamma per peluruhan (MeV) r = Jarak sumber (m)

Dosis yang terakumulasi pada orang yang bekerja di suatu area radiasi dengan laju dosis tertentu secara langsung berbanding lurus dengan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tersebut. Hubungan antara dosis, laju dosis dan waktu adalah sebagai berikut :

t D

H u . . . (II. 6.) Keterangan:

D = Laju dosis (µSv/jam).

H = Dosis yang terakumulasi pada manusia (µSv). t = Waktu pemaparan (jam)

II.2.4. Batas Masukan tahunan

Batas masukan tahunan atau ALI (Annual Limit of Intake) adalah jumlah radionuklida (dalam Bq) yang akan memberikan bahaya pada organ yang terkena radiasinya sebanding dengan yang dihasilkan dari irradiasi seluruh tubuh yaitu 50 mSv.

(9)

Tabel II.3 memperlihatkan nilai ALI untuk beberapa radionuklida penting, untuk jalur masuk melalui pernafasan dan pencernaan. Perpindahan bahan dari paru-paru atau dari lambung dipengaruhi oleh bentuk kimia. Oleh karena itu, ada beberapa nilai ALI yang berbeda untuk suatu radionuklida tertentu.

Tabel II.3 Nilai ALI (Annual Limit of Intake) beberapa radionuklida Radionuklida Senyawa ALI untuk inhalasi (Bq) ALI untuk pencernaan (Bq)

Na-22 Semua senyawa 2x107 1x107

I-131 Semua senyawa 2x106(tiroid) 1x106 (tiroid)

Cs-137 Semua senyawa 6x106 4x106

PuO2 5x102(tulang)

-Senyawa lain 2x102 (tulang)

-Oksida dan hidroksida - 2x106 (permukaan tulang) Pu-239

Senyawa lain - 2x104 (permukaan tulang) Sumber: Martin (2002)

Dalam mengawasi dan mengkaji dosis total yang diterima seseorang dalam satu tahun, diperhitungkan baik dosis eksterna maupun interna. Sesuai dengan publikasi ICRP no.26, kombinasi efek paparan eksterna dan interna yang diterima secara bersamaan agar tidak melebihi batas dosis yang direkomendasikan untuk efek stokastik.

II.3 Radiasi Interna

Radisi internal dapat didefinisikan sebagai masuknya radiasi ke dalam tubuh sehingga memapari jaringan tubuh yang dilaluinya. Material radioaktif dapat berupa padat, serbuk, debu, cairan, gas, uap atau larutan. Kontaminasi internal dapat disebabkan oleh ketidakwaspadaan dalam penanganan material-material tersebut. Terdapat tiga jalur masuknya material radioaktif masuk ke dalam tubuh, antara lain:

(10)

3. Absorpsi melalui kulit yang terluka.

Inhalasi merupakan rute paling umum radionuklida masuk ke dalam tubuh. Influen dapat dikurangi dengan menggunakan respirator yang tepat. Apabila terjadi kontaminasi di udara, bahan radioaktif dapat terhirup masuk ke paru-paru dan sebagian akan masuk ke dalam aliran darah. Sebagian lainnya akan dikeluarkan dari paru-paru dan ditelan sedang sisanya akan dikeluarkan melalui hidung. Masuknya bahan radioaktif ke dalam aliran darah, atau dikeluarkan melalui hidung bergantung pada beberapa faktor seperti bentuk kimia dan sifat bahan tersebut serta fisiologis dari orang yang terkontaminasi. Demikian pula halnya dengan bahan radioaktif yang masuk melalui saluran pencernaan, dapat tidaknya menembus dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh bergantung pada sifat kontaminan dan kondisi fisiologis. Sementara, untuk absorbsi pada kulit yang terluka, radionuklida akan terserap masuk ke cairan tubuh dan aliran darah sehingga tersebar ke seluruh jaringan tubuh. Namun, hal ini bergantung pada sifat kimia dan fisika radionuklida tersebut dan kondisi fisiologis orang yang terkontaminasi.

Perilaku nuklida radioaktif dalam tubuh bergantung pada bentuk kimia dan fisika. Sebagai contoh, beberapa unsur tersebar merata ke seluruh tubuh sehingga dapat meradiasi seluruh tubuh dengan laju dosis yang sama. Contoh dari unsur tersebut adalah radiocesium. Kebanyakan unsur cenderung untuk terakumulasi pada organ tertentu, sehingga akan menghasilkan laju dosis yang berbeda ke berbagai organ dalam tubuh. Contoh unsur tersebut adalah plutonium yang terakumulasi pada tulang dan paru-paru, dan iodium yang terakumulasi dalam kelenjar tiroid.

II.4 Reaktor Nuklir

Reaktor nuklir adalah perangkat dimana reaksi nuklir berantai dibuat, diatur dan dijaga kesinambungannya pada laju yang tetap. Di dalam reaktor nuklir terjadi reaksi nuklir dengan menggunakan bahan bakar uranium. Umumnya uranium yang digunakan adalah uranium-235 (23592U) yang merupakan isotop dari uranium-238

(11)

( U ). Ada dua macam reaksi nuklir yaitu reaksi fisi (pembelahan inti) dan reaksi fusi (penggabungan inti).

238 92

Pada reaksi fisi, inti atom akan pecah menjadi inti-inti yang lebih kecil. Secara eksperimen hal ini dapat dijelaskan melalui penembakan unsur dengan partikel

neutron termik (partikel neutron yang bergerak sangat lambat). Saat partikel neutron ini menembus inti uranium, maka inti menjadi tidak stabil dan akan kehilangan bentuk asalnya. Inti akan membelah menjadi unsur-unsur yang lebih kecil dengan melepaskan energi dalam bentuk panas, sekaligus melepas 2-3 neutron. Reaksi fisi termasuk reaksi eksotermik yaitu bereaksi dengan melepas energi. Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi sangatlah luar biasa besar. Sebagai ilustrasi dalam 1 gram

terdapat 25,6x10 U 235 U 235 92 20

atom . Atom ini bereaksi dengan melepaskan energi

sebesar 200 MeV, sehingga 1 gram dapat melepas energi sebesar 51,2x 10

U 235

U

235 22

MeV atau sebesar 81,92x109 Joule. Energi ini biasanya dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik (PLTN), penggerak kapal selam atau kapal induk sehingga bisa bertahan di lautan bertahun-tahun tanpa perlu suplai energi dari luar dan senjata nuklir. Pada reaksi fisi, inti memancarkan radiasi-radiasi alfa, beta, dan gamma. Berikut adalah reaksi fisi dalam reaktor nuklir:

U 235 92 + n 1 0 --> Produk fisi + (2,5) n 1 0 + 200 MeV Energi U 238 92 + n 1 0 --> U 239 92 U 239 92 ---> Np+ 239 93 ß -1 t1/2=23,5 menit. Np 239 93 ---> Np 239 94 + ß -1 t =2,33 hari 1/2

Reaksi lain yang terjadi pada nuklir adalah reaksi fusi. Pada reaksi jenis, ini inti-inti atom bergabung membentuk inti atom yang lebih besar. Reaksi ini biasanya terjadi pada matahari atau bintang-bintang dan ledakan bom hidrogen. Reaksi fusi ini digolongkan dalam reaksi endotermik (bereaksi dengan memerlukan energi). Unsur yang sering digunakan dalam reaksi fusi nuklir adalah lithium dan hidrogen (terutama lithium-6, deuterium, tritium). Reaksi fusi menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan

(12)

gamma yang sangat berbahaya bagi manusia. Gambar II.3 adalah contoh reaksi fusi antara lithium-6 dan deuterium.

Gambar II.3 Reaksi fisi dalam reaktor nuklir

Sumber: www.nuc.umr.edu/nuclear_facts/design/desfig2.jpg (10 Juni 2007)

6

Li + D --> 2 4He

Gambar II.4 Reaksi fusi antara lithium-6 dan deuterium (7 Juni 2007) Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_nuklir

II.4.1 Komponen Reaktor Nuklir

Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi pembelahan inti (nuklir) atau dikenal dengan reaksi fisi berantai yang terkendali. Bagian utama dari reaktor nuklir yaitu: elemen bakar, perisai, moderator dan elemen kendali.

(13)

II.4.1.1 Sistem Kendali

Teras reaktor merupakan tempat dari bahan bakar, batang kendali dan moderator. Bahan bakar terdapat dalam kelongsong bahan bakar untuk mencegah lepasan hasil belah. Moderator berfungsi untuk memperlambat neutron cepat yang dihasilkan pada reaksi fisi menjadi energi termal. Batang kendali dibuat dari bahan yang mempunyai kemampuan tinggi menyerap neutron, misalnya boron dan cadmium. Apabila batang kendali ditarik ke atas maka akan dicapai kondisi kritis. Penarikan lebih tinggi lagi menyebabkan kondisi menjadi superkritis dan laju pembelahan akan meningkat.

Gambar II.5. Elemen kendali

Sumber: http://www.infonuklir.com/Tips/atomos_reakt.htm (25 Juni 2007)

II. 4. 1. 2. Sistem Pendingin

Pembelahan menyebabkan lepasan energi dalam bahan bakar dan menyebabkan meningkatnya suhu bahan bakar dan suhu bahan kelongsong. Panas dipindahkan ke pendingin sehingga timbul uap yang secara langsung atau tidak langsung akan menggerakkan turbin. Sistem pendingin dilengkapi pompa untuk mensirkulasi air pendingin.

(14)

Gambar II.6. Sistem pendingin

Sumber:http://www.infonuklir.com/Tips/atomos_reakt.htm(25 Juni 2007)

II. 4. 1. 3. Perisai/Penahan

Tujuan pemakaian perisai adalah untuk mengurangi radiasi neutron dan gamma dari teras rektor dan sistem pendingin sehingga operator dan pekerja tidak memperoleh dosis paparan radiasi yang besar. Reaktor nuklir mempunyai sistem pengamanan yang ketat dan berlapis-lapis, sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkan sangat kecil. Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama, selama beroperasi ataupun jika terjadi kecelakaan, kelongsong bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsong. Dalam hal zat radioaktif masih dapat keluar dari dalam kelongsong, masih ada penghalang ketiga yaitu sstem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal ± 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5 - 2 meter. Bila zat radioaktif itu masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistem pengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5 - 2 meter yang kedap udara. Jadi selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpan dalam reaktor dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat radioaktif yang terlepas jumlahnya

(15)

sudah sangat diperkecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti. Skematik dari suatu reaktor nuklir dapat dilihat pada Gambar II. 7.

Gambar II.7. Sistem perisai pada reaktor nuklir

Sumber: http://www.infonuklir.com/Tips/atomos_reakt.htm (25 Juni 2007).

II.4.2 Jenis-Jenis Reaktor

II.4.2.1 Reaktor nuklir berdasarkan fungsi

Reaktor nuklir berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: 1.Reaktor Penelitian/Riset

Pada reaktor penelitian, yang diutamakan adalah pemanfaatan radiasi neutron yang dihasilkan dari reaksi nuklir untuk keperluan berbagai penelitian dan produksi radioisotop. Sedangkan panas yang dihasilkan dirancang sekecil mungkin, sehingga dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor dilakukan dengan sistem pendingin yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor dibawa ke sistem pendingin primer kemudian dilewatkan melalui alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sistem pendingin sekunder. Perlu diketahui bahwa pada alat penukar panas sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder tidak terjadi kontak langsung antara uap/air yang mengandung radiasi dengan air pendingin yang dibuang ke lingkungan.

(16)

2.Reaktor Daya (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/ PLTN).

Pada raktor daya yang dimanfaatkan adalah uap panas bersuhu dan bertekanan tinggi yang dihasilkan oleh reaksi fisi untuk memutar turbin, sedangkan neutron yang dihasilkan sebagian diserap dengan elemen kendali dan sebagian lagi diubah menjadi neutron lambat untuk berlangsungnya reaksi berantai (Gambar II.8). Reaksi fisi berantai hanya terjadi apabila neutron termal/lambat mampu menumbuk uranium-235 yang lainnya hingga terjadilah reaksi berantai secara terus menerus. Cara mengubah neutron yang berkecepatan tinggi menjadi neutron berkecepatan rendah (neutron lambat) adalah dengan menumbukkannya pada inti atom hidrogen dalam air. Jadi air di dalam kolam reaktor ini berfungsi sebagai pemerlambat (moderator), sebagai pendingin dan juga sebagai perisai radiasi. Beberapa bahan yang pada umumnya dipergunakan sebagai bahan pendingin reaktor nuklir adalah air (H2O), air berat (D2O) dan grafit (Gambar II.8).

II.4.2.2 Reaktor nuklir komersial

Terdapat beberapa jenis reaktor nuklir dalam skala komersial. Reaktor tersebut dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu reaktor nuklir dengan proses reaksi fisi yang diakibatkan oleh neutron thermal yang kemudian disebut dengan thermal reactor, dan reaktor nuklir dengan proses fisi yang terjadi pada energi neutron yang tinggi (fast neutron) disebut reaktor cepat (fast reactor).

Reaktor cepat tidak memerlukan moderator, sementara reaktor termal membutuhkan moderator untuk mengurangi energi neutron cepat menjadi neutron thermal. Tipe reaktor thermal yang ada banyak sekali, seperti reaktor berpendingin air ringan (Light Water moderated Reactor atau LWR), reaktor berpendingin air berat (Heavy Water moderated Reactor atau HWR), reaktor berpendingin gas (gas-cooled reactor), dan reaktor temperatur tinggi berpendingin gas (High Temperature Gas-Cooled reactor atau HTGR).

(17)

Reaktor tenaga nuklir komersial kebanyakan merupakan Light Water Reactor (LWR) atau reaktor air ringan, yang menggunakan air sebagai pendingin dan moderator. Pendingin berfungsi untuk memindahkan panas yang dihasilkan selama reaksi fisi nuklir dari inti reaktor. Moderator berfungsi untuk mengurangi kecepatan neutron yang dihasilkan dalam reaksi fisi nuklir untuk memfasilitasi reaksi fisi berikutnya dan menahan sebuah reaksi berantai.

Gambar II.8. Diagram alir reaktor daya

Sumber: http://www.infonuklir.com/Tips/atomos_reakt.htm (25 Juni 2007)

Keterangan gambar: 1. Reaktor 2. Bahan bakar 3. Batang kendali 4. Motor batang kendali 5. Pompa sirkulasi 6. Uap air 7. Air penguapan 8. Turbin tekanan tinggi 9. Turbin tekanan rendah 10. Generator 11. Motor magnet 12. Kondensator 13. Air sungai 14. Pompa kondensasi 15. Pemanas awal 16. Pompa penguapan 17. Perisai beton

LWR memiliki dua tipe, yaitu Pressurized Water Reactor (PWR) atau reaktor air tekan dan Boiling Water Reactor (BWR) atau reaktor air didih.

a. Pressurized Water Reactor (PWR)

(18)

dari sistem pendingin kedua untuk menghasilkan uap untuk memutar turbin.

x Sebuah penekan (Pressurizer) menjaga tekanan dalam sistem pendingin pertama untuk mencegah terjadinya temperatur air yang tinggi akibat dari pendidihan air. x Generator uap (Steam generator): air bertemperatur tinggi dari sistem pendingin

pertama mengalir melalui bagian sisi sebelah dalam dari tabung penukar panas (heat exchanger tubes), mentransmisikan panas melalui dinding tabung ke sekitar air dari sistem pendingin kedua untuk menghasilkan uap.

Gambar II.9. Mekanisme kerja Pressurized Water Reactor (PWR)

Sumber: http://www.fepc.or.jp/english/nuclear/generation/mechanism.html (28 Juni 2007)

b. Boiling Water Reactor (BWR)

Putaran air yang sama disiapkan sebagai sumber uap air untuk memutar turbin. x Reactor pressure vessel dibuat dari besi baja dan pemasangan bahan bakar di sisi

bagian dalam.

x Control rod mengontrol power dari reaktor nuklir. Dengan menyisipkan control rod, reaksi fisi yang berlebih dapat dicegah.

(19)

x Reactor containment vessel, dibuat dari besi baja, untuk mengakomodasi sebuah reactor pressure vessel.

Gambar II.10. Mekanisme kerja Boiling Water Reactor (BWR)

Sumber: http://www.fepc.or.jp/english/nuclear/generation/mechanism.html (28 Juni 2007)

2. Reaktor Air Berat atau HWR (Heavy Water Reactor)

Reaktor air berat merupakan jenis reaktor yang menggunakan D2O (air berat) sebagai moderator sekaligus pendingin. Reaktor ini menggunakan bahan bakar uranium alam sehingga harus digunakan air berat yang penampang lintang serapannya terhadap neutron sangat kecil. PLTN dengan Reaktor Air berat yang paling terkenal adalah CANDU (Canadian Deuterium Uranium) yang pertama kali dikembangkan oleh Canada. Seperti halnya Reaktor Air tekan, reaktor CANDU juga mempunyai sistem pendingin primer dan sekunder, pembangkit uap dan pengontrol tekanan untuk mempertahankan tekanan tinggi pada sistim pendingin primer. D2O dalam reaktor CANDU hanya dimanfaatkan sebagai sistem pendingin primer, sedang sistem pendingin sekundernya menggunakan H2O.

(20)

Dalam pengoperasian reaktor CANDU, kemurnian D2O harus dijaga pada tingkat 95-99,8 %. Air berat merupakan bahan yang harganya sangat mahal dan secara fisik maupun kimia tidak dapat dibedakan secara langsung dengan H2O. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha penanggulangan kebocoran D2O baik dalam bentuk uap maupun cairan. Aliran ventilasi dari ruangan dilakukan secara tertutup dan selalu dipantau tingkat kebasahannya, sehingga kemungkinan adanya kebocoran D2O dapat diketahui secara dini.

3. Reaktor Magnox atau MR (Magnox Reactor)

Reaktor Magnox menggunakan bahan bakar dalam bentuk logam uranium atau paduannya yang dimasukkan ke dalam kelongsong paduan magnesium (Mg). Reaktor ini dikembangkan dan banyak dioperasikan oleh Inggris. Termasuk dalam reaktor jenis ini adalah reaktor penelitian pertama di dunia yang dibangun oleh tim pimpinan Enrico Fermi di Chicago, Amerika Serikat. Reaktor Magnox menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit sebagai moderator, dan uranium alam sebagai bahan bakar. Panas hasil fisi diambil dengan mengalirkan gas CO2 melalui elemen bakar menuju ke sistim pembangkit uap. Dari pertukaran panas ini akan dihasilkan uap air yang selanjutnya dapat dipakai untuk memutar turbin.

Hasil dari usaha dalam penyempurnaan unjuk kerja Reaktor Magnox adalah diperkenalkannya Reaktor Maju Berpendingin Gas atau AGR (Advanced Gas-cooled Reactor). Dalam reaktor ini juga menggunakan CO2sebagai pendingin, grafit sebagai moderator, namun bahan bakarnya berupa uranium sedikit diperkaya yang dibungkus dengan kelongsong dari baja tahan karat. Pengayaan bahan bakar ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi termal dan fraksi bakar bahan bakarnya.

4. Reaktor Temperatur Tinggi atau HTR (High Temperature Reactor)

Reaktor Temperatur Tinggi adalah jenis reaktor yang menggunakan pendingin gas helium (He) dan moderator grafit. Reaktor ini mampu menghasilkan panas hingga 750 ºC dengan efisiensi termalnya sekitar 40%. Panas yang dibangkitkan dalam teras reaktor dipindahkan menggunakan pendingin He (sistem primer) ke pembangkit uap. Dalam pembangkit uap ini panas akan diserap oleh sistem uap air umpan (sistem sekunder) dan uap yang dihasilkannya dialirkan ke turbin. Dalam reaktor ini juga ada

(21)

sistem pemisah antara sistem pendingin primer yang radioaktif dan sistem pendingin sekunder yang tidak radioaktif.

Elemen bahan bakar yang digunakan dalam Reaktor Temperatur Tinggi berbentuk bola, tiap elemen mengandung 192 gram carbon; 0,96 gram 235U dan 10,2 gram 232Th yang dapat dibiakkan menjadi bahan bakar baru 235U. Proses fisi dalam teras reaktor mampu memanaskan gas He hingga mencapai suhu 750 ºC. Setelah terjadi pertukaran panas dengan sistem sekunder, suhu gas He akan turun menjadi 250 ºC. Gas He selanjutnya dipompakan lagi ke teras reaktor untuk mengambil panas fisi, demikian seterusnya. Dalam operasi normal, reaktor ini membutuhkan bahan bakar bola berdiameter 60 mm sebanyak ± 675.000 butir yang diletakkan di dalam teras reaktor. Rata-rata setiap butir bahan bakar tinggal di dalam teras selama enam bulan pada operasi beban penuh.

II.4.3 Sumber Kontaminasi Radioaktif dari Reaktor Nuklir

II.4.3.1 Kebocoran Sistem Pendingin

Kontaminasi dapat terjadi karena adanya kebocoran pada sistem pendingin. Pada sistem air bertekanan kebocoran dapat terjadi langsung ke atmosfir atau melalui penukar panas ke sistem sekunder. Kontaminasi gas terutama 88Kr, 138Xe, dan 41Ar akan terbawa oleh uap ke turbin dan kemudian ke atmosfer. Produk fisi gas 88Kr dan 138

Xe meluruh menjadi turunannya yang berbentuk partikulat 88Rb dan 137Cs (Martin, 2002).

II.4.3.2 Kolam Penyimpanan Bahan Bakar

Bahan bakar yang sudah tidak dapat dipakai lagi biasanya akan dikeluarkan dari reaktor dan akan dibiarkan untuk meluruh selama beberapa bulan dalam tempat penyimpanan bahan bakar atau kolam ”pendingin” (cooling pond) yang berlokasi di

(22)

dekat reaktor. Kolam ini mempunyai potensi bahaya, yaitu kekritisan dan kecelakaan hilangnya perisai (loss of shielding) ( Martin, 2002).

Kolam selalu mengandung bahan fisil yang bersifat kritis yaitu dapat mengawali terjadinya suatu reaksi fisi. Secara umum, apabila di dalam kolam terdapat bahan bakar yang hanya mengandung uranium alam, kondisi kritis tidak mungkin terjadi walaupun dalam keadaan terburuk. Akan tetapi apabila dalam bahan bakar terkandung uranium yang diperkaya atau bahan fisil lainnya, misalnya plutonium, kondisi kritis dapat terjadi. Bahaya dapat dikendalikan dengan menyimpan bahan bakar dengan konfigurasi yang aman, yaitu dengan memberi ruang antara elemen bahan bakar ( Martin, 2002).

Dalam satu kolam penyimpanan bisa mengandung radioaktivitas sebesar ribuan TBq produk fisi dan satu elemen bahan bakar dapat mengandung radioaktivitas sebesar ratusan TBq. Elemen tersebut apabila tidak diberi perisai akan memberikan dosis radiasi gamma sebesar 1 Sv/jam (100 rem/jam) pada jarak 3m. Kehilangan perisai ini terjadi apabila kolam tempat penyimpanan tidak berisi air atau pada saat mengangkat bahan bakar ke dekat permukaan air kolam. Kosongnya air kolam dapat terjadi apabila terjadi kecelakaan yang menyebabkan air kolam keluar, misalnya kerusakan struktur kolam (Martin, 2002).

II.5 Radiocesium

Pada tahun 1860, Gustav Kirchoff dan Robert Bunsen menemukan cesium nonradioaktif dalam mineral perairan di Jerman. Cesium adalah logam perak keabuan dan mudah ditempa yang ditemukan di alam sebagai cesium-133. Cesium adalah logam terberat dari semua logam alkali.

S Saaaatt iinnii,, cceessiiuumm tteerruuttaammaa ddiihhaassiillkkaann ddaarrii ppoolllluucciittee mmiinneerraall ((CCssAAllSSii22OO66)).. C Ceessiiuumm mmuurrnnii ssuulliitt ddiippeerroolleehh kkaarreennaa bbiijjii cceessiiuumm sseerriinnggkkaallii tteerrkkoonnttaammiinnaassii ddeennggaann r ruubbiiddiiuumm,,sseebbuuaahhuunnssuurryyaannggsseeccaarraakkiimmiiaammiirriippddeennggaann cceessiiuumm..UUnnttuukkmmeemmppeerroolleehh c ceessiiuumm mmuurrnnii,, bbiijjii--bbiijjii cceessiiuumm ddaann rruubbiiddiiuumm ddiippeeccaahhkkaann ddaann ddiippaannaasskkaann ddeennggaann m meettaall nnaattrriiuumm ssaammppaaii 66550000CC,, mmeemmbbeennttuukk llooggaamm ccaammppuurraann yyaanngg bbiissaa ddiippiissaahhkkaann

(23)

m meellaalluuiipprroosseessyyaannggddiikkeennaallsseebbaaggaaiiddeessttiillaassiiffrraakkssiioonnaall..CCeessiiuummmmeettaalltteerrllaalluurreeaakkttiiff u unnttuukk ddiittaannggaannii ddaann bbiiaassaannyyaa ddiijjuuaall ddaallaamm bbeennttuukk cceessiiuumm aazziiddee ((CCssNN33)).. CCeessiiuumm d diippeerroolleehhddaarriicceessiiuummaazziiddeeddeennggaannccaarraammeemmaannaasskkaannnnyyaa.. A Akkhhiirr--aakkhhiirriinnii,,CCeessiiuumm113377bbaannyyaakkddiigguunnaakkaannddaallaammiinndduussttrrii,,aannttaarraallaaiinn::

x Mengukur kepadatan kelembapan, secara luas digunakan dalam industri konstruksi x Mengukur leveling, digunakan dalam industri untuk mendeteksi aliran cairan dalam

pipa dan tangki.

x Mungukur ketipisan, untuk mengukur ketipisan dari lapisan logam, kertas, film dan produk lainnya.

x Peralatan untuk logging sumur minyak dalam industri pengeboran untuk mengetahui karakteristik jenis batuan.

Terdapat 11 isotop radioaktif utama dari cesium. Tetapi, hanya 3 isotop yang memiliki umur paruh panjang, sehingga perlu mendapat perhatian lebih dalam penanganannya. Tiga isotop tersebut adalah 134, 135, dan cesium-137. Masing-masing radiocesium tersebut meluruh dengan memancarkan partikel beta, dan umur paruh berkisar antara 2 sampai 2 juta tahun. Umur paruh dari ketiga radiocesium tersebut dapat dilihat pada Tabel II.4.

Tabel II.4 Isotop radiocesium dan umur paruh

Isotop Umur paruh

Aktivitas

Spesifik Model Energi radiasi (MeV)

(Ci/g) Peluruhan Alpha (Į) Beta (ȕ) Gamma (Ȗ) Cs-134 2,1 tahun 1300 ȕ, J - 0.16 1.6 Cs-135 2,3 juta tahun 0.0012 ȕ - 0.067 -Cs-137 30 tahun 88 ȕ, J - 0.19

-Sumber: ICRP (Agustus 2005)

Pada reaktor nuklir dengan bahan bakar uranium ( ) terjadi reaksi fisi yang menghasilkan beberapa unsur radioaktif. adalah salah satu hasil dari reaksi fisi ini. Berikut adalah reaksi fisi dari (Setiawati, 2003):

U 235 92 Cs 137 55 U 235 92

(24)

n 1 0 + U 235 92 ĺ U 236 92 ĺ Ba+ 140 56 Kr 94 36 + ĺ ĺ + + n 1 0 Ba 140 56 Ba 141 56 Cs 137 55 H 3 1 n 1 0

Selain Cs-137, Cs-134 juga ditemukan pada reaksi berantai tersebut, tetapi keberadaan Cs-134 tidak sesignifikan Cs-137. Cs-137 adalah pemancar ȕ dan Ȗ dengan energi 0,662 MeV. Cs-137 digunakan sebagai sumber Ȗ pada lembaga penelitian dan industri (Haryanto, 2004). Energi yang utama dari Cs-134 adalah :

x 563,2 KeV dengan intensitas 8% x 569,3 KeV dengan intensitas 35% x 604,3 KeV dengan intensitas 100% x 795,8 KeV dengan intensitas 90% x 802,0 KeV dengan intensitas 9% x 1364,8 KeV dengan intensitas 4%.

II.5.1 Sifat Fisik

Sifat-sifat fisik dari cesium antara lain berwarna putih keperakan, lunak, dan segera meleleh pada suhu kamar, titik didih 685 qC, titik leleh 529 qC, berat jenis pada suhu 17qC sebesar 1892 kg/m3, dan berat jenis cair pada suhu 40qC sebesar 1827 kg/m3(Muharini, 1998).

II.5.2 Sifat kimia

Sifat kimia cesium mirip dengan kalium dan rubidium. Cesium lebih reaktif daripada logam alkali yang lebih rendah. Cesium lebih reaktif terhadap oksigen dan halogen, dan kurang reaktif terhadap N, C dan H. Garam cesium dengan anion sederhana sangat mudah larut dan higroskopis tetapi garam cesium dengan anion kompleks kurang larut dalam air (Muharini, 1998).

(25)

II.5.3 Radiotoksisitas Cesium

Cesium-134 dan cesium-137 memiliki sifat yang sama secara kimia apabila masuk ke dalam tubuh. Keduanya dapat masuk ke dalam tubuh dengan melalui makanan, air minum dan menghirup udara. Setelah masuk ke dalam tubuh, cesium berperilaku sama seperti kalium dan terdistribusi merata ke seluruh tubuh. Pada kebanyakan populasi, makanan atau minuman yang diserap usus adalah sumber utama dari deposisi cesium secara internal. Cesium yang terabsorpsi akan masuk dalam jaringan pembuluh darah melalaui penyerapan pada usus halus. Cesium cenderung terakumulasi pada otot karena massa realatifnya yang besar. Seperti kalium, cesium diekskresikan dari tubuh secara cepat. Pada dewasa, 10% cesium diekskresikan dengan waktu paruh biologi dua hari dan sisanya tertinggal dalam tubuh dengan waktu paruh biologi 110 hari. Penyisihan cesium dari tubuh sangat cepat pada anak-anak dan remaja. Paparan radiasi dari radiocesium menghasilkan peningkatan risiko kanker.

Cesium yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi dan pencernaan akan diserap oleh jaringan darah. Jaringan darah kemudian mendistribusikan cesium ke seluruh tubuh dengan persentase persebaran ditampilkan pada Gambar II.11.

(26)

2,5% 4% 0,002% 4,998 6,5% 19% 15% 1% 3% 5% 17% 2% 3% 19% 5% 5% Kulit Urine(0,85) Keringat (0,02) Feces(0,13) Keterangan:

: aliran cesium melalui plasma : aliran cesium selain melalui plasma

Gambar II.11 Arah aliran cesium dan prosentase persebarannya dalam tubuh manusia

Sumber: U.S Departement of Health and Human Services (2004).

II.6 Spektrometer Gamma

Interaksi antaraJ dengan detektor akan menghasilkan signal pulsa. Tinggi pulsa yang dihasilkan detektor bersesuaian dengan tenaga foton Ȗ yang mengenai detektor. Selanjutnya pulsa-pulsa tersebut diproses secara elektronik dalam

(27)

serangkaian paralatan yang membentuk perangkat spektrometer gamma. Blok diagram spektrometer gamma dapat dilihat pada Gambar II.12

AMP HV Nitrogen Cair Printer PC MCA Monitor Detektor HPGe Pre Amplifier

Gambar II.12 Blok diagram spektrometer gamma

Sumber: Labolatorium cacah bidang keselamatan dan kesehatan, PTNBR-BATAN

II.6.1 Detektor HPGe

Detektor radiasi adalah suatu transduser atau alat yang bisa mengubah besaran radiasi ke suatu besaran yang lain sehingga bisa dianalisis dan diketahui energinya. Detektor HPGe (High Purity Germanium) merupakan salah satu jenis detektor semikonduktor yang prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas, tetapi pada detektor ini bahan gas diganti dengan zat padat yang bersifat semikonduktor (seperti Si atau Ge).

Di dalam zat padat elektron menempati tingkat (pita) tenaga yang sudah tertentu yaitu pita valensi dan pita konduksi dan daerah diantara keduanya disebut daerah terlarang yang meliputi suatu kesenjangan energi dan besarnya tertentu.

Prinsip kerja detektor HPGe berdasar pada kemampuan elektron mengalami ionisasi dan tereksitasi bila dikenai radiasi sehingga elektron dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi yang akan menghasilkan pulsa listrik. Pulsa listrik inilah yang selanjutnya diolah dan diperkuat. Tinggi pulsa sebanding dengan tenaga foton gamma yang berinteraksi dengan detektor. Detektor HPGe dari germanium kemurnian tinggi (dengan konsentrasi ketidakmurnian ± 1010 atom/Cm atau kurang). Resolusi terbaik dari detektor jenis ini pada rentang energi 3 KeV ” E ” 1 MeV.

(28)

Detektor HPGe didinginkan ketika digunakan dan dapat dioperasikan pada suhu kamar tanpa merusak hasilnya. Efisiensi detektor ini sangat tinggi untuk energi 3 KeV sampai 100 KeV.

II.6.2 Pre Amplifier

Terletak antara penguat dan detektor. Fungsi alat tersebut antara lain untuk amplifikasi awal terhadap pulsa keluaran detektor, melakukan pembentukan pulsa pendahuluan, mencocokkan impedansi keluaran detektor dengan kabel signal masuk ke penguat serta untuk mengadakan perubahan muatan menjadi tegangan pada pulsa keluaran detektor.

a. Analisa tinggi pulsa

Pulsa yang dihasilkan detektor akan diperkuat dalam penguat awal dan kemudian dalam penguat (amplifier). Selanjutnya, pulsa yang telah dibentuk dan diperkuat itu dikirim menuju suatu alat yang dapat memilah-milahkan pulsa tersebut menurut tingginya. Alat tersebut mempunyai banyak memori yang dinyatakan dalam cacah salur (chanel) yang dimilikinya. Alat semacam ini disebut dengan penganalisis saluran ganda (MCA).

Pulsa dengan tinggi tertentu akan dicatat cacahnya dalam salur dengan nomor salur tertentu. Data numerik hasil pencacahan tersebut setiap saat diakumulasikan dalam salur salur itu, sampai waktu pencacahan selesai. Sebagai hasilnya, secara analog dapat dilihat spektrum gamma pada layar MCA atau melalui plotter. Data numerik dapat juga dikeluarkan melalui printer, teletype, writer dan lai-lain.

b.Pembentukan pulsa

Pulsa keluaran dari sebuah detektor adalah pulsa yang mempunyai waktu timbul (rise time) yang sangat singkat sekitar 10-6 detik dan akan turun dengan lebih perlahan-lahan dalam waktu sekitar 10-4.

Apabila aktivitas sinar gamma yang dideteksi cukup besar, maka akan terjadi tumpang tindih pulsa yang satu dengan pulsa yang lain. Untuk mengatasi hal tersebut,

(29)

maka pulsa-pulsa tersebut dipendekkan dengan jalan mendeferensialkan pulsa tersebut dengan suatu rangkaian pendefferensial RC dan rangkaian pengintregal.

II.6.3 Penguat

Pulsa keluaran dari penguat awal sudah berupa pulsa tegangan. Oleh karena itu, penguat yang dipakai adalah jenis penguat peka tegangan yang biasa disebut juga dengan penguat linier. Di sini pulsa diperkuat lagi sampai mencapai amplitudo yang dapat dianalisis dengan penganalisis tinggi pulsa.

Selain untuk mempertinggi pulsa, penguat juga mempunyai fungsi lain yaitu memberi bentuk pulsa. Biasanya penguat mempunyai dua macam keluaran yaitu keluaran bipolar dan unipolar, pemilihannya bergantung pada jenis detektor yang dipakai.

II.6.4 Penganalisis Pulsa dengan Acquspec

Acquspec merupakan MCA generasi ketiga yang dikemas dalam suatu board yang dapat dipasang dalam komputer. Seluruh pengoperasian dan setting MCA menggunakan keyboard komputer. Keuntungan yang didapat dengan menggunakan komputer ini selain faktor ekonomis juga dalam penanganan data hasil pengukuran dapat disimpan dalam disket maupun hardisk dan dapat diolah dengan komputer lain. Prinsip kerja Acquspec sama dengan prinsip kerja MCA.

Pada Acquspec, seluruh pulsa yang terjadi dapat dianalisis. Bagian yang terpenting dari Acquspec ini adalah sistem ADC (Analog to Digital Converter) yang berfungsi sebagai pengubah amplitudo pulsa ke dalam nomor kanal. Jumlah pulsa yang terjadi direkam tempat terjadinya dan diidentifikasikan sebagai jumlah cacah pada kanal.

Pada prinsipnya, MCA ataupun Acquspec merupakan SCA (Single Channel Analyzer) yang dipasang secara pararel dengan masing-masing lebar “window” yang sama. Untuk mewujudkan SCA yang pararel tersebut digunakan ADC.

(30)

Seandainya V 1 adalah amplitudo masukan, di mana V 1 tersebut adalah sinyal analog yang mempunyai batas bawah V min dan batas atas V max yang merupakan jangkau dari ADC tersebut. Konversi tegangan masukan sebesar V max-V min dibagi dalam N bagian yang sama yang disebut kanal, yang akan memisahkan amplitudo masukan yang sesuai dan dapat dinyatakan dalam persamaan:

E = (V max-V min)/ N ... (II.7) keterangan :

E = Lebar window N = kapasitas MCA = 2k K = jumlah bit ADC.

II.7 Radiocesium di Lingkungan

Cesium 133 terdapat secara alami sebagai isotop stabil. Konsentrasi cesium di kerak bumi ± 1,9 miligram perkilogram (mg/kg) dan konsentrasinya di air laut ± 0,5 mikrogram/kg. Cesium dapat terakumulasi dalam rantai makanan di perairan.

Cesium137 di lingkungan berasal dari berbagai sumber. Sumber terbesar adalah jatuhan debu radioaktif dari uji coba senjata nuklir di atmosfir pada tahun 1950-an dan 1960-an yang menyebabkan cesium terdispersi dan terdeposisi di bumi. Namun, cesium yang berasal dari uji coba senjata nuklir tersebut sekarang telah mengalami peluruhan. Cesium yang berada di lapisan tanah akibat uji coba senjata nuklir tersebut ditemukan ± 0,1 sampai 1 picocurie (pCi)/g, rata-rata kurang dari 0,4 pCi/g (atau 0,3 juta mg/kg tanah). Cesium juga ditemukan sebagai kontaminan pada lokasi tertentu, misalnya reaktor nuklir dan fasilitas pada proses yang menggunakan bahan bakar nuklir.

Limbah reaktor nuklir dan kecelakaan lepasan radioaktif seperti kecelakaan Chernobyl di Ukraina melepaskan sejumlah Cs-137 ke lingkungan. Tetapi, limbah pabrik pemrosesan kembali bahan bakar nuklir sedikit mengeluarkan emisi radioaktif ke lingkungan.

(31)

Pada umumnya, cesium merupakan salah satu logam radioaktif yang sedikit ditemukan di lingkungan. Cesium melekat cukup kuat pada tanah dan konsentrasinya pada saat berikatan dengan partikel tanah berpasir diesetimasikan sampai 280 kali lebih tinggi daripada konsentrasi air yang berada di antara pori-pori tanah. Rasio konsentrasi cesium lebih tinggi (kira-kira 2000 sampai lebih dari 4000) di tanah lempung. Oleh karena itu, cesium pada umumnya bukan kontaminan utama dalam air tanah yang tercemar cesium.

II.8 Radiocesium di Perairan

Terdapat 2 klasifikasi perairan yaitu air laut dan air tawar. Air laut dapat dibagi menjadi estuari, daerah pantai, dan laut terbuka. Untuk tujuan radiological assesment, sistem air laut kurang signifikan dibandingkan dengan sistem air tawar karena beberapa alasan. Pertama, air laut tidak dapat digunakan sebagai air minum, sanitasi atau air irigasi. Kedua, banyak terjadi pengenceran unsur dan dispersi daripada di air tawar. Hal ini disebabkan karena adanya aliran tidal pada daerah estuari dan pencampuran antara air berkadar garam tinggi dan rendah. Ketiga, konsentrasi garam yang tinggi cenderung mengurangi bioakumulasi zat radioaktif dalam tubuh makhluk hidup yang terpapar (contoh: konsentrasi K dan Ca yang tinggi mengurangi bioakumulasi Cs dan Sr). Selebihnya, beberapa radionuklida akan berpindah ke lapisan sedimen yang memberikan kontribusi tidak signifikan pada dosis manusia (IAEA, 1997).

Perairan tawar dapat dibagi menjadi sungai dan danau. Sebagai tambahan, sedimen pada air tawar dapat menjadi deposit pada dataran aluvial dan dengan adanya aliran irigasi memberikan kontribusi terjadinya kontaminasi radionuklida di daratan yaitu melalui transfer radionuklida dari tanah ke tanaman yang dikonsumsi manusia.

Danau yang terletak dekat pemukiman penduduk menjadi hal yang harus diperhatikan karena radioaktivitas tidak mngalami pengenceran sepanjang waktu. Pada kondisi tersebut, level radionuklida terutama Cs dapat dibioakumulasi oleh

(32)

predator melalui rantai makanan. Dalam hal ini nelayan dan keluarganya pada kondisi resiko tinggi terpapar radiasi. Mekanisme pemaparan dosis radiologi di perairan tawar dapat dilihat pada Gambar II.13.

Distribusi radionuklida Cs-134 di perairan air tawar pernah diteliti dengan skala laboratorium. Dari penelitain tersebut diketahui bahwa Cs-134 tertinggi terdapat pada sedimen (85%) dan sisanya pada tumbuhan air, ikan dan air. Hal ini karena massa pasir sangat besar dibandingkan komponen lain seperti tumbuhan air dan hewan air. Selain itu, radionuklida Cs-134 dapat terikat pada tanah/sedimen karena tanah mengandung mineral tanah seperti mineral mika (muskovit (KAlSiO2O6) dan leusit (KAl2(Si3AlO10)(OH)2)) (Setiawati, 2003). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa 85% Cs-134 yang mengkontaminasi ekosistem perairan tawar akan terdeposisi pada sedimen dan sisanya terakumulasi pada biota air tawar.

Minum Run off Lepasan Deposisi Ganggan Di luar Fauna Manusia Benthos Plankto Irigasi Banjir limbah

Sumber Proses Dosis

Kontaminasi Media kontaminasi Data perilaku Model Paparan Konsumen & omnivora Predato Sungai/Danau Konsums Efflua Sedimen

Tanah & tanaman Pemukiman Keterangan :

: Transfer radionuklida : Radiasi external, ȕ, J

Gambar II. 13 Skematik mekanisme pemaparan dosis radiologi di perairan tawar Sumber: IAEA (1997)

(33)

II.9 Ikan Lele

Lele merupakan jenis ikan air tawar yang banyak dikonsumsi dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan, antara lain (Prihatman, 2000):

1. Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).

2. Clarias teysmani, dikenal sebagai lele kembang (Jawa Barat), kalang putih (Padang).

3. Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).

4. Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).

5. Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).

6. Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele dumbo (lele domba), king catfish, berasal dari Afrika.

Dalam bahasa Inggris ikan lele disebut juga catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan.

II.9.1 Morfologi

Ikan lele memiliki sungut di dekat mulutnya. Ikan lele memiliki tubuh yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki 4 pasang sungut di sekitar mulutnya dengan panjang dapat mencapai ± 10 cm dan memiliki fungsi sebagai alat pendeteksi kondisi lingkungan sekitarnya termasuk menemukan makanan. Oleh karena itu,

(34)

kumis tersebut tidaklah tersusun dari jaringan berupa rambut seperti kumis-kumis pada hewan lainnya, melainkan tersusun dari jaringan syaraf yang saling berhubungan untuk menghantarkan rangsangan yang diterima menuju ke otak. Panjang ikan lele dapat mencapai 15-20 cm dan berat ± 100 gram untuk ikan lele dewasa setelah berumur 130 hari. Pada ikan lele (Clarias batrachus) terdapat 3 variasi warna tubuh, antara lain: hitam agak kelabu (paling umum dijumpai), bulai (putih) dan merah. Morfologi ikan lele ditampilkan pada Gambar II.14.

Gambar II.14 Morfologi ikan lele

Sumber : www.tve.org/.../uploaded/LungFishToLagos.jpg (25 juni 2007).

II.9.2 Klasifikasi

Klasifikasi ikan lele berdasar taksonomi yang dikemukakan oleh Weber de Beaufort (1965) digolongkan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Sub-kingdom : Metazoa

Phyllum : Chordata (Binatang bertulang belakang) Sub-phyllum : Vertebrata

Kelas : Pisces (Bangsa ikan yang bernapas dengan insang) Sub-kelas : Teleostei ( Ikan yang bertulang keras)

Ordo : Ostariophysi (Ikan yang di dalam rongga perutnya sebelah atas memiliki tulang sebagai alat perlengkapan keseimbangan yang disebut tulang weber).

(35)

Sub-ordo : Siluroidea (Ikan yang bentuk tubuhnya memanjang berkulit licin/ tidak bersisik)

Familia : Clariidae ( suatu kelompok ikan dari beberapa genus yang selain mempunyai ciri-ciri tersebut juga mempunyai ciri yang lebih khusus yaitu : bentuk kepala pipih dengan lempeng tulang keras sebagai batok kepala, bersungut (kumis) 4 pasang, sirip dada ada patil, mempunyai alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang, yang memungkinkan ikan lele mengambil oksigen langsung dari udara).

Genus : Clarias Spesies : Clarias sp.

II.9.3. Kondisi Habitat

Syarat hidup yang utama berhubungan dengan lingkungan seperti kondisi habitat/ lokasi, makanan, pemberian vaksin secara teratur dan pemeliharaan kolam. Ikan lele tidak menuntut persyaratan hidup yang sulit, ikan ini tergolong omnivora dan dapat hidup pada air tercemar bahan-bahan organik.

Persyaratan lokasi, antara lain (Prihatman, 2000):

1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan subur. Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolam kebun, dan blumbang.

2. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m di atas permukaan laut.

3. Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5%-10%.

4. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.

5. Lokasi untuk pembuatan kolam hendaknya di tempat yang teduh, tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.

(36)

6. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20oC, dengan suhu optimal antara 25oC -28oC. Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26oC - 30oC dan untuk pemijahan 24oC -28oC.

7. Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O2.

8. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan ikan.

9. Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.

10. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daun-daunan hidup, seperti enceng gondok.

11. Mempunyai pH 6,5–9, kesadahan (derajat butiran kasar) maksimal 100 mg/l dan optimal 50 mg/l, turbidity (kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60 cm, kebutuhan O2optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 mg/l untuk yang dewasa sampai jenuh untuk burayak, dan kandungan CO2 kurang dari 12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29mg/l -157,56 mg/liter.

Persyaratan untuk pemeliharaan ikan lele di keramba, antara lain: a. Sungai atau saluran irigasi tidak curam, mudah dikunjungi/dikontrol. b. Dekat dengan rumah pemeliharaannya.

c. Lebar sungai atau saluran irigasi antara 3-5 meter.

d. Sungai atau saluran irigasi tidak berbatu-batu, sehingga keramba mudah dipasang. e. Kedalaman air 30-60 cm.

II.9.4 Makanan /Nutrisi

II.9.4.1 Makanan Alami Ikan Lele

Makanan alamiah ikan lele berupa zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air. Sedangkan, makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (golongan Diatome), Anabaena spp (golongan Cyanophyta), Navicula spp (golongan

(37)

Diatome), Ankistrodesmus spp (golongan Chlorophyta). Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein dan kotoran yang berasal dari kakus.

II.9.4.2 Makanan Tambahan

1. Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.

2. Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).

II.9.4.2.1 Makanan Buatan (Pellet)

1. Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27, bungkil kacang kedele=20, tepung terigu=10,5, bungkil kacang tanah=18, tepung kacang hijau=9, tepung darah=5, dedak=9, vitamin=1, mineral=0,5.

2. Proses pembuatan

Bahan-bahan dihaluskan, dijadikan adonan seperti pasta, dicetak dan dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 10%. Penambahan lemak dapat diberikan dalam bentuk minyak yang dilumurkan pada pellet sebelum diberikan kepada lele. Lumuran minyak juga dapat memperlambat pellet tenggelam.

3.Cara pemberian pakan:

a.Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan yang berbentuk tepung.

b.Pada minggu ke-7 dan seterusnya sudah dapat langsung diberi makanan yang berbentuk pellet.

c.Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.

(38)

II.9.5 Pemberian Vaksin

Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:

a.Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan dosis 200 mg/l selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.

b.Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyuntik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.

c.Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5 mg/l –3 mg/l selama 30 menit.

II.9.6 Pemeliharaan Kolam

a.Kolam diberi perlakuan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk memberantas hama dan bibit penyakit.

b.Air dalam kolam/bak dibersihkan 1 bulan sekali dengan cara mengganti semua air kotor tersebut dengan air bersih yang telah diendapkan 2 malam.

c. Kolam yang telah terjangkiti penyakit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 200 gram/m2 selama satu minggu. Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar kolam, kemudian dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak.

II. 10. Absorbsi dan Bioakumulasi Radionuklida Oleh Ikan Air Tawar

Radionuklida yang memasuki lingkungan perairan akan mengalami kenaikan radioaktivitas. Melalui rantai makanan dalam ekosistem air tawar maka radionuklida tersebut akan meningkatkan radioaktivitas biota. Biota memiliki kemampuan mengakumulasi bahan-bahan kimia tertentu termasuk di dalamya adalah radionuklida sehingga konsentrasi dalam biota jauh di atas konsentrasi media yang merupakan jalur masuknya bahan kimia tersebut. Makin tinggi tingkat trofiknya makin tinggi

(39)

tingkat radioaktivitasnya, sesuai dengan prinsip pemekatan biologi. Jalur masuk radionuklida tersebut dapat dilihat pada Gambar II.15.

Gambar II.15 Piramida makanan pada ekosistem perairan air tawar Sumber: www.asfb.org.au (7 Juni 2007).

Pada Gambar II.15 dapat diamati bahwa tingkat trofik tertinggi dalam ekosistem air tawar tersebut adalah predator. Hal ini berarti, akumulasi tertinggi radionuklida yang terkontaminasi pada ekosistem air tawar terletak pada predator. Jika predator tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka radionuklida akan terbiomagnifikasi dalam tubuh manusia dan menjadi sumber radiasi interna.

II. 11. Faktor Transfer

Faktor transfer mengekspresikan bioakumulasi atau faktor konsentrasi. Pada umumnya faktor transfer menunjukkan konsentrasi unsur dalam suatu organisme sebagai akibat adanya unsur tersebut dalam media hidupnya.

Faktor transfer bersifat sangat spesifik untuk setiap jenis unsur/radionuklida, biota yang mengakumulasi, dan keadaan lingkungan seperti diperlihatkan Tabel II.5.

(40)

Tabel II.5 Beberapa potensi radionuklida kritis, nilai dosis tahunan yang diterima pekerja, umur paruh dan nilai Faktor Transfer (TF)

Isotop Peluruhan T1/2 (h- hari; t- tahun) ALI yang diterima pekerja (Bq) Faktor transfer yang disarankan (TF, L/kg) Biota yang terkena dampak (m = marine) 60Co ȕ, J 5,3 t 4.0 x 106 2000 Anjing lautm

90Sr ȕ 30 t 7.1 x 105 60 Ikan air tawar

131I ȕ, J 8 h 9.1 x 105 10000 Makroalgam

137

Cs ȕ, J 30 t 1.5 x 106 2000 Ikan air tawar

210Po

Į 138 h 8.3 x 104 30000 Zooplankton

226Ra Į, J 1600 t 7.4 x 104 2000 Phytoplankton m

239Pu Į, J 24000 t 8.0 x 104 3000 Moluscam

Sumber : IAEA (1982).

II. 12. Model Perpindahan Radionuklida Air- Ikan

Mekanisme uptake merupakan absorpsi radionuklida ke dalam jaringan ikan melalui adsorpsi radionuklida pada permukaan tubuh dan melalui ingestion. Untuk mengkonsepkan sistem transfer digunakan model dual-compartment yang terdiri dari kompartemen donor (radionuklida dalam air) dan kompartemen penerima (jaringan ikan). Diagram skematis model dual compartment ditunjukkan dalam Gambar II.16.

Radionuklida yang ditambahkan dalam air

Ikan

Uptake Discharge

Gambar II.16. Diagram skematis dari model dual compartment (Man, 1999)

Konsentrasi radionuklida dalam ikan (Bq/kg) akan berubah mengikuti Persamaan II.8 (Man, 1999).

) ( ] [ ) ( 0 C cC t C u dt t dC t   ... (II.8)

(41)

Keterangan:

C(t) = konsentrasi pada waktu t (Bq/g) u = laju uptake (h-1)

C0 = konsentrasi pada equilibrium (Bq/g) c = laju discharge (h-1)

Persamaan ini mengasumsikan bahwa peningkatan konsentrasi tergantung kepada perbedaan konsentrasi. Lebih jauh diasumsikan bahwa konsentrasi pada equilibrium, C0, tergantung pada konsentrasi dalam air yang ditunjukkan dalam Persamaan II.9 (Man, 1999).

C0= kw ... (II.9)

Keterangan:

w = konsentrasi radionuklida di dalam air (Bq/l) k = konstanta proportionality.

Apabila discharge dari ikan kembali ke air diabaikan, Persamaan II.8 dapat disederhanakan menjadi Persamaan II.10 (Man, 1999).

Gambar

Gambar II.1 Struktur atom
Gambar II.2 Daya tembus alpha, beta, dan gamma pada material  Sumber:  http://www.epa.gov/radiation/students/types.html (7 Juni 2007)
Tabel II.3 memperlihatkan nilai ALI untuk beberapa radionuklida penting,  untuk jalur masuk melalui pernafasan dan pencernaan
Gambar II.4 Reaksi fusi antara lithium-6 dan deuterium (7 Juni 2007)  Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_nuklir
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dengan berdasarkan logika fuzzy, akan dihasilkan suatu model dari sistem yang mampu memperkirakan jumlah produksi dengan logika fuzzy antara lain jumlah permintaan dan

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Penelitian terdahulu pertama yang di lakukan oleh (Mohammad Doostar, Maryam Kazemi Iman Abadi, Reza Kazemi Iman Abadi) yang berjudul “Impact of Brand Equity on Purchase

Konsep desain (Gambar 1) ditentukan berdasarkan problematika yang diangkat. Dari kesulitan komunikus pemula dalam membuat komik, kurangnya pengetahuan dasar

Padat tebar cacing tanah dalam media harus seimbang karena berhubungan dengan persaingan untuk mendapatkan pakan sehingga pertumbuhan cacing tanah menjadi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing masing media berbeda, namun prinsip

Apakah memang penggunaan media sosial di kalangan para pemuda tani dapat menjadi subsitusi atau hanya komplementer bagi saluran komunikasi politik berbasis

Buku ilmiah populer Etnobotani Tumbuhan Leucosyke capitellata di Kawasan Hutan Bukit Tamiang Kabupaten Tanah Laut mempunyai nilai 92,71% dengan kriteria sangat valid yang