• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNASIONALISASI PERUSAHAAN JAMU (Studi Kasus Pada PT Industri Jamu dan Farmasi. Sido Muncul Tbk) KERTAS KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERNASIONALISASI PERUSAHAAN JAMU (Studi Kasus Pada PT Industri Jamu dan Farmasi. Sido Muncul Tbk) KERTAS KERJA"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

INTERNASIONALISASI PERUSAHAAN JAMU

(Studi Kasus Pada PT Industri Jamu dan Farmasi

Sido Muncul Tbk)

Oleh :

Kezia Giovanni Rusli NIM : 212012075

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

ABSTRACT

Internationalization is a process of the increasing involvement and the company adaptation within the international operating activities. Internationalization process is determined by various factors, one of them is the product being sold by the company. A product that has a great cultural bounded such as Jamu (herbal medicine) has different adaptation process from the universal product, such as computer. This study aims to know the internationalization process of the jamu company, the motivation that influence the jamu company engaged in the internationalization activities and the barriers within the internationalization process faced by the jamu company.

This study raised the case of PT. Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (PT Sido Muncul). The data was obtained by in-depth interviews with PT Sido Muncul internal management. The results showed that now PT Sido Muncul is in pre-export stage and the involvement in internationalization activities were occurred unintentionally by using indirect export. The desire to meet the demand of the foreign markets, the desire to increase the revenue, the company’s ambition to become a global herbal companies and the company’s response toward the implementation of ASEAN Economic Community (AEC) become the motives that make PT Sido Muncul involved in the internationalization activities. Like SMEs (small and medium size enterprises), internationalization activities are not easy to do even for such a large scale jamu company like PT Sido Muncul. The lack of abilities to determine the condition of foreign markets, the difficulties to meet the requirements of registration and the licensing products outside the country that is very different in each country, and also an amount of countries that do not have appropriate regulations for categorization of jamu products also become the barriers for PT Sido Muncul to be a fully exporter.

Keywords: Internationalization Process, Internationalization Motivation,

(7)

vii

SARIPATI

Internasionalisasi adalah proses peningkatan keterlibatan dan adaptasi perusahaan dalam aktivitas operasi internasional. Proses internasionalisasi ditentukan oleh banyak hal termasuk produk yang dijual. Produk yang memiliki ikatan budaya yang tinggi seperti jamu tentu memiliki proses adaptasi yang berbeda dari pada produk yang sifatnya universal seperti komputer. Penelitian ini bertujuan mengetahui proses internasionalisasi perusahaan jamu, motivasi perusahaan jamu terlibat aktivitas internasionalisasi, dan hambatan internasionalisasi yang dihadapi perusahaan jamu.

Penelitian ini mengangkat kasus PT. Sido Muncul. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan beberapa pihak internal PT Sido Muncul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Sido Muncul saat ini berada pada tahap

pre-export, keterlibatan dalam aktivitas internasional terjadi secara tidak disengaja

melalui export tidak langsung. Keinginan perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, keinginan meningkatkan pendapatan, ambisi menjadi perusahaan obat herbal yang mendunia, serta respon perusahaan terhadap pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN menjadi motif perusahaan terlibat dalam aktivitas internasional. Seperti halnya pada usaha kecil dan menengah, internasionalisasi tetap tidak mudah dilakukan oleh perusahaan jamu skala besar seperti PT Sido Muncul. Keterbatasan perusahaan mengetahui kondisi pasar luar negeri, kesulitan memenuhi persyaratan pendaftaran dan perizinan produk di luar negeri yang berbeda di setiap negara, serta banyaknya negara yang tidak memiliki regulasi untuk kategorisasi produk jamu menjadi hambatan perusahaan untuk bergeser menjadi exporter penuh.

Kata kunci : Proses Internasionalisasi, Motivasi Internasionalisasi, Hambatan

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena berkat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga kertas kerja ini dapat terselesaikan. Penulisan kertas kerja ini merupakan salah satu syarat akademik yang harus dipenuhi oleh penulis untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi strata satu dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

Kertas kerja ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis melalui studi kasus pada PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Dimana kertas kerja ini membahas mengenai Internasionalisasi Perusahaan Jamu (Studi Kasus pada PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk).

Penulis menyadari bahwa kertas kerja ini masih jauh dari sempurna. Jika ditilik sebagai suatu hasil karya ilmiah yang wajar, masih banyak kekurangan maupun pelanggaran ilmiah yang sengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk meminta maaf kepada segenap pihak yang turut berperan dalam penulisan kertas kerja. Kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan kertas kerja ini. Semoga kertas kerja ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Salatiga, 6 April 2016

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena pimpinan, hikmat, pertolongan dan kekuatan yang telah dianugerahkan-Nya secara berlimpah kepada penulis sehingga kertas kerja ini dapat terselesaikan dengan baik, segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis selama pembuatan kertas kerja ini. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Christantius Dwiatmadja, SE, ME, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

2. Ibu Roos Kities Andadari, SE, MBA, Ph.D selaku Dosen Pembimbing serta selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.yang telah memberikan waktu, arahan dan bimbingan sehingga kertas kerja ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Ibu Eristia Lidia Paramita, S.E, MM, SPd sebagai Wali Studi yang telah

memberikan pengetahuan dan membimbing penulis selama masa studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW membekali penulis ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana. Staf dan Tata Usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.

5. Ibu Komala Inggarwati S.E., M.M, Ibu Lanyawati (Manajer Keuangan PT Sido Muncul) dan Ko Michael Ryan yang telah membantu penulis sehingga dapat melakukan wawancara dengan narasumber.

6. Narasumber dari pihak internal PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.

7. Papa Yudi, Mama Lusi, Mama Lan, dan Papa Mul terima kasih atas kasih sayang, perhatian, bimbingan, saran, sarana, serta dukungan yang diberikan kepada penulis.

(10)

x

8. Kakak terkasih dari penulis, Ko Samuel serta seluruh keluarga besar dari penulis, terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

9. Akim yang selalu mendampingi penulis dalam menyelesaikan masa studi, meluangkan waktu dan pikiran, memberikan semangat, dorongan, doa, dan kasih sayang kepada penulis.

10. Sahabat-sahabat terkasih penulis Vonny Setianda, Beta Ubaya Nindya, Yan Enggal Asmara, Adrian Nathanael Winata, dan Agustina Ayrein Khoe, terima kasih telah menjadi sahabat yang baik dalam suka duka, terima kasih untuk selalu memberikan dukungan, doa, perhatian dan semangat agar penulis mampu menyelesaikan penulisan kertas kerja ini.

11. Teman-teman komsel ROG terima kasih untuk dukungan doa, perhatian dan semangat bagi penulis.

12. Serta teman-teman selama penulis menjalani studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana seluruh rekan seperjuangan Fakultas Ekonomika dan Bisnis angkatan 2012, kakak kelas maupun adik kelas.

13. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dorongan kepada penulis.

Salatiga, 6 April 2016

Penulis

(11)

xi

DAFTAR ISI

INTERNASIONALISASI PERUSAHAAN JAMU ... i

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULISError! Bookmark not defined. ABSTRACT ... vi

SARIPATI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

LATAR BELAKANG PENELITIAN ... 1

KAJIAN PUSTAKA ... 4

Internasionalisasi ... 4

Proses Internasionalisasi Perusahaan ... 5

Motivasi Melakukan Internasionalisasi ... 10

Hambatan Internasionalisasi ... 13 Adaptasi Internasional... 14 Jamu ... 15 Penelitian Terdahulu ... 17 METODE PENELITIAN ... 20 HASIL PENELITIAN ... 23

Profil Industri Jamu Indonesia ... 23

(12)

xii

Proses Internasionalisasi PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk .. 31

Motivasi PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk Melakukan Internasionalisasi ... 36

Hambatan Internasionalisasi ... 39

Pemasaran PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk ... 40

Pembahasan ... 44

PENUTUP ... 45

Kesimpulan ... 45

Implikasi Terapan ... 45

Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 50

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Motivasi Melakukan Internasionalisasi ... 10 Tabel 2. Internasionalisasi Tongrentang ... 18 Tabel 3. Perkembangan Kinerja Industri Jamu Besar dan Sedang Indonesia Berdasarkan KBLI (Kinerja Industri Berdasarkan Lapangan Usaha) Tahun 2006 - 2010 ... 23 Tabel 4. Produk Utama Ekspor Obat Herbal Indonesia... 25 Tabel 5. Perkembangan Penjualan Bersih dan Ekspor PT Sido Muncul Tahun 2011 - 2014 ... 30 Tabel 6. Negara/Kota Tujuan Ekspor ... 33

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Internasionalisasi Uppsala ... 7 Gambar 2. Internationalization Process Model Cavusgil et al ... 7 Gambar 3. Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia ... 17 Gambar 4. Perkembangan Nilai Ekspor Obat Herbal Indonesia Tahun 2009-2013 (US$ Ribu) ... 24 Gambar 5. Nilai Ekspor Obat Herbal Indonesia Menurut Negara Tujuan Periode Januari-Juni 2014 ... 25 Gambar 9. Peta Distribusi Ekspor PT Sido Muncul ... 33 Gambar 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Internasionalisasi PT Sido Muncul ... 36 Gambar 10. Produk Sido Muncul di Beberapa Negara ... 41

(15)

1

INTERNASIONALISASI PERUSAHAAN JAMU

(Studi Kasus Pada PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk)

Kezia Giovanni Rusli

Univesitas Kristen Satya Wacana Salatiga ruslikezia @gmail.com

LATAR BELAKANG PENELITIAN

Globalisasi, perkembangan teknologi, kompetisi yang semakin ketat, permintaan konsumen yang terus berubah, serta perubahan dalam bidang ekonomi dan politik mempengaruhi keputusan perusahaan untuk mengambil resiko yang lebih besar dengan memperluas aktivitas perusahaan ke luar negeri (Westhead et al., 2001; Krosakiene, 2014). Untuk menghadari beberapa hal tersebut, Foley (1999) dan Andadari (2008) menyarankan perusahaan dapat melakukan perluasan aktivitas keluar negeri dengan beberapa keputusan yang dapat diambil, seperti ekspor, licensing, joint ventures, dan foreign direct investment (FDI). Namun, faktanya perluasan aktivitas perusahaan ke luar negeri bukan merupakan keputusan perusahaan dalam arti dapat terjadi secara tidak disengaja. Beberapa penulis (Sebhatu, 2005; Andadari, 2008) memberikan contoh misalnya, suatu perusahaan secara tidak sengaja menerima pesanan produk dari pembeli asing, akibatnya perusahaan melakukan ekspor ke negara pemesan. Oleh karena itu dapat disimpulkan secara tidak disengaja perusahaan telah mengalami perluasan aktivitas ke luar negeri.

Dalam prakteknya, memasuki pasar internasional dipandang sebagai sebuah keputusan yang fenomenal, entrepreneurial action, dan merupakan salah satu langkah untuk melakukan inovasi, karena perusahaan secara proaktif dan agresif terlibat dalam proses pembentukan peluang, membuat penemuan, melakukan evaluasi dan eksploitasi (Andadari, Local Clusters in Global Value Chains A case study of wood furniture clusters in Central Java (Indonesia), 2008).

(16)

Langkah-2

langkah ini diterapkan pada banyak hal termasuk pada produk yang dijual (Keegan & Green, 2013).

Dalam teori internasionalisasi, perbedaan budaya merupakan tantangan utama bagi perusahaan ketika melakukan internasionalisasi (Fan & Tan, 2015). Keegan dan Green (2013) sebelumnya menjelaskan bahwa budaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumsi masyarakat. Budaya menjadikan produk yang laris dari negara tertentu belum tentu dapat diterima oleh negara lain. Oleh karena itu ada produk yang perlu mengalami penyesuaian atau adaptasi sebelum dijual di pasar internasional.

Sensitivitas lingkungan (environmental sensitivity) menunjukkan sejauh mana produk harus disesuaikan dengan kebutuhan budaya yang spesifik dari suatu pasar nasional yang berbeda (Keegan & Green, 2013). Semakin besar sensitivitas lingkungan maka akan semakin besar usaha perusahaan untuk mengatasi kondisi ekonomi, peraturan, teknologi, sosial dan kondisi budaya yang spesifik di negara tersebut. Pada dasarnya, dibandingkan dengan produk industri, barang konsumsi (consumer products) cenderung lebih sensitif ketika berada pada budaya yang berbeda. Makanan dan minuman diyakini sebagai produk yang sangat dipengaruhi oleh budaya (Keegan & Green, 2013).

Di Indonesia khususnya, Jamu merupakan salah satu produk konsumsi yang lekat dengan budaya dan memiliki ciri khas tersendiri. Jamu sebagai obat tradisional Indonesia telah dipercaya dan digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai penyakit (Dewoto, 2007). Keberadaan jamu sebagai obat tradisional menjadikan jamu sebagai produk yang high culture specific (Fan & Tan, 2015). Produk yang memiliki ikatan budaya yang tinggi seperti jamu tentu memiliki proses adaptasi yang berbeda dari pada produk yang sifatnya universal, contohnya komputer. Penelitian terdahulu menyatakan, China juga memiliki obat tradisional dengan cultural background yang kuat seperti jamu, yaitu Traditional Chinese Medicine (TCM). TCM berhasil diinternasionalisasikan berkat inisiatif, bantuan dan dorongan yang kuat dari pemerintah China untuk dapat menginternasionalisasikan produk TCM.

(17)

3

Berdasarkan penjabaran diatas, proses internasionalisasi perusahaan jamu menjadi menarik untuk diteliti. Berkaitan dengan hal tersebut maka dapat diangkat beberapa persoalan penelitian seperti: (1) Bagaimana proses internasionalisasi dari perusahaan jamu? (2) Apa motif yang mendorong perusahaan jamu melakukan internasionalisasi? (3) Hambatan apa yang dihadapi perusahaan jamu untuk meningkatkan keterlibatannya dalam pasar internasional?

Di Indonesia terdapat perusahaan jamu skala besar, salah satunya PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (PT Sido Muncul). Perusahaan ini telah berdiri sejak 1951 dan telah terlibat aktivitas internasionalisasi sejak tahun 2000. Beberapa produk unggulan seperti jamu Tolak Angin dan Kuku Bima Ener-G merupakan produk andalan yang sudah berhasil diinternasionalisasikan ke lebih dari 20 negara. Keberhasilan PT Sido Muncul dalam memasuki pasar internasional menjadikan perusahaan ini sebagai salah satu objek studi kasus yang menarik untuk menjawab persoalan penelitian yang ada.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) proses internasionalisasi perusahaan jamu 2) motivasi perusahaan jamu terlibat aktifitas internasionalisasi 3) hambatan internasionalisasi yang dialami perusahaan jamu, khususnya pada PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Harapannya penelitian ini mampu memberikan kontribusi kepada beberapa cangkupan. Pertama, bagi perusahaan. Harapannya perusahaan jamu lainnya di Indonesia dapat terpacu dan terlibat dalam aktivitas internasionalisasi. Kedua, bagi akademisi. Harapannya penelitian ini mampu memberikan referensi mengenai internasionalisasi perusahaan jamu khususnya untuk disiplin ilmu manajemen.

(18)

4

KAJIAN PUSTAKA

Internasionalisasi

Calof dan Beamish (1995) mendefinisikan internasionalisasi sebagai proses adaptasi kegiatan operasi perusahaan (strategi, struktur, sumber daya, dan lain sebagainya) dengan lingkungan internasional. Andadari (2008) mendefinisikan internasionalisasi sebagai proses peningkatan keterlibatan perusahaan dalam aktivitas operasi internasional.

Jane (2012) menyebutkan bahwa dalam internasionalisasi terdapat 3 hal yang terjadi: 1) terdapat aktivitas keluar masuk produk, jasa maupun sumber daya yang melewati batas suatu negara dimana perusahaan melakukan aktivitas internasionalisasi, 2) akibatnya perusahaan melakukan transaksi lintas negara, dan 3) aktivitas internasionalisasi terjadi akibat faktor pendorong yang muncul dari dalam (perusahaan memiliki orientasi pasar luar negeri) dan dari luar perusahaan (lingkungan bisnis, globalisasi).

Westhead (2001) menyatakan bahwa internasionalisasi dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur untuk menunjukkan pertumbuhan dan competitive

performance dari perusahaan baik pada level nasional maupun regional.

Internasionalisasi menunjukkan tahapan pertumbuhan perusahaan, khususnya pertumbuhan pasar. Hal ini menjadikan internasionalisasi atau pelaksanaan ekspansi ke luar negeri dari perusahaan sebagai salah satu indikator perusahaan mengalami pertumbuhan (Jane, 2012). Oleh karena itu, saat ini apabila perusahaan memiliki posisi yang strategis di dalam negeri tidaklah cukup. Perusahaan perlu untuk melakukan internasionalisasi dan meningkatkan ekspansi internasional mereka (Korsakiene, 2014).

Manolova et al. (2010) dan Korsakiene (2014) membuktikan bahwa pelaksanaan internasionalisasi diakui berkontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan perusahaan, karena memampukan untuk mencapai skala dan lingkup ekonomis, memudahkan dalam memperoleh akses menuju teknologi asing,

(19)

5

memampukan untuk melakukan aktivitas manufaktur dengan lebih efektif, serta dapat memampukan perusahaan dalam melakukan pemasaran dan manajemen pengetahuan dengan lebih baik. Sementara dalam lingkup nasional, adanya devisa yang diperoleh negara dari pelaksanaan internasionalisasi menjadikan pelaksanaan internasionalisasi perusahaan juga sangat diharapkan oleh pemerintah. Maka dapat disimpulkan bahwa internasionalisasi menjadi visi dan misi utama bagi perusahaan maupun pemerintah sehingga hal ini perlu dilakukan oleh perusahaan (Andadari, 2008; Korsakiene, 2014).

Proses Internasionalisasi Perusahaan

Andadari (2008) menyebutkan bahwa aktivitas pelaksanaan internasionalisasi dapat berupa keputusan perusahaan untuk melakukan ekspor,

licensing, joint ventures, foreign direct investment dan lain sebagainya. Thompson

& Strictland (2010) menjelaskan keputusan ini didasari oleh keinginan perusahaan untuk untuk menjangkau pelanggan baru, memperoleh akses pada sumber daya alam yang tersedia, memperoleh modal untuk kompetensi inti perusahaan, menyebar resiko bisnis dan mencapai biaya yang lebih rendah dan daya saing yang lebih besar. Namun dalam prakteknya, proses internasionalisasi dapat terjadi secara tidak disengaja. Dimana misalnya suatu perusahaan secara tidak sengaja memperoleh pesanan dari buyer asing (luar negeri) yang mengakibatkan perusahaan melakukan ekspor sehingga secara tidak disengaja perusahaan telah meningkatkan aktivitas operasionalnya ke lingkungan internasional.

Teori internasionalisasi dapat dikelompokkan menjadi stage theories dan

non-stage theories. Stage theories memandang internasionalisasi sebagai suatu

proses berkesinambungan yang terjadi secara perlahan, bertahap, dan berurutan. Model internasionalisasi Uppsala merupakan salah satu contoh stage theories (Andadari, 2008)

Dalam model internasionalisasi Uppsala, proses internasionalisasi dipandang sebagai proses dimana perusahaan secara bertahap, perlahan-lahan meningkatkan aktivitas bisnisnya di lingkup internasional (Welch & Paavilaninen, 2014). Model ini berasumsi bahwa perusahaan memiliki bounded rationality

(20)

6

(keterbatasan rasional dan informasi) terhadap bisnis internasional atau pasar di negara asing dan melakukan trade-off antara pertumbuhan dan resiko dari psychic

distance . Langkah untuk memperkecil resiko tersebut dilakukan dengan cara

memasuki pasar asing selangkah demi selangkah, mulai dari mode of entry yang paling kecil jarak kulturnya (low psychic distance), kemudian meningkatkannya secara bertahap ke mode of entry yang lebih beresiko dan lebih jauh jarak kulturnya (Welch & Paavilaninen, 2014). Psychic distance didefinisikan sebagai perbedaan dalam hal, bahasa, budaya, sistem politik, tingkat pendidikan dan lain sebagainya yang dapat menghambat arus internasionalisasi. Pengetahuan perusaahaan mengenai psychic distance akan memapukan perusahaan untuk melihat peluang dengan lebih baik dan tidak perlu terlalu khawatir terhadap ketidakpastian pasar internasional.

Model internasionalisasi Uppsala dibagi ke dalam 4 tahapan: 1) irregular

export activities (sporadic export), tahap ini dilakukan perusahaan dengan

melakukan ekspor ke negara-negara yang dekat dari home market dan ekspor masih bersifat sporadic (tidak merata dan frekuensinya berubah-ubah); 2) exporting by

independent representative (export mode), tahap ini dilakukan perusahaan melalui

kerja sama dengan perusahaan atau pihak independen di luar negeri untuk membantu melakukan penjualan dan meluaskan jaringan pemasaran luar negeri perusahaan. Perusahaan hanya melakukan ekspor, sedangkan perusahaan atau pihak independen diperbolehkan untuk mengelola aktivitas penjualan sendiri; 3)

establishment of a foreign sales subsidiary, tahap ini dilakukan dengan mendirikan

perusahaan cabang di luar negeri untuk mendukung aktivitas penjualan dan pemasaran perusahaan di pasar asing; dan 4) installation of foreign production

facilities, tahap ini dilakukan perusahaan dengan mulai melaksanakan seluruh

aktifitas produksi maupun penjualan di pasar luar negeri (foreign direct investment). Proses ini berevolusi dengan menyesuaikan perkembangan pengetahuan serta pengalaman perusahaan dan peningkatan komitmen operasi perusahaan di pasar internasional (Andadari, 2008).

(21)

7

Gambar 1. Proses Internasionalisasi Uppsala

Sumber: Zohari (2012)

Cavusgil et al (2008) menyampaikan stage theory dengan

internationalization process model yang berbeda dari milik Uppsala.

Gambar 2. Internationalization Process Model Cavusgil et al

Sumber: Cavusgil et al (2008)

Pertama, fase domestic focus. Pada fase ini perusahaan masih belum mampu dan belum mau untuk terlibat dalam bisnis internasional karena perusahaan belum

Domestic Focus Pre-Export Stage Experimental Involvement Active Involvement Committed Involvement

(22)

8

siap dan belum mampu mengatasi hambatan di pasar internasional. Oleh karena itu, perusahaan mengawali dengan fokus pada pengembangan pasar domestik untuk mendapatkan posisi strategis di dalam negeri (home market). Kedua, fase

pre-export stage, perusahaan mulai mengalami perkembangan dan mendapatkan

pesanan dari luar negeri. Perusahaan mulai menganalisis kelayakan usahanya untuk dapat terlibat dan melaksanakan aktivitas internasionalisasi. Ketiga, fase

experimental involvement, aktivitas internasionalisasi perusahaan di luar negeri

masih sangat terbatas. Aktivitas internasionalisasi perusahaan masih berupa basic

export . Keempat, fase active involvement, perusahaan mulai mentarget pasar asing

dan melakukan peningkatan aktivitas di luar negeri melalui eksploitasi yang sistematis dari pilihan internasionalisasi dan komitmen dari manajemen puncak serta sumber daya untuk mencapai kesuksesan internasional. Terakhir fase

committed involvement, perusahaan yang telah berada pada fase ini memiliki niatan

tulus dan komitmen dari sumber daya untuk membuat bisnis internasional sebagai kunci utama bagi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan aktivitas rantai nilai. Entry mode dalam fase ini menggunakan foreign direct investment (FDI).

Sedangkan non-stage theories memandang internasionalisasi bukan sebagai proses yang terjadi secara bertahap. Teori international entrepreneurship,

international collaborative ventures, eclectic modeling merupakan bagian dari non-stage theories (Andadari, 2008; Cavusgil et al, 2008).

Dalam international entrepreneurship, perusahaan diyakini dapat menjadi pemain global tanpa harus melalui tahapan proses internasionalisasi. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan telah memiliki entrepreneurial competencies seperti memiliki visi global, creative insight, dan kemampuan untuk menyadari peluang teknologi dan dapat memanfaatkan hal tersebut (Andadari, 2008). Salah satu contohnya adalah born global firm yang telah mengoperasikan aktivitas bisnisnya di pasar global sejak pertama kali didirikan (Cavusgil et al, 2008) .

Sementara itu, teori eclectic modeling berfokus pada frekuensi transaksi, ketidakpastian dan asset specificity (aset yang harus diinvestasikan dalam suatu transaksi) yang timbul dari pertukaran sumber daya antara pihak pembeli dan

(23)

9

penjual. Teori ini melihat hubungan yang positif antara asset specificity dan keinginan perusahaan untuk menggunakan high-control entry market. Jadi, semakin besar investasi yang dilakukan untuk suatu tansaksi bisnis, maka semakin besar pula kecenderungan pasar untuk memilih bentuk mode of entry dimana perusahaan memiliki kendali yang lebih besar atas transaksi tersebut (Welch & Paavilaninen, 2014). Cavusgil et al. (2008) menjelaskan, dalam teori ini terdapat 3 kondisi yang menentukan perusahaan akan melakukan internasionalisasi melalui

foreign direct investment (FDI), yaitu ownership-specific advantages, location-specific advantages, internalization advantages.

Selain itu terdapat international collaborative ventures. International

collaborative ventures merupakan bentuk kerjasama antara 2 atau lebih perusahaan.

Bentuk kerjasama ini dapat dilakukan secara horizontal atau vertikal. Horizontal

collaborative terjadi ketika 2 atau lebih perusahaan yang berada dalam level rantai

nilai yang sama melakukan kerjasama. Contohnya: perusahaan manufaktur dengan perusahaan manufaktur atau hubungan antara supplier dengan supplier. Sedangkan

vertical collaboration terjadi ketika 2 atau lebih perusahaan yang berada dalam

level rantai nilai yang berbeda melakukan kerjasama. Contohnya: hubungan antara perusahaan manufaktur dengan distributornya.

Collaborative ventures diklasifikasikan dalam 2 tipe utama:

1. Equity-based joint ventures yang menghasilkan formasi baru dari legal entity. 2. Project-based strategic alliances yang tidak memerlukan equity commitment

dari perusahaan yang bekerjasama, tapi karena memang menginginkan untuk melakukan kerjasama dalam bidang R&D, proses manufaktur, design, atau dalam aktivitas penambahan nilai lainnya.

Collaborative ventures memampukan perusahaan untuk memperoleh akses

pada pengetahuan, modal, jaringan distribusi, marketing assets dari perusahaan asing atau kerjasama yang ada dapat memampukan perusahaan untuk mengatasi hambatan yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini tentunya memampukan

(24)

10

perusahaan untuk dapat lebih cepat melakukan internasionalisasi dan berkembang di negara yang dituju (Cavusgil et al, 2008).

Motivasi Melakukan Internasionalisasi

Jane (2012) menyatakan bahwa internasionalisasi dapat terjadi karena adanya faktor pendorong yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal berhubungan dengan kecenderungan suatu organisasi yang mempengaruhi manajemen, seperti ukuran perusahaan, usia perusahaan, pengalaman perusahaan di pasar internasional, performance perusahaan di pasar internasional, serta karakteristik manajemen dan organisasi perusahaan (Zaiem & Zghidi, 2011). Sedangkan faktor eksternal merupakan unsur-usur di luar perusahaan, tempat perusahaan beroperasi yang cenderung tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan, seperti pelanggan, pesaing, ekonomi, teknologi, politik dan hukum, sosial, serta budaya (Zaiem & Zghidi, 2011). Faktor internal dan eksternal menyebabkan perusahaan melakukan tindakan yang bersifat reaktif dan proaktif terhadap situasi yang ada (Andadari, Local Clusters in Global Value Chains A case study of wood furniture clusters in Central Java (Indonesia), 2008). Tabel 1 berisi contoh-contoh faktor yang mendorong perusahaan terlibat dalam aktifitas internasionalisasi.

Tabel 1. Motivasi Melakukan Internasionalisasi

Faktor Internal (Proaktif) Faktor Eksternal (Reaktif) Adanya komitmen manajemen untuk terjun

ke arena pasar global

Upaya perusahaan dalam mengatasi ancamann kehilangan pasar di negara sendiri akibat diserbu berbagai perusahaan asing dengan produk-produknya yang bermutu tinggi dan bernilai lebih

Upaya meningkatkan citra dan reputasi perusahaan sebagai pemain global serta memperoleh posisi yang berbeda di pasar domestik

Tindakan perusahaan dalam mengatasi penurunan penjualan akibat pengaruh perubahan variabel demografis di dalam negeri, misalnya pertumbuhan penduduk yang melambat

Keinginan perusahaan untuk menjangkau pelanggan baru

Upaya perusahaan dalam memperpanjang daur hidup produk perusahaan yang telah memasuki fase jenuh di pasar domestik

(25)

11 Keinginan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar

Upaya perusahaan untuk menghindari adanya regulasi hambatan tarif di negara tujuan internasionalisasi

Upaya perusahaan untuk mendekatkan diri dengan konsumen demi kepentingan lalu lintas komunikasi yang cepat dan efektif dari konsumen ke produsen atau sebaliknya sehingga menurunkan biaya distribusi

Upaya perusahaan dalam menghindari resesi ekonomi

Mengurangi ketergantungan perusahaan pada satu pasar saja (menyebar resiko)

Keinginan perusahaan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi agar dapat mencapai konsumen global dengan lebih mudah

Adanya over produksi sehingga kelebihan produk dipasarkan ke luar negeri

Memanfaatkan kemudahan regulasi ekspor yang diberikan oleh pemerintah untuk mendorong ekspor

Upaya perusahaan dalam memperoleh faktor-faktor produksi yang lebih murah, seperti misalnya tenaga kerja dan bahan baku untuk meningkatkan daya saing

Upaya perusahaan untuk memanfaatkan keuntungan dari adanya fluktuasi mata uang

Upaya perusahaan untuk memperoleh akses pada sumber daya, seperti modal

Upaya perusahaan untuk memanfaatkan fasilitas dan kemudahan yang disediakan oleh pemerintah host country bagi investor asing

Sumber: Andadari, 2008; Cavusgil, Knight, & John, 2008; Zaiem & Zghidi, 2011

Melihat alasan-alasan tersebut, setidaknya ada tiga teori yang digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendorong perusahaan terlibat dalam aktivitas internasionalisasi, yaitu : (1) teori pertumbuhan (theory of the growth); (2) teori internalisasi; (3) teori siklus hidup produk (the product lifecycle approach) (Andadari, 2008).

1. Teori Pertumbuhan

Pertumbuhan dari suatu perusahaan merupakan salah satu alasan bagi perusahaan melakukan internasionalisasi, karena pertumbuhan yang ada menyebabkan pasar lokal dan nasional dirasa relatif terlalu kecil sementara pasar internasional jauh lebih luas. Pertumbuhan perusahaan bergantung pada faktor internal dan eksternal. Tetapi lebih dari itu manajemen merupakan faktor utama yang menentukan perusahaan berhasil di pasar internasional. Manajemen yang

(26)

12

tepat meliputi kemampuan keahlian manajerial, minimalisasi biaya transaksi, ukuran optimum skala produksi di lokasi tertentu, keadaan teknologi, hambatan masuk, kemampuan keuangan, dan keseimbangan antara kontrol dan kooperasi di dalam perusahaan (Andadari, 2008).

2. Teori Internalisasi

Perusahaan melakukan internalisasi terhadap perusahaannya untuk menghadapi adanya pasar tidak sempurna dan berdasarkan hal ini terdapat beberapa alasan bagi perusahaan untuk melakukan internalisasi: 1. untuk memacu inovasi dan ide dan menjaga hak eksklusif yang dimiliki untuk keperluan perusahaan; 2. untuk meminimalisasi resiko atau fluktuasi biaya akibat perubahan nilai mata uang dan untuk mengurangi efek dari kebijakan pemerintah yang kurang menguntungkan; 3. untuk menghindari interfensi dari pembuat kebijakan publik dalam alokasi sumber daya (Cavusgil et al, 2008)

Teori eclectic milik Dunning, menyatakan internalisasi memberikan kemampuan bagi perusahaan untuk mengurangi biaya dan meminimalkan ketidakpastian dari arm’s-length transactions di pasar dengan melakukan kerjasama bisnis dengan suppliers atau distributors (Andadari, 2008).

3. The Product Lifecycle (PLC) Approach

Teori siklus hidup produk menyatakan bahwa perkembangan hidup suatu produk terdiri dari 4 tahapan yaitu, introduction, growth, maturity, dan decline. (Cavusgil et al 2008) menjelaskan pada masa pengenalan produk, perusahaan cenderung fokus pada pasar domestik untuk menghasilkan pendapatan yang tinggi, karena pada tahapan ini design yang optimal belum tercipta, sensitivitas harga masih belum tercipta, dan komunikasi antara pasar dan eksekutif dapat dilakukan dengan mudah dan secara langsung. Saat design mulai mendominasi dapat diterima dan proses produksi mulai terstandarisasi. Perusahaan berkembang ke pasar ekspor dengan mentarget konsumen menengah keatas yang mau menerima inovasi dan mau untuk mebayar dengan harga yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu permintaan asing akan mengalami pertumbuhan, pasar asing akan berkembang

(27)

13

secara ekonomi, dan ekspor akan mengalami peningkatan. Selanjutnya ketika perusahaan telah berhasil memiliki produk yang matang (mature) dan terstandarisasi, perusahaan dapat mulai memproduksi produk di luar negeri. Saat produk berada pada tahapan maturity, keuntungan perusahaan dapat ditingkatkan dengan menurunkan biaya produksi melalui penggunaan bahan baku dan tenaga kerja yang lebih murah.

Hambatan Internasionalisasi

Dias & Lopes (2014) menyebutkan hambatan perusahaan dalam melakukan ekspor tidak langsung, yaitu: (1) masalah akses pembiayaan, (2) kemampuan internasional terbatas, (3) kesulitan untuk memahami dan memenuhi persyaratan, aturan, dan kebutuhan teknis yang diperlukan, (4) biaya transportasi mahal, (5) terbatas dalam memenuhi pesanan pelanggan yang mengakibatkan penundaan, (6) kesulitan untuk mengambil keuntungan dari tarif dan perjanjian perdagangan. Rahadi (2006) dalam Andadari (2016) menemukan dua faktor yang menyebabkan perusahaan tidak menggunakan ekspor langsung, yaitu masalah perdagangan ekspor dan masalah pembiayaan. Masalah perdagangan ekspor terjadi karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik dalam risiko pembayaran dan pengiriman barang), masa tenggang (time lag) di-antara pembayaran, dan tingginya biaya ekspor. Sedangkan masalah pembiayaan adalah karena modal yang dimiliki perusahaan terbatas dan masalah lembaga jaminan (kurangnya dukungan dari lembaga keuangan dan jaminan ekspor). Kondisi seperti ini menyebabkan perusahaan cenderung menunggu pembeli sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah pasar pembeli.

Korsakiene (2014) dan Toulova et al (2014) menggambarkan hambatan ekspor kedalam faktor internal dan faktor eksternal. Hambatan internal disebabkan oleh kelemahan yang melekat pada perusahaan itu sendiri. Hambatan eksternal disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor internal meliputi: (a) kurangnya komitmen untuk memenuhi pengiriman produk dengan tepat waktu, (b) sistem manajemen yang lemah dalam produksi, administrasi, dan keuangan, (c) terbatas dalam memenuhi peryaratan dan

(28)

14

peraturan di negara tujuan ekspor, (d) terbatasnya sarana dan prasarana dalam rangka pemenuhan permintaan, (e) rendahnya kualitas SDM, (f) modal kerja terbatas (untuk promosi, melakukan adaptasi, dan lain sebagainya), (g) kurangnya pengalaman dan pengetahuan mengenai pasar luar negeri, (h) komunikasi (pemahaman bahasa asing), informasi, dan jaringan yang lemah di luar negeri, dan (i) kemampuan R & D rendah.

Hambatan eksternal: (a) penyediaan dan harga bahan baku yang tidak stabil, (b) persyaratan oleh pembeli meningkat, (c) peraturan pemerintah domestik yang tidak kondusif untuk ekspor, (d) peraturan pemerintah luar negeri yang menghambat aktifitas ekspor, (e) kurangnya dukungan dan bantuan pemerintah domestik untuk perusahaan melakukan ekspor, (f) akses perusahaan ke pasar luar negeri rendah, (g) akses kepada sumber daya keuangan yang rendah, (h) persaingan ketat di pasar internasional.

Adaptasi Internasional

Keegan & Green (2013) menjelaskan, sensitivitas lingkungan (environmental sensitivity) menunjukkan sejauh mana suatu produk harus diadaptasi sesuai dengan culture-specific needs dari pasar nasional yang berbeda. Perusahaan dengan produk yang environmentally insensitive akan relatif membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk menentukan kondisi spesifik dan unik dari pasar lokal karena pada dasarnya produk tersebut merupakan produk universal. Semakin besar environmental sensitivity dari suatu produk, maka semakin besar pula usaha yang diperlukan oleh perusahaan untuk mengatasi ekonomi, peraturan, teknologi, sosial dan kondisi lingkungan budaya yang spesifik dari suatu negara.

Makanan dan minuman merupakan consumer products dengan sensitivitas lingkungan yang tinggi (high environmental sensitivity) (Schaninger et al 1989; Keegan & Green, 2013). Hal ini terjadi karena produk makanan dan minuman sensitif terhadap adanya perbedaan iklim dan budaya. Dalam hierarki Maslow (Keegan & Green, 2013), lapar dan haus adalah kebutuhan fisiologis dasar, semua orang perlu makan dan minum tetapi apa yang ingin dimakan dan diminum dapat

(29)

15

sangat dipengaruhi oleh budaya. Begitu pula dengan produk obatan, obat-obatan termasuk kedalam produk yang culturally sensitive. Budaya menjadikan preferensi masyarakat dalam menggunakan obat dan mengkonsumsi obat dapat berbeda-beda. Berikut kutipan pendapat Geert Hofstede mengenai definisi budaya:

“Budaya merupakan pemrograman pikiran secara kolektif yang membedakan para anggota sebuah kelompok atau kategori dengan kelompok-kelompok lain - the collective programming of the mind that distinguishes the members of one category of people from those another.” (Keegan & Green, 2013)

Budaya mengandung unsur perilaku, nilai, kepercayaan, agama, estetika, bahasa, komunikasi, dan preferensi terhadap makanan sehingga dimana ketika suatu negara tujuan internasionalisasi memiliki budaya yang berbeda dengan negara tempat perusahaan beroperasi berarti negara tersebut juga memiliki unsur-unsur yang berbeda pula. Hal ini menjadikan selain faktor peraturan, teknologi, ekonomi dan sosial, kekompleksan dari unsur budaya menjadikan budaya sebagai faktor utama mengapa suatu produk harus mengalami penyesuaian atau adaptasi ketika hendak memasuki pasar internasional.

Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk melakukan adaptasi terhadap strategi dan program marketing yang akan dilakukan di negara target pemasaran. Srategi adaptasi meliputi adanya perubahan elemen produk seperti, design, fungsi, atau kemasan, serta cara perusahaan dalam melakukan pemasaran, sebagai respon perusahaan dalam memenuhi kebutuhan atau kondisi dari pasar negara tujuan internasionalisasi. Adaptasi yang dilakukan dapat menjadikan produk lebih menarik bagi target pasar serta berdampak positif dalam meningkatkan inovasi dari perusahaan. Disisi lain, perusahaan juga perlu menghindari melakukan adaptasi dan mengeluarkan biaya adaptasi yang tidak perlu ketika melakukan adaptasi terhadap elemen-elemen marketing mix (product, price, place, promotion).

Jamu

Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku dari alam, baik tumbuhan (akar, batang, daun, umbi, atau keseluruhan bagian tumbuhan),

(30)

16

hewan (protein, asam amino, enzim, asam lemak, dan lain sebagainya) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang diketahui memiliki khasiat obat (BPOM, 2004). Berdasarkan cara pembuatan, jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (2004) menggolongkan obat bahan alam di Indonesia menjadi 3 yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Jamu (empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, dalam bentuk rajangan, tablet, kapsul, parem, serbuk seduhan, pil, atau cairan. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah, cukup dengan bukti empiris bahwa jamu berkhasiat menyembuhkan penyakit dan memelihara kesehatan. Obat herbal terstandar (scientific based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang terbukti secara ilmiah berkhasiat dan aman melalui uji pra-klinik (uji toksisitas (keamanan), farmakodinamik (kemanfaatan), teratogenik (keamanan terhadap janin) dan kisaran dosis), serta telah menggunakan bahan baku yang terstandarisasi. Fitofarmaka (clinical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang terbukti secara ilmiah aman dan berkhasiat melalui uji pra-klinik pada hewan serta uji klinik pada manusia. Fitofarmaka menggunakan bahan baku serta cara produksi yang telah terstandarisasi. Sekalipun berbeda, ketiga jenis obat bahan alam tersebut sering disebut sebagai jamu atau obat herbal (Bank Indonesia, 2005).

(31)

17

Gambar 3. Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia

Sumber: Dewoto (2007)

Proses produksi dan kegunaan dari produk jamu menjadikan perusahaan jamu sebagai bagian dari industi obat-obatan atau industri farmasi (Murdopo, 2014). Proses produksi perusahaan jamu diatur secara ketat, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Untuk dapat bersaing di pasar nasional dan internasional, perusahaan jamu perlu melakukan riset secara berkesinambungan, terus berinovasi, menjalankan organisasi dan sistem pemasaran dengan baik, serta memiliki kondisi permodalan yang kuat (Artiprasetyo, 2009).

Penelitian Terdahulu

Hong Kong merupakan salah satu negara yang memproduksi obat tradisional seperti Indonesia, produk-produknya biasa disebut sebagai Traditional

Chinese Medicine (TCM). Beijing Tongrentang Group Co. Ltd (TRT) merupakan

salah satu produsen TCM terbesar di China. Sejauh ini, TRT bergerak dalam 3 sektor, yaitu farmasi modern, bisnis retail dan pelayanan medis. TRT memiliki 10 perusahaan yang ada di dalam negeri dan luar negeri. TRT memiliki lebih dari 800

(32)

18

toko ritel di dalam negeri dan 28 toko yang dijalankan dengan joint ventures di 15 negara. Proses internasionalisasi Tongrentang terjadi sebagai berikut (Yutong, 2015):

Tabel 2. Internasionalisasi Tongrentang

DATA KEY EVENTS

1669 Pertama kali Tongrentang berdiri

1991 Tongrentang berhasil menjadi industri obat herbal pada skala nasional

1997 Beijing Tongrentang Group Co. Ltd menjadi perusahaan terbuka pada Mei. Pada bulan Desember tahun yang sama, perusahaan milik

delapan lini produksi utama melalui Sertifikasi Good Manufacturing

Practice (GMP) Australia.

2002 Tongrentang mulai terlibat dalam aktifitas ekspor dan joint ventures

2006 Tongrentang Chinese medical culture dijadikan sebagai national

intangible cultural heritage.

2012 Tongrentang termasuk kedalam 100 perusahaan yang memiliki nilai investasi paling banyak di China.

Sumber: Yutong, 2015

Awal mula keberhasilan internasionalisasi TRT dikarenakan adanya inisiatif dari pemerintah China untuk menjadikan TCM sebagai produk global sejak tahun 1996 (Yutong, 2015).

Tantangan yang dihadapi dalam proses internasionalisasi TCM adalah adanya cultural background yang kuat pada TCM dan adanya lack of understanding dari konsumen luar negeri mengenai produk TCM membuat TRT perlu melakukan adaptasi dan edukasi atas produk agar sesuai dengan budaya dan selera serta dapat diterima oleh konsumen negara tujuan internasionalisasi. Hambatan lain berupa, lambatnya perkembangan regulasi untuk produk TCM di tiap negara sehingga TRT kesulitan untuk memasukkan produk ke pasar luar negeri (Yutong, 2015).

(33)

19

Wu et al (2015) menyatakan hambatan yang menyebabkan TCM sulit untuk masuk ke pasar global adalah:

1. Penelitian TCM masih minim dan sulit untuk menjelaskan teori TCM TCM memiliki fitur filosofis oriental yang unik dan kompleksitas yang ekstrim menyebabkan teori TCM hampir tidak dapat dijelaskan dan didekati oleh metodologi ilmiah modern. Selain itu, pembuktian akan keselamatan, kualitas dan klinis khasiat TCM masih rapuh, yang berdampak pada sulitnya memenuhi persyaratan teknis dan peraturan di tiap negara. Oleh karena itu, pendaftaran produk herbal TCM dengan praktek klinis jangka panjang di China menjadi masalah yang sangat sulit dan bahkan tidak praktis.

2. Belum memiliki strategi yang bersifat menyeluruh (nasional)

Kesulitan pendaftaran produk TCM di luar negeri menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan internasionalisasi diperlukan rencana dan strategi yang baik dengan pihak-pihak berkepentingan yang dapat membantu proses internasionalisasi TCM, seperti pemerintah China, industri farmasi dan komunitas ilmiah. Adanya kondisi keuangan yang lemah dan kapasitas penelitian yang rendah, perusahaan tidak mampu memenuhi ketentuan pendaftaran internasional TCM melalui usaha perusahaan sendiri.

3. Kurangnya komunikasi dan koordinasi

Lambatnya proses internasionalisasi TCM juga diakibatkan oleh kurangnya komunikasi dan koordinasi antara perusahaan dengan lembaga regulator yang menangani pendaftaran produk TCM di luar negeri. Di satu sisi, para ahli di tiap negara memiliki sedikit pengetahuan, pengalaman atau pemahaman yang relevan mengenai TCM; di sisi lain, para ilmuwan China atau perusahaan belum sepenuhnya memahami persyaratan peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh instansi terkait yang mengatur pendaftaran produk. Hal ini mengakibatkan perusahaan kesulitan untuk memenuhi persyaratan dengan cara yang tepat dan cepat.

(34)

20

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan menganalisis objek penelitian PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (PT Sido Muncul) untuk dapat memberikan gambaran yang mendalam dan mendetail mengenai persoalan penelitian. PT Sido Muncul merupakan industri jamu yang bergerak di bidang industri medis (farmasi), ramuan herbal (jamu), kosmetik, makanan dan minuman yang berhubungan dengan kesehatan, perdagangan, jasa, pengangkutan darat, dan pertanian. PT Sido Muncul berlokasi di jalan Soekarno Hatta Km. 28 Kec. Bergas - Klepu, Semarang 50552, Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif juga merupakan suatu pendekatan induktif untuk penyusunan pengetahuan yang menggunakan riset dan subjektifitas serta arti pengalaman bagi individu. Metode ini digunakan untuk mengungkapkan pendapat atau tanggapan pihak internal PT Sido Muncul mengenai faktor-faktor pendorong dan proses internasionalisasi dari perusahaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung (tatap muka) dan wawancara tidak langsung (via telepon). Sumber data berasal dari Bapak Irwan Hidayat selaku Chief Executive Officer (CEO) dimana wawancara dilakukan via telepon, sementara itu wawancara langsung dilakukan dengan Ibu Eszy Filiani Nurul selaku staff export, dan Ibu Nanik R. Sunarso selaku Senior Public Relation Manager. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui media massa, artikel, laporan keuangan perusahaan, dan

website perusahaan.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis membagi proses pengumpulan data menjadi dua. Tahap pertama, penulis mengadakan wawancara pendahuluan dengan Senior Public Relation Manager PT Sido Muncul serta melaksanakan studi pustaka guna mendapatkan gambaran mengenai topik penelitian ini. Tahap berikutnya penulis mengumpulkan data dengan melakukan wawancara dengan staff

(35)

21

export dan CEO PT Sido Muncul. Terakhir, penulis membuat kesimpulan dari hasil

penelitian.

Selama melakukan penelitian penulis mengalami beberapa kendala. Pada tahap awal penelitian penulis perlu melakukan wawancara pendahuluan kepada pihak internal PT Sido Muncul untuk dapat memperoleh gambaran mengenai kondisi internasionalisasi PT Sido Muncul. Adanya relasi dan bantuan melalui beberapa pihak, penulis memperoleh kontak Ibu Lanyawati, Manajer Keuangan PT Sido Muncul. Untuk mengetahui prosedur wawancara dan narasumber yang baik bagi penelitian ini, Ibu Lanyawati menyarankan kepada penulis untuk menghubungi Ibu Nanik (Senior Public Relation Manager) yang berkantor di Jakarta. Penulis berhasil menghubungi Ibu Nanik dan wawancara yang seharusnya dilakukan di Jakarta dapat dilangsungkan di PT Sido Muncul, Klepu, Ungaran pada 6 November 2015 karena kebetulan Ibu Nanik sedang melakukan acara CSR di lingkungan PT Sido Muncul, Klepu, Ungaran. Melalui Ibu Nanik, penulis diarahkan untuk melakukan wawancara dengan Ibu Eszy, staff export PT Sido Muncul yang berkantor di Jakarta agar memperoleh informasi yang lebih mendetail mengenai aktivitas internasionalisasi perusahaan. Ibu Nanik mengarahkan untuk melakukan wawancara dengan staff export karena pada saat itu posisi manajer

export sedang kosong sehingga dipercayakan kepada staff export yang telah lama

menangani export produk Sido Muncul.

Setelah cukup lama berusaha untuk membuat janji bertemu dan memperoleh jawaban melalui email dan telepon kantor namun selalu banyak halangan, pada tanggal 4 Desember 2015 Ibu Eszy menerima tugas untuk hadir di PT Sido Muncul Klepu, Ungaran. Momen ini dimanfaatkan penulis untuk dapat bertemu dengan Ibu Eszy dan wawancara berhasil dilakukan selama 45 menit. Setelah data yang ada diolah, penulis merasa bahwa informasi untuk menjawab persoalan penelitian masih kurang sehingga usaha untuk melakukan wawancara kedua dilakukan. Namun karena kesibukan Ibu Eszy menyebabkan sulitnya komunikasi diantara penulis dan narasumber dan berakibat pada wawancara yang tidak dapat dilakukan kembali bersama dengan Ibu Eszy.

(36)

22

Penulis berusaha untuk memperoleh narasumber lain dengan posisi jabatan yang lebih tinggi dengan harapan dapat memberikan informasi yang akurat dan lebih mendetail mengenai persoalan penelitian penulis. Penulis selanjutnya ingin menjadikan CEO PT Sido Muncul, Bapak Irwan Hidayat sebagai narasumber selanjutnya. Kurangnya koneksi dan kedekatan penulis dengan Ibu Nanik dan Ibu Lanyawati membuat beliau tidak berani memberikan bantuan lebih lanjut. Akhirnya melalui bantuan Ibu Komala, penulis memperoleh nomor handphone Bapak Irwan Hidayat. Ibu Komala menyarankan untuk menghubungi beliau via SMS terlebih dahulu, namun tidak kunjung ada respon sehingga penulis menelepon pada 2 Maret 2016 dan tidak diangkat. Berkat kemurahan hati Bapak Irwan, beliau menghubungi penulis pada hari yang sama dan dari hasil pembicaraan yang ada penulis diarahkan untuk mengatur segala keperluan yang ada dengan sekretarisnya, Ibu Rezy. Akhirnya karena kesibukan dari Bapak Irwan yang tidak memungkinkan untuk dapat bertemu dan melakukan wawancara secara langsung, wawancara dilakukan via telepon.

Wawancara melalui telepon menyebabkan kurangnya pemahaman mengenai apa yang dimaksudkan oleh narasumber, seperti Pak Irwan melontarkan pembicaraan yang mengarah pada gurauan namun penulis tidak menganggapnya sebagai gurauan atau mengenai bagaimana reaksi beliau yang sesungguhnya mengenai pertanyaan-pertanyaan yang penulis lontarkan. Pembicaraan terpaksa dihentikan karena Pak Irwan ingin melakukan makan siang dan meminta untuk dihubungi 1 jam kemudian. Namun ketika penulis mencoba mengubungi via SMS dan telepon sudah tidak ada respon sehingga wawancara diselesaikan karena dirasa informasi yang ada sudah cukup banyak dan menjawab persoalan penelitian yang ada.

(37)

23

HASIL PENELITIAN

Profil Industri Jamu Indonesia

Direkorat Jendral Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2014) menyatakan bahwa industri jamu merupakan salah satu aset nasional yang penting. Industri jamu termasuk dalam industri prioritas yang dikembangkan Indonesia. Industri jamu, baik skala kecil atau rumahan hingga besar memiliki potensi pasar menjanjikan di pasar lokal maupun global dan telah memberi kontribusi pada penerimaan negara melalui pajak dan devisa ekspornya. Industri jamu juga tidak membebani pemerintah dengan impor bahan baku, karena bahan-bahan yang digunakan berasal dari kekayaan hayati Indonesia yang sangat banyak dan beragam (Murdopo, 2014).

Tabel 3 menunjukkan kondisi perkembangan kinerja industri jamu besar dan sedang di Indonesia dari tahun 2006 hingga 2010. Asosiasi pengusaha jamu dan obat alam Indonesia yang diakui pemerintah, Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu) menyatakan, hingga tahun 2015 terdapat 1.459 industri jamu di Indonesia yang terdiri dari industri kecil atau rumahan hingga industri besar yang telah menyerap 15 juta tenaga kerja (kemenperin.go.id). Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Jamu, penjualan jamu di Indonesia pada 2010 menembus angka Rp 7,2 triliun, pada tahun 2011 mencapai Rp12 triliun, lalu terus meningkat pada tahun 2012 menjadi Rp 13 triliun, 2013 menjadi Rp 14 triliun, pada 2014 mencapai Rp 15 triliun dan pada 2015 diperkirakan mencapai Rp 20 triliun (Deny, 2015)

Tabel 3. Perkembangan Kinerja Industri Jamu Besar dan Sedang Indonesia Berdasarkan KBLI (Kinerja Industri Berdasarkan Lapangan Usaha) Tahun

2006 - 2010

Indikator 2006 2007 2008 2009 2010 Trend

Jumlah Unit Usaha

(Unit) 70 69 67 64 58 -4,41%

Nilai Produksi

(38)

24

Indikator 2006 2007 2008 2009 2010 Trend

Jumlah Tenaga Kerja

(Orang) 11.324 9.707 11.296 9.039 9.653 -3,83%

Utilisasi (%) 68,3 73,3 83,3 84,3 79,4 4,52%

Nilai Input (Ribuan

Rp.) 605.067.860 426.516.727 1.309.724.262 451.605.177 661.056.982 2,37%

Nilai Output (Ribuan

Rp.) 1.152.403.662 893.598.063 1.540.286.573 881.694.961 1.270.163.715 1,83%

Nilai Tambah

(Ribuan Rp.) 547.335.802 467.081.336 230.562.311 430.089.784 609.106.733 1,32%

Sumber: kemenperin.go.id

Pada Majalah Warta Ekspor mengenai Obat Herbal Tradisional (Murdopo, 2014), Kementrian Perdagangan Republik Indonesia menyebutkan bahwa nilai ekspor obat herbal Indonesia tahun 2013 mencapai US$ 23,44 juta, sedangkan nilai ekspor pada periode Januari-Juni 2014 sebesar US$ 29,13 juta, mengalami peningkatan 600% dari nilai ekspor pada periode Januari-Juni 2013. Pertumbuhan ekspor obat herbal Indonesia selama periode 2009-2013 mengalami kenaikan sebesar 6,49% per tahun (lihat gambar 4).

Gambar 4. Perkembangan Nilai Ekspor Obat Herbal Indonesia Tahun 2009-2013 (US$ Ribu)

Sumber: Warta Ekspor September 2014

Tabel 4 menunjukkan produk utama ekspor obat herbal pada periode Januari-Juni 2014.

(39)

25

Tabel 4. Produk Utama Ekspor Obat Herbal Indonesia

Sumber: Warta Ekspor September 2014

Gambar 5 menunjukkan nilai ekspor obat herbal Indonesia menurut negara tujuan pada periode Januari hingga Juni 2014. Selain negara-negara tersebut GP Jamu (2013) menyebutkan Korea Selatan, Filipina, Hong Kong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Rusia dan Cile juga menjadi negara tujuan ekspor perusahaan jamu Indonesia

Gambar 5. Nilai Ekspor Obat Herbal Indonesia Menurut Negara Tujuan Periode Januari-Juni 2014

Sumber: Warta Ekspor September 2014

Direkorat Jendral Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2014) menyebutkan beberapa kendala yang dialami oleh pelaku usaha industri jamu Indonesia untuk dapat melakukan ekspansi ke luar negeri: 1) Masih sangat terbatas dalam menciptakan produk berkualitas, berdaya saing tinggi dan berorientasi pasar, 2) Industri jamu Indonesia terlalu

(40)

26

berfokus pada proses pemasaran dan kurang memperhatikan peningkatan kualitas pada produk, 3) Kemampuan untuk melakukan R&D rendah, 4) Industri jamu Indonesia masih terbatas dalam akses permodalan pada usaha jamu terutama, usaha jamu tradisional; pengembangan tanaman obat bahan baku jamu dan proses pengolahan yang efisien, 5) Kendala terkait peraturan dan prosedur pengujian laboratorium, 6) Kurangnya kerjasama industri jamu dengan para pemangku kepentingan yang meliputi pemerintah, swasta dan akademisi yang sesungguhnya dapat membantu mengembangkan usaha jamu di Indonesia, seperti melakukan kerjasama antara perusahaan atau industri jamu dengan pemerintah dan institusi pendidikan dalam bidang penelitian untuk mengembangkan teknologi, inovasi proses, pembuatan regulasi dan kebijakan industri jamu, dan saintifikasi jamu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Profil PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk

Saat pertama kali berdiri pada tahun 1951 Sido Muncul merupakan usaha jamu rumahan milik keluarga. Banyaknya permintaan akan jamu Sido Muncul dari tahun ke tahun membuat Sido Muncul semakin berkembang sehingga pada tahun 1970 Sido Muncul membentuk persekutuan komanditer (CV) dengan nama CV Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul dan pada 1975 berubah menjadi perseroan terbatas (PT) dengan nama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul. Adanya keinginan Sido Muncul untuk menjadi perusahaan yang langgeng dan dapat dipercaya oleh masyarakat direalisasikan dengan berubah dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan terbuka (Tbk) pada 18 November 2013.Kini PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk telah menjadi pabrik jamu terbesar di Indonesia dan tercatat dengan Kode saham dari Perseroan SIDO di Bursa Efek Indonesia.

Saat ini PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (PT Sido Muncul) merupakan industri jamu yang bergerak di bidang industri medis (farmasi), ramuan herbal (jamu), kosmetik, makanan dan minuman yang berhubungan dengan kesehatan, perdagangan, jasa, pengangkutan darat, dan pertanian. Cakupan bidang usaha PT Sido Muncul banyak karena perusahaan memiliki 3 anak perusahaan,

(41)

27

yaitu PT Semarang Herbal Indo Plant (SHIP), PT Muncul Mekar dan PT Berlico Mulia Farma.

PT SHIP merupakan pabrik bahan baku yang berdiri pada tahun 2010 dan dikembangkan oleh PT Sido Muncul untuk memasok kebutuhan ekstrak pasar domestik dan internasional, meningkatkan kapasitas produksi, memperpendek mata rantai produksi, efisiensi, standarisasi dan membantu petani menampung hasil panen mereka pada saat harga turun. Perusahaan ini muncul sebagai hasil dari pemikiran PT Sido Muncul untuk menjamin ketersediaan dan keberlangsungan spesies bahan baku produksi jamu di Indonesia. Hadirnya PT SHIP menjadikan mutu bahan baku dan kualitas obat-obat bahan alam semakin maju sehingga produk-produk yang dihasilkan PT Sido Muncul dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional dengan kualitas yang baik dan terstandar.

Hasil dari PT SHIP adalah ekstraksi untuk memasok produk makanan, minuman, farmasi, neuraceutical, kosmetik dan pertanian. PT SHIP menggunakan metode terstandar untuk mengekstraksi bagian tanaman seperti daun, bunga, kulit tanaman, akar, benih dan buah yang berkhasiat untuk kesehatan. Bagian tanaman ini diproses dengan menggunakan berbagai macam fasilitas antara lain peralatan pabrik untuk mengolah bahan mentah (termasuk sebelum proses awal pengolahan bahan mentah), penyaringan air secara osmosis, peralatan ekstraksi dinamik, vakum rendah desikator suhu, pelarut ekstraksi bertenaga tinggi, peralatan ekstraksi kromatografi dan alat pengering semprot. Semua dikerjakan secara teliti dengan prosedur dan pengawasan ketat untuk menjaga kelangsungan tanaman obat herbal di Indonesia.

PT Muncul Mekar merupakan perusahaan distribusi yang dibuat PT Sido Muncul pada tahun 1975 sebagai respon perusahaan terhadap pemberlakuan peraturan pemerintah yang mengharuskan para produsen untuk menunjuk distributor dalam memasarkan produknya. Selanjutnya PT Muncul Mekar ditunjuk sebagai distributor tunggal PT Sido Muncul. Saat ini PT Muncul Mekar memiliki 109 sub perwakilan yang tersebar di seluruh Indonesia dengan 4 kantor perwakilan di Jakarta yang membawahi pemasaran Jabodetabek, Sumatra dan Pontianak, Jawa

(42)

28

Barat mencakup wilayah pemasarannya termasuk provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah mencakup wilayah pemasaran provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mencakup wilayah pemasaran provinsi Jawa Timur, Indonesia bagian Tengah dan Indonesia bagian Timur.

Perkembangan distribusi PT Muncul Mekar ditunjang dengan masuknya sistem komputerisasi yang terintegrasi sehingga memudahkan dalam pelaporan data penjualan dan marketing sampai pelosok-pelosok kota hingga kecamatan. Hal ini tentunya akan mendukung ketersediaan produk di tiap-tiap wilayah dan membantu penentuan langkah-langkah lebih lanjut untuk kemajuan perusahaan. Selanjutnya PT Muncul Mekar juga membantu proses pengiriman produk Sido Muncul di dalam negeri sebelum di ekspor.

PT Berliko Mulia Farma merupakan industri farmasi yang diakuisisi oleh PT Sido Muncul sejak 1 September 2014. PT Berliko Mulia Farma telah berdiri sejak 1976 dan telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik. Bagi PT Sido Muncul, PT Berliko Mulia Farma membantu perusahaan dalam mengembangkan dan menunjang aktivitas farmasi PT Sido Muncul.

Dalam proses produksi, sejak 11 November 2000 PT Sido Muncul telah memiliki sertifikat Good Manufacturing Practices (GMP), sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) setara dengan farmasi dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia serta menggunakan ISO (International Standart

Organization) 17250 untuk standart laboratorium dan memiliki Akreditasi Nasional

(KAN) untuk fasilitas laboratorium yang menjadikan PT Sido Muncul sebagai pabrik jamu berstandar farmasi di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor HK.00.05.4.1380 tahun 2005 tentang penerapan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, sertifikat CPOTB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa Industri dan Usaha Obat Tradisional telah memenuhi Persyaratan Teknis CPOTB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat tradisional. Sertifikat ini mencakup pemenuhan kriteria dari

(43)

29

segi personalia; bangunan; peralatan; sanitasi dan hygiene; penyiapan bahan baku; pengolahan dan pengemasan; pengawasan mutu; inspeksi diri; dokumentasi; serta penanganan terhadap hasil produk jadi diperedaran.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang penerapan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan obat yang diterbitkan oleh Kepala Badan (BPOM). Sertifikat ini mencakup pemenuhan kriteria dari segi manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu dan audit dan persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi dan validasi (pom.go.id)

Sedangkan sertifikat Good Manufacturing Practices (GMP) adalah dokumen sah yang menjamin bahwa dalam proses produksi, perusahaan memenuhi persyaratan industri makanan dan kemasan, terkait dengan keamanan pangan, kualitas dan persyaratan hukum (gmp-center.com).

Kepemilikan atas sertifikat CPOTB, CPOB, dan sertifikat GMP menjadi bukti sah bahwa PT Sido Muncul membuat obat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sertifikat inilah yang menjadikan PT Sido Muncul sebagai perusahaan jamu berstandar farmasi Indonesia.

Dalam upaya meningkatkan kualitas produk dan aktivitas research and

development PT Sido Muncul telah memiliki Akreditasi Nasional (KAN) dan

menggunakan ISO (International Standart Organization) 17025. ISO 17025 merupakan sebuah standar yang diakui secara internasional dan pengakuan formal mengenai kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi melalui akreditasi, digunakan secara luas sebagai persyaratan diterimanya hasil pengujian dan hasil kalibrasi yang diperlukan oleh berbagai pihak di dunia (bikasolusi.co.id). Saat ini, PT Sido Muncul memiliki fasilitas laboratorium lengkap yang terdiri dari

(44)

30

laboratorium analisa (kimia, mikrobiologi, instrumentasi), formulasi, mikrobiologi, stabilitas, farmakognosi, farmakologi, toksikologi dan laboratorium klinik. Kelengkapan fasilitas yang dimiliki PT Sido Muncul dapat meningkatkan kreativitas pengembangan dan inovasi produk yang mengikuti perkembangan pasar global.

Adanya sertifikat CPOTB, CPOB, dan GMP, serta penggunaan ISO 17025 memudahkan PT Sido Muncul dalam berinovasi, memproduksi produk-produk berkualitas, berdaya saing tinggi, ramah lingkungan, dan berorientasi pasar atau sesuai dengan standar negara tujuan internasionalisasi produk yang cenderung lebih ketat dari Indonesia.

Pada tahun 2015, PT Sido Muncul telah memiliki 273 jenis produk yang terdiri dari produk obat, makanan dan minuman dalam bentuk serbuk, instan, mix komplit (serbuk dan instan), cair, kapsul, tabet atau pil, dan permen. PT Sido Muncul memiliki 3.841 orang tenaga kerja dan mampu memproduksi 85 juta kemasan setiap bulannya.

Banyaknya permintaan konsumen Indonesia atas produk PT Sido Muncul menjadikan perusahaan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam negeri sehingga seluruh hasil produksi perusahaan hanya dijual di Indonesia. Namun, pada tahun 2000 secara tidak sengaja PT Sido Muncul memperoleh pesanan produk dari luar negeri dan sejak saat itu perusahaan mulai melakukan aktivitas internasionalisasi berupa ekspor hingga sekarang. Tabel 5 menunjukkan perkembangan penjualan bersih PT Sido Muncul dalam 4 tahun terakhir.

Tabel 5. Perkembangan Penjualan Bersih dan Ekspor PT Sido Muncul Tahun 2011 - 2014

Tahun Penjualan Bersih (Dalam Juta Rupiah)

Penjualan Ekspor* (Dalam Juta Rupiah) 2011 2.198.273 76.939,55 2012 2.391.667 83.708,34 2013 2.372.364 83.032,74 2014 2.197.907 76.926,74

Sumber: sidomuncul.com; Data Primer, 2015

*) Nilai penjualan ekspor diperoleh dari 3,5% (2-5% proposi penjualan ekspor) nilai penjualan bersih

Gambar

Tabel 1. Motivasi Melakukan Internasionalisasi ...............................................
Gambar 1. Proses Internasionalisasi Uppsala ......................................................
Gambar 1. Proses Internasionalisasi Uppsala
Tabel 1. Motivasi Melakukan Internasionalisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada laporan keuangan yang disajikan, kita dapat mengetahui bahwa PT Sido Muncul Tbk memiliki kinerja yang baik dalam mengelola keuangan sehingga beban yang

• PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) , emiten produsen jamu, minuman herbal, dan farmasi, berencana memberikan dana untuk ekspansi anak usaha PT Berlico Farma

perusahaan dengan perkembangan likuiditas paling baik adalah PT. Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk disusul oleh PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk dan PT.

Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Rasio Profitabilitas pada Perusahaan Industri farmasi PT Kimia Farma Tbk, mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19

Selain itu, dengan adanya rencana perluasan pabrik yang sedang dilakukan SIDO, maka diperkirakan juga produksi jamu cair seperti Tolak Angin Cair, Tolak Linu

Selanjutnya perseroan melakukan pemetaan talenta dan program pengembangan terstruktur (termasuk program pembelajaran), sistem rekrutmen terintegrasi (branding

Hambatan Internasionalisasi Direkorat Jendral Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 2014 menyebutkan beberapa kendala yang dialami oleh pelaku usaha

Sido Muncul telah dirancang dengan efektif dan sistematis dimana setiap melakukan pekerjaan para manajer akan menyusun terkait waktu dan to do list yang akan dikerjakan pada hari kerja