• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada. Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada. Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

i

Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada

Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal

Kecamatan Medan Sunggal

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara Oleh

Rafni Silva Siregar

100902031

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Rafni Silva Siregar

Nim : 100902031

Judul : Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal

Kecamatan Medan Sunggal

Medan, Mei 2014 PEMBIMBING

(Dra. Berlianti, M.S.P) NIP.

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P) NIP. 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. Dr. Badaruddin, M. Si) NIP. 19680525 199203 1 002

(3)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA

: RAFNI SILVA SIREGAR

NIM

: 100902031

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 115 halaman, 34 kepustakaan, 39 tabel, serta

lampiran)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak yang dilihat dari perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian anak pada keluarga pemulung.

Populasi dari penelitian ini adalah 10 keluarga yang memiliki anak usia 13-18 tahun dari 49 keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia anak yang tinggal di Desa Tapian Nauli. Sampel tersebut diambil dengan menggunakan metode penarikan sampel Purposive Sampling. Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi. Data yang didapat ditabulasikan ke dalam tabel selanjutnya dianalisis dengan teknik Korelasi Product Moment.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisi bahwa pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak positif dimana nilai korelasi product moment hitung lebih besar dari moment tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan antara pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak.

Kesimpulan bahwa pekerjaan orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak.

(4)

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA

: RAFNI SILVA SIREGAR

NIM

: 100902031

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 115 halaman, 34 kepustakaan, 39 tabel, serta

lampiran)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak yang dilihat dari perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian anak pada keluarga pemulung.

Populasi dari penelitian ini adalah 10 keluarga yang memiliki anak usia 13-18 tahun dari 49 keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia anak yang tinggal di Desa Tapian Nauli. Sampel tersebut diambil dengan menggunakan metode penarikan sampel Purposive Sampling. Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi. Data yang didapat ditabulasikan ke dalam tabel selanjutnya dianalisis dengan teknik Korelasi Product Moment.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisi bahwa pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak positif dimana nilai korelasi product moment hitung lebih besar dari moment tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan antara pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak.

Kesimpulan bahwa pekerjaan orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. adapun judul skripsi ini adalah “PENGARUH PEKERJAAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA PEMULUNG DI DESA TAPIAN NAULI LINGKUNGAN IX KELURAHAN SUNGGAL KECAMATAN MEDAN SUNGGAL”. Skripsi ini di susun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Skripsi ini saya persembahkan terkhusus untuk kedua orang tua yang saya cintai, Ramli Siregar dan Yenny Afriyanti, yang telah menjadi spirit buat saya serta keluarga yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis menghanturkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaki Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(6)

vi

3. Ibu Dra. Berlianti, M.S.P, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, serta telah bersedia mendidik dan membagi ilmunya dengan saya.

4. Terkhusus buat kedua orang tuaku Ramli Siregar dan Yenny Afrianti dan adik-adikku tercinta Ray Erlangga Siregar dan Mega Gosalini Siregar yang tak henti-hentinya mendoakan dan mendukung penulis baik dari materi, waktu dan semua hal. Semua yang diberikan Ayah dan Mama tak terhitung buatku. Terima kasih ya Mam dan Yah atas semuanya. Love You Both.

5. Terima kasih buat Uda Ucok, Nanguda Rani serta Daffa atas dukungannya selama ini baik dari materi, waktu dan bantuan-bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh kuliah. Semua kebaikan Uda dan Nanguda tak akan Silva lupakan.

6. Buat sahabat SMP-SMA Bogor, Nina Juniati, Illyah Arafah dan Sinta Apriyani. Thanks ya buat segalanya. I miss you all.

7. Buat sahabat SMP Padang Sidimpuan, Tian, Latifah, Poppy, Nina dan Fatimah. Kalian luar biasa. Persahabatan yang berlangsung lebih dari 10 tahun akan berlangsung selamanya. Walau kadang kita meski terpisah jarak tapi kalian tetap selalu ada. I love you all.

8. Buat sahabat KesSos, Intan Ceskus, Kakak Clara Clere, dan Mak Uwi. Makasih udah memberikan warna selama 4 tahun ini. Makasih sudah menerima aku apa adanya. Perjalanan yang kita lalui selama ini memberikan banyak pelajaran. Ganbate.

(7)

vii

9. Buat KesSos 2010, Papi Pram, Bang Mail, Om Uya, Kak Rahma, Fahmi, Nanda, Ferdian “Onta”, Kak Ria, Dimas, Dede, Mamang Iqbal, Arif “PSK”, Tante Dwi, Acon, Riada, Desi, Hana, Pera, Fonny, Juwita, Yohana, Lince, Sintong, Helen, Om Kiky, Tante Riza, Tante Raisa, Tante Tania, Eny, Liberson, Josua, Cumi, dan buat semua yang gak bisa aku sebutin satu-satu. Makasih atas semuanya

10. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang telah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, aku ucapkan terima kasih dan sukses buat kalian semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya agar ke depan penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, Mei 2014 Penulis

(8)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………... vi DAFTAR TABEL ……….. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1 1.2 Rumusan Masalah ……….. 9 1.3 Tujuan Penelitian ………... 9 1.4 Manfaat Penelitian ………. 9 1.5 Sistematika Penulisan ……….. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan ………. 11

2.1.1 Aspek-aspek Kemiskinan ………. 12

2.1.2 Ciri-ciri Kemiskinan ………. 14

2.1.3 Faktor Penyebab Kemiskinan Secara Sistematik ……… 16

2.2 Keluarga Pemulung ………... 18 2.2.1 Keluarga ……… 18 2.2.2 Pemulung ……….. 24 2.3 Perkembangan Anak ………. 27 2.3.1 Perkembangan Anak ……… 27 a. Anak ……….. 27

(9)

ix

b. Perkembangan Anak ……… 30

2.3.2 Perkembangan Sosial Anak ………. 34

2.3.3 Perkembangan Kepribadian Anak ……… 39

a. Hal-hal yang mempengaruhi Kepribadian ……….. 40

2.4 Kesejahteraan Anak ……….. 45

2.4.1 Perlindungan Anak ……….. 46

2.5 Kerangka Pemikiran ……….. 48

2.6 Hipotesis ……… 50

2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ………. 50

2.7.1 Definisi Konsep ……….. 50

2.7.2 Definisi Operasional ………... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ……….. 54

3.2 Lokasi Penelitian ……….. 54

3.3 Populasi dan Sampel ……… 54

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….. 55

3.5 Teknik Analisis Data ……… 56

BAB IV DESKRIPSI LOKASI 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Sunggal ………. 58

4.1.1 Komposisi Penduduk ……….. 59

4.2 Gambaran Umum Linkungan IX ………. 62

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pekerjaan Orang Tua (Variabel X) ……….. 64

5.2 Perkembangan Anak (Variabel Y) ……….. 86

(10)

x BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ………. 114 6.2 Saran ……… 115 LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I Data Jumlah Penduduk Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal……… 59

Tabel II Data Anak-Anak di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal……… 60

Tabel III Data Agama Penduduk Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal………. 61

Tabel IV Data Jumlah Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ………. 62

Tabel V Data Pekerjaan Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ………. 63

Tabel VI Distribusi Data Pendapatan Orang Tua per Bulan Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 64

Tabel VII Distribusi Data Status Tempat Tinggal Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 65

Tabel VIII Distribusi Data Keadaan Tempat Tinggal Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 67

Tabel IX Distribusi Data Pendidikan Terakhir Orang Tua Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 68

Tabel X Distribusi Data Jumlah Anggota Keluarga Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ………... 70

(12)

xii

Tabel XI Distribusi Data Keikutsertaan Kegiatan di Lingkungan Tempat Tinggal Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 71

Tabel XII Distribusi Data Keikutsertaan Kegiatan Keagamaan di Lingkungan Tempat Tinggal Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal …………. 72

Tabel XIII Distribusi Data Keikutsertaan Kegiatan Program Pemerintah Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 74

Tabel XIV Data Distribusi Kesempatan Menabung Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ………. 75

Tabel XV Data Distribusi Penyakit yang Diidap Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 76

Tabel XVI Data Distribusi Frekuensi Berobat Ke Puskesmas Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 77

Tabel XVII Data Distribusi Status Penerimaan Bantuan Program Pemerintah Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 79

Tabel XVIII Data Distribusi Frekuensi Konsumsi Program 4 Sehat 5 Sempurna Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 80

Tabel XIX Data Distribusi Status Berobat ke Rumah Sakit Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 81

Tabel XX Data Distribusi Pekerjaan Sampingan Penduduk Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 82

(13)

xiii

Tabel XXI Data Distribusi Pemenuhan Sandang Keluarga Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ………... 84

Tabel XXII Data Distribusi Frekuensi Rekreasi Bersama Keluarga Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 85

Tabel XXIII Data Distribusi Frekuensi Komunikasi dengan Orang Tua Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 86

Tabel XXIV Data Distribusi Keikutsertaan Anak dalam Pekerjaan Orang Tua Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 88

Tabel XXV Data Distribusi Frekuensi Sosialisasi dengan Teman Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 89

Tabel XXVI Data Distribusi Frekuensi Mengerjakan Tugas Rumah Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 91

Tabel XXVII Data Distribusi Kepemilikan Kamar Pribadi Anak Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 92

Tabel XXVIII Data Distribusi Teman Sepermainan Anak Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 93

Tabel XXIX Data Distribusi Status Hubungan Spesial dengan Lawan Jenis Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 95

Tabel XXX Data Distribusi Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 96

(14)

xiv

Tabel XXXI Data Distribusi Kesempatan Menyalurkan Hobby Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 97

Tabel XXXII Data Distribusi Frekuensi Bermain dengan Teman Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 99

Tabel XXXIII Data Distribusi Latar Belakang Pekerjaan Orangtua Teman Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 100

Tabel XXXIV Data Distribusi Frekuensi Mengikuti Gaya Trend yang Berkembang Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 102 Tabel XXXV Data Distribusi Penilaian terhadap Diri Sendiri Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 103

Tabel XXXVI Data Distribusi Minat terhadap Tugas Pekerjaan Rumah Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 105

Tabel XXXVII Data Distribusi Reaksi terhadap Ejekan Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……… 106

Tabel XXXVIII Data Distribusi Reaksi Tidak Terpenuhi Keinginan Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ……….. 108

Tabel XXXIX Data Distribusi Peraihan Prestasi Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal ………. 109

(15)

xv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin dan terlebih lagi anak-anak, situasi kritis ekonomi adalah awal mula timbulnya berbagai masalah yang sepertinya makin mustahil untuk dipecahkan dalam waktu singkat. Situasi kritis ekonomi bukan hanya melahirkan kondisi kemiskinan yang makin parah tetapi juga menyebabkan situasi menjadi teramat sulit (Suyanto, 2013:3). Krisis ekonomi menyentuh hampir seluruh sendi-sendi kehidupan, membuat masyarakat harus berpikir keras agar segala kebutuhan terpenuhi. Masyarakat yang akhirnya menghadapi berbagai resiko yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi di masa depan.

Krisis ekonomi yang terjadi membawa ketidakpastian akan kondisi ekonomi di masa depan. Hal ini membawa banyak masalah seperti pengangguran, penyakit dan lanjut usia. Masalah ini memberikan sumbangsih terhadap kualitas hidup. Kualitas hidup menjadi rendah akibat krisis ekonomi. Kualitas hidup juga merupakan dampak dari kemiskinan yang berpangkal pada ekonomi yang tidak stabil.

Berbicara mengenai kemiskinan berarti berbicara mengenai harkat dan martabat manusia. Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia (Siagian,2012:1). Dapat dipahami bahwa masalah kemiskinan memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang mengalami masalah kemiskinan tersebut.

(16)

xvi

Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah. Kemiskinan hingga kini masih menjadi masalah yang penting di Indonesia, sehingga menjadi fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional sebab berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang.

Ironisnya, banyak masyarakat miskin di Indonesia tidak memandang kemiskinan yang mereka alami sebagai suatu masalah. Mereka terbiasa dengan keadaan kehidupan yang mereka jalani. Orang lainlah yang justru memandang hal tersebut menjadi suatu masalah yang wajib diselesaikan. Namun ini menjadi sulit karena kedua belah pihak sejak awal berada disisi yang berbeda. Butuh tenaga ekstra untuk memberikan pengertian akan masalah yang mereka alami ini harus diselesaikan dan dicari jalan keluar terbaik agar kehidupannya menjadi lebih baik.

Bagi mereka yang tinggal di desa, kemiskinan menjadi suatu masalah yang terlihat tidak dapat dipecahkan. Persediaan lapangan pekerjaan yang sedikit membuat para generasi muda tergiur akan segala kelebihan yang diberikan oleh perkotaan. Segala fasilitas yang mereka bayangkan, banyak yang berharap dapat menuai keuntungan dengan meninggalkan tempat kelahiran mereka. Sektor pertanian tidak lagi dapat diandalkan untuk menjadi mata pencaharian utama. Hanya generasi tua yang mau menjalankan sektor pertanian walau sudah tidak mampu lagi mengembangkannya.

Perpindahan penduduk desa dengan mencari keuntungan di kota membawa masalah tersendiri bagi perkotaan. Hal ini menyebabkan tingginya tingkat kepadatan penduduk tetapi tidak diimbangi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi kota. Tingginya pertumbuhan penduduk di

(17)

xvii

kota disebabkan oleh adanya migrasi penduduk desa ke kota yang disebut urbanisasi. Urbanisasi di negara yang sedang berkembang dapat meningkatkan jumlah penduduk kota menjadi sangat besar, namun kualitas yang dimiliki sangat rendah. Warga desa yang datang ke kota karena faktor ekonomi pada umumnya adalah orang-orang yang tidak mempunyai kedudukan sosial yang tinggi di desanya.

Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, perkembangan teknologi dan berbagai sarana kehidupan di perkotaan tidak seiring dengan perkembangan kesejahteraan masyarakat. Hal seperti ini terlihat adanya masyarakat pinggiran seperti pemulung. Pemulung adalah salah satu contoh kegiatan sektor informal yang ada di perkotaan. Para pemulung melakukan pengumpulan barang bekas karena adanya permintaan dari industri-industri pendaur ulang bahan-bahan bekas. Keberadaan pemulung dalam realitas di masyarakat dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda.

Pertama, profesi pemulung ini mampu memberikan peluang kerja kepada pemulung itu sendiri ketika pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan. Kedua, profesi pemulung dapat dikatakan sebagai beban bagi masyarakat lainnya, sebagai dampak dari ketidakteraturan kehidupan mereka. Namun kedua sisi tersebut tentu memiliki keuntungan bagi berbagai pihak yang terkait.

Pemulung identik dengan gelandangan dimana sebagian orang menganggap pekerjaan tersebut hina. Tetapi bagi mereka pekerjaan ini mempunyai makna yang sangat besar karena dilakukan dengan cara yang halal. Bukan gelandangan yang melakukan pekerjaan sebagai pencuri atau menjadi WTS / Pelacur. Walaupun mereka berada pada status sosial yang paling bawah, namun mereka tetap memiliki kebahagiaan dan harapan-harapan yang cerah untuk masa

(18)

xviii

depan. Mereka tabah dan kuat menghadapi tantangan hidup dalam kehidupan sekaligus selalu berusaha membangun dan memupuk harapan-harapan, walaupun kehidupan hari esok belum tentu lebih baik dari hari ini (Khairani, 2007).

Pemulung merupakan kelompok masyarakat yang memiliki masalah kemiskinan cukup mendalam. Banyak dari mereka yang tidak menyadari kemiskinan yang mereka hadapi. Mereka cenderung pasrah pada keadaan tanpa usaha yang lebih untuk mengeluarkan keadaan dari masalah yang dihadapi. Bagi mereka yang terpenting adalah dapat memenuhi kebutuhan makan. Keadaan tempat tinggalpun seadanya yang penting tidak kepanasan dan kehujanan.

Kondisi ekonomi yang sangat sulit digambarkan dalam salah satu kasus bernama Ni Wayang. Pada usianya yang belia, memaksa Ni Wayan Mertayani harus dewasa di usianya yang masih 14 tahun. Sehari-harinya, Mertayani membantu ibunya berjualan asongan di pinggir pantai selain menjalani tugas belajar sebagai siswi di SMPN 2 Abang. Kadangkala, dia ikut mencari barang rongsokan di tepi pantai. Mertayani merupakan putri sulung almarhum I Nengah Sangkrib dan Ni Nengah Sirem. Sejak ayahnya meninggal, Mertayani tinggal bersama ibunya Ni Nengah Sirem dan adiknya Ni Made Jati. Sejak itu pula, tiga wanita ini berjuang untuk melanjutkan hidupnya dari hari ke hari dengan berjualan atau mencari barang rongsokan. Hingga akhirnya dia mampu memenangkan lomba foto internasional Museum Anne Frank. ( http://www.indonesiaberprestasi.web.id/berita-prestatif/ni-wayan-mertayani-gadis-pemulung-dari-bali-menang-lomba-foto-internasional-museum-anne-frank/ diakses pada 7 Desember 2013 pukul 08.23 WIB)

Pada gambaran keadaan yang sama dalam hal ekonomi namun berbeda halnya dengan kasus seperti Dani (8 tahun), sekarang duduk di kelas 3 SD. Sejak dari kelas 1 hingga sekarang

(19)

xix

selalu memperoleh Ranking Pertama, dapat mengalahkan teman-temannya yang kehidupan ekonominya jauh berada di atasnya. Begitupun dengan kakaknya, Fauzan. Siswa kelas 8 SMP ini meraih prestasi sebagai Juara Taekwondo tingkat Provinsi DKI Jakarta tahun 2013. Kesulitan ekonomi tak membuatnya minder atau patah semangat. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Fauzan dan Dani kadang harus ikut memulung bersama ayahnya. Hal inilah yang membuat mereka hidup tegar di tengah kerasnya kehidupan ibukota. Namun dalam hal belajar, tidak usah diragukan. Kedua anak ini rajin dan semangat dalam belajar maupun kegiatan sekolah lainnya. (http://www.kabarpublik.com/2013/09/anak-pemulung-yang-berprestasi/ diakses pada 7 Desember 2013 pada pukul 08.25 WIB)

Keadaan keluarga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan anak. Status ekonomi yang dimiliki akibat pekerjaan yang disandang orang tua memberikan dampak terhadap proses perkembangan yang dimiliki setiap anak. Anak-anak memiliki cara tersendiri dalam menyikapi pekerjaan yang dilakukan orang tua. Tak jarang mereka menjadi malu akibat pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua.

Setiap pekerjaan yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik itu pribadi maupun keluarga. Sebagai kepala keluarga, orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi setiap kebutuhan anak-anaknya mulai dari makanan, pakaian dan juga pendidikan. Namun terkadang akibat himpitan ekonomi, banyak keluarga yang tidak lagi memikirkan perkembangan anak-anaknya secara baik. Dikarenakan tidak dapat memenuhi ekonomi secara baik, orang tua juga tidak memperhatikan perkembangan anak-anaknya.

Pekerjaan orang tua penting bagi anak kecil hanya bila pekerjaan ini mempunyai akibat langsung bagi kesejahteraan si anak. Tapi sekarang ini bagi anak yang lebih besar, pekerjaan

(20)

xx

orang tua mempunyai arti budaya. Perkembangan teknologi dan budaya yang pesat menyebabkan pekerjaan orang tua mempengaruhi gengsi sosial anak. Anak sekolah dasar membagi masyarakat atas tingkat-tingkat berdasarkan pekerjaan dan mengambil alih sikap dan nilai orang tua terhadap berbagai pekerjaan. Bila seorang anak merasa malu akan pekerjaan orang tuanya, karena tingkat pekerjaan itu atau jenis pakaian kerja, sikap anak akan dipengaruhi secara merugikan.

Bila anak cukup besar untuk memahami status sosial keluarganya sebagai dampak dari pekerjaan orang tua, status ini mempunyai pengaruh yang nyata pada sikap anak terhadap orang tua, terutama terhadap ayah sebagai pencari nafkah. Jika status sosial keluarga anak sekurang-kurangnya sama dengan status keluarga teman sebaya, anak merasa bangga terhadap ayah mereka. Bila mereka melihat bahwa status keluarga mereka lebih rendah, mereka merasa malu dan bersikap sangat kritis terhadap ayah mereka.

Keadaan demikian bisa mempengaruhi juga perkembangan anak baik secara sosial maupun kepribadian. Perkembangan sosial anak menjadi terganggu, anak menjadi pendiam dan tertutup. Anak menutup diri dari lingkungan sosial karena merasa malu, tidak sederajat dan rendah diri. Tak jarang anak menjadi bahan olok-olokan teman-temannya akibat dari pekerjaan yang dilakukan orang tua. Ini menbawa dampak buruk bagi perkembangan anak.

Suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri dan yakin. Perilaku yang sukar ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah abnormal. Ini hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus dalam kesulitan di sekolah atau dengan temannya. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda. Ini berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak

(21)

xxi

remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga.

Remaja sering menjadi terlalu percaya diri bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua. Perilaku antisosial, seperti suka menganggu, berbohong, kejam, dan agresif sering muncul pada diri remaja. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi, penyebab yang mendasar ialah pengaruh buruk teman, dan kedisiplinan yang salah dari orang tua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak dan sering tidak ada sama sekali (Agustiani, 2009: 189)

Perubahan yang terjadi dalam diri pada masa remaja ini, menuntut individu untuk melakukan penyesuaian diri. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari lingkungan tertentu. Di lingkungan manapun individu berada, ia akan berhadapan dengan harapan dan tuntutan dari lingkungan yang harus dipenuhinya. Di samping itu individu juga memiliki kebutuhan, harapan dan tuntutan di dalam dirinya, yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan. Bila individu mampu menyelaraskan kedua hal tersebut, maka dikatakan bahwa individu tersebut mampu menyesuaikan diri. Jadi, penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya.

Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari keluarganya. Remaja memaksa orang tua untuk memenuhi kebutuhannya yang cenderung pada keinginan pribadi. Penghasilan pekerjaan orang tua sebagai pemulung tentu

(22)

xxii

tidak dapat memenuhi semua keinginan anak. Hal ini membuat anak merasa hak-haknya tidak terpenuhi. Akibatnya hubungan anak dan orang tua menjadi renggang.

Disisi lain, anak yang dapat menerima keadaan orang tuanya tidak merasa minder akan keadaan keluarga. Mereka justru terpacu untuk berprestasi mengembangkan segala kemampuan dan talenta yang dimiliki. Cita-cita yang terus digantung selalu menjadi pemacu untuk tidak menyerah dengan keadaan, mereka tercipta sebagai anak yang berprestasi ditengah himpitan ekonomi yang dialami.

Status sosial ekonomi itu tidak merupakan faktor multak dalam perkembangan sosial karena tergantung juga kepada sikap-sikap orang tuanya dan bagaimana corak interaksi di dalam keluarganya. Walaupun status sosial ekonomi orang tua memuaskan, tetapi apabila mereka tidak memperhatikan pendidikan anaknya atau senantiasa berselisih, hal tersebut juga tidak menguntungkan perkembangan sosial anak-anaknya. Perkembangan soosial anaknya dapat ditentukan pula oleh saling pengaruh dari banyak faktor di luar dirinya dan di dalam dirinya (Gerungan, 2004: 196).

Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal merupakan daerah yang memiliki penduduk dengan mayoritas bekerja sebagai pemulung. Sampah-sampah menjadi mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Plastik-plastik menjadi pemandangan yang biasa di depan rumah. Sebagian besar mereka tinggal mengontrak ataupun menempati rumah milik keluarga.

Sistem kekeluargaan menjadi salah satu kekuatan dalam menjalankan kehidupan di desa ini. Mereka saling membantu dalam berbagai hal. Orang tua di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan

(23)

xxiii

anaknya terutama kehidupan pendidikan. Semua anak di desa ini bersekolah walaupun sekolah di sekolah swasta biasa. Perilaku yang dimiliki anak-anak di desa ini berbeda-beda. Sebagian dari mereka hanya bergaul dengan anak lingkungan sekitar tanpa mau terbuka dengan lingkungan luar. Sebagian lagi mencoba berbaur dengan cara mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan di luar lingkungan mereka.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pekerjaan Orang Tua terhadap Perkembangan Anak pada Keluarga Pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu Bagaimana pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak pada keluarga pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak pada keluarga pemulung di Desa Tapian Nauli Lingkungan IX Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

1.4 Manfaat Penelitian

(24)

xxiv

1. Bagi penulis manfaat penelitian ini yakni dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir penulis melalui penulisan ilmiah mengenai pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perkembangan anak pada keluarga pemulung, dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka membantu program-program yang dibuat pemerintah guna memenuhi hak anak agar perkembangan anak lebih baik.

(25)

xxv

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan secara garis besarnya dikelompokan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Beisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka penelitian, definisi konsep dan definisi operasional BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data

BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya

BAB VI : PENUTUP

Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian

(26)

xxvi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

Berbicara mengenai kemiskinan berarti berbicara mengenai harkat dan martabat manusia. Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia (Siagian,2012:1). Masalah kemiskinan dapat dipahami memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang mengalami masalah kemiskinan tersebut.

Kemiskinan identik dengan suatu penyakit, oleh karena itu langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah. Pemahaman masalah kemiskinan perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seorang atau sekelompok orang yang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sementara itu sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau sekelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencari taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

(27)

xxvii

Menurut Mencher (dalam Siagian,2012:5) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

2.1.1. Aspek-aspek Kemiskinan

1. Kemiskinan itu multi dimensi

Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset, organisasi sosial, kelembagaan sosial, berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekundernya antara lain adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan sumber keuntungan yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan memperoleh sesuatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan, bahkan meningkatkan kualitas hidup.

2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung

Sebagai konsekuensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya menganalisis kemiskinan itu menuju pemahaman yang komprehensif. Hal lain yang juga harus dipahami sebagai konsekuensi logis dari kondisi kemiskinan seperti ini adalah, pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita menganalisis kemiskinan itu secara agregat. Menganalisis kemiskinan secara parsial akan membawa pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri.

(28)

xxviii 3. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur

Fenomena yang sering kita temui adalah, pendapatan yang diperoleh sekelompok yang bermukim di tempat yang sama boleh sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering mengkondisikan kita untuk mengidentifikasi kemiskinan sebagai suatu yang serba abstrak dan tidak mungkin diukur. Ada pula yang cenderung menyatakan kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga mustahil untuk diukur (Siagian, 2012: 13)

Kemiskinan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai tingkatan (Siagian, 2012:14), seperti:

a. Miskin b. Sangat miskin c. Sangat miskin sekali

Demikian halnya dengan BKKBN (dalam Siagian, 2012:14) sering mengklasifikasikan kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat, seperti:

a. Prasejahtera b. Sejahtera 1 c. Sejahtera 2

4. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif

Kita sering mendengar istilah kemiskinan pedesaan (rural poverty), kemiskinan perkotaan (urban poverty) dan sebagainya. Berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kotanya. Kondisi desa dan kota itu merupakan

(29)

xxix

penyebab kemiskinan bagi manusia, dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukanlah wilayah.

2.1.2 Ciri-ciri Kemiskinan

Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk menyatakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin, sementara orang-orang seperti itu disebut tidak miskin. Namun suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan (Siagian, 2012:20), yakni:

1. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksipun tidak mungkin. Lebih menyesakkan lagi, faktor-faktor produksi yang dimiliki justru digunakan untuk kebutuhan konsumsi, bukan untuk kebutuhan produksi, misalnya modal atau dana tidak digunakan untuk investasi, melainkan hanya untuk konsumsi demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal.

(30)

xxx

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani dengan perolehan pendapatan hanya cukup untuk konsumsi. Mereka tidak berpeluang untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor produksi.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian atara lain menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, karena harus membantu orang tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak tersebut memiliki nilai ekonomis.

4. Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan indikator jam kerja, mereka justru masuk ke dalam kategori pengangguran tidak kentara. Kondisi demikian mengakibatkan mereka memiliki produktivitas yang rendah, dan seterusnya mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang rendah pula.

5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota tidak siap menampung

(31)

xxxi

gerak urbanisasi dari desa yang makin keras. Artinya laju investasi di perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari sifat statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya. Dalam keadaan demikian, masyarakat desa cenderung melakukan migrasi ke kota, karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah nasib.

Kemiskinan juga tidak lepas daripada cangkupan faktor-faktor lain yang mempengaruhi hidup selain dari sisi material. Cangkupan beberapa elemen yang turut menentukan kualitas hidup dalam pengukuran kesejahteraan ekonomi. Ada 3 pendekatan konseptual dalam memikirkan cara mengukur kualitas hidup:

1. Pendekatan pertama, untuk menilai keadaan diri mereka sendiri, mengupayakan manusia untuk “bahagia’ dan “puas” dengan hidup mereka merupaka tujuan universal eksistensi manusia.

2. Pendekatan kedua, pendekatan ini melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara “kegiatan dan kedirian” (functionings) dan kebebasannya untuk memilih fungsi-fungsi tersebut (capabilities). Sebagian diantara kapabilitas yang sangat mendasar, seperti: tercukupinya gizi dan terbebas dari kematian dini, kapabilitas lain seperti: melek huruf, berpartisipasi dalam politik

3. Pendekatan ketiga, dikembangkan dalam kondisi ekonomi. Gagasan tentang alokasi yang adil, berfokus pada kesetaraan diantara anggota masyarakat (Siglitz, 2011: 70-71)

(32)

xxxii

Secara umum, faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar (Siagian: 2012: 114), yaitu:

1. Faktor internal, yang dalam hal ini berasal dari individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi:

a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan

b. Intelektual, seperti: kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi c. Mental emosional atau temperamental, seperti: malas, mudah menyerah dan putus

asa.

d. Spiritual, seperti: tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.

e. Secara psikologis, seperti: kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

f. Keterampilan, seperti: tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

g. Aset, seperti: tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2. Faktor eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi:

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai aset dan alat memenuhi kebutuhan hidup.

c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.

(33)

xxxiii

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan, dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal g. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan

h. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana i. Pembangunan yang lebih beriorentasi fisik material

j. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata

k. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

Penyebab utama kemiskinan ialah ketidakmampuan kaum miskin menghadapi perubahan yang cepat dan radikal serta realita yang baru dan kompleks. Perubahan-perubahan itu terpenting dan paling jelas adalah tekanan populasi, perubahan struktur sosial dan ekonomi, kondisi-kondisi teknologi dan ekologi, perang dan perselisihan warga. Sementara itu, perubahan-perubahan yang tidak begitu tampak namun sama mengancamnya adalah perubahan iklim, degradasi tanah, polusi air dan udara.

2.2 Keluarga Pemulung

2.2.1 Keluarga

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada

(34)

xxxiv

didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah kedewasaan. Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaan dari organisasi-organisasi lainnya, yang terjadi hanya sebagai sebuah proses. (Khairuddin,1997:4)

Menurut Iver dan Page (dalam Kairuddin, 1997: 3) dikatakan : “family is a group defined by sex relationship sufficiently precise and enduring to provide for the procreation and upbringing of children”. Sedangkan menurut A.M. Rose “ a family is a group of interacting person who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage and for adoption”

Pada hakikatnya, keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan satuan yang khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. (Su’adah,2005:22-23)

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga.

Selanjutnya Iver dan Page memberikan ciri-ciri umum keluarga yang meliputi:

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

(35)

xxxv

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga (Su’adah, 2005: 22).

Hal senada dari beberapa definisi keluarga, terdapat salah satu pengertian keluarga, dimana fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak dalam rangka sosialisasi agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial (Khairuddin, 1997:3). Keluarga mempunyai jaringan interaksi yang lebih bersifat interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang per orang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanak-kanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar dan pemberi contoh (Tirtaraharja, 2000: 169).

Keluarga merupakan sendi dasar kelompok sosial terkecil serta mempunyai corak tersendiri. Anak yang baru lahir pertama kali menemukan masyarakat yang terkecil ini. Disitulah dia dibesarkan dan memperoleh pendidikan yang pertama kali, mengadakan pertemuan pertama kali dengan manusia. Peranan umum keluarga dalam perkembangan sosial anak merupakan tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial keluarganya turut

(36)

xxxvi

menentukan cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial diluar keluarga (Gerungan, 2004: 195)

Bentuk-bentuk keluarga menurut Polak (dalam Khairuddin,1997:19) yaitu :

1. Keluarga Inti ( Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah

2. Keluarga Besar ( Extended Family) yaitu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah, ibu dan anak-anaknya.

Disamping bentuk keluarga, keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, (Ahmadi, 2007:222) yaitu:

1. Universalitas artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial 2. Dasar emosional artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras 3. Pengaruh yang normatif artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang

pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada individu 4. Besarnya keluarga terbatas

5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial 6. Pertanggungan jawab daripada anggota-anggota 7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen

Beberapa sebab misalnya karena perekonomian, pengaruh uang, produksi atau pengaruh individualisme, sistem kekeluargaan ini menjadi kabur. Hal ini disebabkan karena: urbanisasi, emansipasi sosial wanita dan adanya pembatasan kelahiran yang disengaja.

(37)

xxxvii

Akibat pengaruh-pengaruh perkembangan keluarga itu menyebabkan hilangnya peranan-peranan sosial yaitu:

1. Keluarga berubah fungsinya, dari kesatuan yang menghasilkan menjadi kesatuan yang memakai semata-mata. Dahulu keluarga menghasilkan sendiri keluarganya, tetapi lama kelamaan fungsi ini makin jarang karena telah dikerjakan oleh orang-orang tertentu 2. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada sekolah-sekolah,

kecuali anak-anak kecil yang masih hidup dalam lingkungan kekeluargaan

3. Tugas bercengkrama di dalam keluarga menjadi mundur, karena tumbuhnya perkumpulan-perkumpulan modern, sehingga waktu untuk berada di tengah-tengah keluarga makin lama makin sedikit (Ahmadi,2007:223)

Menurut Horton (dalam Su’adah, 2005: 109), fungsi-fungsi keluarga meliputi :

1. Fungsi pengaturan seksual

Keluarga berfungsi adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.

2. Fungsi reproduksi

Fungsi keluarga untuk memproduksi anak atau menghasilkan anak. 3. Fungsi afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan dicintai

Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang tua yang cukup baik dalam mengatasi masalah remaja, secara garis besar adalah:

(38)

xxxviii

b. Memberi ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak

c. Memberikan suatu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan kehidupan keluarga yang stabil

d. Membimbing dan mengendalikan perilaku

e. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk membantu anak matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri. Sebagian besar orang tua tanpa sadar telah memberikan pengalaman-pengalaman ini secara alami

f. Mengajarkan cara berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk mampu menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan atau amarah

g. Membantu anak menjadi bagian dari keluarga h. Memberi teladan

Perkembangan anak-anak juga memiliki keterkaitan pada keadaan sosio-ekonomi. Keadaan sosio-ekonomi keluarga tentulah berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak, apabila kita perhatikan bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak didalam keluarga itu lebih luas, ia mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak dapat prasarananya. Hubungan orang tua yang hidup dalam status sosio-ekonomi serba cukup dan kurang mengalaminya tekanan-tekanan fundamental seperti dalam memperoleh kebutuhan hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat mencurahkan perhatian yang lebih

(39)

xxxix

mendalam pada pendidikan anak-anaknya apabila ia tidak dibebani dengan masalah-masalah kebutuhan primer manusia (Gerungan, 2004: 196). Secara umum hal ini dianggap benar, namun tentulah status sosio-ekonomi tidak merupakan faktor mutlak dalam perkembangan anak.

Kendala pada faktor pendidikan pada tingkat remaja dihadapkan pada berbagai faktor, diantaranya kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anak masih banyak yang rendah. Disisi lain tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi juga sangat berat, sehingga tidak sedikit orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk bekerja membantu mencari nafkah (Anwas, 2013: 117)

Sebagian besar permasalahan sosial-ekonomi keluarga berhubungan dengan tidak memadainya sumber-sumber penghidupan, seperti pekerjaan yang tidak layak dan tidak tetap atau bahkan tidak memiliki pekerjaan, penghasilan rendah, tidak memiliki aset memadai (tanah, sawah, dll), ketidakmampuan mengelola ekonomi rumahtangga, perilaku konsumtif, dan lain-lain. Berdasarkan hal ini maka permasalahan ekonomi keluarga (Departemen Sosial RI, 2009:42-43) diantaranya meliputi:

a. Tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang memadai dan layak, sehingga daya beli rendah

b. Tidak memiliki asset yang memiliki nilai ekonomi, seperti tanah, sawah, kebun, ternak c. Ketidakmampuan dalam mengelola ekonomi rumahtangga, pengeluaran lebih besar

daripada pemasukan (dari segi keuangan)

d. Perilaku konsumtif, yaitu senang berbelanja secara berlebihan sehingga menghabiskan sebagian keuangan rumahtangga, bahkan berbelanja secara kredit, menggunakan kartu kredit tanpa perhitungan

(40)

xl

e. Terbatas akses terhadap sumber-sumber ekonomi dan pelayanan-pelayanan sosial f. Tidak memiliki keterampilan atau keahlian/kejuruan kerja

g. Minimnya kepemilikan pribadi seperti rumah/tempat tinggal, peralatan rumahtangga, kendaraan dan sumber daya lainnya.

2.2.2 Pemulung

Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam kurun waktu tertentu. Di dalam kehidupan masyarakat membutuhkan orang lain sehingga menimbulkan suatu hal yang disebut interaksi sosial. Kelompok sosial terjadi karena adanya interaksi dan persamaan ciri dalam kelompok itu.

Setiap manusia menginginkan kehidupan yang sejahtera karena dengan kehidupan yang sejahtera dapat menghindari manusia dari penyakit sosial, seperti kemiskinan, tuna wisma serta menghindari manusia dari keinginkan untuk berbuat kejahatan, seperti pencurian, perampokkan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pencapaian kehidupan yang sejahtera tersebut setiap manusia akan berusaha dengan bekerja dengan keras agar dapat menambah perekonomian keluarga, walaupun hanya bekerja sebagai pengumpul barang-barang bekas dan mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah serta berkeliling ke rumah-rumah warga, tetap dilakukan demi memenuhi perekonomian keluarganya. Pekerjaan mengumpulkan barang-barang bekas dan mengais barang bekas dari tumpukan sampah lebih sering disebut dengan istilah pemulung.

Berdasarkan teori di dalam masyarakat, salah satunya adalah teori Gemein Schaft Of Place (paguyuban berdasarkan tempat tinggal), di mana kelompok sosial terbentuk ketika masing-masing individu di dalamnya memiliki rasa persamaan karena berada di satu tempat

(41)

xli

tinggal yang sama. Berdasarkan teori Gemeinschaft terdiri suatu kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin terbentuk atas pekerjaan dan tingkat sosial yang sama. Seperti yang terjadi pada kelompok pemulung. Pada umumnya dapat dikatakan pemulung adalah orang yang bekerja memungut barang-barang bekas atau sampah-sampah tertentu yang dapat didaur ulang. (http://ekatasia.blogspot.com/2009/06/bab-i-pendahuluan.html diakses pada tanggal 17 January 2014 pukul 11.50 WIB)

Keberadaan pemulung tentu menimbulkan berbagai asumsi tentang pemulung itu sendiri, masyarakat cenderung apatis dengan kehadiran pemulung. Banyak diantara warga masyarakat beranggapan bahwa pemulung adalah kelompok pekerja yang kurang mengerti dan tidak menanamkan budi pekerti dalam dirinya. Masyarakat beranggapan bahwa pemulung itu panjang tangan, pemulung sangat kumuh, dan sebagainya. Padahal kalau dicermati, pemulung merupakan komponen masyarakat yang mempunyai peranan besar dalam masalah penyelamatan lingkungan. Mereka memilah-milah sampah, sehingga benda-benda yang dianggap sampah oleh masyarakat dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang sampah. Oleh karena itu, volume sampah yang menggunung di lingkungan sekitar merupakan permasalahan yang tidak kunjung berakhir dapat diminimalisasikan oleh pemulung.

Pemulung adalah orang-orang yang bekerja mencari dan mengumpulkan sampah yang kemudian sampah-sampah tersebut akan dijual kembali, berikut beberapa definisi pemulung:

1) Pemulung adalah orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut, dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat di olah kembali untuk di jual

(42)

xlii

2) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemulung berasal dari kata pe dan pulung. Jadi memulung artinya mengumpulkan barang-barang bekas (limbah yang terbuang sebagai sampah) untuk dimanfaatkan kembali. Sedangkan pemulung adalah orang yang pekerjaannya memulung, yaitu orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas untuk kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolahnya kembali menjadi barang komoditi baru atau lain 3) Menurut Jhones, pemulung adalah orang yang pekerjaannya memungut dan

mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah kota. Barang-barang yang dikumpulkan berupa plastik, kertas, kardus, kaleng, pecahan kaca, besi tua, dan barang bekas lainnya (http://www.scribd.com)

Ada dua jenis pemulung: pemulung lepas, yang bekerja sebagai wirausaha, dan pemulung yang tergantung pada seorang bandar yang meminjamkan uang ke mereka dan memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung berbandar hanya boleh menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang bandar memberi pemondokan kepada pemulung, biasanya di atas tanah yang didiami bandar, atau di mana terletak tempat penampungan barangnya. Pemulung merupakan mata rantai pertama dari industri daur ulang.

Berdasarkan penjelasan di atas, keluarga pemulung adalah hubungan suami istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga pekerjaannya memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas dari tempat sampah.

2.3 Perkembangan Anak

2.3.1 Perkembangan Anak

(43)

xliii

a. Anak

Menurut the Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on the rights of the Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahtaraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. (Huraerah, 2012:31)

Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. Hal ini dipertegas dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Batasan umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan beberapa peraturan yang ada di Indonesia cukup beragam, yang antara lain adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; memberi batasan yang berbeda antara anak perempuan dengan anak laki-laki, yakni anak perempuan berumur 16 tahun dan anak laki-laki berumur 19 tahun;

(44)

xliv

2. Undang-Undang RI. No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin.”

3. Undang-Undang RI. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pasal 1 angka (1), menyebutkan: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

4. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO tentang Batas Usia Minimum Anak Bekerja, adalah 15 (lima belas) tahun.

5. Undang-Undang RI. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1, angka (5), menyebutkan bahwa: ”Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”

6. Undang-Undang RI. No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; Usia Pemilih minimal 17 (tujuh belas) tahun.

7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) memberi batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun; seperti yang dinyatakan dalam pasal 330 yang berbunyi: “ belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”.

Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Bab II Pasal 2 sampai pasal 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut :

(45)

xlv 2. Hak atas pelayanan

3. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan 4. Hak atas perlindungan lingkungan hidup 5. Hak mendapatkan pertolongan pertama 6. Hak memperoleh asuhan

7. Hak memperoleh bantuan

8. Hak diberi pelayanan dari asuhan 9. Hak memperoleh pelayanan khusus 10. Hak mendapatkan bantuan dan pelayanan

Pada Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan mengenai hak-hak anak sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

2. Hak atas identitas diri dan status kewarganegaraan 3. Hak untuk beribadah menurut agamanya

4. Hak untuk mengetahui orang tua

5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial 6. Hak untuk memperoleh pendidikan

7. Hak untuk memperoleh perlindungan diri

8. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hokum 9. Hak menyatakan pendapat

(46)

xlvi

Kewajiban negara dalam memberikan hak-hak anak tertuang pada Konvensi Hak-hak Anak yang telah ratifikasi oleh pemerintah Indonesia yaitu:

1. Menghormati dan menjamin hak-hak anak 2. Mempertimbangkan kepentingan utama anak 3. Menjamin adanya perlindungan anak

4. Menghormati hak anak dan mempertahankan identitasnya 5. Jaminan anak tidak dipisahkan dengan orang tuanya 6. Jaminan hak pribadi anak (Prinst, 1997: 103-109)

b. Perkembangan Anak

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi, dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Jahja, 2011:28-29).

Proses perkembangan individu manusia beberapa fase yang secara kronologis dapat diperkiraan batas waktunya. Setiap fase akan ditandai dengan ciri-ciri tingkah laku tertentu sebagai karakteristik dari fase tersebut, fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:

a. Permulaan kehidupan (konsepsi) b. Fase prenatal (dalam kandungan) c. Proses kelahiran (±0-9 bulan) d. Maa bayi/anak kecil (±0-1 tahun)

(47)

xlvii e. Masa kanak-kanak (±1-5 tahun)

f. Masa anak-anak ( ±5-12 tahun) g. Masa remaja (±12-18 tahun) h. Masa dewasa awal (±18-25 tahun) i. Masa dewasa (±25-45 tahun) j. Masa dewasa akhir (±45-55 tahun) k. Masa akhir kehidupan (±55 tahun ke atas)

Teori dalam perkembangan anak, yaitu:

1. Teori Nativisme, teori ini pertama kali digagas oleh Schopenhauer. Menurut teori ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor yang dibawa pada waktu melahirkan. Teori ini meyakini bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam perkembangan manusia adalah pembawaan sejak lahir atau boleh dibilang ditentukan oleh bakat. Teori nativisme bersumber dari Leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Orang-orang yang mengikuti teori nativisme sangat menekankan bakat yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan secara maksimal

2. Teori dalam perkembangan anak selanjutnya yaitu Teori Empirisme oleh John Locke. Teori empirisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu dalam kehidupannya. Faktor lingkungan, lebih khusus adalah dunia pendidikan, sangat besar menentukan perkembangan anak

3. Teori Konvergensi, dikemukakan oleh William Stern. Menurut teori ini, baik pembawaan maupun lingkungan mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak.

Gambar

Tabel II
Tabel IV
Tabel VI
Tabel VIII
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a diwujudkan dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,

[r]

Peraturan Bupati Bantul Nomor 96 Tahun 2015 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2016 (Berita Daerah Kabupaten

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI BANTUL TENTANG PEMBENTUKAN TIM INTENSIFIKASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TINGKAT KECAMATAN DAN DESA SE KABUPATEN

Universitas Negeri

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Pejabat Fungsional/ Project

Universitas Negeri