Uji Aktivitas Antikanker Protein Ekstraseluler dari Bakteri Simbion Alga Coklat Sargassum sp.
ABSTRAK
Bakteri simbion alga merupakan sumber metabolit bioaktif yang potensial sebagai bahan baku obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antikanker fraksi protein yang diisolasi dari bakteri Staphylococcus aureus SB -5(1) yang bersimbion dengan alga coklat Sargassum binderi yang dikumpulkan dari pulau Lae-lae, Sulawesi Selatan. Protein ekstraseluler diisolasi menggunakan metode fraksinasi amonium sulfat pada tingkat kejenuhan 0-20%, 20-40%, 40-60% dan 60-80%. Pemurnian protein dilakukan dengan cara dialisis menggunakan kantong selofan. Uji aktivitas antikanker menggunakan uji pendahuluan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua fraksi protein
ekstraseluler dari bakteri Staphylococcus aureus SB -5(1) potensial untuk dikembangkan sebagai obat antikanker. Fraksi protein ekstraseluler dengan tingkat kejenuhan 60-80% merupakan fraksi yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat antikanker dengan nilai LC50sebesar 72,76 μg/mL.
Kata Kunci: Alga, Antikanker, Staphylococcus aureus, Fraksi Protein. PENDAHULUAN
Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel yang tidak terkendali yang dapat mempegaruhi hampir setiap bagian tubuh (WHO, 2012). Saat ini kanker merupakan salah satu penyakit yang mengancam sebagian besar kehidupan dengan lebih dari 100 jenis yang berbeda (Depkes RI, 2008). Kurangnya obat yang efektif, mahalnya biaya kemoterapi dan efek samping obat antikanker dapat menjadi penyebab kematian. Oleh karena itu pencarian bahan alami yang memiliki antikarsinogen dilakukan untuk mencegah, memperlambat atau menekan pertumbuhan kanker (Philip dkk., 2011).
Salah satu bahan alam yang potensial untuk dijadikan bahan baku obat adalah biota laut seperti alga (Trianto dkk., 2004).
Beberapa alga telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antikanker, salah satu diantaranya adalah kelompok alga coklat terutama dari genus Sargassum dan Turbinaria. Pemanfaatan bakteri simbion alga sebagai bahan penelitian lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan alga karena pertumbuhan bakteri mudah dikontrol dan dapat diperbanyak dalam waktu yang cepat serta jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit (Abubakar dkk., 2011). Bakteri simbion biasanya menghasilkan senyawa bioaktif yang
sama seperti inangnya (Perez-Matos dkk., 2007).
Studi yang dilakukan di Todos Santos Bay, Mexico, menunjukkan bahwa bakteri yang bersimbion dengan permukaan alga umumnya dari jenis
Bacillus dan dilaporkan menunjukkan
aktivitas antikanker. Salah satu contohnya adalah bakteri simbion pada
Sargassum muticum menunjukkan nilai
IC50 5,5 µg/ml mampu menghambat sel-sel kanker usus besar (HCT-116) (Villareal-Gomez dkk., 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maya (2011) menunjukkan bahwa aktivitas toksisitas terkuat diberikan oleh fraksi protein 20-40% dari alga Gelidium
amansii dan fraksi protein 60-80% dari
alga Turbinaria decurrens dengan nilai LC50 sebesar 28,84 μg/mL dan 141,25 μg/mL. Penelitian yang dilakukan oleh Usman dkk. (2011) juga menunjukkan adanya protein bioaktif yang bisa menghambat pertumbuhan sel Hela pada kejenuhan protein 20-40% dengan nilai LC50 sebesar 28,84 μg/mL dan IC50 sebesar 26,49 μg/mL.
Berdasarkan hasil penelitian Carballo dkk., (2002), penggunaan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) untuk pengujian aktivitas farmakologi produk bahan alam menunjukkan adanya korelasi positif
antara BSLT dan uji sitotoksik. Jadi, penentuan aktivitas antikanker protein ekstraseluler dari bakteri simbion alga dapat diketahui dengan melihat kemampuan toksisitas fraksi protein terhadap Artemia salina Leach menggunakan metode BSLT.
METODE PENELITIAN
1. Isolasi Bakteri Simbion dan Seleksi Isolat Penghasil Senyawa Antikanker
Sampel yang telah disegarkan pada media NB diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL air laut. Dilakukan pengenceran bertingkat yaitu 10-5hingga pengenceran 10-10 kemudian ditumbuhkan pada media NA dengan suhu 37 oC selama 2 x 24 jam. Selanjutnya dipilih beberapa koloni yang mewakili kemudian digores beberapa kali dengan metode kuadran hingga diperoleh koloni tunggal. Seleksi isolat dilakukan dengan cara menguji toksisitas ekstrak kasar protein ekstraseluler menggunakan metode BSLT. Isolat yang memiliki LC50terendah merupakan isolat yang memiliki aktivitas terbesar dan digunakan untuk prosedur selanjutnya.
2. Identifikasi Isolat dan Penentuan Waktu Produksi Optimum Protein Ekstraseluler
Identifikasi isolat yang memiliki toksisitas terbesar meliputi pewarnaan gram dan uji biokimia. Uji biokimia yang dilakukan terdiri dari uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar), SIM (Sulfid
Indol Motility), uji fermentasi gula-gula,
sitrat, urea, VP-MR (Methyl Red-Voger
Proskaur). Penentuan waktu produksi
optimum protein ekstraseluler dilakukan dengan cara mengambil 2-3 ose isolat bakteri dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 100 mL media NB steril. Kemudian biakan diinkubasi pada suhu 37 oC di atas shaker selama ± 4 hari dan dilakukan sampling setiap 12 jam untuk mengukur optical density (OD) dan kadar proteinnya.
3. Produksi, Fraksinasi dan Pemurnian Protein Ekstraseluler
Apabila waktu produksi optimum protein telah diketahui, maka dilakukan produksi protein dalam skala besar pada kondisi optimal tersebut. Selanjutnya, media produksi yang mengandung kultur bakteri disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm dan suhu 4oC selama 30 menit untuk memisahkan filtrat dan sel. Filtrat yang merupakan ekstrak kasar protein ekstraseluler disimpan di dalam lemari es untuk proses selanjutnya.
Ekstrak kasar protein ekstraseluler difraksinasi dengan
menggunakan amonium sulfat pada tingkat kejenuhan masing-masing: 0-20 %, 0-20-40 %, 40-60 %, dan 60-80 %. Selanjutnya, endapan yang diperoleh dari hasil fraksinasi dilarutkan menggunakan buffer B kemudian didialisis menggunakan buffer C.
4. Uji Aktivitas Antikanker Melalui Uji Toksisitas dengan Menggunakan Metode BSLT
4.1 Penyiapan Larva Udang
Telur udang dicuci dengan bayclin kemudian dibilas dengan air sampai bersih lalu dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut untuk ditetaskan. Selanjutnya diaerasi di bawah cahaya lampu pijar 40-60 watt selama 48 jam.
4.2 Pelaksanaan Uji
Sampel uji (fraksi-fraksi protein) dipipet sesuai dengan perhitungan untuk konsentrasi 1, 10, dan 100 μg/mL dan dimasukkan ke dalam vial lalu ditambahkan sedikit air laut. Masing-masing konsentrasi dibuat dalam 3 vial (triplo). Larva udang sebanyak 10 ekor dimasukkan kedalam sampel uji kemudian ditambahkan dengan air laut sampai volume 5 mL. Perlakuan yang sama dilakukan untuk pelarut sampel uji (buffer B) yang berfungsi sebagai kontrol negatif. Jumlah larva yang mati
dan yang hidup diamati dan dihitung serta ditentukan nilai LC50 dengan menggunakan analisis probit.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Isolasi Bakteri Simbion dan Seleksi Isolat Penghasil Senyawa Antikanker
Isolat bakteri diperoleh melalui teknik pengenceran bertingkat mulai dari pengenceran 10-5-10-10. Pemilihan pengenceran tersebut didasarkan pada perkiraan jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Dari kedua jenis alga coklat tersebut diperoleh 8 isolat bakteri yang dipilih berdasarkan jenis koloni, 4 isolat berasal dari permukaan alga dan 4 isolat dari dalam alga yang kemudian diberi kode BSP -10(1), BSP -10(2), BSB -9(1), BSB -9(2), SB 5(1), SB 5(2), SP 6(1), dan SP -6(2). Diantara 8 isolat yang terpilih, terdapat 3 isolat yang berpotensi menghasilkan senyawa antikanker yaitu SB -5(1), SB -5(2) dan SP -6(2) dengan nilai LC50 masing-masing sebesar 91,7275 µg/mL; 862,62 µg/mL; dan 974,74 µg/mL. Semakin kecil nilai LC50 suatu sampel maka semakin besar toksisitasnya oleh karena itu isolat SB -5(1) dipilih dan dilanjutkan untuk proses penelitian selanjutnya.
2. Identifikasi Isolat dan Penentuan Waktu Produksi Optimum Protein Ekstraseluler
Berdasarkan data hasil identifikasi yang ada dan didukung oleh ciri morfologi serta fisiologi dari penelitian sebelumnya, isolat bakteri simbion SB -5(1) menunjukkan ciri-ciri yang mengarah pada Staphylococcus
aureus. Oleh karena itu selanjutnya isolat ini diberi nama Staphylococcus
aureus SB -5(1). Waktu produksi
optimum protein ekstraseluler dari bakteri ini adalah 84 jam yang ditentukan dengan cara mengukur nilai OD dan kadar protein setiap 12 jam.
Penelitian yang dilakukan oleh Swofford dkk., (2014) juga menunjukkan bahwa α-hemolisin dari
Staphylococcus aureus (SAH)
merupakan protein hasil sekresi yang sangat berpotensi untuk dijadikan obat antikanker. Kemampuan α-hemolicin dalam membunuh sel kanker karsinoma MCF-7 adalah 7,1% per menit.
3. Kadar Protein Masing-Masing Fraksi Protein Ekstraseluler dari Bakteri Staphylococcus aureus SB -5(1)
Tabel 1. Distribusi kadar protein ekstraseluler dari masing-masing fraksi pada beberapa persen kejenuhan amonium sulfat Fraksi Protein (%) Volume Setiap Fraksi (mL) Kadar Protein (mg/mL) Total protein (mg) 0 - 20 8,57 0,745 6,384 20 - 40 8,39 0,173 1,451 40 - 60 7,27 0,244 1,773 60 - 80 9,45 0,325 3,071 Perbedaan kadar protein pada tiap fraksi terjadi karena adanya perbedaan kelarutan protein dalam air sehingga jumlah protein yang mengendap juga berbeda.
4. Uji Aktivitas Antikanker Melalui Uji Toksisitas dari Setiap Fraksi Protein Ekstraseluler Bakteri Staphylococcus aureus SB -5(1)
Tabel 2. Nilai LC50 masing-masing fraksi protein ekstraseluler dari bakteri
Staphylococcus aureus SB -5(1) Fraksi protein (%) Nilai LC50 (μg/mL) Toksisitas 0 - 20 3589,7 Tidak Toksik 20 - 40 337,11 Toksik 40 - 60 408722 Tidak Toksik 60 - 80 72,76 Toksik
Berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua fraksi protein yang
bersifat toksik yaitu fraksi 20 - 40% kejenuhan dan fraksi 60 - 80% kejenuhan. Fraksi protein ekstraseluler yang memiliki toksisitas tertinggi yaitu fraksi 60 - 80% kejenuhan dengan nilai LC50sebesar 72,76 μg/mL.
KESIMPULAN
Sebanyak 3 isolat bakteri simbion penghasil senyawa antikanker berhasil diisolasi dari dua jenis alga coklat yaitu 2 isolat berasal dari
Sargassum binderi dan 1 isolat dari Sargassum policystum. Bakteri simbion
yang menghasilkan protein dengan toksisitas terbesar terhadap Artemia
salina Leach berasal dari bagian dalam
alga coklat Sargassum binderi dan teridentifikasi sebagai bakteri
Staphylococcus aureus SB -5(1). Fraksi
protein yang memiliki aktivitas terbesar adalah fraksi 60 - 80% kejenuhan dengan nilai LC50sebesar 72,76 μg/mL.
SARAN
Protein yang diperoleh sebagai antikanker sebaiknya dimurnikan dan dikarakterisasi lebih lanjut untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas tentang urutan asam aminonya dan fraksi yang memiliki aktivitas terbesar diuji langsung pada sel kanker tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, H., Wahyudi, A.T., dan Yuhana, M., 2011, Skrining Bakteri yang Berasosiasi
dengan Spons Jaspis sp. Sebagai
Penghasil Senyawa
Antimikroba, Ilmu Kelautan, 16 (1): 35-40.
Carballo, J.L., Hernandes-Inda, Z.L., Perez, P., dan Garcia-Gravalos, M.D., 2002, A Comparison Between Two Brine Shrimp Assays to Detect In-Vitro Cytotoxicity in Marine Natural Products,
BioMed, 2 (17): 1472 - 6750.
Depkes RI, 2008, Riset Kesehatan
Dasar, Laporan Nasional
2007, Jakarta.
Maya, I.S., 2011, Isolasi dan
Karakterisasi Protein Bioaktif dari Alga Merah (Gelidium
amansii) dan Alga Hijau
(Turbinaria decurrens)
sebagai Antibakteri dan
Antikanker, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pérez-Matos, A.E., Rosado, W., Govind, N.S., 2007, Bacterial
Diversity Associated with the
Caribbean Tunicate
Ecteinascidia turbinata,
Department of Marine Sciences University of Puerto Rico, 92 (2): 155 - 164.
Philip, Deepa, Kaleena P.K., dan Valivittan K., 2011, In Vitro
Cytotoxicity and Anticancer
Activity of Sansevieria
roxburghiana, 3 (3): 2 - 4.
Swofford, C.A., Jean, A.T.S., Panteli, J.T., Brentzel, Z.J., dan Forbes, N.S., 2014, Identification of
Staphylococcus aureus
α-Hemolysin as Protein Drug that is Secreted by Anticancer Bacteria and Rapidly Kills Cancer Cell,
Biotechnol Bioeng, 111 (6): 1233
- 1245.
Trianto, A., Ambariyanto, dan Retno, M., 2004, Skrining Bahan Anti Kanker pada Berbagai Jenis Gorgonian Terhadap L1210 Cell Line,
Ilmu Kelautan, UNDIP, 9
(3): 120 - 124.
Usman, H., Natsir, H., dan Dali, S., 2011, Isolation and Characterization of Bioactive Protein from Green Algae
Turbinaria decurrens as
Antibacterial and Anticancer Agent, Tekno-Sains,
UNHAS Repository.
Villarreal-Gomez, L. J., Soria-Mercado, I. F., Guerra-Rivas, G., dan Nahara E. Ayala-Sanchez, 2010, Antibacterial and Anticancer Activity of Seaweeds and Bacteria Associated with Their Surface, Revista de Biología
Marina y Oceanografía, 45
(2): 267 - 275.
World Health Organization, 2012,
Cancer, (online),
(http://www.who.int/
mediacentre/factsheets/fs297 /en/index.html), diakses tanggal 05 Oktober 2012.