Pemodelan Distribusi Air Panas Bawah Permukaan Pada Area Sekitar
Manifestasi Air Panas Merak Batin, Natar Dengan Menggunakan Metode
Magnetik
Fitria Ramayanti
b, Susanti Alawiyah
a, Nono Agus Santoso
b a Teknik Geofisika, Institut Teknologi BandungbTeknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera
*Corresponding E-mail : [email protected] / [email protected]
Abstrak: Survei magnetik telah dilakukan di sekitar area manifestasi air panas Merak
Batin, Natar, Lampung Selatan. Manifestasi air panas Merak Batin, Natar merupakan salah
satu potensi energi panas bumi yang unik. Mata air panas ini unik karena terletak jauh dari
gunung berapi tetapi berada di sekitar jalur Sesar Lampung-Panjang yang kemungkinan
sebagai jalur keluarnya mata air panas. Oleh karena itu, dilakukan penelitian menggunakan
metode magnetik, dimana metode ini belum pernah digunakan pada penelitian sebelumnya
di daerah Merak Batin, Natar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi air panas
bawah permukaan yang dilengkapi dengan data geokimia sampel air panas untuk
mengetahui tipe air panas dan estimasi temperatur reservoar.
Berdasarkan hasil dari peta anomali total magnetik intensitas dan peta anomali residual
didapatkan bahwa keberadaan manifestasi terdapat pada anomali magnetik yang rendah.
Hasil forward modeling 2.5D yang dilakukan slice pada dua lintasan dapat diidentifikasi
terdapat dua lapisan secara umum yaitu, lapisan pertama digolongkan sebagai lapisan
batulempung tufan dengan nilai suseptibilitas 0.006 dalam satuan SI dan lapisan kedua
sebagai lapisan batupasir tufan dengan nilai suseptibilitas terendah 0.0001 dalam satuan SI
dan suseptibilitas tertinggi 0.004 dalam satuan SI. Hasil inverse modeling 3D distribusi air
panas ditemukan pada sekitar kedalaman 40m di bawah permukaan tanah daerah penelitian
dengan arah penyebarannya kemungkinan berarah Selatan-Utara yang meluas ke arah
Barat Daya-Timur Laut. Hasil forward modeling 2.5D terdapat kesesuaian dengan hasil
inverse modeling 3D dimana manifestasi air panas berada pada anomali yang rendah. Hasil
geokimia berdasarkan diagram segitiga ternary Cl-SO
4-HCO
3didapatkan tipe air panas
bikarbonat dengan estimasi temperatur reservoar menggunakan diagram segitiga ternary
Na-K-Mg dan geotermometer Na-K yaitu sekitar 250
0C. Pada peta anomali magnetik dan
residual yang didukung oleh informasi geologi dapat diduga adanya bidang struktur yang
berarah Barat Laut-Tenggara dan Barat Daya-Timur Laut.
Modeling of Subsurface Hot Water Distribution in the Area around Merak
Batin, Natar Hot Springs Manifestation Using Magnetic Methods
Fitria Ramayanti
b, Susanti Alawiyah
a, Nono Agus Santoso
b a Teknik Geofisika, Institut Teknologi BandungbTeknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera
*Corresponding E-mail : [email protected] / [email protected]
Abstract: Magnetic survey has been conducted around the hot spring manifestation area
of Merak Batin, Natar, South Lampung. The hot water manifestation of Merak Batin, Natar,
is one of the unique geothermal energy potentials. This hot spring is unique in that it is
located far from the volcano but in the vicinity of the Lampung-Panjang fault line, which
is likely to be the escape route of the hot springs. Therefore, a study was conducted using
a magnetic method, which this method had never been used in previous research in the
area of Batin Merak, Natar. This study aims to determine the distribution of hot water
below the surface equipped with geochemical data of hot water samples to determine the
type of hot water and reservoir temperature estimates.
Based on the results of the total magnetic intensity anomaly map and the residual anomaly
map, it is found that the presence of manifestations is in low magnetic anomalies. The
results of 2.5D forward modeling carried out by slices on two passes can be identified that
there are two layers in general, namely, the first layer is classified as a tuff claystone layer
with a susceptibility value of 0.006 in SI units and the second layer as a tuff sandstone layer
with the lowest susceptibility value of 0.0001 in SI units and highest susceptibility of 0.004
in SI units. The results of the 3D inverse modeling of the distribution of hot water were
found at about a depth of 40m below the ground surface of the study area with the
distribution direction likely to be in a South-North direction that extends to the
Southwest-Northeast direction. The results of the 2.5D forward modeling are in agreement with the
results of the inverse 3D modeling where the hot water manifestation is at a low anomaly.
Geochemical results based on the Cl-SO
4-HCO
3ternary triangle diagram obtained the type
of bicarbonate hot water with reservoir temperature estimation using Na-K-Mg ternary
triangle diagram and Na-K geothermometer which is around 250
0C. On the magnetic and
residual anomaly map, which is supported by geological information, it can be assumed
that there is a structural plane that is trending Northwest-Southeast and
Southwest-Northeast.
Pendahuluan
Lampung merupakan salah satu daerah di Sumatera yang memiliki potensi energi panas bumi yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Tanggamus, Lampung Selatan, Lampung Barat, Pesawaran, dan Waykanan. Salah satu potensi energi panas bumi yang unik adalah mata air panas Natar, Lampung Selatan. Mata air panas ini unik karena terletak jauh dari gunung berapi.
Dalam eksplorasi panas bumi, metode magnetik digunakan untuk mengetahui variasi medan magnet di daerah penelitian. Variasi medan magnet disebabkan oleh sifat kemagnetan yang tidak homogen dari kerak bumi. Dimana batuan di dalam sistem panas bumi pada umumnya memiliki magnetisasi rendah dibanding batuan sekitarnya. Hal ini disebabkan adanya proses demagnetisasi oleh alterasi hidrotermal yang mana proses tersebut mengubah mineral yang ada menjadi mineral-mineral paramagnetik atau bahkan diamagnetik. Nilai magnet yang rendah tersebut dapat menginterpretasikan zona-zona potensial sebagai distribusi dan sumber panas (Putut, 2009).
Penelitian yang telah dilakukan di Merak Batin antara lain oleh Muhammad Iqbal dkk (2019) tentang analisis struktur geologi di daerah geothermal Natar dengan hasil yang didapat adanya struktur Sesar Lampung-Panjang dengan arah Barat Laut-Tenggara. Selain itu penelitian di daerah tersebut juga dilakukan oleh Riyanto (2013) tentang kondisi fisik dan kimia air di pemandian mata air panas desa Merak Batin. Hasil yang didapatkan adalah kondisi fisik pemandian air panas di Natar cukup baik dengan parameter air yang diukur meliputi bau, jumlah zat padat terlarut, suhu, rasa, dan warna air. Kondisi kimia air memperlihatkan hasil yang kurang baik berdasarkan perhitungan parameter pH dan klorida. Penelitian Riyanto (2013) hanya sebatas uji geokimia tanpa melakukan survei geofisika. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian pada daerah mata air panas Merak Batin Natar, Lampung Selatan menggunakan metode magnetik. Metode ini digunakan untuk mengetahui distribusi mata air panas di bawah permukaan berdasarkan nilai kontras suseptibilitas magnetik batuan. Penelitian ini juga dilengkapi dengan data geokimia sampel air panas Merak Batin yang digunakan untuk mengetahui tipe fluida dan estimasi suhu.
Data magnetik nantinya digunakan untuk pemodelan distribusi air bawah permukaan di daerah penelitian Merak Batin, Natar, Lampung Selatan.
Geologi Daerah Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Merak Batin, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Daerah penelitian didominasi oleh Formasi Lampung (QTI) dapat dilihat pada Gambar 1 yang mana formasi ini diendapkan di lingkungan terrestrial-fluvial. Formasi Lampung (QTI) didominasi oleh unit batuan yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanik terdiri dari tuff pumiceous, tuff rhyolitic, tufan lempung dan batu pasir tufan (Mangga,1993).
Struktur geologi yang ada pada daerah penelitian didominasi oleh Sesar Lampung-Panjang. Sesar Lampung-Panjang memiliki arah Barat Laut-Tenggara, sesar ini memiliki trend yang sama dengan Sesar besar Sumatera. Pada bagian Utara terdapat beberapa struktur geologi dengan arah Timur Laut-Barat Daya. Struktur pada daerah penelitian diinterpretasikan sebagai struktur geologi sekunder seperti sesar dan kekar, Iqbal dkk (2019).
Gambar 1 Peta geologi daerah merak batin, Natar (dimodifikasi dari Lembar Tanjung Karang oleh
Mangga dkk, 1993)
Metode Penelitian
Tahapan dalam melakukan penelitian ini dapat dilakukan dengan melakukan koreksi data magnetik dan di plot menjadi peta anomali magnetik dapat dilihat pada Gambar 2. Setelah mendapatkan peta anomali dapat dilakukan filter Reduksi ke Kutub, kontinuasi ke atas, pemisahan anomali regional, residual, dan dilanjutkan dengan melakukan forward modeling 2.5D dan inverse modeling 3D.
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Hasil dan Pembahasan
1. Topografi Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Natar, Lampung Selatan. Lokasi penelitian memiliki ketinggian berkisar dari 102m-105m di atas permukaan laut. Data topografi diperoleh pada saat akuisisi data magnetik di daerah pengukuran lalu dimodelkan ke dalam bentuk peta. Skala warna pada gambar menunjukkan bahwa ketiga mata air panas berada pada topografi sedang yaitu 103 meter. Peta topografi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta topografi daerah penelitian 2. Peta Anomali Magnetik
Anomali magnetik merupakan harga medan magnetik di suatu titik yang dihasilkan oleh batuan di bawah permukaan yang menjadi
target dari pengukuran metode magnetik. Pada Gambar 4 merupakan peta anomali magnetik hasil koreksi IGRF dan koreksi harian. Berdasarkan peta tersebut nilai anomali medan magnet yang didapatkan bervariasi dengan rentang nilai 86 nT sampai 312 nT. Daerah dengan pola sebaran anomali rendah (biru tua-hijau tua) dengan rentang nilai 86 nT sampai 206 nT. Daerah dengan anomali sedang (hijau-jingga) dengan rentang nilai 206 nT hingga 227 nT. Sedangkan daerah dengan anomali tinggi (merah-ungu) memiliki nilai medan magnet 227 nT hingga 312 nT.
Gambar 4. Total magnetik intensitas 3. Reduksi ke Kutub (Reduce to Pole) Dalam mempermudah interpretasi dapat menggambarkan pola sumber dari anomali magnetik maka dilakukan proses Reduksi ke Kutub. Reduksi ke Kutub menunjukkan pola anomali magnetik yang berubah dari dipole ke monopole, sehingga efek dipole yang mempengaruhi pola anomali magnetik sudah tidak ada. Proses ini mengubah nilai inklinasi dan deklinasi daerah penelitian dari sekitar -27.920 dan 0.460 menjadi 900 dan 00. Hasil
Reduksi ke Kutub dapat dilihat pada Gambar
5 terlihat pola sebaran nilai anomali magnetik
setelah dilakukan Reduksi ke kutub. Terdapat perubahan nilai yang tidak terlalu signifikan yaitu 118 nT sampai 337 nT. Daerah dengan pola sebaran anomali rendah (biru tua-hijau tua) dengan rentang nilai 118 nT sampai 199 nT. Daerah dengan anomali sedang (hijau-jingga) dengan rentang nilai 199 nT hingga
239 nT. Sedangkan, daerah dengan anomali tinggi (merah-ungu) memiliki nilai medan magnet 239 nT hingga 337 nT.
Gambar 5. Peta Reduksi ke Kutub 4. Kontinuasi Ke Atas
Kontinuasi ke atas adalah transformasi data medan potensial dari bidang sebelumnya ke bidang yang lebih tinggi. Kontinuasi ke atas dilakukan dengan melihat kecenderungan pola kontur. Pada Gambar 6 menunjukkan pola sebaran anomali magnetik hasil kontinuasi pada ketinggian tertentu yaitu dengan nilai panjang gelombang 10m, 20m, 30m, 40m, 50m, 80m, dan 100m. Proses ini dilakukan pada peta anomali magnetik.
Gambar 6. Kontinuasi ke Atas dengan nilai panjang gelombang (a) 10 m, (b) 20 m, (c) 30 m, (d) 40 m, (e)
80 m, (f) 100 m
5. Gaussian Filtering
Gaussian filtering merupakan proses pengolahan data yang digunakan untuk memisahkan anomali regional dan residual. Data anomali magnetik yang didapatkan pada penelitian ini merupakan akumulasi dari berbagai macam sumber data, antara lain data anomali regional, residual, dan noise. Data anomali regional merupakan data yang berdasarkan pengaruh dari material pada kedalaman yang dalam dapat dilihat pada
Gambar 7. Sedangkan, data anomali residual
merupakan pengaruh dari material pada kedalaman yang dangkal dapat dilihat pada
Gambar 8. Proses untuk melakukan
pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan Gaussian filtering. Pemodelan 2.5D dan 3D dilakukan pada peta residual.
Gambar 7 Peta anomali regional
Gambar 8. Peta anomali residual 6. Forward Modeling 2.5D Data
Magnetik
Forward modeling dilakukan pada peta residual lintasan A-A’ dan B-B’ dapat dilihat pada Gambar 9 lintasan A-A’ arah Utara-Selatan memiliki panjang sekitar 300 meter dengan kedalaman sekitar 200 meter yang melintasi dua titik air panas di daerah penelitian dan lintasan B-B’ arah Barat-Timur memiliki panjang sekitar 250 meter dengan kedalaman sekitar 200 meter yang melintasi satu titik air panas. Stratigrafi air panas Merak Batin, Natar terdiri dari satuan Endapan Gunung Api Muda (Qhpv) merupakan satuan batuan termuda di daerah
penelitian. Formasi Lampung (QTI) dan batuan Granodiorit Branti (Kgdb) serta Batupualam Trimulyo (Pzgm) yang diperkirakan sebagai batuan basement local Mangga dkk (1993).
Hasil lintasan A-A’ dengan arah Utara-Selatan terdapat kondisi geologi yang dapat dilihat pada Gambar 10 dimana terdapat dua lapisan secara umum, dengan nilai suseptibilitas magnetik dalam satuan SI. Lapisan pertama digolongkan satuan Formasi Endapan Gunung Api Muda (Qhpv) yaitu lapisan batulempung tufan dengan nilai suseptibilitas 0.006 dalam satuan SI dengan ketebalan sekitar 50m. Lapisan kedua secara lateral tidak dibuat seragam dengan asumsi bahwa adanya pengaruh panas baik dari sumber panas ataupun aliran panas yang diperkirakan sebagai Formasi Lampung (QTI) yang memiliki nilai suseptibilitas terendah 0.0001 dalam satuan SI dan tertinggi 0.004 dalam satuan SI dengan ketebalan rata-rata sekitar 150 meter. Hasil Lintasan B-B’ dengan arah Barat-Timur terdapat kondisi geologi yang sama dengan lintasan A-A’ dapat dilihat pada Gambar 11 dengan suseptibilitas lapisan pertama 0.007 dalam satuan SI.
Adanya indikasi sesar ditunjukkan oleh garis putus-putus berwarna hitam, dimana pada daerah tersebut ditemukan air panas yang diduga terdapat struktur sesar di bawahnya sebagai tempat celah keluarnya air panas ke permukaan. Sesar tersebut diperkirakan sebagai perpanjangan Sesar Lampung Panjang dengan arah Barat Laut-Tenggara dan adanya kemenerusan dengan arah Barat Daya-Timur Laut.
Gambar 9. Lintasan peta residual A-A’ dan B-B’
Gambar 10. Hasil forward modeling lintasan A-A’
Gambar 11. Hasil forward modeling lintasan B-B’
7. Inverse Modeling 3D Data Magnetik
Pemodelan inversi 3 dimensi dari peta residual. Pada pemodelan 3 dimensi ini data yang digunakan yaitu nilai IGRF, inklinasi, deklinasi, dan data anomali magnetik residual. Model 3D memiliki panjang 230 meter arah Barat-Timur dan Panjang 310 meter arah Utara-Selatan. Pada pemodelan 3D mesh yang digunakan adalah 10 meter dengan Number of Cells X, Y, Z masing-masing 25m x 31m x 16m dan memiliki kedalaman mencapai 151 meter di bawah permukaan tanah daerah penelitian. Bentuk dari pemodelan 3D dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12. Hasil inversi 3D model magnetik Data yang diperoleh dari hasil inversi 3D adalah nilai dari kontras suseptibilitas magnetik. Dari hasil inversi data magnetik daerah penelitian dibagi menjadi 3 macam nilai kontras suseptibilitas magnetik yaitu nilai kontras rendah, sedang, dan tinggi. Kontras rendah bernilai 0.0026 sampai -0.0001 yang ditandai dengan warna biru tua-hijau. Kontras sedang bernilai -0.0001 sampai 0.0012 ditandai dengan warna hijau-jingga dan kontras tinggi bernilai 0.0012 sampai 0.0034 ditandai dengan warna merah-ungu.
Dalam melakukan analisis data magnetik pada daerah panas bumi data yang menjadi target adalah nilai kontras suseptibilitas magnetik yang rendah. Daerah dengan nilai kontras suseptibilitas yang rendah dapat diindikasi sebagai distribusi air panas di bawah permukaan. Kontras suseptibilitas magnetik rendah dapat dilihat pada Gambar
13.
Gambar 13. Model 3D anomali rendah magnetik Berdasarkan model 3D inversi anomali rendah magnetik residual diperoleh bahwa distribusi air panas kemungkinan memiliki
arah Barat Laut-Tenggara dan Barat Daya-Timur Laut selaras dengan dugaan adanya sesar di daerah penelitian dan dapat ditemukan mulai pada kedalaman sekitar 40 meter hingga 151 meter di bawah permukaan tanah daerah penelitian yang ditunjukkan pada warna biru muda-biru tua dengan nilai kontras suseptibilitas -0.0026 sampai -0.001 dalam satuan SI.
8. Hasil Slice Model Inversi 3D Secara Horizontal
Nilai dari kontras suseptibilitas yang rendah memiliki batasan-batasan pada kedalaman tertentu. Untuk mengetahui batasan kedalaman dari nilai kontras yang rendah, maka dilakukan proses slice per-kedalaman yang dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan hasil slice kedalaman di atas dapat diketahui bahwa distribusi air panas daerah penelitian memiliki arah SelatanUtara yang meluas ke arah Barat Daya -Timur Laut ditunjukkan dengan warna biru muda-biru tua. Semakin ke atas distribusi air panasnya semakin kecil, sedangkan semakin ke bawah distribusi air panasnya semakin terlihat jelas. Hal ini diduga dikarenakan semakin ke atas panas yang mengalir semakin menjauhi sumber panas sehingga distribusi panasnya mengecil dan hanya dapat muncul ke permukaan melalui struktur sesar yang ada di daerah penelitian. Mata air panas Merak Batin, Natar mulai terlihat ke permukaan pada kedalaman 40 meter di bawah permukaan tanah daerah penelitian.
Gambar 14. Hasil slice 3D inversi per-kedalaman
9. Hasil Slice Model Inversi 3D Secara Vertikal
Slice vertikal dilakukan dengan lintasan sesuai dengan lintasan pada forward modeling, guna untuk mengetahui keselarasan antara dua pemodelan. Hasil slice vertikal A-A’ dari model penampang 3D ditunjukkan pada Gambar 15 dan hasil slice B-B’ 3D dapat dilihat pada Gambar 16. Adanya kesesuaian forward modeling dan inverse modeling ditunjukkan dengan keberadaan manifestasi air panas berada pada anomali yang rendah
.
Gambar 15. Slice model 2.5D A-A’ vs model inversi 3D secara vertikal
Gambar 16. Slice model 2.5D B-B’ vs model inversi 3D secara vertikal
10. Metode Geokimia
Metode geokimia digunakan sebagai data pendukung untuk melakukan interpretasi. Hasil penelitian sampel air dilakukan perhitungan matematis lalu diplot ke dalam diagram ternary. Untuk menentukan tipe air panas di daerah penelitian hasil perhitungan matematis di plot ke dalam geoindikator Cl-SO4-HCO3 dan di plot ke dalam geoindikator
Na-K-Mg untuk mengetahui temperatur reservoar di daerah penelitian. Hasil laboratorium sampel air dapat dilihat pada
Tabel 1 Hasil penelitian sample Air
❖ Diagram Ternary Cl-SO4-HCO3
Data kimia yang diperlukan untuk menentukan tipe air panas adalah kandungan relatif dari klorida, sulfat, dan bikarbonat. Setelah dilakukan proses perhitungan diplot kedalam diagram ternary Cl-SO4-HCO3 pada
Gambar 17 Pengolahan data dilakukan
dengan menghitung persamaan sebagai berikut (Giggenbach,1988):
Konsentrasi Total (Natar 01) = Cl+SO4+HCO3 = 400+177+993 =1570 • %Cl = Cl/ Konsentrasi Total = 400/ 1570 = 25.47 %
• %SO4 = SO4/ Konsentrasi Total
= 177/ 1570 = 11.27% • % HCO3
=HCO3/Konsentrasi Total
=993/1570 =63.24 %
Konsentrasi Total (Natar 02) = Cl+SO4+HCO3 = 402+191+995 = 1588 • %Cl = Cl/ Konsentrasi Total = 402/ 1588 = 25.31 %
• %SO4 = SO4/ Konsentrasi Total
= 191/ 1588 = 12.02 %
• % HCO3 =HCO3/Konsentrasi Total
=995/1588 =62.24 %
Gambar 17. Diagram ternary geoindikator Cl-SO4
-HCO3
Berdasarkan diagram ternary pada gambar di atas tipe fluida untuk dua mata air panas yang terdapat pada daerah penelitian yaitu tipe fluida air panas HCO3 (bikarbonat). Hal ini
dikarenakan dari hasil analisis kimia diketahui unsur HCO3 merupakan unsur yang
paling dominan. Air bikarbonat daerah penelitian masuk dalam zona peripheral water menandakan adanya pencampuran dengan air tanah yang merupakan jenis komposisi daerah outflow ataupun daerah kondensasi (Nicholson, 1993).
❖ Diagram Ternary Na-K-Mg Data kimia yang diperlukan untuk menentukan temperatur reservoar dan mengetahui air yang mencapai keseimbangan dalam litologi adalah kandungan relatif dari Natrium, klorida, dan magnesium. Setelah dilakukan proses perhitungan data diplot kedalam diagram ternary Na-K-Mg dapat dilihat pada Gambar 18 Pengolahan data dilakukan dengan menghitung persamaan sebagai berikut (Giggenbach,1988):
Natar 01 ∑ Kadar = Na 1000+ K 100+ √Mg = 663 1000+ 80.9 100+ √1.4 = 2.655
% Senyawa = Senyawa / ∑ Kadar * 100% • Na = 0.66/2.655 * 100%
= 24.90 %
• K = 0.809/2.65 * 100% = 30.52 %
• Mg = 1.183/ 2.65 * 100% = 44.69 % Natar 02 ∑ Kadar = Na 1000+ K 100+ √Mg = 639 1000+ 79.9 100+ √1.7 = 2.741
% Senyawa = Senyawa / ∑ Kadar * 100% • Na = 0.639/2.741 * 100% = 24.11 % • K = 0.799/2.741 * 100% = 29.14 % • Mg = 1.3/ 2.741 * 100% = 47.42 %
Gambar 18. Diagram ternary geoindikator Na-K-Mg Berdasarkan hasil perhitungan kandungan relatif Na/1000, K/100, Mg0.5 serta telah
dilakukan pengeplotan hasil nilai pada diagram ternary geoindikator Na-K-Mg, mata air panas Desa Merak Batin Natar 01, Natar 02 terletak pada Partial Equilibration yang artinya berada di kesetimbangan parsial. ❖ Pendugaan Suhu Reservoar
Geotermometer Na-K
Perkiraan suhu panas bumi dapat diketahui dengan menganalisis data geokimia dari analisis kimia air berdasarkan perhitungan geotermometer Na-K menggunakan persamaan berikut (Giggenbach,1988):
Natar 01 TOC = 1390 log(NaK)+1.75− 273 TOC = 1390 log(80.9663)+1.75− 273 TOC = 249OC Natar 02 TOC = 1390 log(Na K)+1.75 − 273 TOC = 1390 log(639 79.9)+1.75 − 273 TOC = 251OC
Berdasarkan perhitungan temperatur dengan menggunakan persamaan di atas, diperoleh pendugaan hasil temperatur reservoar 249OC
untuk Natar 01 dan 251OC untuk Natar 02.
11. Model Konseptual Sistem Panas Bumi Daerah Penelitian
Gambar 19 memperlihatkan model
konseptual panas bumi adanya struktur yang membuat air dapat masuk ke dalam pori-pori batuan dan sebagai jalur keluarnya manifestasi ke permukaan. Manifestasi pada daerah penelitian sebagai manifestasi outflow atau manifestasi yang jauh dari sumber panasnya.
Gambar 19 Model konseptual sistem panas bumi daerah penelitian
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan forward modeling 2.5D dan inverse modeling 3D dari peta anomali residual diperoleh hasil sebagai berikut:
• Hasil forward modeling 2.5D lintasan A-A’ dan B-B’ didapatkan dua lapisan yaitu lapisan pertama merupakan lapisan batulempung tufan dengan suseptibilitas 0.006 dalam satuan SI untuk lintasan A-A’ serta 0.007 dalam satuan SI untuk lintasan B-B’ dan lapisan kedua sebagai lapisan batupasir tufan dengan suseptibilitas terendah 0.0001 dalam satuan SI dan suseptibilitas tertinggi 0.004 dalam satuan SI.
• Hasil inverse modeling 3D didapatkan bahwa distribusi air panas bawah permukaan daerah penelitian kemungkinan penyebarannya berarah Selatan-Utara yang menyebar dari arah Barat Daya-Timur Laut. Air panas ditemukan sekitar 40m di bawah permukaan tanah di daerah penelitian.
• Berdasarkan forward modeling dan inverse modeling terdapat kesesuaian (ter konfirmasi) kedua pemodelan yang ditunjukkan dengan keberadaan manifestasi pada anomali rendah.
2. Berdasarkan hasil analisis geokimia dari diagram segitiga ternary CL-S04-HCO3 didapatkan bahwa tipe
mata air panas di daerah penelitian adalah bikarbonat dengan perkiraan temperatur reservoar menggunakan diagram ternary Na-K-Mg yaitu sekitar 2500C dan perkiraan
temperatur reservoar menggunakan perhitungan geotermometer Na-K(Giggenbach,1998) berkisar antara 2450C-2480C.
Daftar Pustaka
Giggenbach ,WF. 1998 Chemical Techniques in Geothermal Exploration New Zealand: Chemistry Division, DSIR, Private Bag.
Iqbal, M., Juliarka, B.R., Ashuri, W., Al Farishi, B.2019. Hydrogeochemistry of Natar Hot Springs in sout Lampung Indonesia. Institut Teknologi Sumatera:Lampung. Mangga, S. A. Amirudin, Suwarti, T., Gafoer,
S., Sidarto 1993. Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatera . Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung. Nicholson, K., 1993. Gheotermal Fluids:
Chemistry and Exploration Tecniques, Springer verlag, Inc , Berlin.
Putut, I. 2009. Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Panas Bumi Parang Tritis Kabupaten DIY Dengan Metode Magnetik. Jurnal Fisika , 153-160.
Riyanto, M. 2013. Kondisi Fisik dan Kimia Air di Pemandian Way Panas Desa Merak Batin Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Simmons, S. F. 1998. Geochemistry Lecture