• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN BAWAH PERMUKAAN INTRUSI DIABAS GUNUNG PARANG MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI PADA DAERAH KARANGSAMBUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN BAWAH PERMUKAAN INTRUSI DIABAS GUNUNG PARANG MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI PADA DAERAH KARANGSAMBUNG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN BAWAH PERMUKAAN INTRUSI DIABAS

GUNUNG PARANG MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI PADA DAERAH

KARANGSAMBUNG

Vira Seprina Putri

1

, Ruhul Firdaus, S.T., M.T.

1

1Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera

Corresponding E-mail: vira.12116036@student.itera.ac.id

Abstract:

Karangsambung is a location that consists of rock types, most of the ocean rock that has been raised to the surface is a pre-tertiary basement of the island of Java. The purpose of this study is to study subsurface models with forward and inverse modelling and analyze fault structure and intrusion planning using anomalous data preparation. From the data that has been processed produces a Complete Bouguer Anomaly Map (CBA) with an anomaly range of 44 mGal to 96 mGal, and also obtained anomaly map. The remaining results of the anomaly separation with an anomaly range of -40 to 12 mGal. From the Residual Anomaly Map that is produced, modelling is done with Forward and inverse modelling, then from the results of the modelling, the fault structure and the intrusion of the diabase through the Karangsambung Formation and Waturanda Formation are obtained.

Keywords:

Gravity, Karangsambung, Forward and inverse modelling

Abstrak:

Karangsambung merupakan lokasi yang terdapat berbagai jenis batuan, terutama batuan samudra yang telah terangkat ke permukaan berupa basement pra-tersier pulau Jawa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui model bawah permukaan secara forward dan inverse modelling serta menganalisis indikasi keberadaan struktur sesar dan intrusi menggunakan data anomali gravitasi. Dari data yang telah diolah menghasilkan Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA) dengan rentang nilai anomali sebesar 44 mGal hingga 96 mGal, dan didapat pula Peta Anomali Residual hasil dari pemisahan anomali dengan rentang nilai anomali sebesar -40 hingga 12 mGal. Dari Peta Anomali Residual yang dihasilkan dilakukan pemodelan dengan teknik forward dan inverse modelling yang kemudian dati hasil pemodelan tersebut didapat keberadaan struktur sesar dan intrusi diabas yang menerobos Formasi Karangsambung dan Formasi Waturanda.

Kata Kunci:

Gravitasi, Karangsambung, forward dan inverse modelling

Pendahuluan

Karangsambung merupakan lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang sampai saat ini dikelola oleh Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Di lokasi ini terdapat berbagai jenis batuan, terutama batuan samudra yang telah terangkat ke permukaan berupa

basement pra-tersier pulau Jawa. Salah satu batuan

yang berada di daerah Karangsambung adalah batuan diabas yang merupakan intrusi dangkal yang berada di daerah sekitar Gunung Parang. Pada Peta Geologi Daerah Karangsambung dan Penampang litostratigrafinya, diperkirakan bahwa Gunung Parang merupakan hasil intrusi magmatis[4]. Berdasarkan kondisi geologi daerah penelitian tersebut maka perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut berupa identifikasi struktur lapisan bawah permukaan dengan menggunakan metode gravitasi. Metode ini diharapkan mampu mengetahui struktur lapisan bawah permukaan berdasarkan forward modelling dan inverse modelling, yang dimana dari hasil pemodelan tersebut dapat dijadikan penelitian dalam melakukan interpretasi yang

berguna untuk memberikan informasi mengenai struktur lapisan bawah permukaan daerah penelitian. Daerah penelitian ini dilakukan di Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi pada pengukuran metode gravitasi ini lebih tepatnya berada pada bagian Utara kampus LIPI. Luas area penelitian berkisar 2460 x 2094 m2.

Gambar 1. Peta Geologi Lembar Kebumen[4] Secara umum morfologi daerah Karangambung umumnya berbentuk elips pada ujung-ujungnya yang terdiri dari bukit-bukit dan pegunungan melingkar,

(2)

2 dierosi oleh aliran Sungai Luk Ulo yang membentuk pola

meander serta lembah-lembah anak Sungai Lok Ulo[2]. Pada daerah Karangsambung memiliki stratigrafi (berurutan dari tua ke muda) kompleks Melange Luk Ulo, Formasi Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi Penosogan, Formasi Halang dan Endapan Alluvial. Pada daerah penelitian yang berada pada area dalam kotak merah yang diperlihatkan pada gambar 1 di atas memperlihatkan adanya struktur sesar. Berdasarkan informasi geologi yang ada pada area tersebut diidentifikasi adanya struktur sesar turun yang diinterpretasikan sebagai hasil reaktivitasi sesar turun lava basal-andesitik diabas Gunung Parang[1]. Berdasarkan analisis streografis mengideikasikan sesar turun ini dipengaruhi oleh tegasan purba dengan arah σ1 vertikal. Selain adanya sesar pada daerah tersebut juga terdapat intrusi diabas dengan struktur columnar

joint.

Metodologi

Pada pengukuran gravitasi daerah penelitian menggunakan alat gravimeter berjenis Scintrex CG-6 dengan menggunakan sistem looping. Base Station daerah penelitian berada padaa koordinat UTM X = 353544 dan Y = 9165624, elevasi sebesar 64.381 m, dengan nilai gravitasi absolut sebesar 978201.635 mGal. Pengukuran dilakukan dengan total 51 titik ukur.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Pada pengukuran gravitasi yang dilakukan di lapangan diperoleh hasil nilai bacaan alat (𝑔𝑟𝑒𝑎𝑑) dengan satuan mGal serta waktu pengukuran. Dari data tersebut untuk mendapatkan nilai Complete Bouguer Anomaly (CBA) dilakukan koreksi seperti: koreksi tidal, koreksi drift, koreksi lintang, FAC, koreksi bouguer, dan koreksi terrain. Pemisahan anomali dilakukan dengan cara

equivalent polinomial orde 0 yang hasilnya berupa

anomali regional dan residual. Untuk mendapatkan estimasi kedalaman dilakukan analisis spektral pada peta anomali residual. Dilakukan Forward dan Inverse

Modelling dengan menggunakan peta anomali residual,

yang diperlukan pada dasar pembuatan pemodelan berupa peta anomali residual, peta topografi, peta geologi daerah penelitian, estimasi kedalaman, serta informasi nilai densitas hasil perhitungan menggunkana metode nettleton.

Hasil dan Pembahasan

Complete Bouguer Anomaly (CBA) merupakan

superposisi dari anomali yang bersifat regional dan yang bersifat residual atau lokal. Persamaan untuk mendapatkan nilai Complete Bouguer Anomaly (CBA) yaitu:

CBA = gobs - gɸ + FAC – BC + TC (1)

Gambar 3. Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA) Pada pengolahan data gravitasi kali ini hasil Complete

Bouguer Anomaly daerah penelitian menunjukkan

rentang nilai anomali sebesar 44 mGal hingga 96 mGal. Warna pada peta menunjukan variasi nilai anomali yang terdapat pada daerah penelitian. Warna ungu hingga hijau menunjukkan anomali rendah dengan rentang nilai 44 hingga 72 mGal. Warna kuning hingga jingga menunjukkan anomali sedang dengan rentang nilai 76 hingga 88 mGal. Sedangkan warna merah menunjukkan nilai anomali tinggi dengan rentang nilai 92 hingga 96 mGal. Nilai anomali rendah pada peta persebaran

Complete Bouguer Anomaly diperkirakan berasal dari

(3)

3 disebabkan struktur batuan yang lebih turun

dibandingkan dengan batuan sekitarnya

.

Pemisahan anomali dilakukan untuk mendapatkan nilai anomali regional dan residual, dengan menggunakan metode equvalent orde 0 maka anomali regional dapat digambarkan dalam suatu fungsi matematis dengan meminimumkan selisih anomali bouguer dengan anomali regionl hasil perhitungan dengan cara kuadrat terkecil, yaitu dengan merata-ratakan nilai anomali dari data anomali bouguer. Hasil dari perata-rataan ini adalah anomali regional, maka akan didapat nilai anomali regional sebesar 85.22744598 mGal. Nilai anomali residual didapatkan dari hasil pengurangan nilai

Complete Bouguer Anomaly (CBA) terhadap peta

anomali regional.

Gambar 4. Peta Anomali Residual

Pada peta residual di atas memiliki gradasi warna yang menunjukkan variasi nilai anomali yang terdapat pada daerah penelitian. Pada peta tersebut memiliki rentang nilai anomali sebesar -40 hingga 12 mGal. Nilai anomali rendah pada peta ditunjukkan dengan warna ungu hingga biru muda dengan rentang nilai -40 hingga -16 mGal. Nilai anomali sedang ditunjukkan dengan warna biru hingga hijau dengan rentang nilai -12 hingga 0 mGal. Sedangkan nilai anomali tinggi ditunjukkan dengan warna kuning hingga jingga dengan rentang nilai 4 hingga 12 mGal.

Analisis spektral dilakukan untuk memperkirakan kedalaman benda anomali di bawah permukaan. Pada peta anomali residual dilakukan Transformasi Fourier yang bertujuan untuk mendapatkan nilai bilangan gelombang (k) dan Ln Amplitudo (Ln A), dari kedua nilai tersebut dibuat grafik k terhadap Ln A yang nantinya dari grafik tersebut didapatkan nilai kemiringan (gradient) untuk menentukan estimasi kedalaman anomali residual dengan persamaan sebagai berikut[3]: ln 𝐴 = ln 𝐶 + (𝑍0− 𝑍′)|𝑘| (2)

Tabel 1. Tabel Estimasi Kedalaman Anomali Residual

Hasil analisis spektral dari semua lintasan didapatkan nilai estimasi kedalaman yang di perlihatkan pada tabel 1 di atas.

Pada pemodelan forward modelling dilakukan dengan menggunakan dua lintasan berdasarkan peta anomali residual. Pada lintasan A – A’ dengan panjang lintasana sekitar 2.1 km, dan panjang pada lintasan B – B’ sekitar 1.6 km, diamana pada lintasan A – A’ memotong atau tegak lurus terhadap lintasan B – B’. Pemilihan lintasan di atas ditentukan dengan beberapa pertimbangan seperti setiap lintasan melewati intrusi diabas, serta beberapa informasi dasar yang bersumber dari peta geologi. Parameter yang digunakan dalam pembuatan pemodelan ini berupa nilai densitas berdasarkan tabel densitas[5].

Gambar 5. Arah Lintasan

Berdasarkan gambar lintasan pada forward modelling di atas, maka didapatkan hasil setiap lintasan sebagai berikut:

Lintasan Nilai Kedalaman Anomali Residual (m)

1 421.43 2 257.42 3 179.22 4 354.1 5 273.05 6 162.41 7 230.61 8 95.872 9 8.2076 10 157.82 Rata-rata 214.01396

(4)

4 Gambar 6. Hasil Forward Modelling Lintasan A-A'

Pada lintasan A – A’ di atas merupakan daerah berdasarkan peta anomali residual yang dimana dari nilai anomali residual pada lintasan tersebut menggambarkan bawah permukaan, dengan panjang lintasan sekitar 2.1 km dengan arah lintasan dari Barat Laut ke Tenggara daerah penelitian yang melintasi intrusi diabas dan formasi karangsambung. Terlihat bahwa dari hasil pemodelan di atas terdapat formasi karangsambung dengan nilai densitas 2–2.5 g/cc, formasi karangsambung terdiri dari batulempung dengan fragmen yang besar berupa batugamping dan batuan beku. Pada formasi karangsambung ini juga terdapat intrusi diabas dengan nilai densitas sebesar 3.1 g/cc berdasarkan hasil pemodelan di atas.

Gambar 7. Hasil Forward Modelling Lintasan B-B' Pada lintasan B – B’ di atas merupakan daerah berdasarkan peta anomali residual yang dimana dari nilai anomali residual pada lintasan tersebut menggambarkan bawah permukaan, dengan panjang lintasan sekitar 1.6 km dengan arah lintasan dari Barat ke Timur daerah penelitian yang melintasi intrusi diabas, formasi karangsambung, dan formasi waturanda. Terlihat bahwa dari hasil pemodelan di atas terdapat formasi karangsambung dengan nilai densitas 2 g/cc, formasi karangsambung terdiri dari batulempung dengan fragmen yang besar berupa batugamping dan batuan beku. Terdapat juga formasi waturanda yang

terdiri dari lapisan batupasir pada bagian bawah dengan nilai densitas sebesar 1.4 g/cc, dilanjutkan dengan lapisan breksi dengan fragmen yang terdiri dari basalt, rijang, andesit, batugamping, batulempung, dan batupasir dengan nilai densitas sebesar 1.5 g/cc, pada bagian atas terdapat lapisan tipis tuff dengan nilai densitas sebesar 1.6 g/cc. Pada formasi karangsambung dan formasi waturanda ini juga terdapat intrusi diabas dengan nilai densitas sebesar 3.1 g/cc berdasarkan hasil pemodelan di atas. Pada hasil pemodelan di atas dan data geologi yang digunakan[1] juga diperkirakan terdapatnya sesar turun pada formasi waturanda terhadap intrusi diabas dengan arah sesar yaitu Barat Laut – Tenggara. Berdasarkan analisis streografis mengideikasikan sesar turun ini dipengaruhi oleh tegasan purba dengan arah tegasan utama (σ1) vertikal, dimana hanging wall relatif turun dibandingkan dengan

foot wall pada bidang sesar tersebut.

Pada proses inverse modelling data yang digunakan berupa peta anomali residual serta peta topografi. Total luas area yang akan dimodelkan berkisar 2460 x 2094 m dengan ukuran mesh sebesar 250 x 250 m2, maka

dihasilkan pemodelan seperti gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8. Hasil Pemodelan Inversi

Pada hasil pemodelan akan ditampilkan dalam bentuk beberapa slice secara horizontal berdasarkan kedalaman, dengan tujuan agar dapat memperlihatkan perubahan nilai anomali densitas pada kedalaman tertentu.

Gambar 9. Peta Persebaran Densitas Berdasarkan Kedalaman

(5)

5 Berdasarkan peta persebaran nilai densitas pada

gambar 9 di atas yang menunjukkan hasil slice pada kedalaman 0, 100, dan 200 meter, maka dapat dilihat pada daerah dengan kontras densitas tinggi bahwa semakin dalam maka kontras densitas yang dimiliki semakin tinggi yang ditandai dengan warna merah hingga merah muda, terutama pada daerah yang teridentifikasi adanya intrusi diabas. Sedangkan daerah yang memiliki kontras densitas rendah yang ditandai dengan warna biru yang teridentifikasi adanya lapisan sedimen.

Berdasarkan lintasan seperti ditunjukkan pada gambar 4 maka pada hasil pemodelan inversi dilakukan slice secara vertikal sesuai dengan lintasan tersebut.

Gambar 10. Hasil Forward dan Inverse Modelling Lintasan A-A'

Berdasarkan gambar di atas terlihat adanya kemiripan model bawah permukaan. Berdasarkan hasil pemodelan inversi juga memperlihatkan adanya kontras densitas yang cukup signifikan, dimana kontras densitas pada lintasan A –A’ yang ditandai dengan warna merah muda hingga jingga menandakan adanya intrusi diabas dengan nilai densitas yang cukup besar yaitu sebesar 2.8 – 3.56 g/cc. Sedangkan untuk warna kuning hingga biru tua yang menandakan adanya formasi karang sambung dengan nilai densitas dari rendah hingga sedang sebesar 1.1 – 2.7 g/cc.

Gambar 11. Hasil Forward dan Inverse Modelling Lintasan B-B'

Berdasarkan gambar di atas terlihat adanya kemiripan model bawah permukaan. Berdasarkan hasil pemodelan inversi juga memperlihatkan adanya kontras densitas yang cukup signifikan, dimana kontras densitas pada lintasan B –B’ yang ditandai dengan warna merah muda hingga jingga menandakan adanya intrusi diabas dengan nilai densitas yang cukup besar yaitu sebesar 2.8 – 3.56 g/cc. Sedangkan untuk warna kuning hingga biru tua yang menandakan adanya formasi karang sambung dan formasi waturanda dengan nilai densitas dari rendah hingga sedang sebesar 1.1 – 2.7 g/cc. Pada lintasan ini juga dapat dilihat adanya kontras densitas dengan nilai yang sangat tinggi dan nilai densitas dengan harga yang sangat rendah memiliki jarak yang sangat berdekatan, hal ini dapat diidentifikasikan adanya sesar pada daerah tersebut.

Berdasarkan pengolahan data gravitasi di atas maka didapatkan identifikasi bawah permukaan daerah penelitian berupa struktur sesar dan lapisan bawah permukaan. Berdasarkan peta geologi lembar kebumen[4] terdapat perbedaan pada daerah penelitian, sehingga dilakukannya modifikasi peta geologi seluas daerah penelitian.

(6)

6 Dari gambar di atas yang merupakan peta geologi

daerah penelitian seluas 2460 x 2094 m hasil modifikasi dari peta geologi[4], memperlihatkan adanya perbedaan pada daerah intrusi diabas dimana pada beberapa titik daerah penelitian yaitu titik 21 dan 28 pada hasil peta residual menggambarkan terdapat anomali rendah dan adanya perubahan posisi struktur sesar pada daerah yang diidentifikasi adanya sesar antara intrusi diabas dan formasi waturanda. Posisi sesar tersebut dapat dilihat dengan peta anomali residual dimana adanya perbedaan anomali secara signifikan yang di perlihatkan pada titik 24 dan 13 yang memiliki anomali rendah dan titik 26 dan 15 yang memiliki anomali tinggi.

Hasil modifikasi pada peta geologi daerah penelitian tersebut juga diperkuat dengan data hasil observasi geologi yang dilakukan sebelumnya yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Geologi Daerah Sekitar Titik Pengukuran

Titik ukur

DESKRIPSI KONDISI GEOLOGI SEKITAR TITIK PENGUKURAN

1 Berupa lapisan soil 2 Berupa lapisan soil

3 Berupa lapisan soil dengan bongkah batuan sedimen pasir dimensi 3x5m

4 Berupa lapisan alluvium 5 Berupa lapisan alluvium

6 Berupa lapisan soil dengan bongkah batuan sedimen

7 Berupa lapisan soil 8

300m dari titik pengukuran terlihat singkapan batuan sedimen pasir-lempung di bawah gunung paras.

9 Berupa lapisan soil dengan bongkah batuan sedimen pasir

10 Berupa lapisan alluvium 11 Berupa lapisan soil

12 Singkapan batuan sedimen pasir

13 50m dari titik pengukuran ditemukan sungai dengan singkapan breksi lempung

14 Berupa lapisan soil 15 Berupa lapisan alluvium 16 Berupa lapisan alluvium

17 Bongkah batuan sedimen pasir dimensi 2x2m

18 Berupa lapisan alluvium 19 Berupa lapisan alluvium 20

Arah barat laut jarak 5 meter terdapat bongkahan batu di ketinggian 2 meter dari dengan ukuran 1 x 2 meter

21

Berupa lapisan soil dengan arah barat jarak 100 meter terdapat singkapan batuan sedimen (batupasir)

22 Berupa lapisan soil, pada arah selatan jarak 50 meter terdapat bongkah batuan beku 23 Berupa lapisan soil

24

Arah selatan jarak 200 meter dari titik pengukuran terdapat singkapan batuan di dinding lereng gunung parang.

25 Berupa lapisan soil

26 Arah selatan jarak 3 m dari titik lokasi pengukuran terdapat bongkah batuan beku 27 Berupa lapisan soil

28

Lapisan soil dengan arah utara jarak 10 meter dari titik lokasi pengukuran terdapat bongkahan batuan beku berukuran 2 x 7 meter

29 Pada arah utara jarak 50 meter terdapat singkapan batu diabas

30

Pada bagian timur berjarak kurang lebih 50m terdapat singkapan dengan struktur mengulit bawang

31

Titik ini kondisi lingkungannya berada di area pertambangan diabast yang memiliki struktur columar joint dengan ketinggian 30m dengan perlapisan dengan dimensi sekitar 1meter yang merupakan tanah pelapukan dan sisanya merupakan columnar joint

32 Singkapan batuan beku basalt 33 Berupa lapisan soil

34 Singkapan batuan sedimen breksi dengan matriks lempung dan fragmen batuan beku

35

Didekat titik pengukuran terdapat sebuah batu besar berupa batuan beku diabast. *note diperjalanan menuju titik 35 terdapat sebuah sungai kecil dengan kedalaman sekitar 1m yang dengan batuan berupa batuan breksi dengan matriks lempung yang mengalir dari timur kebarat

36

Terdapat sungai dengan kedalaman sekitar 1m yang dengan batuan berupa batuan breksi dengan matriks lempung yang mengalir dari timur kebarat

37 Berupa lapisan soil 38 Berupa lapisan soil 39 Berupa lapisan soil 40 Berupa lapisan soil 41 Berupa lapisan soil 42 Berupa lapisan soil 43 Berupa lapisan soil

44

Singkapan berupa batuan andesit yang mempunyai warna abu-abu, dengan struktur afanitik (halus). Singkapan ini berada di tengah anak sungai

45 Terdapat singkapan berupa bongkah andesit dan juga terdapat lempung

46 Terdapat singkapan berupa bongkah andesit dan juga terdapat lempung

(7)

7 47

Terdapat singkapan berupa bongkah andesit. Yang mempunyai ciri-ciri warna abu-abu, dengan struktur afanitik (halus). 48 Terdapat singkapan berupa batuan lempung

dengan tanah lapuk

49

Terdapat singkapan berupa bongkah andesit sebagai fragmen. Yang mempunyai ciri-ciri warna abu-abu, dengan struktur afanitik

Gambar 13. Titik Pengukuran Berdasarkan Peta Geologi Modifikasi

Berdasarkan hasil observasi geologi yang didapat pada daerah titik pengukuran dan sekitarnya maka diketahui pada titik 21 pada daerah permukaan berupa lapisan soil dengan arah barat jarak 100 meter terdapat singkapan batuan sedimen (batupasir), sedangkan pada titik 29 pada arah utara terdapat singkapan batu diabas, serta pada titik 28 yang berupa lapisan soil dengan jarak 10 meter arah utara dari titik lokasi pengukuran terdapat bongkahan batuan beku berukuran 2 x 7 meter. Dari titik 21 dan 28 tersebut juga diperkuat oleh hasil pengolahan data gravitasi yang dilakukan, dimana pada peta anomali residual menunjukkan adanya anomali rendah pada daerah tersebut, sedangkan pada titik 29 menunjukkan anomali sedang dikarenakan pada daerah sekitar titik 29 tersebut terdapat singkapan batuan diabas.

Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil pengolahan data gravitasi serta telah dilakukannya pemodelan dan interpretasi yang dikontrol dengan data geologi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari koreksi-koreksi yang dilakukan pada pengolahan data gravitasi di atas, maka didapatkan Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA) dengan rentang nilai anomali sebesar 44 mGal hingga 96 mGal, dan didapat pula Peta Anomali Residual hasil dari pemisahan anomali dengan rentang nilai anomali sebesar -40 hingga 12 mGal.

2. Berdasarkan Peta Anomali Residual dan data geologi yang ada, maka didapatkan model bawah permukaan hasil dari forward modelling dan inverse

modelling dengan kedalaman sekitar 215 m.

3. Dari hasil forward modelling dan inverse modelling serta mengacu pada data geologi yang ada, maka pada daerah penelitian terindikasi adanya intrusi diabas dengan estimasi nilai densitas sebesar 3.1 g/cc. Intrusi tersebut merupakan jenis intrusi sill dengan struktur kekar kolom. Terdapat pula sesar turun antara formasi waturanda terhadap intrusi diabas dengan arah sesar Barat Laut – Tenggara. 4. Berdasarkan data geologi yang diketahui dan data

gravitasi yang telah diperoleh dari perhitungan sebelumnya, maka didapatkan peta geologi yang lebih spesifik yang memperlihatkan litologi batuan berupa intrusi diabas dan sesar pada daerah penelitian.

Acknowledgements

Mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Ruhul Firdaus, S.T., M.T., serta dosen-dosen Institut Teknologi sumatera (Itera) yang telah membantu dalam penulisan ini.

References

[1] Eko Puswanto, dan Edi Hidayat, “Analisis Paleostruktur Lava Basal-andesitik Kali Mandala Dan Diabas Gunung Parang. Kebumen,” 2014. [2] Januardi, “Laporan Karangsambung,” Teknik

Geologi, Universitas Sriwijaya, Indralaya, 2015. [3] R. J. Blakely, “Potential Theory in Gravity and

Magnetic Applications,” CambridgeUniversity Press, 1995.

[4] S. Asikin, A. Handoyo, H. Busono, dan S. Gafoer, “Peta Geologi Lembar Kebumen,Jawa,” Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 1992.

[5] W.M. Telford, L.P. Geldart, R.E. Sheriff, and D.A. Keys, “Applied Geophyisics,” Cambridge University Press, London, 1990.

Gambar

Gambar 1. Peta Geologi Lembar Kebumen[4]
Gambar 3. Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA)  Pada  pengolahan  data  gravitasi  kali  ini  hasil  Complete  Bouguer  Anomaly  daerah  penelitian  menunjukkan  rentang nilai anomali sebesar 44 mGal hingga 96 mGal
Tabel 1. Tabel Estimasi Kedalaman Anomali Residual
Gambar 7. Hasil Forward Modelling Lintasan B-B'  Pada  lintasan  B  –  B’  di  atas  merupakan  daerah  berdasarkan  peta  anomali  residual  yang  dimana  dari  nilai  anomali  residual  pada  lintasan  tersebut  menggambarkan  bawah  permukaan,  dengan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan gambaran struktur bawah permukaan yang baik maka dilakukan analisa spektrum yang berfungsi untuk mengetahui kedalaman sumber untuk anomali regional dan

Peta Anomali Bouguer Lengkap Distribusi anomali dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu anomali rendah dan anomali tinggi, anomali rendah dengan kontras warna biru

Dari pemodelan keadaan bawah permukaan yang dilakukan pada peta kontur residual, didapatkan variasi nilai densitas batuan untuk tiap- tiap lintasan.. Lintasan ini terdiri

Daerah anomali tinggi (anomali gaya berat sisa) di Kajen sampai pantai utara dan di sudut batas lembar peta di selatan Kajen (Gambar 4) merupakan daerah anomali tinggi

Hasil pengolahan data gravitasi dapat ditampilkan dalam bentuk peta kontur anomali gravitasi, yang terletak pada bidang topografi pulau Lembata dengan menggunakan

didapatkan estimasi kedalaman yang menunjukkan estimasi kedalaman basin berkisar 2000 m – 3000 m. b) Pemisahan anomali regional-residual dengan menggunakan metode

5.2 Anomali Bouguer Lengkap Peta Anomali Bouguer Gambar 2 menunjukan rentang anomali sebesar 84 mGal sampai dengan 279 mGal yang merupakan respon variasi densitas batuan pada daerah

Hasil pemodelan bawah permukaannya, anomali magnetik yang tinggi pada bagian utara lintasan tersebut adalah batuan peridotit dengan nilai suseptibilitas 0,096 dalam SI Gambar 7.. Di