• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN PETROLEUM SYSTEM DENGAN PEMODELAN 2.5 D DATA GRAVITASI PADA LAPANGAN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN PETROLEUM SYSTEM DENGAN PEMODELAN 2.5 D DATA GRAVITASI PADA LAPANGAN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN PETROLEUM SYSTEM DENGAN PEMODELAN 2.5 D DATA

GRAVITASI PADA LAPANGAN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

SKRIPSI

AKBAR RAMADHANI NIP. 11170970000090

P

ROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN PETROLEUM SYSTEM DENGAN PEMODELAN 2.5 D DATA

GRAVITASI PADA LAPANGAN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat menyelesaikan jenjang Sarjana Strata Satu (S-1) untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains (S.Si)

AKBAR RAMADHANI NIM 11170970000090

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Edi Sanjaya, M.Si Humbang Purba, M.Si NIP. 19730715 200212 1 001 NIP. 2010171119781

Mengetahui,

Ketua Program Studi Fisika

Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul Identifikasi Struktur Bawah Permukaan dan Petroleum System dengan Pemodelan 2.5 D Data Gravitasi Pada Lapangan Banyuasin, Sumatera Selatan yang telah disusun oleh Akbar Ramadhani dengan NIM 11170970000090 telah diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 26 Oktober 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Program Studi Fisika.

Jakarta, 26 Oktober 2021 Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Agus Budiono, M.T Muhammad Nafian, M.Si NIP. 19620220 199003 1 002 NIP.19850711 202012 1 002

Pembimbing I Pembimbing II

Edi Sanjaya, M.Si Humbang Purba, M.Si NIP. 19730715 200212 1 001 NIP. 2010171119781

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Sains dan Teknologi

Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D Tati Zera, M.Si

NIP 19690404 200501 2 005 NIP 196906082005012002 008

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Akbar Ramadhani NIM : 11170970000090

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Identifikasi Struktur Bawah Permukaan dan Petroleum System dengan Pemodelan 2.5 D Data Gravitasi Pada Lapangan Banyuasin, Sumatera Selatan adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 26 Oktober 2021

Akbar Ramadhani 11170970000090

(5)

v

ABSTRAK

Indonesia memiliki jumlah cadangan hidrokarbon yang besar, namun belum banyak dieksplorasi dan masih dalam tahap identifikasi kandungan hidrokarbon tersebut.

Indonesia memiliki 128 cekungan berdasarkan data geologi dan geofisika khususnya gaya berat dimana salah satu yang memiliki potensi hidrokarbon melimpah adalah cekungan sumatera selatan. Metode geofisika khususnya metode gravitasi dan seismik digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis struktur bawah permukaan dan petroleum system sebagai langkah awal eksplorasi hidrokarbon. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daerah penelitian memiliki densitas rata-rata sebesar ±2.28 gr/cc. Berdasarkan hasil interpretasi seismik, log sumur, dan forward modelling, struktur bawah pemukaan daerah penelitian tersusun atas lapisan batuan dasar atau basement konfigurasi karbonat dengan densitas ±2.9 gr/cc, lapisan formasi lemat dengan konfigurasi shale dengan densitas ±2.5 gr/cc, formasi talang akar konfigurasi batu pasir berbutir halus dengan densitas ±2.4 gr/cc, formasi baturaja konfigurasi batu karbonat dengan densitas ±2.6 gr/cc, formasi telisa konfigurasi batu serpih berbutir halus, lanau, dan sedikit endapan karbonat dengan densitas ±2.3 gr/cc, lapisan sedimen- sedimen muda berumur sekitar upper miocene keatas konfigurasi batu pasir halus, lempung, dan tuff dengan densitas ±2-2.3 gr/cc. Petroleum system pada daerah penelitian berupa source rock penghasil hidrokarbon jenis gas yang berada pada formasi lemat konfigurasi shale yang dimana hidrokarbon tersebut bermigrasi kearah trap berbentuk antiklin dengan seal berada pada formasi telisa konfigurasi shale serta memiliki 3 jenis kemungkinan reservoir yaitu play karbonat basement fracture, play taf reservoir, dan play telisa sand reservoir. Beberapa wilayah pada daerah penelitian yang tidak memiliki data seismik diduga terdapat cadangan hidrokarbon yang ditunjukan adanya komponen petroleum system yang lengkap.

Kata kunci: Hidrokarbon, Metode Gravitasi, Metode Seismik, Petroleum system.

(6)

vi ABSTRACT

Indonesia has a large number of hydrocarbon reserves, but has not been explored much and is still in the identification stage of the hydrocarbon content. Indonesia has 128 basins based on geological and geophysical data, especially gravity, one of which has abundant hydrocarbon potential is the South Sumatra Basin.

Geophysical methods, especially gravity and seismic methods are used in hydrocarbon exploration. Therefore, it is necessary to analyze the subsurface structure and the petroleum system as the first step in hydrocarbon exploration.

The results of this study indicate that the research area has an average density of

±2.28 gr/cc. Based on the results of seismic interpretation, well logs, and forward modelling, the subsurface structure of the study area is composed of bedrock or basement layers with a karbonate configuration with a density of ±2.9 gr/cc, a lemat formation layer with a shale configuration with a density of ±2.5 gr/cc, and a talang kar formation with a sandstone configuration with a density of ±2.4 gr/cc, the Baturaja formation with a karbonate configuration with a density of ±2.6 gr/cc, the Telisa formation with a configuration of fine-grained shale, silt, and a small amount of karbonate deposits with a density of ±2.3 gr/cc, layers of young sediments aged around the upper Miocene above the configuration of fine sandstone, clay, and tuff with a density of ±2-2.3 gr/cc. The petroleum system in the research area is in the form of source rock producing gaseous hydrocarbons located in a lemat formation with a shale configuration where the hydrocarbons migrate towards an anticline- shaped trap with a seal located in a shale configuration telisa formation and has 3 types of possible reservoirs, namely play karbonate basement fracture, play taf.

reservoir, and play telisa sand reservoir. Some areas in the study area that do not have seismic data are suspected to have hydrocarbon reserves which are indicated by the presence of a complete petroleum system component.

Keywords: Gravity Method, Hydrocarbon, Petroleum system, Seismic Method.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmatnya hingga penelitian yang berjudul Identifikasi Struktur Bawah Permukaan dan Petroleum System dengan Pemodelan 2.5 D Data Gravitasi Pada Lapangan Banyuasin, Sumatera Selatan bisa terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan manusia dari jaman jahiliyah hingga jaman yang penuh dengan karya ilmiah.

Pada penelitian ini mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penyelesaian nya tidak lepas dari bantuan dan dukungan baik berupa materil maupun moril dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Ahmad Suhaimi, S.Pd selaku ayah, Mulyanah selaku ibu, dan Nurul Syafriah, S.Pd selaku kakak yang secara penuh memberikan bantuan, dukungan, serta doa yang tulus.

2. Edi Sanjaya, M.Si selaku dosen pembimbing 1 yang telah mengarahkan dalam proses penulisan.

3. Humbang Purba, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah membimbing dan mengajarkan materi khususnya geofisika pada penelitian ini.

4. Ricky Adrian Tampubolon, M.Sc selaku geologist yang telah memberikan banyak materi tentang geologi pada penelitian ini.

5. Tati Zera, M.Si selaku ketua Program Studi Fisika yang telah memberikan arahan terkait pelaksanaan penelitian.

6. Elvan Yuniarti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan penulis terkait akademik selama berada dikampus.

7. Muchammad Fariz dan Monica Darmayani Alfatehah selaku kolega yang telah berjuang bersama dari PKL hingga skripsi pada instansi yang sama.

8. Seluruh Pengurus Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung penulis dalam mengembangkan diri dalam berorganisasi dikampus.

(8)

viii

9. Seluruh Mahasiswa Fisika angkatan 2017 baik peminatan geofisika maupun peminatan lain yang telah memberikan kesan terhadap penulis selama menjalani perkuliahan.

10. Semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara serta bisa menjadi salah satu bagian penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Penulis sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna baik dari dari segi materi maupun penulisan. Oleh karena itu penulis berharap banyak saran dan masukan terhadap penelitian ini agar nanti bisa menjadi bahan pelajaran untuk penelitian selanjutnya. Saran dan masukan dapat disampaikan melalui alamat email akbaramadhani@gmail.com .

Selalu menebar manfaat kepada siapapun dan pada situasi apapun, karena sejatinya yang bisa ditabung bukan hanya uang, tapi juga kebaikan. Saintis selalu punya cara sendiri untuk bersikap tidak apatis.

Jakarta, 26 Oktober 2021 Penulis

Akbar Ramadhani NIM 11170970000090

(9)

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Rumusan Masalah 3

1.5 Tujuan Penelitian 4

1.6 Manfaat Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 4

BAB II 6

2.1 Kondisi Regional 6

2.1.1 Letak Geografis Wilayah 6

2.1.2 Stratigrafi 7

2.2 Metode Seismik Refleksi 9

2.3 Log Sumur 10

2.4 Metode Gravitasi 12

2.4.1 Teori Dasar 12

2.4.2 Koreksi Data Gravitasi 13

2.4.3 Densitas Batuan Rata-rata 16

2.5 Pemodelan Kedepan (Forward Modelling) 17

2.6 Petroleum system 18

BAB III 20

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 20

3.2 Instrumen Penelitian 20

3.2.1 Perangkat Keras 20

3.2.2 Perangkat Lunak 20

3.2.3 Sumber Data 21

3.3 Diagram Alir 22

(10)

x

3.4 Prosedur Penelitian 22

BAB IV 26

4.1 Peta Complete Bouger Anomaly 26

4.3 Interpretasi Data Seismik 27

4.4 Forward Modelling 31

4.5 Interpretasi Data Sumur 35

4.6 Analisis Petroleum system 44

BAB V 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 50

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. a). Peta Sebaran Cekungan Sumatera [2]. b). Peta cekungan Sumatera

Selatan [3]. 6

Gambar 2.2. Stratigrafi Sumatera Selatan[4]. 7

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian. 22

Gambar 4.1. Peta sebaran nilai complete bouger anomaly overlay seismic line. 26 Gambar 4.2. Peta Complete Bouger Anomaly Overlay Seismic line Penelitian. 28 Gambar 4.3. a). Penampang Seismik A. b). Interpretasi Lapisan Horizon Penampang

Seismik A 29

Gambar 4.4. a). Penampang Seismik B. b). Interpretasi Lapisan Horizon Penampang

Seismik B 30

Gambar 4.5. Lintasan Sayatan Penampang A’-A. 31

Gambar 4.6. Forward Model Penampang A-A’. 32

Gambar 4.7. Lintasan Sayatan Penampang B-B’. 33

Gambar 4.8. Forward Model Penampang B. 34

Gambar 4.9. 2.5D Forward Modelling View. 35

Gambar 4.10. Posisi Source Rock Pada Mud Log. 36

Gambar 4.11. Posisi Reservoir Pada Mud Log. 37

Gambar 4.12. Posisi Seal Pada Mud Log. 38

Gambar 4.13. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir

formasi telisa. 39

Gambar 4.14. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir upper

basement. 40

Gambar 4.15. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir lower

basement. 41

Gambar 4.16. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir upper

telisa. 42

Gambar 4.17. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir lower

telisa. 43

Gambar 4.18. Petroleum system Penampang A-A’. 44

Gambar 4.19. Petroleum system Penampang B-B’. 46

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi fosil masih menjadi primadona dalam hal kebutuhan masyarakat Indonesia di sektor energi. Meskipun Indonesia memiliki jumlah cadangan hidrokarbon yang besar, tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa jumlah produksi yang dilakukan memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan. Oleh karena itu kegiatan eksplorasi hidrokarbon harus terus ditingkatkan untuk memastikan keseimbangan antara produksi dan konsumsi minyak dan gas bumi di masa yang akan datang. Salah satu kegiatan dalam eksplorasi hidrokarbon adalah dengan menganalisis daerah cekungan sebagai salah satu tempat terakumulasinya hidrokarbon.

Hasil pemetaan cekungan sedimen Indonesia yang dibuat oleh badan geologi tahun 2009 memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki 128 cekungan berdasarkan data geologi dan geofisika khususnya gaya berat. Salah satu cekungan yang memiliki potensi hidrokarbon adalah cekungan Sumatera Selatan yang berdasarkan penelitian Klett dkk (1997) memiliki potensi hidrokarbon sebesar 4.3 billion barrels of oil equivalent (BBOE). Potensi ini merupakan anugrah bagi Indonesia dan harus dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi agar bisa dimanfaatkan untuk keberlangsungan pemakaian energi di Indonesia.

Penelitian mengenai cekungan sedimen ini penting dilakukan karena cekungan tersebut merupakan wadah atau tempat terakumulasinya hidrokarbon, meskipun tidak semua cekungan sedimen mempunyai potensi hidrokarbon [1].

(13)

2

Oleh sebab itu penelitian ini di khususkan untuk mengetahui bagaimana keadaan bawah permukaan pada daerah cekungan Sumatera Selatan dengan menganalisis struktur bawah permukaan dan petroleum system berdasarkan parameter fisika sebagai langkah awal untuk eksplorasi cadangan hidrokarbon.

Salah satu lapangan migas yang diekplorasi dan dieksploitasi di Sumatera Selatan adalah lapangan Banyuasin. Namun lapangan banyuasin sendiri belum sepenuhnya tereksplorasi dikarenakan terbatasnya data seimik. Oleh karena itu lapangan banyuasin ini harus dilakukan peninjauan lebih menggunakan metode geofisika lain untuk mengetahui potensi hidrokarbon yang ada diwilayah yang tidak terjangkau data seismik, yaitu menggunakan metode gravitasi.

Metode geofisika khususnya metode gravitasi merupakan metode yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Metode ini merupakan metode yang dapat memperlihatkan keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan massa jenis material. Perbedaan massa jenis tersebut visualisasikan dengan forward modelling 2.5D untuk menginterpretasi lapisan bawah permukaan. Didukung dengan data seismik, diharapkan pemodelan tersebut dapat memperlihatkan secara umum kondisi bawah permukaan dan secara spesifik dapat mengidentifikasi batas sedimen dan basement untuk menganalisis komponen petroleum system pada lapangan Banyuasin, Sumatera Selatan.

Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa penelitian ini bertujuan analisis data gravitasi dalam identifikasi struktur bawah permukaan dan petroleum system dengan pemodelan 2.5D pada lapangan Banyuasin, Sumatera Selatan

(14)

sebagai langkah awal untuk kegiatan ekplorasi hidrokarbon dalam mendukung keberlangsungan energi khususnya minyak dan gas bumi di Indonesia.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah ditulis didapat beberapa identifikasi masalah, yaitu:

1. Indonesia masih menjadikan energi fosil sebagai bahan bakar utama dalam menjalani kegiatan.

2. Banyaknya cadangan hidrokarbon di Indonesia khususnya di cekungan Sumatera Selatan tidak diimbangi dengan banyaknya produksi hidrokarbon yang dilakukan.

3. Pentingnya mengeksplorasi cekungan dalam rangka peningkatan produksi hidrokarbon.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian kali ini antara lain :

1. Menentukan kemenerusan struktur lapisan bawah permukaan di area target berdasarkan data seismik yang ada disekitar area penelitian.

2. Membuat model struktur bawah permukaan berdasarkan data gravitasi yang diintergasikan dengan data seismik (forward modelling 2.5D).

3. Menganalisis struktur lapisan bawah permukaan dan petroleum system berdasarkan interpretasi data seismik dan forward modelling 2.5D.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini antara lain :

(15)

4

1. Bagaiamana model struktur lapisan bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan data gravitasi dan seismik?

2. Bagaimana komponen petroleum system bekerja pada daerah ini?

3. Apa implikasi untuk daerah penelitian dari hasil analisis komponen petroleum system ?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :

1. Menentukan struktur lapisan bawah permukaan berdasarkan parameter densitas batuan menggunakan forward modelling 2.5D data gravitasi.

2. Menganalisis komponen petroleum system dari hasil forward modelling 2.5D data gravitasi dan interpretasi data sumur.

3. Menjelaskan implikasi hasil analisis petroleum system terhadap potensi hidrokarbon pada lapangan Banyuasin, Sumatera Selatan.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian kali ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu tahapan dalam eksplorasi untuk menganalisis potensi hidrokarbon pada lapangan Banyuasi, Sumatera Selatan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi di Indonesia.

1.7 Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan

Bab ini menjelaskan mengenai Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(16)

BAB II: Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan mengenai kondisi regional penelitian yang terdiri dari letak geografis, kondisi wilayah, dasar teori yang terdiri dari kondisi regional, metode gravitasi, dan petrtoleum system.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai lokasi dan waktu penelitian, instrumen penelitian, diagram alir penelitian, dan prosedur penelitian.

BAB IV: Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai hasil densitas rata-rata batuan, complete bouger anomaly, interpretasi data seismik, forward modelling, analisis petroleum system.

BAB V: Kesimpulan

Merupakan kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(17)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Regional

2.1.1 Letak Geografis Wilayah

Cekungan sumatera selatan merupakan salah satu dari 3 cekungan besar yang ada di pulau sumatera selain cekungan sumatera utara dan sumatera tengah.

Cekungan ini memiliki 4 sub cekungan, yaitu sub cekungan Jambi, Palembang Utara, Palembang Selatan, Palembang Tengah. Berdasarkan penelitian badan geologi tahun 2009, Cekungan Sumatera Selatan terletak di wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung. Seluruh Cekungan Sumatra Selatan mempunyai luas mencapai 12.000.000 hektar. Keberadaan beberapa satuan tektonostratigrafi menunjukkan bahwa cekungan ini merupakan cekungan polyhistory pada umur Tersier yang terdiri atas cekungan rift pada Paleogen, dan cekungan busur belakang pada Neogen, sehingga berdasarkan tektoniknya cekungan ini diklasifikasikan sebagai cekungan rift – busur belakang [2].

a). b).

Gambar 2.0.1. a). Peta Sebaran Cekungan Sumatera [2]. b). Peta cekungan Sumatera Selatan [3].

(18)

2.1.2 Stratigrafi

Berdasarkan penelitian De Coster (1974)[4] dijelaskan mengenai stratigrafi regional sumatera selatan mulai dari unit sampai umur stratigrafinya.

Gambar 0.2.2. Stratigrafi Sumatera Selatan[4].

1. Batuan Dasar (Basement)

Cekungan Sumatera selatan memiliki lapisan batuan dasar yang terdiri dari batuan metamorf dan karbonat yang berumur sekitar paleozoik sampai mesozoik serta batuan beku berumur mesozoik.

2. Formasi Lahat

Formasi ini merupakan formasi yang terdiri atas batupasir tufaan, konglomerat, breksi dan batulempung yang terbentuk dari hasil sedimentasi benua dan aktifitas vulkanisme pada periode tektonisme berumur tersier.

3. Formasi Lemat

(19)

8

Formasi ini merupakan formasi yang terdiri atas tuffa, batupasir, batulempung, dan breksi berumur oligosen akhir yang terendapkan sebelum terjadi deformasi ekstensional pada tersier awal.

4. Formasi Talang Akar

Formasi ini merupakan formasi yang secara garis besar terdiri dari batupasir dan batulempung berumur oligosen akhir sampai miocene awal yang diendapkan langsung diatas formasi lemat maupun batuan dasar.

5. Formasi Batu Raja

Formasi ini merupakan formasi yang didominasi oleh batuan karbonat reef berumur miocene awal yang mengalami kontak langsung dengan formasi gumai untuk bagian atas dan dibeberapa tempat memiliki kontak langsung dengan anggota batu pasir telisa.

6. Formasi Gumai

Formasi ini merupakan formasi yang terdiri atas anggota batuan pasir laut dalam gumai (Gumai Deep Water Sandstone Member/DWM) dan anggota batupasir telisa (Telisa Sandstone Member/TSM) berumur mulai dari awal oligocene sampai mendekati akhir Miocene yang terendapkan selama terjadi transgresi maksimum dan berkembang baik ke seluruh wilayah Cekungan Sumatera Selatan.

7. Formasi Air Benakat

Formasi ini juga disebut formasi Palembang Bawah yang terdiri atas terdiri dari shale dan batupasir berumur Miocene tengah yang terendapkan di atas formasi gumai saat terjadi penyusutan air laut.

(20)

8. Formasi Muara Enim

Formasi ini juga disebut formasi Palembang Tengah yang terdiri atas batulempung, serpih, batupasir berumus Miocene akhir yang berkomposisi mineral-mineral glaukonit dan batubara yang terendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai dasar, delta plain, dan lingkungan non marine.

9. Formasi Kasai

Formasi ini merupakan formasi Palembang atas yang terdiri atas batulempung dan batulempung tufaan, batupasir tufaan, dan tufa berumur 5 juta tahun yang dihasilkan melalui erosi dari pengangkatan pegunungan bukit barisan dan pegunungan tigapuluh.

2.2 Metode Seismik Refleksi

Metode seismik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan gelombang pantul (refleksi) dari batuan bawah permukaan bumi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengirimkan sinyal (gelombang) ke dalam bumi[5].

Gelombang yang terpantul akan mengikuti hukum pemantulan gelombang hukum Snellius dimana gelombang akan dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas antara dua medium menurut persamaan:

sin 𝜃1

𝑣1 =sin 𝜃2 𝑣2 𝑛1sin 𝜃1 = 𝑛2sin 𝜃2 Dimana :

𝑛1 = Indeks bias medium 1 𝑛2 = Indeks bias medium

𝜃1 = Sudut datang pada medium 1

(21)

10

𝜃2 = Sudut datang pada medium 2

𝑣1 = Kecepatan gelombang pada medium 1 𝑣2 = Kecepatan gelombang pada medium 2 2.3 Log Sumur

log sumur merupakan suatu kegiatan merekam atau mencatat beberapa komponen fisika, kimia, listrik, konfigurasi batuan, dan jenis fluida yang terkandung di dalam bumi. Log sumur memberikan bantuan dalam mengevaluasi secara kuantitas jumlah hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi sesungguhnya[6]. Adapun macam-macam log sumur sebagai berikut :

2.3.1 Log Self-Potential (SP)

Log SP merupakan data hasil rekaman yang memperlihatkan perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor yang bergerak naik turun [6].Prinsip kerja yaitu berdasarkan pada perbedaan potensial listrik, dengan skala millivolt (mV). Pembacaan Log Sp secara umum didasarkan pada Shale Base Line yaitu batas antara shale dengan lapisan yang permeabel.

2.3.2 Log Gamma Ray

Log Gamma Ray merupakan log yang mengukur pancaran sinar gamma alami dari variasi lapisan dalam sumur, yang sifat-sifatnya berhubungan dengan kandungan isotop radiogeniknya yang terdiri atas potasium, uranium, dan thorium. Kurva yang dihasilkan menunjukan nilai intensitas radioaktif yang terkandung dalam batuan. Unsur radioaktif ini banyak terdapat dalam mineral lempung dan mineral evaporit.

(22)

2.3.3 Log Density

Prinsip kerja dari log densitas ialah dengan memancarkan sinar gamma ke formasi batuan dan kemudian berintegerasi dengan elektron dalam batuan. Sinar gamma yang dipancarkan kemudian tersebar dan tercatat oleh detektor akan menunjukkan nilai massa jenis batuan formasi yang sebenarnya nilai-nilai tersebut adalah massa jenis elektron (jumlah elektron jenis-jenis batuan).

2.3.4 Log Neutron (NPHI)

Log Neutron merupakan log yang mengukur konsentrasi kandungan atom hidrogen dalam formasi. Alat ini dapat mendeteksi keberadaan fluida di dalam pori-pori batuan dengan cara mendeteksi atom hidrogen di dalam formasi berupa air formasi dan hidrokarbon. Alat ini lebih dikenal sebagai log porositas neutron yang dipengaruhi oleh kekompakan batuan serta kandungan fluidanya.

2.3.5 Log Resistivitas

Log resistivitas merupakan log yang merekam daya hantar listrik suatu batuan. Prinsip kerja dari alat ini dengan mengukur kemampuan lapisan batuan untuk menghantarkan arus listrik bila lapisan batuan tersebut dialiri listrik. Semakin besar tahanan jenis batuan, maka daya hantar listrik batuan itu semakin besar.

(23)

12

2.4 Metode Gravitasi

Dalam survei metode gravitasi, geologi bawah permukaan diselidiki atas dasar variasi medan gravitasi bumi yang timbul dari perbedaan massa jenis antar batuan bawah permukaan[7].

2.4.1 Teori Dasar

Metode gravitasi merupaka metode yang didasari oleh hukum newton tentang tarik menarik antara benda satu dengan benda lainnya yang dipengaruhi oleh jarak antar kedua benda tersebut.

𝐹 = 𝐺𝑚1 𝑚2

𝑟2 (3.1) Dimana :

G = 6.67 x 10-11 Nm2/kg2 m1 = Massa benda 1 (kg) m2 = Massa benda 2 (kg) r = Jarak antar benda (m)

Pertimbangkan gaya tarik gravitasi bola, bumi bermassa M dan jari- jari tidak berputar dan homogen r pada massa kecil m di permukaannya. Ini relatif sederhana untuk menunjukkan bahwa massa bola bertindak seolah- olah terkonsentrasi di pusat bola dan oleh pengganti dalam persamaan [7].

𝐹 = 𝐺𝑚1 𝑚2

𝑟2 = 𝑚𝑔 (3.2)

(24)

Gaya berhubungan dengan massa dengan percepatan dan istilah g = Gm/r2 dikenal sebagai percepatan gravitasional atau sederhananya gravitasi.

Bobot massa diberikan oleh mg. Medan gravitasi sering digunakan dengan definisi potensial gravitasi U. [7]

𝑈 = 𝐺𝑚1

𝑟 (3.3) Dimana percepatan gravitasi bernilai vektor karena mempunyai magnitudo dan arah sedangkan nilai potensial gravitasi U bernilai skalar karena hanya memiliki magnitude.

2.4.2 Koreksi Data Gravitasi

1. Koreksi Tinggi Alat (Instrumental Drift Correction)

Alat pengukur gravitasi atau gravitymeter merupakan alat yang dirancang dengan sistem keseimbangan pegas yang dimana pada ujung pegas tersebut dilengkapi dengan massa.

DC = 𝑔𝐴 − 𝑔′𝐴

𝑡′𝐴 − 𝑡𝐴 (𝑡𝐵 − 𝑡𝐴) (3.4) Dimana :

DC = Koreksi tinggi alat pada stasiun awal gA = Harga gravitasi di stasiun A

gA’ = Harga gravitasi di stasiun A’

tA = Waktu pengukuran di stasiun a tA’ = Waktu pengukuran di stasiun a’

tB’ = waktu pengukuran di stasiun b 2. Koreksi Lintang ( Latitude Correction)

(25)

14

Gravitasi bervariasi dengan garis lintang karena bentuk bumi non- bola dan karena kecepatan sudut suatu titik di permukaan bumi berkurang dari maksimum di ekuator menjadi nol di kutub.[7]

𝑔𝜙 = 978031.8 (1 + 0.0052884 𝑠𝑖𝑛2𝜙 − 0.00000𝑠𝑖𝑛22𝜙) (3.5) Dimana :

Φ = Lintang

𝑔ϕ = Gravitasi normal

3. Koreksi Pasang Surut (Tidal Correction)

Gravitasi yang diukur di lokasi tetap bervariasi dengan waktu karena variasi periodik dalam efek gravitasi Matahari dan Bulan terkait dengan gerakan orbitnya, dan koreksi harus dilakukan untuk variasi ini dalam survei presisi tinggi. [7]

𝑔𝑚 = 𝐺𝑀𝑟

𝑑3 (3𝑐𝑜𝑠2θ − 1) +3 2

𝐺𝑀𝑟

𝑑4 (5𝑐𝑜𝑠3θ − 3𝑐𝑜𝑠θ) (3.6𝑎) 𝑔𝑠 = 𝐺𝑆𝑟

𝐷3 (3𝑐𝑜𝑠3ϕ − 1) (3.6𝑏) 𝑔𝑡𝑜𝑡 = 𝑔𝑚+ 𝑔𝑠 (3.6𝑐) Dimana :

𝑔𝑚 = Komponen tegak pasang surut bumi akibat bulan 𝑔𝑠 = Komponen tegak pasang surut bumi akibat matahari d = Jarak pusat bumi ke bulan

D = Jarak pusat bumi dan matahari M = Massa bulan

S = Massa matahari

(26)

Θ = Sudut zenith bulan Φ = Sudut zenith matahari

4. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Dalam mendapatkan nilai anomali gayaberat, harus dilakukan koreksi udara bebas untuk mengkoreksi nilai akibat perbedaan ketinggian sebesar h dengan mengabaikan massa yang berada di antara titik amat dengan sferoid referensi.

𝐹𝐴𝐶 = 𝑔 − 𝑔0 = 2𝑔0

𝑅0ℎ = 0.03086ℎ (ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟) (3.7) Dimana :

FAC = Koreksi udara bebas g = Gaya berat teoritis g0 = Gaya berat pengukuran h = Ketinggian permukaan

5. Koreksi Bouger (Bouger Correction)

Dalam mendapatkan nilai anomali gayaberat, harus dilakukan koreksi bouger untuk mengkoreksi nilai akibat perbedaan ketinggian sebesar h dengan tidak mengabaikan massa yang berada dibawahnya.

𝐵𝐶 = 2𝜋𝐺𝜌ℎ = 0.04193 𝜌ℎ (3.8) Dimana :

BC = Koreksi bouger 𝜌 = Densitas batuan

6. Koreksi Medan (Terrain Correction)

(27)

16

Koreksi medan merupakan koreksi yang digunakan untuk menghilangkan efek massa pada lingkungan sekitar daerah penelitian seperti adanya bukit atau lembah.

𝑇𝐶 = 𝐺𝜌θ [𝑅2− 𝑅1+ √(𝑅12+ Δℎ2) − √(𝑅22+ Δℎ2)] (3.9)

Dimana :

TC = Koreksi medan G = Konstanta universal

θ = Sudut sektor/kompartemen 7. Anomali Bouger

Anomali bouger merupakan nilai dari hasil semua reduksi data gravitasi yang dimana nilai ini merupakan nilai yang sudah siap untuk dilakukan proses pengolahan data lebih lanjut.

𝐵𝐶 = 𝑔𝑜𝑏𝑠 − gϕ+ 𝐹𝐴𝐶 − 𝐵𝐶 + 𝑇𝐶 (3.10) Dimana :

BC = Anomali bouger

𝑔𝑜𝑏𝑠 = Nilai gaya berat hasil observasi 2.4.3 Densitas Batuan Rata-rata

1. Metode Parasnis

Metode Parasnis didasarkan pada persamaan anomali Bouguer dengan asumsi nilai anomali Bouguer nya adalah nol [8].

CBA = gobs – g𝜃 + gFA - gB = 0 (3.11) Dimana :

CBA = Anomali bouguer lengkap

(28)

gobs = Harga percepatan gravitasi observasi g𝜃 = Harga percepatan gravitasi normal gFA = Koreksi udara bebas

gB = Koreksi Bouger Dari asumsi tersebut diperoleh:

gobs -g𝜃 + gFA = gB (3.12a)

atau

gobs -g𝜃 + 0.3086h = (2𝜋Gh)𝜌 (3.12b) Dari persamaan diatas bila ruas kiri dinyatakan sebagai variabel y dan ruas kanan sebagai variabel x, dan kedua variabel diplot sebaran datanya pada koordinat kartesian, maka dapat dicari suatu persamaan garis linier dengan metode kuadrat terkecil (least square). Persamaan regresi yang dihasilkan adalah: Y = ax + b Dimana nilai a adalah nilai rapat masa batuan rata-rata [8].

2.5 Pemodelan Kedepan (Forward Modelling)

Pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh suatu poligon bersisi n yang dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi polygon [9]. Dibantu dengan program GM-SYS, proses pemodelan kedepan dilakukan dengan menghitung anomali dari model, membandingkan hasil model antara pengukuran dan perhitungan, serta mengatur model perhitungan untuk meningkatkan perbandingannya. Pada tahap pemodelan, dibutuhkan beberapa data seperti data geologi dan seismik.

(29)

18

2.6 Petroleum system

Petroleum system merupakan sistem yang digunakan untuk smengetahui keadaan geologi dimana minyak dan gas bumi terakumulasi[10]. Terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi terbentuknya petroleum system, yaitu :

1. Batuan Sumber (Source Rock)

Batuan sumber adalah batuan tempat terbentuknya hidrokarbon. Batuan ini pada umumnya merupakan batuan serpih (shale) yang mengandung material organik. Kadar material organik dalam batuan sedimen secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor [10] antara lain lingkungan pengendapan dimana kehidupan organisme berkembang secara baik, sehingga material organik terkumpul, pengendapan sedimen yang berlangsung secara cepat, sehingga material organik tersebut tidak hilang oleh pembusukan dan atau teroksidasi.

2. Migrasi (Migration)

Migrasi merupakan istilah dalam petroleum system dimana hidrokarbon berpindah tempat dari source rock menuju tempat yang lebih tinggi melalui rekahan atau pori-pori batuan. Migrasi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh kemiringan lapisan dan kejadian geologi seperti kompaksi, tegangan permukaan, gaya pelampungan, tekanan hidrostatik, tekanan gas, dan tekanan hidrodinamik [10].

(30)

3. Reservoir

Reservoir merupakan batuan tempat terakumulasinya hidrokarbon setelah melalui migrasi. Pada umumnya batuan ini terdiri atas batu pasir atau karbonat dimana batuan tersebut merupakan batuan yang poros dan permeable.

4. Lapisan Penutup (Seal)

Lapisan penutup merupakan lapisan impermeable yang berfungsi untuk mencegah hidrokarbon menuju permukaan, dengan kata lain mecegah agar hidrokarbon tetap berada pada perangkap. Lapisan ini pada umumnya terdiri atas lempung, shale yang tak retak, batugamping pejal atau lapisan tebal dari batuan garam.

5. Perangkap (Trap)

Perangkap merupakan suatu kondisi geologis dimana mampu menghambat aliran hidrokarbon sehingga bisa terakumulasi di reservoir.

Perangkap digolongkan dalam 3 jenis, yaitu perangkat struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi. Perangkap struktur terbentuk oleh kejadian deformasi lapisan dengan terbentuknya lipatan dan patahan.

Perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi lapisan secara vertikal dan horizontal, perubahan fasies batuan, dan ketidakselarasan. Perangkap kombinasi merupakan perangkap gabungan dari perangkap struktur dan stratigrafi.

(31)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Minyak Dan Gas Bumi (PPPTMGB “LEMIGAS”) Jl.Ciledug Raya Kav.109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12230 dalam jangka waktu April – Oktober 2021.

3.2 Instrumen Penelitian 3.2.1 Perangkat Keras

Laptop yang digunakan dalam kegiatan pengolahan data dengan spesifikasi laptop Lenovo Ideapad 110-14isk Intel Core i5 6200U 12GB Ram 256 GB SSD 2.5 inch 1TB HDD AMD Radeon Graphics R5 M330 2GB.

3.2.2 Perangkat Lunak 1. Matlab R2018a

Digunakan dalam ekstraksi data hasil unduhan pada laman http://ddfe.curtin.edu.au/gravitymodels/GGMplus/ untuk mendapatkan

nilai free air anomaly dan elevasi.

2. Microsoft Excel 2016

Digunakan dalam koreksi data gravitasi hingga mendapatkan nilai complete bouger anomaly.

3. Microsoft Word 2016

Digunakan dalam membuat laporan tugas akhir.

(32)

4. Oasis Montaj 8.3

Diguanakan dalam mencari nilai terrain correction, gridding, dan forward modelling.

5. Global Mapper

Digunakan dalam mencari DEM Grid Regional dan Lokal dari data hasil unduhan SRTM pada laman http://srtm.csi.cgiar.org/.

6. Petrel 2018

Digunakan dalam visualisasi data seismik dan 2.5D forward modelling.

7. Corel Draw X5

Digunakan dalam visualisasi penampang dalam analisis petroleum system.

3.2.3 Sumber Data

1. Data Free Air Anomaly dan elevasi didapat dari ekstraksi data hasil

unduhan pada laman

http://ddfe.curtin.edu.au/gravitymodels/GGMplus/ .

2. Data seismik yang didapat dari PPPTMGB “LEMIGAS”.

3. Data sumur yang didapat dari PT. Odira Energy Karang Agung.

4. Data DEM SRTM daerah penelitian didapat dari hasil unduhan pada laman http://srtm.csi.cgiar.org/ .

5. Peta geologi lembar Palembang, peta sebaran cekungan sedimen Indonesia, dan peta cekungan Sumatera Selatan yang didapat dari

(33)

22

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.

3.3 Diagram Alir

Gambar 0.1.1. Diagram Alir Penelitian.

1.4 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data

1. Pengambilan Data Satelit

Data satelit diambil melalui laman

http://ddfe.curtin.edu.au/gravitymodels/. Data yang diambil yaitu data

(34)

GGMPlus dan data ERTM2160. Untuk data GGMPlus diambil pada direktori Index of/gravitymodels/GGMplus/data/dg dengan kode dg S05E100.dg dan S05E100.dg.png. Untuk data ERTM2160 diambil pada direktori Index of /gravitymodels/ERTM2160/data/dem dengan kode dem S05E100.dem dan S05E100.dem.png.

2. Ekstraksi Data

Data satelit hasil unduhan kemudian di ekstraksi menggunakan

script Matlab yang tersedia pada laman

http://ddfe.curtin.edu.au/gravitymodels/. Untuk script matlab data

GGMPlus tersedia pada direktori Index of

/gravitymodels/GGMplus/software dengan mengunduh file test_access_ggmplus.m sebagai main code yang akan di modifikasi untuk mendapatkan nilai Free Air Anomaly dan file ggmplus2013_v4.m sebagai external function code. Untuk script matlab data ERTM2160 tersedia pada direktori Index of /gravitymodels/ERTM2160/software dengan mengunduh file test_access_ertm2160.m sebagai main code yang akan dimodifikasi untuk mendapatkan nilai elevasi dan file ertm2160_2013_v2.m sebagai external function code.

3. Koreksi Data Gravitasi

Setelah data free air anomaly dan elevasi didapat, kemudian dilakukan reduksi data menggunakan koreksi bouger dan koreksi terrain untuk mendapat nilai Complete Bouger Anomaly dengan mencari nilai densitas batuan rata-rata menggunakan metode nettleton dan parasnis.

(35)

24

3.3.2 Pemodelan Data

1. Picking Horizon And Fault Seismic Data

Pada proses ini dilakukan interpretasi pada penampang seismik untuk melihat lapisan horizon dan patahan untuk membantu saat proses forward modelling.

2. Gridding

Proses gridding dilakukan dengan melakukan interpolasi pada data complete bouger anomaly untuk menampilkan hasil peta sebaran nilai tersebut.

3. Slicing

Proses slicing dilakukan dengan cara mendigitasi peta sebaran nilai complete bouger anomaly hasil gridding dalam bentuk lintasan garis lurus untuk mendapatkan model penampang 2D.

4. Forward Modelling

Forward Modelling dilakukan pada penampang 2D hasil slicing data. Proses ini merupakan proses trial and error dengan memodelkan kondisi bawa permukaan dengan mengatur nilai densitas, banyak lapisan bawah permukaan, serta kedalaman lapisan bawah permukaan.

3.3.3 Interpretasi Data

1. Interpretasi Seismik

(36)

Pada tahap ini interpretasi dilakukan dengan menjelaskan penampang seismik yang telah dilakukanm picking horizon and fault seismic data

2. Interpretasi Data Sumur

Pada tahap ini interpretasi dilakukan dengan menzonasi mud lod dan Well Log untuk mengetahui konfigurasi lithologi dan komponen petroleum sytem.

3. Interpretasi Forward Modelling

Pada tahap ini interpretasi dilakukan dengan menjelaskan struktur batuan bawah permukaan berdasarkan parameter densitas meliputi formasi batuan dan patahan yang terdapat pada daerah penelitian.

4. Interpretasi Petroleum system

Pada tahap ini interpretasi dilakukan dengan menganalisis komponen petroleum system berdasarkan hasil interpretasi data seismik, data sumur, dan forward modelling

(37)

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Peta Complete Bouger Anomaly

Proses dimulai dengan mengambil data dengan cara mengekstrak file ggmplus 2013 dan ertm2160 hasil unduhan. Hasil ekstraksi didapat data free air anomaly dan elevasi. Kemudian dilakukan proses koreksi data mulai dari koreksi bouger hingga didapat nilai complete bouger anomaly yang kemudian dilakukan gridding pada nilai complete bouger anomaly untuk mendapatkan peta sebarannya.

Gambar 0.1.1. Peta sebaran nilai complete bouger anomaly overlay seismic line.

Pada peta sebaran nilai complete bouger anomaly menjelaskan bahwa nilai anomali gravitasi pada daerah tersebut berkisar antara 37.9 mgal – 51.7 mgal yang dilambangkan dengan warna biru tua hingga merah muda. Pada nilai anomali ini dapat dikelompokan menjadi 3 bagian, yaitu anomali rendah, sedang dan tinggi.

Untuk anomali rendah berkisar di 37.9 mgal – 43.9 mgal ditandai dengan warna biru tua hingga hijau muda yang tersebar pada arah tenggara, selatan, hingga barat daya peta serta pada barat laut peta. Untuk anomali sedang berkisar di 43.9 mgal –

(38)

46.9 mgal ditandai dengan warna hijau muda sampai jingga yang tersebar melintang dari barat kearah timur peta. Untuk anomali tinggi berkisar di 46.9 mgal – 51.7 mgal ditandai dengan warna jingga sampai merah muda yang tersebar pada timur laut peta.

Pada arah tenggara peta terdapat daerah yang tidak terjangkau data seismik dengan nilai low anomaly. Pada penelitian ini penulis fokus terhadap wilayah tersebut karena nilai low anomaly cba juga bisa menggambarkan sebuah rendahan atau cekungan dimana cekungan ini merupakan salah satu wilayah penting dalam petroleum system.

4.3 Interpretasi Data Seismik

Dalam mendukung pemodelan data, penelitian ini didukung dengan beberapa data, salah satunya yaitu data seismik. Dalam penelitian ini digunakan data seismik 2 penampang yang dinamai sebagai panampang A dan penampang B dengan letak lintasan yang tertera pada gambar 6. Lintasan ini dipilih karena lintasan ini mengarah ke bagian anomali gravitasi rendah yang terletak pada arah tenggara peta gambar 6 yang dilambangkan dengan warna biru muda hingga tua.

(39)

28

Gambar 4.2. Peta Complete Bouger Anomaly Overlay Seismic line Penelitian.

Dalam interpretasi data seismik, dilakukan picking horizon dan picking fault pada setiap data seismik untuk melihat struktur lapisan bawah permukaan pada daerah penelitian agar nantinya memudahkan forward modelling pada data gravitasi.

a).

(40)

b).

Gambar 4.3. a). Penampang Seismik A. b). Interpretasi Lapisan Horizon Penampang Seismik A

Pada penampang A terdapat beberapa lapisan bawah permukaan. Lapisan paling bawah merupakan lapisan batuan dasar atau basement dilambangkan dengan warna biru tua. Kemudian terdapat formasi lemat diatas lapisan batuan dasar yang ditandai dengan warna hijau muda. Diatas formasi lemat terdapat lapisan formasi talang akar yang ditandai dengan warna kuning muda. Selanjutnya terdapat formasi batuaraja yang berada diatas formasi talang akar yang di tandai dengan warna biru tua. Lapisan selanjutnya yaitu formasi telisa yang ditandai dengan warna hijau tua dan berada diatas formasi baturaja. Lapisan diatas formasi telisa hingga sampai permukaan merupakan lapisan muda yang berumur dimulai dari upper Miocene.

Pada penampang ini terdapat 2 patahan kecil yang terletak pada lapisan formasi lemat dan batuan dasar yang dilambangkan dengan garis hitam.

(41)

30

a).

b).

Gambar 4.4. a). Penampang Seismik B. b). Interpretasi Lapisan Horizon Penampang Seismik B

Pada penampang seismik B, interpretasi banyaknya horizon penampang B disamakan dengan penampang A. Lapisan paling bawah merupakan lapisan batuan dasar atau basement yang ditandai dengan garis warna biru. Kemudian diatas batuan dasar terdapat formasi lemat yang ditandai dengan garis warna hijau muda.

Formasi talang akar dilambangkan dengan garis warna kuning muda dan berada diatas formasi lemat. Diatas formasi talang akar terdapat formasi baturaja yang dilambangkan dengan garis warna biru tua. Kemudian formasi telisa yang berada diatas formasi baturaja dan dilambangkan dengan garis warna hijau tua. Lapisan diatas formasi telisa merupakan sedimen muda yang diperkirakan berumur mulai

(42)

dari upper Miocene. Pada penampang seismik B terdapat 5 patahan yang melintang mulai dari lapisan sedimen muda hingga batuan dasar yang dilambangkan dengan warna hitam.

4.4 Forward Modelling

Forward modelling dilakukan pada 2 lintasan yang dinamai dengan lintasan A-A’ dan B-B’. Forward modelling dilakukan pada peta complete bouger anomaly dalam mengetahui struktur bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan parameter densitas dan dibantu dengan data seismik dalam proses pemodelan.

Lintasan tersebut dipilih karena ingin mengetahui bagaimana keadaan bawah permukaan pada nilai anomali gravitasi rendah yang terletak pada tenggara peta gambar 9 yang dilambangkan dengan warna biru tua hingga muda.

Gambar 4.5. Lintasan Sayatan Penampang A’-A.

Pada pemodelan pertama dilakukan slicing pada arah A’-A yang berarah barat daya-timur laut. Pada sayatan ini dilakukan pemodelan yang didukung dengan data seismik A. Hasil yang didapat berupa penampang 2D pada gambar 10.

(43)

32

Gambar 4.6. Forward Model Penampang A-A’.

Pada lintasan A’-A didapat model yang tevisualisasi pada gambar 10.

Banyak lapisan di modelkan berdasarkan interpretasi data seismik A. Pada lapisan terbawah merupakan lapisan batuan dasar atau basement yang dilambangkan dengan warna biru tua dengan simbol kotak-kotak. Lapisan ini di memiliki nilai densitas ±2.9 gr/cc dengan konfigurasi batuan karbonat tua . Diatas lapisan batuan dasar terdapat formasi lemat yang dilambangkan dengan warna hijau muda dengan symbol garis-garis. Pada formasi lemat nilai densitas sebear ±2.5 gr/cc dengan konfigurasi berupa batuan serpih berbutir halus.

Lapisan diatas formasi lemat merupakan lapisan formasi talang akar yang dilambangkan dengan warna kuning tua dengan simbol titik-titik. Formasi talang akar memiliki densitas ±2.4 gr/cc dengan konfigurasi batu pasir dan batu lempung.

Kemudian terdapat lapisan formasi baturaja yang dilambangkan dengan warna biru muda dengan symbol kotak-kotak. Formasi baturaja memiliki nilai densitas sebesar

(44)

±2.6 gr/cc dengan konfigurasi batuan karbonat muda berumur sekitar lower miocene.

Formasi telisa merupakan lapisan diatas formasi telisa yang dilambangkan dengan hijau tua dengan simbol titik-titik. Formasi telisa ini memiliki nilai densitas sebesar ±2.3 gr/cc dengan konfigurasi batuan serpih berbutir halus, lanau, dan sedikit pengendapan karbonat. Lapisan paling atas merupakan sedimen-sedimen muda berumur sekitar upper miocene keatas yang dilambangkan dengan warna abu- abu dengan symbol titik-titik. Sedimen muda ini memiliki nilai densitas berkisar

±2-2.3 gr/cc dengan konfigurasi batu pasir halus, lempung, dan tuff.

Pada lintasan ini terdapat graben dengan beberapa patahan mayor berbentuk listric fault yang terletak pada lintasan dengan anomali gravitasi rendah. Pada lintasan yang hanya didukung dengan data gravitasi dimodelkan berdasarkan informasi geologi, nilai pebandingan antara grafik nilai g observasi dan nilai perhitungan, dan menyesuaikan dengan model lain yang melewati titik pertemuan lintasan. Alhasil nilai error model yang didapat sebesar ±3.374 mGal.

Gambar 4.7. Lintasan Sayatan Penampang B-B’.

(45)

34

Pada pemodelan kedua dilakukan slicing pada arah B-B’ yang berarah barat laut-tenggara. Pada sayatan ini dilakukan pemodelan yang didukung dengan data seismik B. Hasil yang didapat berupa penampang 2D pada gambar 12.

Gambar 4.8. Forward Model Penampang B.

Pada model ini banyak lapisan, nilai densitas, dan konfigurasi batuan yang di buat semua sama dengan model penampang A-A’, perbedaannya di bentuk struktur lapisan dan patahan. Pada lintasan ini lapisan terlihat lebih dalam dan lebih kompleks dari lintasan A-A’. Pada lintasan ini juga telihat bahwa terdapat graben di anomali rendah dan terdapat 7 patahan mayor yang melintang dari dari formasi telisa sampai batuan dasar. Alhasil dengan konfigurasi yang sama dengan lintasan A’-A, maka lintasan B-B’ dapat termodelkan dengan nilai error model sebesar 2.65 mGal.

B B’

(46)

Gambar 4.9. 2.5D Forward Modelling View.

Dari dua lintasan yang telah dimodelkan kemudian di plot kedalam 3D view.

Alhasil didapat 2.5 D forward modelling pada gambar 13. Terlihat kemenerusan ketebalan dan kedalaman lapisan sedimen dan basement antar lintasan pada titik pertemuan dimana pada titik pertemuan berasosiasi dengan nilai low anomaly pada peta complete bouger anomaly yang dimodelkan dengan sebuah cekungan yang memiliki beberapa patahan.

4.5 Interpretasi Data Sumur

Pada analisis petroleum system, dibutuhkan banyak data pendukung dalam proses interpretasi agar nantinya hasil yang peroleh dapat mengurangi tingkat ambiguitas. Salah dua data pendukung yang diperlukan adalah Well Log dan Mud Log. Pada penelitian ini Well Log dan Mud Log memiliki peran dalam

(47)

36

mengidentifikasi komponen petroleum system seperti posisi source rock, seal, trap, reservoir, dan jenis hidrokarbon yang terdapat pada reservoir.

Gambar 4.10. Posisi Source Rock Pada Mud Log.

Pada gambar 14 terlihat bahwa source rock terdapat pada formasi lemat dimana formasi lemat sendiri memiliki konfigurasi batuan shale yang dilambangkan dengan warna hijau tua yang mengandung material organik penghasil hidrokarbon. Posisi source rock sendiri berada diatas lapisan batuan dasar atau basement konfigurasi batuan karbonat yang dilambangkan dengan warna biru muda.

(48)

Gambar 4.11. Posisi Reservoir Pada Mud Log.

Pada gambar 15 menampakan posisi reservoir dimana reservoir sendiri berada pada formasi talang akar konfigurasi sandstone yang dilambangkan dengan warna kuning muda. Sandstone menjadi reservoir karena karakteristiknya yang poros dan permeable sehingga fluida bisa bermigrasi dan terakumulasi pada batuan ini. Letak reservoir ini berapa diatas formasi lemat.

(49)

38

Gambar 4.12. Posisi Seal Pada Mud Log.

Pada gambar 16 menampakan posisi seal dimana seal sendiri berada pada formasi telisa konfigurasi shale yang dilambangkan dengan warna hijau dengan umur yang lebih muda dari shale pada formasi lemat. Shale mejadi seal karena karakteristik batuan ini yang tidak poros dan impermeable sehingga dapat menghalangi hidrobkarbon bermigrasi lebih jauh dan hidrokarbon bisa terakumulasi di bawah seal pada sandstone. Letak Seal ini berada diatas formasi baturaja.

(50)

Gambar 4.13. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir formasi telisa.

Pada gambar 17 terlihat adanya indikasi reservoir pada formasi telisa konfigursasi sandstone. Hal ini terlihat dari terdapatnya crossover antara log densitas berwarna merah muda yang semakin rendah dan log porositas berwarna biru muda yang semakin rendah juga. Hal ini menandakan bahwa lapisan ini merupakan reservoir terlihat juga dari log gamma ray yang memiliki nilai rendah sepanjang kedalaman crossover dan mengindikasikan terdapatnya sandstone sebagai reservoir.

Gambar 4.13. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir formasi telisa.

(51)

40

Gambar 4.14. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir upper basement.

Pada gambar 18 terlihat adanya indikasi reservoir pada lapisan batuan dasar atas konfigursasi karbonat. Hal ini terlihat dari terdapatnya crossover antara log densitas berwarna merah muda yang semakin rendah dan log porositas berwarna biru muda yang semakin rendah juga. Hal ini menandakan bahwa lapisan ini merupakan reservoir terlihat juga dari log gamma ray yang memiliki nilai rendah mengindikasikan terdapatnya karbonat sebagai reservoir.

Gambar 4.14. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir upper basement.

(52)

Gambar 4.15. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir lower basement.

Pada gambar 19 terlihat adanya indikasi reservoir pada lapisan batuan dasar bawah konfigursasi karbonat. Hal ini terlihat dari terdapatnya crossover antara log densitas berwarna merah muda yang semakin rendah dan log porositas berwarna biru muda yang semakin rendah juga. Hal ini menandakan bahwa lapisan ini merupakan reservoir terlihat juga dari log gamma ray yang memiliki nilai rendah mengindikasikan terdapatnya karbonat sebagai reservoir.

Gambar 4.15. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir lower basement.

(53)

42

Gambar 4.16. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir upper telisa.

Pada gambar 20 terlihat adanya indikasi reservoir pada lapisan formasi telisa atas konfigursasi sandstone. Hal ini terlihat dari terdapatnya crossover antara log densitas berwarna merah muda yang semakin rendah dan log porositas berwarna biru muda yang semakin rendah juga. Hal ini menandakan bahwa lapisan ini merupakan reservoir terlihat juga dari log gamma ray yang memiliki nilai rendah sepajang terjadinya crossover mengindikasikan terdapatnya sandstone sebagai reservoir.

Gambar 4.16. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir upper telisa.

(54)

Gambar 4.17. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir lower telisa.

Pada gambar 21 terlihat adanya indikasi reservoir pada lapisan formasi telisa bawah konfigursasi sandstone. Hal ini terlihat dari terdapatnya crossover antara log densitas berwarna merah muda yang semakin rendah dan log porositas berwarna biru muda yang semakin rendah juga. Hal ini menandakan bahwa lapisan ini merupakan reservoir terlihat juga dari log gamma ray yang memiliki nilai rendah sepajang terjadinya crossover mengindikasikan terdapatnya sandstone sebagai reservoir.

Gambar 4.17. Komparasi Mud Log dan Well Log dalam penentuan posisi reservoir lower telisa.

(55)

44

4.6 Analisis Petroleum system

Dalam analisis petroleum system, penampang hasil forward modelling digunakan dalam menganalisis komponen terbentuknya petroleum system. Pada penelitian ini analisis dilakukan pada setiap penampang forward model.

Gambar 4.18. Petroleum system Penampang A-A’.

Gambar 4.18. Petroleum System Penampang A-A'.

(56)

Pada penampang A-A’, terdapat oil window dikedalaman mulai dari 500 m dan gas window pada kedalaman 1000. Source rock pada penampang ini terdapat pada bagian graben formasi lemat dikarenakan formasi lemat terdiri dari konfigurasi shale dengan komponen organik penghasil hidrokarbon. Pada source rock ini jenis hidrokarbon yang dihasilkan adalah gas karena berada pada batas kedalaman gas window. Migrasi hidrokarbon terjadi dari source rock ke arah A penampang dikarenakan struktur lapisan yang lebih landai dibandingkan dengan arah A’. Kemudian migrasi mengarah kepada trap yang membentuk antiklin dengan seal yang berada pada formasi telisa dan baturaja.

Selanjutnya hidrokarbon terakumulasi di reservoir dengan 3 kemungkinan.

Reservoir pertama disebut sebagai play reservoir carbonat basement fracture.

Reservoir ini terbentuk apabila kemungkinan hidrokarbon bermigrasi ke batuan dasar konfigurasi batuan karbonat yang memiliki patahan yang diakibatkan geological event. Reservoir kedua disebut sebagai play taf reservoir. Reservoir ini terbentuk dari hidrokarbon yang terakumulasi pada formasi talang akar dengan konfigurasi batu pasir yang memiliki sifat porositas dan permeabelitas. Reservoir ketiga disebut sebagai play telisa sand reservoir. Reservoir ini terbentuk apabila seal yang berada diatas play taf reservoir rusak atau patah sehingga hidrokarbon bisa lanjut bermigrasi sampai formasi telisa dengan konfigurasi batu pasir.

Gambar

Gambar 2.0.1. a). Peta Sebaran Cekungan Sumatera [2]. b). Peta cekungan Sumatera Selatan [3]
Gambar 0.2.2. Stratigrafi Sumatera Selatan[4].
3.3  Diagram Alir
Gambar 0.1.1. Peta sebaran nilai complete bouger anomaly overlay seismic line.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Belanda. Dalam SKP diajarkan berbagai keterampilan rumah tangga seperti, memasak, menjahit, mencuci dan setrika, mengatur dan membereskan rumah, serta menyiapkan

Dakwah Islam merupakan sebuah aktifitas komunikasi, sehingga keberhasilan dakwah tergantung pada beberapa komponen yang memperngaruhinya, yakni da’i sebagai orang

Jika diperlukan untuk pelayanan berkelanjutan maka sal i nan resume medis juga diberikan kepada praktisi kesehatan yang akan bertanggung jawab atas pelayanan

Sedangkan Ikan Kerapu merupakan k omoditas unggulan di pulau Siko, Laigoma dan­ Gafi.­ Secara­ umum­ komoditas­ cakalang­ dan tuna adalah komoditas yang berbasis pada upaya

Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh dan hubungan antara koefisien perpindahan panas rata-rata dengan laju aliran massa, maka Untuk mendapatkan

Melihat kenyataan bahwa kematian akibat penyakit jantung semakin meningkat maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengetahuan tentang gizi, pengetahuan

- Kadaluarsa minimal 2 tahun setelah diproduksi (sampai dengan 2017) - Telah terdaftar/teregistrasi di Kementerian Kesehatan RI. - Setiap box kemasan diberi label tipis

Karena FDS hanya mampu mensimulasikan satu reaksi pembakaran, maka berdasarkan penjelasan sebelumnya dan tabel 1, hanya reaksi pembakaran FRP Polyester yang diikutsertakan