• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

75

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA

Ethyca Sari

Stikes William Booth, Jln. Cimanuk No. 20 Surabaya ABSTRAK

Klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sering mengalami kecemasan karena harus menghadapi berbagai masalah yang timbul akibat penyakit yang dideritanya. Dukungan keluarga berupa dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional dan penghargaan dapat membantu klien dalam menghadapi masalah yang timbul akibat penyakit yang dideritanya namun seringkali klien tidak mendapatkan dukungan dari keluarga sehingga klien mengalami kecemasan. Desain penelitian ini adalah korelasional, yang bertujuan untuk menganalisa hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga, dan variabel terikat yaitu tingkat kecemasan. Populasi dalam penelitian ini yaitu klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya dengan besar sampel sebanyak 19 responden dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data penelitian diambil menggunakan kuesioner dan dianalisa menggunakan uji Regresi Ordinal. Hasil penelitian menunjukkan dukungan keluarga pada klien hemodialisa pada kategori baik sebanyak 14 orang (73,68%) dan kecemasan pada klien hemodialisa ringan sebanyak 16 orang (84,21%). Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dengan signifikasi 0,000 (p <0,05). Melihat hasil penelitian ini dukungan keluarga dapat membantu responden untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya.

Kata kunci : Dukungan Keluarga, Kecemasan, Gagal Ginjal Kronis, Hemodialisa

ABSTRACT

Clients chronic renal failure undergoing hemodialysis often anxiety because they have problem aftermath her illness. Family support consisted of instrumental support, informational support, emotional support and appreciation, can helped clients to confronted her problem but often client have not family support so they got anxiety. The design of this study used correlational, which analyzed the relationship between family support with anxiety on clients chronic renal failure undergoing hemodialysis. The independent variable was the family support, and the dependent variable was anxiety levels. The population in this study was client chronic renal failure undergoing hemodialysis in William Booth Surabaya hospital, samples were taken 19 respondents used simple random sampling technique. Data were taken a questionnaire and analyzed using ordinal regression. The results showed family support for clients was good as many as 14 people (73,68%) and clients experienced mild depression as many as 16 people (84,21%). Statistical test result obtained there was relationship between family support with anxiety levels on clients renal failure undergoing hemodialysis with level of significance 0,000 (p < 0.05). Looked the results of this study, family support can helped respondent to overcame her anxiety.

(2)

76 PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible. Kerusakan fungsi ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan metabolisme terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup klien menurun (Brunner & Suddarth, 2002). Terapi yang diberikan pada klien gagal ginjal kronis yaitu hemodialisa, dimana hemodialisa bertujuan untuk memperpanjang usia harapan hidup tidak untuk menyembuhkan (Muttaqim, 2011). Pelaksanaan hemodialisa pada gagal ginjal kronis harus dilakukan seumur hidup biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi. Keadaan ketergantungan pada mesin hemodialisa ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan klien yang akhirnya akan menyebabkan klien kecemasan.

Klien hemodialisa sering mengalami kecemasan pada tingkat ringan sampai berat, karena klien harus menghadapi masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang dan impotensi, serta ketakutan akan kematian (Thong, 2006). Menurut National Kidney Foundation (2002) kecemasan akan menurunkan sistem imunitas tubuh dimana kecemasan merupakan faktor resiko utama terhadap angka kematian pada klien hemodialisa. Keluarga merupakan faktor utama yang dapat membantu klien mengatasi kecemasan, keluarga dapat membantu klien untuk dapat beradaptasi dengan segala situasi dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Dukungan keluarga dapat diberikan melalui dukungan instrumental berupa dukungan secara materi, dukungan informasional berupa pemberian informasi, dukungan emosional berupa rasa kepedulian serta dukungan penghargaan berupa pujian (Thong, 2006). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Amerika Serikat mengenai pschosocial factors in dialysis patient tahun 2000 terhadap sejumlah klien hemodialisa didapatkan hasil bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan klien (Kimmel, 2001). Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan penulis di ruang hemodialisa RS William Booth

Surabaya ada beberapa klien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit William Booth Surabaya didapatkan bahwa klien tampak murung dan berdiam diri, tampak cemas serta sedih. Ketika ditanyakan mengapa klien tampak sedih dan cemas, mereka mengatakan bahwa takut membuat keluarga susah karena harus menjalani hemodialisa yang biayanya cukup mahal dan takut akan kematian. Selain itu, dijumpai klien hemodialisa yang tampak gelisah, mudah tersinggung menurut perawat yang berdinas bahwa sikap klien tersebut karena klien tidak ditemani keluarganya saat hemodialisa. Hal ini sangat bertolak belakang dengan klien hemodialisa yang ditemani oleh keluarganya yang bersikap tenang dan rileks saat hemodialisa.

Berdasarkan data dari United States Renal Data Sistem tahun 2008 terjadi peningkatan sebesar 3 kali lipat pada klien gagal ginjal kronis dari 112.476 orang pada tahun 1980 menjadi 382.343 orang, sedangkan di Indonesia klien gagal ginjal kronis pada tahun 2007 mencapai 2.148 orang kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 2260 orang. Menurut data tersebut tersebut 52 % membutuhkan hemodialisa dan 48 % menjalani transplantasi ginjal (Soelama, 2009). Menurut Wijaya (2005) sebanyak 31,1 % klien hemodialisa mengalami kecemasan, hal ini berarti bila jumlah klien hemodialisa pada tahun 2008 berjumlah 2260 maka setiap 100 klien terdapat 20 orang yang mengalami kecemasan. Di Rumah Sakit William Booth Surabaya pada tahun 2014 klien hemodialisa berjumlah 120 orang, pada bulan Januari sampai Agustus 2015 berjumlah 80 orang sedangkan pada September 2015 sebanyak 20 orang, dimana 15 klien menjalani hemodialisa 3 kali dalam seminggu sedangkan 3 klien 2 kali seminggu serta 2 klien yang lain 1 kali dalam seminggu. Berdasarkan data tersebut bahwa 31,1 % klien hemodialisa mengalami kecemasan (Wijaya, 2005) dapat diperkirakan bahwa terdapat 6 dari 20 klien hemodialisa di Rumah sakit William Booth Surabaya yang mengalami kcemasan.

Klien hemodialisa yang mengalami kecemasan dalam jangka waktu lama dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatannya (Putra, 2005). Timbulnya kecemasan pada klien menyebabkan tubuh bereaksi terhadap stressor melalui susunan saraf pusat otak

(3)

77 yaitu bagian saraf otak yang disebut lymbic system, melalui saraf transmisi (neurotransmitter). Selanjutnya stimulus tadi melalui susunan saraf autonom (simpatis/parasimpatis) akan diteruskan ke kelenjar – kelenjar hormonal (endokrin) yang merupakan sistem imunitas tubuh. Bila tubuh tidak mampu lagi untuk mengatasi stressor maka kelenjar endokrin akan bekerja lebih keras untuk berusaha menghilangkan atau menurunkan stressor tersebut melalui peningkatan sirkulasi adrenalin dan kortison. Hal ini dapat menyebabkan tubuh menjadi lelah sehingga menyebabkan metabolisme terganggu (Hawari, 2008). Jika sistem kekebalan atau imunitas menjadi lemah maka penyakit akan mudah menyerang tubuh sehingga dapat menurunkan kualitas hidup klien hemodialisa. Keadaan tubuh yang mudah lelah dan lemas sehingga mengganggu aktivitas sehari – hari membuat klien hemodialisa tidak dapat beraktivitas atau bekerja seperti dahulu waktu sebelum sakit sehingga klien takut akan menyusahkan kelurganya, selain itu terapi hemodialisa membutuhkan biaya yang cukup mahal yang dapat mengganggu perekonomian keluarga. Menurut Thong (2006) Klien hemodialisa sangat membutuhkan dukungan keluarga untuk dapat mengurangi tekanan psikologis selama masa stres yang diakibatkan oleh penyakit yang dideritanya, dengan adanya dukungan keluarga maka klien akan merasa lebih nyaman. Klien hemodialisa yang kurang atau tidak mendapatkan dukungan dari keluarga maka beban atau masalah yang dialaminya akan terasa lebih berat sehingga bisa memunculkan stres dan frustasi yang akan menyebabkan klien kecemasan yang pada akhirnya dapat berakibat kematian pada klien hemodialisa ( National Kidney Foundation, 2002 ).

Kecemasan sendiri dapat dicegah dan diatasi dengan psikoterapi dan terapi fisik. Terapi fisik pada kecemasan diberikan melalui pemberian anticemas sedangkan psikoterapi dapat diberikan melalui dukungan keluarga. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sebagai sumber terdekat yang dimiliki klien akan menimbulkan respon antara lain klien merasa diterima, merasa diperhatikan, merasa tidak sendirian, merasa dihargai, mendapatkan rasa aman, dan memiliki tempat untuk berbagi keluh kesah yang dialami sehingga beban psikologis yang

terasa berat jika harus ditanggung sendirian bisa lebih ringan. Berdasarkan hal tersebut, dukungan dari keluarga akan sangat membantu klien hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidup terkait dengan menurunnya stres yang dialami klien.

METODE

Berdasarkan tujuan penelitian desain penelitian yang digunakan adalah desain korelasional secara cross sectional yaitu merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Nursalam, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah sakit William Booth Surabaya.

Pada penelitian ini populasinya adalah klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya yang berjumlah 20 orang. Sampel pada penelitian diambil dari sebagian klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya yang memenuhi kriteria sampel dengan jumlah 19 orang dengan kriteria sampel Kriteria inklusi : Klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa, bersedia diteliti dan menandatangani inform consent, dapat membaca dan menulis dengan baik dan tingkat kesadaran baik. Penelitian ini menggunakan simple random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang sederhana, dimana setiap elemen diseleksi secara random/acak. (Arikunto Suharsini, 2002). Pengambilan data tentang dukungan keluarga maupun tingkat kecemasan responden dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden. Dari data yang diperoleh dilakukan analisa data. Untuk tingkat dukungan keluarga jika jawaban Ya : 1 dan jika jawaban Tidak : 0. Hasilnya bila Skor 14 – 20 = dukungan keluarga baik, Skor 8 – 13 = dukungan keluarga cukup dan Skor < 7 = dukungan keluarga kurang

Untuk kuisioner Tingkat Kecemasan dikatakan : nilai 1 = Tidak ada kecemasan, nilai 2 = Kecemasan ringan, nilai 3 = Kecemasan sedang, nilai 4 = Kecemasan berat. Hasilnya menunjukkan Tidak ada kecemasan = 20 – 44, Kecemasan ringan =

(4)

78 45 – 59, Kecemasan sedang =60 – 74, Kecemasan berat = 75-80. Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji statistik Regresi Ordinal.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Umum

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

Perempuan 5 26 %

Laki-laki 14 74 %

Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 1 tampak sebagian besar responden berjenis kelamin laki - laki sebanyak 14 orang (74%).

Karakteristik responden berdasarkan usia Tabel 2. Karakteristik responden

berdasarkan usia

Usia Frekuensi Prosentase

20 – 24 Tahun 1 5 %

25 – 40 Tahun 2 11 %

> 40 tahun 16 84 %

Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 2 tampak bahwa sebagian besar yaitu 16 orang (84%) responden berusia lebih dari 40 tahun dan hanya 1 orang (5%) responden yang berusia 20 – 24 tahun.

Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan Status Perkawinan Frekuensi Prosentase Belum Kawin 1 5 % Kawin 3 16 % Janda 2 11 % Duda 14 68 % Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 3 tampak sebagian besar responden yaitu sebanyak 13

orang (68%) responden berstatus sudah menikah dan hanya 1 orang (5%) responden yang belum menikah.

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Prosentase Tidak Sekolah 1 5 % SD 1 5 % SMP 4 21 % SMU 10 53 % Perguruan Tinggi 3 16 % Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 4 tampak sebagian besar yaitu sebanyak 10 orang (53%) responden berpendidikan SMU, dan hanya 1 orang (5%) responden yang tidak sekolah. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Tingkat Pendidikan Frekuensi Prosentase Tidak Bekerja 9 48 % Pelajar/Mahasiswa 0 0 % Pegawai Negeri 1 5 % Swasta 1 5 % Wiraswasta 4 21 % Lain-lain 4 21 % Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 5 tampak paling banyak yaitu sebanyak 9 orang (48%) responden tidak bekerja dan tidak ada responden yang berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa.

(5)

79 Karakteistik responden berdasarkan lama menjalani hemodialisa

Tabel 6. Karakteristik responden berdasarkan lama menjalani hemodialisa Lama Menjalani Hemodialisa Frekuensi Prosentase 1 – 3 Tahun 13 68 % 4 – 7 Tahun 3 16 % > 8 Tahun 3 16 % Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 6 tampak sebagian besar yaitu sebanyak 13 orang (68%) responden menjalani hemodialisa selama 1 – 3 tahun.

Karakteristik responden berdasarkan frekuensi jumlah menjalani hemodialisa Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan

frekuensi jumlah menjalani hemodialisa Frekuensi Menjalani Hemodialisa Frekuensi Prosentase 1 minggu sekali 5 26 % 2 – 3 kali seminggu 3 16 % Sesuai keperluan 11 58 % Total 19 100

Berdasarkan tabel 7 tampak sebagian besar yaitu sebanyak 11 orang (58%) responden menjalani hemodialisa sebanyak 2 – 3 kali seminggu, dan hanya 3 orang (16%) responden menjalani hemodialisa sesuai keperluan.

Data Khusus

Dukungan Keluarga

Tabel 8. Distribusi frekuensi dukungan keluarga terhadap responden Dukungan Keluarga Frekuensi Prosentase Baik 14 73,68 % Cukup 2 10,53% Kurang 3 15,79% Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 14 orang (73,68%) responden mendapatkan dukungan keluarga yang baik, dan hanya 3 orang (15,79%) responden yang kurang mendapatkan dukungan keluarga.

Tingkat Kecemasan

Tabel 9. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan terhadap responden Tingkat Kecemasan Frekuensi Prosentase Ringan 16 84,21 % Sedang 2 10,53% Berat 1 5,26% Total 19 100 %

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa 16 orang (84,21%) responden mengalami kecemasan ringan, dan hanya 1 orang (5,26%) responden yang mengalami tingkat kecemasan berat.

Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan

Tabel 10. Tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan terhadap responden No Dukungan

Keluarga

Tingkat Kecemasan

Jumlah Ringan Sedang Berat

1 Baik 14 100 % - - - - 14 100 % 2 Cukup 2 100 % - - - - 2 100 % 3. Kurang - - 2 67% 1 33% 3 100% Jumlah 16 85% 2 10% 1 5% 19 100% P = 0,000

Dari tabulasi silang diatas tampak bahwa terdapat 14 orang responden (100%) yang tingkat kecemasannya ringan dengan dukungan keluarga yang baik, dan hanya 1 orang responden (33%) yang tingkat kecemasannya berat dengan dukungan keluarga yang kurang. Dari hasil uji statistik regresi ordinal didapatkan hasil P = 0.000 dengan tingkat kemaknaan  < 0,005 yang berarti H0 ditolak atau ada hubungan secara

signifikan antara dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan yang dialami klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di

(6)

80 Unit Hemodialisa Rumah Sakit William Booth Surabaya.

PEMBAHASAN Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan faktor utama yang dapat membantu responden untuk dapat beradaptasi dengan segala situasi dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya akibat penyakit yang diderita, karena dukungan keluarga dapat mengurangi tekanan psikologis selama masa stres yang diakibatkan oleh berbagai masalah yang harus dihadapi sehingga responden merasa lebih nyaman. Berdasarkan tabel 8 tentang dukungan keluarga tampak bahwa sebagian besar (73,68%) responden mendapatkan dukungan keluarga yang baik, dimana menurut Purnawan (2009) dukungan keluarga yang baik dapat dipengaruhi oleh persepsi dan keyakinan responden. Keyakinan dan persepsi responden tentang dukungan keluarga sendiri kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pendidikan responden, hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2008) yang menyatakan bahwa keyakinan responden terhadap dukungan keluarga terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Berdasarkan tabel 4 tentang karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan paling banyak (53%) responden berpendidikan SMU yang artinya responden telah menempuh pendidikan tingkat menengah, dimana dari pendidikan menengah responden telah mendapatkan bekal yang cukup dalam membentuk pola pikir yang baik tentang keyakinan dan persepsi terhadap sesuatu. Pola pikir responden yang baik dapat membentuk sikap positive thinking sehingga responden akan mempunyai keyakinan yang positif dan baik terhadap dukungan keluarga yang diterimanya.

Dukungan keluarga sangat penting artinya bagi responden dimana menurut Lubis (2009) beban responden akan berkurang ketika mereka tidak harus terbebani dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk hemodialisa sementara mereka juga harus memikirkan tentang penyakitnya. Berdasarkan tabel 5 tentang

karakteristik responden berdasarkan pekerjaan paling banyak (48%) responden tidak bekerja, tentu saja hal ini menjadi masalah tersendiri bagi responden dimana mereka tidak mempunyai penghasilan yang tetap tetapi harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk sekali hemodialisa apalagi rumah sakit William Booth Surabaya merupakan rumah sakit swasta yang tentunya biaya untuk hemodialisa tidak murah. Namun, dalam penelitian ini sekalipun responden tidak bekerja tetap mendapat dukungan materi yang cukup dari keluarga karena penanggung jawab biaya responden untuk hemodialisa adalah anak mereka yang telah mandiri dan bekerja, sehingga selalu menyediakan biaya dan siap menanggung seluruh biaya pengobatan untuk responden. Sikap yang dilakukan keluarga dalam hal ini anak responden merupakan wujud tanda bakti seorang anak kepada orang tua, dimana seorang anak akan rela melakukan apa saja untuk menunjukkan rasa cintanya kepada orang tua dan membalas jasa orang tua yang selama ini telah merawat serta membesarkanya. Kondisi di atas menunjukkan bahwa dukungan instrumental keluarga tidak hanya datang dari orang tua atau pasangan akan tetapi dapat juga datang dari anak responden. Besarnya perhatian dan dukungan dari keluarga yang merupakan lingkungan terdekat responden ini menyebabkan responden merasa aman dan nyaman sehingga hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden mendapatkan dukungan keluarga yang baik.

Tingkat Kecemasan

Kecemasan pada responden harus dapat dicegah atau diminimalkan agar kualitas hidup responden tetap baik misalnya dengan penggunaan mekanisme koping yang adaptif bagi responden. Menurut Kilzieh (2008) responden sering mengalami kecemasan pada tingkat sedang sampai berat akibat masalah yang timbul karena penyakit yang dideritanya, akan tetapi berdasarkan tabel 2 tentang tingkat kecemasan sebagian besar (84,21%) responden mengalami kecemasan ringan. Hal ini disebabkan karena kecemasan pada responden dapat dipengaruhi oleh reaksi responden terhadap tekanan atau stres. Reaksi atau sikap responden terhadap stres sendiri dapat dipengaruhi oleh tingkat

(7)

81 kematangan emosional responden, hal ini sesuai dengan pendapat Stuart (2007) bahwa perbedaan gender mempengaruhi persepsi mengenai ketidakmampuan untuk mengontrol emosi. Laki – laki mempunyai kecenderungan yang lebih kecil dibandingkan wanita untuk mengalami kecemasan karena mereka mempunyai kepribadian yang stabil dan mature (Nevid, 2003). Bila kita melihat tabel 1 tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar (74%) responden berjenis kelamin laki – laki yang artinya responden lebih banyak yang mampu mengontrol emosi. Dalam hal ini laki – laki lebih berpikir secara realistik bila dibandingkan dengan wanita , dimana ketika mereka mempunyai masalah laki – laki lebih memilih untuk menghadapi masalah tersebut dan tidak suka memikirkannya secara berlarut – larut sehingga hal tersebut yang dapat membuat responden mengalami kecemasan ringan.

Usia juga mempengaruhi reaksi seseorang terhadap stres, hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2008) yang menyatakan bahwa usia akan mempengaruhi reaksi seseorang ketika harus menghadapi suatu stresor. Berdasarkan tabel 2 tentang karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar (84%) responden berusia lebih dari 40 tahun, hal ini berarti sebagian besar responden memiliki tingkat kematangan emosi yang baik. Menurut Purnawan (2009) semakin tua usia seseorang maka cara berpikir dan bersikap orang tersebut akan lebih matang. Responden yang mempunyai tingkat kematangan emosi yang baik akan mempunyai daya adaptasi yang lebih besar ketika menghadapi suatu masalah sehingga responden berada pada tingkat kecemasan ringan.

Menurut Taylor (1999) status perkawinan juga akan mempengaruhi responden dalam mengatasi kecemasan, dimana dengan adanya pasangan hidup membawa manfaat yang baik bagi kesehatan mental laki-laki dan wanita karena dengan mempunyai pasangan seseorang tidak akan merasa hidup sebatang kara. Bila kita lihat tabel 3 tentang karakteristik responden berdasarkan status perkawinan sebagian besar (68%) responden berstatus sudah menikah, hal ini berarti sebagian besar responden masih memiliki pasangan. Scott

(2010) mengungkapkan bahwa adanya pasangan hidup akan memberikan dampak yang baik bagi kesehatan mental, sehingga dengan adanya pasangan hidup membuat responden memiliki mekanisme koping yang baik. Reaksi dan sikap responden terhadap stres yang positif akan membuat responden menggunakan mekanisme koping adaptif dalam menghadapi masalah yang timbul akibat penyakit yang dideritanya sehingga sebagian besar responden mengalami kecemasan yang ringan.

Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien GGK yang menjalani hemodialisa Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada responden berdasarkan uji statistik regresi ordinal didapatkan nilai signifikasi (p) = 0,000 yang berarti H0 ditolak atau ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dimana menurut Lubis (2009) responden yang memiliki dukungan keluarga yang tinggi akan membuat mereka tidak mudah terserang stres. Hal ini berarti selama responden berada dalam masa stres karena penyakitnya, jika pada saat tersebut responden mendapatkan dukungan keluarga maka beban psikologis yang dialami responden akan berkurang. Bila kita melihat tabel tabulasi silang tentang dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan tampak bahwa 14 responden (100%) merasakan kecemasan ringan dengan dukungan keluarga yang baik, hal ini dapat diartikan bahwa responden yang mendapatkan dukungan keluarga baik akan mengalami tingkat kcemasan ringan. Jika kita melihat tabel 6 tentang karakteristik responden berdasarkan lama menjalani hemodialisa sebagian besar (68%) responden telah menjalani hemodialisa selama 1 – 3 tahun, dimana pada masa tersebut emosi responden dapat tidak stabil dan sangat membutuhkan dukungan keluarga untuk membimbing responden kearah acceptance (menerima). Dalam penelitian ini dukungan keluarga yang dirasakan responden adalah perhatian dan kepedulian dari keluarga, dimana keluarga dengan setia mengantar dan mendampingi responden selama menjalani hemodialisa bertahun –

(8)

82 tahun. Perhatian dan dukungan keluarga dalam hal ini selalu mendampingi responden selama hemodialisa membuat responden merasa mendapatkan dukungan keluarga, dimana menurut Smet (1994) jika responden merasa didukung oleh keluarga segala sesuatu dapat menjadi lebih mudah bagi responden pada waktu mengalami kejadian – kejadian yang menegangkan.

Berdasarkan tabel 7 tentang karakteristik responden berdasarkan frekuensi jumlah menjalani hemodialisa paling banyak (58%) responden menjalani hemodialisa sebanyak 2 – 3 kali seminggu. Hal ini tentu dapat menimbulkan rasa bosan dan jenuh terhadap diri responden apalagi sekali hemodialisa membutuhkan waktu 5 jam. Kondisi diatas dimana responden harus menjalani hemodialisa dengan frekuensi yang seperti itu apalagi selama bertahun – tahun tentu banyak membutuhkan pengertian dan pengorbanan dari keluarga, dimana keluarga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan harus mengorbankan waktu mereka untuk mengantar serta mendampingi responden ketika hemodialisa. Pengorbanan keluarga ini dapat dirasakan oleh responden sehingga walaupun harus menjalani hemodialisa dengan frekuensi seperti itu, hal tersebut tidak dianggap beban oleh responden. Dukungan keluarga yang tinggi terhadap responden dalam menghadapi masa – masa sulit membuat responden memiliki mekanisme koping yang baik, hal ini disebabkan karena dukungan keluarga yang tinggi membuat responden merasa tidak sendirian dalam menghadapi penyakitnya. Responden dengan dukungan keluarga tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat responden tidak mudah terserang stres. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sebagai sumber terdekat yang dimiliki responden akan menimbulkan rasa penerimaan, perhatian dan rasa nyaman pada responden, oleh karena itu responden memerlukan dorongan dan dukungan keluarga dari orang – orang disekitarnya agar responden dapat mengatasi kecemasan. Dorongan dan dukungan dari keluarga akan sangat membantu responden untuk meningkatkan kualitas hidup terkait dengan menurunnya kecemasan yang dialami responden.

SIMPULAN

Klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya sebagian besar memiliki dukungan keluarga yang baik. Klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya sebagian besar mengalami tingkat kecemasan ringan. Terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di rumah sakit William Booth Surabaya.

SARAN

Hendaknya keluarga klien hemodialisa memberikan dorongan dan dukungan kepada klien dengan tujuan untuk meningkatkan rasa diterima, diperhatikan, dihargai, rasa aman bagi klien sehingga klien tidak merasa sendiri dan dapat menerima keadaaanya.

Hendaknya rumah sakit lebih memperhatikan tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap klien hemodialisa dengan membuat suatu kebijakan yang lebih untuk meningkatkan peran keluarga dalam proses perawatan klien hemodialisa misal dengan membentuk group atau kelompok yang terdiri dari keluarga klien hemodialisa sebagai sarana untuk berbagi pengalaman sebagai bentuk dukungan kepada klien.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Salam.(2000). Kecemasan : Deteksi Dini Dan penangananya. Jakarta : Rineka Cipta

Barbara, C.L. (2000). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan). Bandung : Refika Aditama

Barrow.(2006). Kesehatan Jiwa Psikiatri. Jakarta : EGC

Beck.(2000). Patterns of social affilation as predictors of depressive symptoms

among urban blaks. Washington : http://www.selfhelpmagazine.com/article diakses 24 September 2013

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikala Bedah. Volume II. Jakarta : EGC

(9)

83 Cobb.(2002). Friend & Family Support Improve Health. Washington :

http://www.mymagazine.com/article diakses 25 September 2013

Davies, Tomb. (1999). Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta : EGC

Friedman, Marilyn M. (2000). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktek. Edisi 6. Jakarta : EGC

Hawari, D. (2008).Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta :

EGC

Kaplan, H. Saddock. (2000). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I. Tangerang : Bina Rupa Aksara

.. (2010). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid II. Tangerang : Bina Rupa Aksara

Kilzieh.(2008). Depression And Perceived social support from family in Turkish

Patients with chronic renal failure treated by hemodialys. Journal Of Reseach In Medical Science. Volume 8 : 743 - 747

Kimmel, P.L. (2010). Psychosocial Factors in Dialysis Patients. Journal Of

Reseach In Medical Science. Volume 6 : 67 – 70

Landerfeld.(2001). Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina Rupa Aksara

Moore.(2000). Ilmu Perilaku & Psikiatri. Jakarta : EGC

Mansoer, A.(2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : FKUI

Muttaqim, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan. Jakarta :

Salemba Medika

National Kidney Foundation. (2002). Clinical Practice Guidelines and Clinical

Practice Recommendation For Anemia in Chronic Kidney Disease in adults. http://www.kidneyfoundation.com

diakses 24 September 2013

Nevid.(2003). Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC

Notoatmojo, Soekidjo.(2000). Prinsip – Prinsip Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

.(2001). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Nursalam. (2000). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto .(2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto

. (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperaatan : Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi I. Jakarta

: Salemba Medika

. (2005). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperaatan : Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi II. Jakarta : Salemba Medika

Prasetyo.(2007). Kecemasan : Prosedur Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Putra, S. T.(2005). Psikoneuroimunologi Kedokteran. Surabaya : Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran FKUNAIR

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 10. Jakarta : EGC

Soelama.(2009). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Stuart, Gail. (2007). Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta : EGC

Sulaiman, Wahid.(2004). Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus &

Pemecahannya. Yogyakarta : Andi Suyono, Slamet. (2005). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Thong, M.S.Y. (2006). Social Support Predict Survival in Dialysis Patients. http: // www.oxfordjournals.org .Diakses 24 September 2013.

Widyawati. (2005). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Perubahan Respon Sosial Emosional. Surabaya : FKUNAIR

Wijaya, A. (2005). Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani

Hemodialisa Dan Mengalami Kecemasan. Jakarta : FKUI

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Zainuddin, Drajata. (2002). Kesehatan Mental. Jakarta : CV. Aji Masagung

Gambar

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan  status perkawinan   Status  Perkawinan  Frekuensi  Prosentase  Belum  Kawin  1  5 %  Kawin  3  16 %  Janda  2  11 %  Duda  14  68 %  Total  19  100 %
Tabel  8.  Distribusi  frekuensi  dukungan  keluarga terhadap responden                      Dukungan  Keluarga  Frekuensi  Prosentase  Baik  14  73,68 %  Cukup  2  10,53%  Kurang  3  15,79%  Total  19  100 %

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai contoh pembangunan yang lebih sederhana dengan sistem unit blok modul inl dapat diterapkan pada pembangunan ruang kabin akomodasi bangunan atas kapal.. Hal

[r]

1, Jakarta Pusat, telah dilaksanakan pembukaan dokumen penawaran Pengaspalan Halaman Gedung Kantor secara e-procurement pada website LPSE Kementerian Keuangan.. Kegiatan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Dokumen pengadaan, dengan terlebih dahulu melakukan

Dengan hormat, kami sampaikan sesuai dengan jadwal pengadaan jasa Benchmark Diklat RLA Kantor PKP2A II LAN Makassar yang akan dilaksanakan di PKP2A II LAN Makassar dengan

Jaringan ini terdapat di permukaan tubuh, permukaan organ, melapisi rongga, atau merupakan lapisan di sebelah dalam dari saluran yang ada pada tubuh (sebelah

Dalam penelitian ini, istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut. 1) Pembelajaran merupakan proses, cara yang dilakukan untuk

mengontruksi siswa untuk belajar sedangkan pada fase tersebut sebaiknya peserta didik diberikan permasalahan, namun belum terlihat adanya masalah. 2) Pada sintak