Pemilihan Kanal yang Optimal untuk Model Prediksi
Kandungan Air Daun Padi dengan Data
Field-Spectrometer dan Airborne-Hyperspectral
Agus Wibowo1,2, Bangun Muljo Sukojo2, Teguh Harianto2, Yusuf S. Djajadihardja11
Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, Jl. MH. Thamrin No 8 Jakarta 10340, E-mail: awibowo@webmail.bppt.go.id
2
Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Abstract
Canopy water content (CWC) monitoring for rice field is important to understand the water status on the plant. CWC information also can be used as one input source of rice yield prediction using hyperspectral data. Canopy spectral of paddy rice is measured by field spectrometer and Hyperspectral Mapper (HyMap) sensors that onboard of Cessna airplane in rice field covered Indramayu District, West Java province. Meanwhile, destructive sampling is undertaken in the same time to obtain biophysical parameter such as wet biomass weight and dry biomass weight. Field spectrometer measurement is undertake at distance of 10 cm (FS10) and 50 cm (FS50) above the paddy canopy. Those data is processed using multi linear regression (MLR) and spectral index such as Ratio Spectral Index (RSI), Normalized Difference Spectral Index (NDSI), Soil Adjusted Spectral Index (SASI), and Renormalized Difference Spectral Index (RDSI). The purpose is finding the band which have strong correlation with CWC and will be used for CWC predicting using hyperspectral data. The results of MLR technique show that more band used also resulted higher R2 as well. The result of MLR for FS10 data is 2 bands combination with R2 = 0.704, b1=0,8209 µm, and b2=2,2613 µm; while FS 50 data results 3 bands combination with R2=0.817, b1=0,8067 µm, b2=1.7957 µm, b3=0,8632 µm. While using spectral index shows that RSI technique resulted best coefficient correlation R2. The results of RSI are a) FS10: R2 = 0.8024, b1=1.3070 µm, b2=1.3211 µm; and b) FS50: R2=0.7911, b1=1.5159 µm, b2=2.1725 µm.
Kata kunci: Remote Sensing, Hyperspectral, Canopy Water Content, Field
Spectrometer, HyMap, Padi, Indramayu
1. PENDAHULUAN
Kandungan air kanopi daun / canopy water content (CWC) adalah selisih berat basah dan berat kering daun. CWC menjadi perhatian banyak aplikasi, seperti deteksi potensi kebakaran hutan (Pietro Ceccato, et al, 2001) dan kekeringan lahan pertanian (Clevers, J.G.P.W. et al, 2008; Jones, C.L. et al, 2004).
Deteksi status kandungan air pada tanaman khususnya tanaman padi dengan remote sensing / penginderaan jauh sangat bermanfaat karena:
Dapat dilakukan secara cepat, tanpa merusak (non-destruktif), dan relatif murah;
Keluaran dari model (seperti Leaf Area Index, tutupan lahan, status kandungan air, dll) dapat digunakan untuk keperluan simulasi pertumbuhan dan prediksi produksi padi;
Dengan tersedianya data satelit atau data airborne dapat dilakukan ekstrapolasi pada wilayah yang luas;
Dapat dilakukan secara rutin dan berulang. Deteksi kandungan air kanopi daun dengan dengan menggunakan data penginderaan jauh menggunakan prinsip bahwa kandungan air mengabsorbsi energi radiasi matahari pada panjang gelombang di zona mid-infrared / MIR (1300-2500 nm), absorbsi paling terkuat terjadi pada titik tengah pada panjang gelombang 1450, 1940 dan 2500 nm; absorbsi yang lemah juga terjadi di zona near-infrared / NIR (750-1300 nm) yaitu pada zona dekat panjang gelombang 970 dan 1200 nm (Gates et al. 1965; Knipling 1970; Woolley 1971). Jika radiasi matahari mengenai permukaan daun maka sebagian kanal akan diabsorbsi, reflektan yang dipantulkan akan
berkurang tergantung jumlah kandungan air yang ada di daun. Dengan demikian pengukuran reflektan daun dan kanopi daun merupakan dasar perhitungan kandungan air daun atau kanopi daun. Penggunaan data penginderaan jauh dengan
data penginderaan multispektral sering
menyebabkan tidak akuratnya informasi karena peggunaan jumlah kanal yang sedikit dan interval panjang gelombang yang lebar (broad band),
sehingga informasi yang direkam sensor
merupakaan nilai rata-rata. Penginderaan jauh hyperspektral dengan jumlah kanal yang banyak (lebih dari 100) dan interval penggunaan panjang gelombang yang sempit (narrow band) dan kontinyu mampu memberikan informasi yang detil tentang karakteristik tanaman (Fu-Min Wang, et al., 2008).
Dengan tersedianya jumlah kanal yang banyak, interval panjang gelombang sempit dan kontinyu, data hyperspektral menyediakan peluang untuk analisis dengan ratusan kanal pita sempit untuk analisis karakteristik tanaman yang lebih
detil. Masalah utama pengolahan data
hyperspektral secara konvensional adalah volume data yang banyak dan redundansi jumlah kanal. Salah satu solusi adalah dengan mengurangi jumlah kanal dengan ekstraksi kanal yang sesuai untuk parameter tanaman yang dipilih.Teknik
regresi banyak digunakan untuk mencari
hubungan antara reflektan dan karakteristik tanaman dan memilih kanal yang sesuai untuk estimasi karakteristik tanaman.
Tujuan penelitian adalah untuk evaluasi kinerja kanal pita sempit data hyperspektral untuk estimasi
kandungan air kanopi daun padi. Tujuan
berikutnya adalah untuk menentukan dan
memberikan rekomendasi band yang optimal untuk estimasi kandungan air kanopi daun padi dengan
data hyperspektral pada spektrum panjang
gelombang 350-2500nm.
2. BAHAN DAN METODE 2.1. Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan padi di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Lokasi survey ditunjukkan pada Gambar 1, daerah yang diarsir merupakan lingkup pengambilan data airborne HyMap.
Di dalam wilayah studi ditentukan lokasi Sample Area (SA) dengan ukuran 500 m x 500 m
yang ditentukan secara acak dengan
pertimbangan lokasi mudah dijangkau, tahap pertumbuhan padi seragam. Di dalam SA ditentukan beberapa Quadrat Area (QA) dengan ukuran 10 m x 10 m, lokasi QA dipilih yang mempunyai varietas padi dan tahap pertumbuhan
yang seragam. Selanjutnya pada QA dipilih 5 rumpun padi yang akan diukur reflektan dan parameter lainnya.
Koordinat pojok Quadrat Area ditentukan
dengan pengukuran Differenntial Global
Positioning System (DGPS).
Gambar 1. Lokasi Studi 2.2. Pengambilan data reflektan padi
Pengukuran data dilakukan pada tanggal 27 s/d 30 juni 2008. Data reflektan diukur dengan alat
ASD Field Spectrometer (FieldSpec) pada
ketinggian 10 cm (FS10) dan 50 cm (FS50) dari
tajuk tanaman. Panjang gelombang yang
digunakan berkisar antara 350 nm – 2500 nm dengan interval panjang gelombang 1 nm.
2.3. Pengukuran Kandungan Air Daun
Setelah pengukuran reflektan selesai
selanjutnya rumpun padi dicabut untuk dibawa ke laboratorium. Rumpun padi yang dibawa kemudian
dipisahkan daunnya dan ditimbang berat
basahnya. Selanjutnya daun dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC dan kemudian ditimbang berat keringnya. Pada umumnya jarak tanam padi adalah 25 cm, sehingga dalam 1 m2 terdapat 16 rumpun padi. Sehingga kandungan air kanopi daun adalah 16*(berat basah daun – berat kering daun) dalam satuan g/m2.
2.4. Data airborne-hyperspectral
Pengambilan data airborne-hyperspectral
dilakukan pada tanggal 30 Juni 2008 dengan menggunakan sensor Hyperspectral Mapper (HyMap) yang dipasang pada pesawat Cessna. Sensor HyMap menggunakan panjang gelombang
dari 350nm – 2500 nm dengan interval panjang gelombang 10-20 nm. Pengambilan data dilakukan pada tinggi terbang sekitar 2000 m di atas permukaan tanah, IFOV 2.5 km, FOV 60o dengan hasil resolusi spasial 4.5 m, dan jumlah kanal 128.
Data hasil akuisisi selanjutnya diproses dan dilakukan koreksi atmosfir dan BRDF (Bidirectional Reflectance Distribution Function) oleh ERSDAC Jepang.
2.5. Data yang Digunakan
Data yang berhasil dikumpulkan dari 8 lokasi SA adalah 49 quadrat. Sedangkan survey Airborne HyMap yang direncakan 11 strip (lintasan) karena adanya gangguan cuaca dan perijinan hanya terkumpul 4 strip. Setiap strip mempunyai lebar 2.5 m. Dengan demikian tidak seluruh data (49 quadrat FS10 dan FS50) mempunyai pasangan data HyMap. Data HyMap yang mempunyai pasangan dengan data FS10 dan FS50 berjumlah 6 quadrat area, lihat tabel 1. Data dikelompokkan menurut tahap pertumbuhan yaitu Veg (fase vegetatif), Rep (fase reproduktif), Rip (fase ripening). IN01 sd IN10 adalah kode SA sedangkan angka dalam kurung adalah jumlah data (quadrat). Karena sedikitnya data HyMap yang tersedia maka tidak dilakukan analisis untuk data tersebut. Analisis untuk per tahapan pertumbuhan juga tidak dilakukan. Varitas padi yang diukur adalah Ciherang.
Tabel 1. Jumlah data per sensor dan tahapan
pertumbuhan
Sensor Veg Rep Rip n
FS10/ FS50 IN01 (3) IN04 (3) IN10 (3) IN06 (3) IN07 (3) 15
HyMap IN01 (3) IN10 (3) - 6
2.6. Teknik pemrosesan data
Data reflektan tanaman padi yang sudah dalam format ASCII dikumpulkan dalam direktori sesuai jarak pengukuran yaitu 10 cm (FS10) dan 50 cm (FS50). Satu file ASCII merupakan hasil pengukuran pada satu titik lokasi dengan 5 kali
pengulangan. Proses berikutnya adalah
menghitung rata-rata reflektan untuk satu titik pengukuran. Kemudian data reflektan tersebut diseleksi (filtering), data yang tidak memenuhi kriteria reflektan tanaman tidak dipakai untuk proses berikutnya. Setelah diseleksi langkah berikutnya adalah menghitung rata-rata reflektan per quadrat area.
Selanjutnya data FieldSpec diresample sesuai
interval kanal data HyMap dengan teknik
interpolasi Savitzki-Golay. Kanal yang
mengabsorbsi air dihapus tidak diikutkan dalam
proses pengolahan data, yaitu 1,3344 – 1,4311 μm, 1,7841 – 1,9683 μm, dan 2,4443 – 2,4905 μm.
2.7. Multiple Linear Regression (MLR)
Model persamaan regresi MLR
menggambarkan hubungan linier antar CWC dengan reflektan kanopi daun padi pada satu kanal dengan persamaan sebagai berikut:
…..……….…. .(1)
Di mana:
= nilai CWC
= reflektan kanopi daun padi pada kanal (band) i
= koefisien regresi
2.8. Rasio 2 kanal: indeks spektral
Metode rasio kanal yang digunakan adalah Ratio Spectral Index (RSI), Normalized Difference Spectral Index (NDSI), Soil Adjusted Spectral Index (SASI), dan Renormalized Difference Spectral Index (RDSI), yang masing-masing rumusnya ditunjukkan sebagai berikut:
1 2
RSI
………..…….….……. (2) 1 2 1 2
NDSI
……….. (3)5
.
0
)
(
5
.
1
1 2 1 2
SASI
…….……..………….. (4) 1 2 1 2
RDSI
………….……….…....… (5) Di mana:, = reflektan pada kanal 1 dan kanal 2 Nilai indeks tersebut selanjutnya diregresikan
secara linier dengan nilai CWC, dengan
persamaan (1) untuk 1 parameter yakni:
………. .(6)
Di mana:
= prediktor, yaitu nilai CWC
= nilai indeks spektral pada kanal
= koefisien regresi
3. HASIL DAN DISKUSI
3.1. Overview reflektansi spektral
Pola reflektansi rata-rata hasil pengukuran FS10, FS50 dan HyMap per tahapan pertumbuhan mempunyai pola yang sama (Gambar 2a dan 2b ).
Gambar 2a. Reflektansi data FS10 dan HyMap per
tahap pertumbuhan
Gambar 2b. Reflektansi data FS50 dan HyMap
per tahap pertumbuhan
Pada tahap vegetatif nilai reflektan cenderung rendah, hal ini disebabkan kanopi daun pada tahap vegetatif belum menutup sehingga reflektan yang ditangkap sensor merupakan pantulan dari reflektan kanopi daun padi dan kondisi sekitarnya seperti air atau tanah yang ada di bawahnya. Genangan air dan tanah yang basah akan mengabsorbsi sebagian besar radiasi matahari.
Sedangkan reflektansi pada tahap reproduktif dan ripening, mempunyai nilai reflektan yang relatif sama karena pada tahap ini kanopi daun sudah menutup sehingga tidak ada reflektan pantulan dari background tanah atau air.
Karena kondisi tersebut data yang digunakan untuk menyusun model regresi adalah data tahap reproduktif dan ripening saja dengan anggapan bahwa reflektan sensor FS10, FS50 dan HyMap adalah sama. Selanjutnya model diaplikasikan
pada data HyMap untuk membuat peta distribusi kandungan air kanopi daun.
3.2. Hasil analisis MLR
Hasil analisis MLR dengan metode stepwise dengan kriteria < 0.05 adalah sebagai berikut:
Tabel 2a. Ringkasan model regresi data FS10
Model R R2 Adjusted R2 Std. Error of the Estimate 1 0.625a 0.391 0.344 840.07548 2 0.839b 0.704 0.655 609.66547 a. Predictors: (Constant), x0.8209 b. Predictors: (Constant), x0.8209, x2.2613 c. Dependent Variable: CWC
Tabel 2b. Ringkasan model regresi data FS50
Model R R2 Adjusted R2 Std. Error of the Estimate 1 0.709a 0.503 0.465 758.70768 2 0.842b 0.709 0.661 604.07757 3 0.904c 0.817 0.767 500.38379 a. Predictors: (Constant), x0.8067 b. Predictors: (Constant), x0.8067, x1.7957 c. Predictors: (Constant), x0.8067, x1.7957, x0.8632 d. Dependent Variable: CWC
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak kanal yang dipakai nilai koefisien korelasi R2 makin besar.
Model regresi dengan data FS10 dengan nilai koefisien R2 tertinggi (R2 = 0.704) adalah model dengan kombinasi 2 kanal (kanal dengan panjang gelombang x1=0.8209 µm dan x2=2.2613 µm).
Sedangkan model regresi dengan data FS50 nilai koefisien R2 tertinggi (R2=0.817) adalah model regresi dengan kombinasi 3 kanal (x1= 0.8067 µm
x2= 1.7957 µm x3= 0.8632 µm).
Dari sisi panjang gelombang yang dipakai kedua model menggunakan kombinasi kanal pada panjang gelombang di spektrum Near Infrared (NIR) dan Short Wave Infrared (SWIR).
3.3. Hasil analisis indeks reflektan
Dari hasil analisis berbagai kombinasi 2 kanal dihasilkan kombinasi 2 kanal yang paling tinggi nilai koefisien korelasi R2, hasil lengkap disajikan pada Tabel 3 berikut.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa kanal yang dipakai untuk indeks spektral terletak pada spetrum NIR dan SWRI. Sedangkan kombinasi untuk masing-masing indeks spektral merupakan
kombinasi kanal dalam spektrum yang sama yaitu NIR dengan NIR atau SWIR dengan SWIR. Jika dibandingkan dengan hasil peneliti lain yaitu Peñuelas (1993) yang memperkenalkan Water Index (WI) yaitu kombinasi antara kalan 900/970
dan Gao (1996) menggunakan normalised
difference water index (NDWI) dengan kombinasi kanal (860 - 1240)/ (860 + 1240) hasilnya berbeda
pada kombinasi panjang gelombang yang
digunakan. Kombinasi kanal yang digunakan SRI baik dengan data FS10 maupun FS50 adalah kombinasi kanal pada spektrum SWIR sedangkan WI menggunakan kombinasi pada kanal pada spektrum NIR yaitu 900 nm dan 970 nm. Sedangkan NDSI menggunakan kombinasi kanal pada septrum NIR untuk data FS10 dan kombinasi kanal pada SWIR untuk data FS50.
Tabel 3. Hasil Analisis Indeks Spektral
Indeks FS10 FS50 RSI 1 1,3070 1,5159 2 1,3211 2,1725 0,8024 0,7911 NDSI 1 0,7497 2,1725 2 0,7925 2,1896 0,6117 0,5797 RDSI 1 0,7497 0,7639 2 0,8067 0,7782 0,6095 0,6036 SASI 1 0,7497 2,1725 2 0,7925 2,1896 0,6117 0,5796
3.4. Extrapolasi dengan data airborne-hyperspectral
Model regresi dan kombinasi band yang
dikembangkan dengan menggunakan data
pengukuran field spectrometer tersebut di atas dapat diterapkan pada wilayah yang luas, yaitu dengan menerapkannya pada data airborne HyMap. Dari beberapa model regresi di atas, dipilih dengan pertimbangan nilai koefisien regresi R2 yang paling tinggi, yaitu model regresi dengan data FS50:
CWC = 929.538 – 6.985*x0.8067 – 2.638*x1.7957 + 8.052*x0.8632 ………(7)
Di mana CWC adalah kandungan air daun dalam g/m2, x0.8067, x1.7957, dan x0.8632 adalah
reflektan kanopi daun padi pada panjang
gelombang 0.8067, 1.7957 dan 0.8632 µm.
Model tersebut diterapkan pada data airborne – HyMap dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. Kanal yang digunakan pada data HyMap adalah
kanal 25 (0.8067 µm), kanal 94 (1.7957 µm) dan kanal 29 (0.8632 µm). Hasil peta distribusi kandungan air dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Gambar 3. Peta sebaran CWC
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil analisis MLR dari data FS10, kombinasi 2 kanal yang optimal adalah x1 = 0.8209 µm, x2 =
2.2623 µm, dan R2 = 0.704. Sedangkan untuk model dari data FS50 adalah kombinasi 3 kanal yaitu x1 = 0.8067 µm, x2 = 1.7957 µm, x3= 0.8632
µm, dan R2 = 0.817.
Hasil pengolahan indeks spektral
menunjukkan bahwa metode yang mempunyai nilai korelasi tertinggi adalah metode RSI=2/1
dengan R2 = 0,8024 (FS 10) dengan kombinasi
kanal 1=1,3070 µm, 2=1,3211 µm; dan
R2=0,7911 (FS50) dengan kombinasi kanal
1=1,5159 µm 2=2,1725 µm.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa kanal yang optimal untuk deteksi kandungan air adalah kanal pada panjang gelombang NIR dan SWIR.
Hasil kanal optimal tersebut di atas berbeda dengan kombinasi kanal yang digunakan pada Water Index (WI) dan Normalised Difference Water Index (NDWI) untuk itu perlu dilakukan uji untuk membandingkan kinerja indeks spektral tersebut untuk deteksi kandungan air daun.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Wibowo, Dian Ratnasari, Bangun M.S., Teguh H., Yusuf S.D. Ekstraksi kandungan air kanopi daun tanaman padi dengan data
hyperspetral. PTISDA-BPPT, Tidak
dipublikasikan.
Arief Darmawan, Nadirah, Agus Wibowo, M. Evri, S. Mulyono, A.S. Nugroho, M. Sadly, N.
Hendiarti, O.Kashimura, C.Kobayashi,
A.Uchida, A.Uraguchi, H.Sekine, Quantitative analysis from unifying field and airborne
hyperspectral in prediction biophysical
parameters by using partial least square (PLSR) and Normalized Difference Spectral
Index (NDSI), Proceding of 30th Asian
Conference on Remote Sensing (ACRS), Beijing, TS10-02.
Clevers, J.G.P.W., L. Kooistra, M.E. Schaepman, 2008. Using spectral information from the NIR water absorption features for the retrieval of canopy water content. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation 10 (2008) 388–397.
Curran, P.J., 1989. Remote Sensing of foliar chemistry. Remote Sensing of Environment, 30(3), pp. 271-278.
E. M. Rollin and E. J. Milton, 1998. Processing of High Spectral Resolution Reflectance Data for the Retrieval of Canopy Water Content Information. Remote Sensing of Evironment, (65) pp 86–92.
Fu-Min Wang, Jing-Feng Huang and Xiu-Zhen
Wang, 2008. Identification of optimal
hyperspectral bands for estimation of rice biophysical parameters. Journal of Integrative Plant Biology 2008, 50 (3): 291-299.
Gao, B.-C., 1996. “NDWI - a normalised difference water index for remote sensing of vegetation liquid water from space”. Remote Sensing of Environtment 58, 257-266.
Gates, D. M., Keegan, H. J., Schleter, J. C., and Weidner, V. P., 1965. “Spectral properties of plants”. Applied Optics 4, 11-20. In Bisun Datt, 1999. Remote sensing of water content in Eucalyptus leaves. Australian J. Botani, 1999, 47, 909-923.
Jones, C.L., Paul R. Weckler, et al., 2004. Estimating water stress in plants using
hyperspectral. An ASAE/CSAE Meeting
Presentation, 2004.
Knipling, E.B., 1970. “Physical and physiological basis for the reflectance of visible and near-infrared radiation from vegetation”. Remote Sensing of Environtment 1, 155-159. In Bisun Datt, 1999. Remote sensing of water content in Eucalyptus leaves. Australian J. Botani, 1999, 47, 909-923.
Marcus Borengasser, William S. Hungate, Russel Watkins, 2007. Hyperspectral Remote Sensing: Principles and Applications. Taylor and Francis Group.
Marcus Borengasser, William S. Hungate, Russel Watkins, 2007. Hyperspectral Remote Sensing: Principles and Applications. Taylor & Francis Group.
Muhammad Evri, et al., 2009. Coupling ground and
airborne-based hyperspectral (HyMap)
detection over rice canopy to predict leaf area index (LAI) and SPAD value using support vector machine (SVM) technique in irrigated wetland rice, west Java, Indonesia. Proceding of 30th Asian Conference on Remote Sensing (ACRS), Beijing, TS10-01.
Nadirah, Bangun Muljosukojo, Teguh Harianto, M. Sadly, M. Evri, Sidik Mulyono, 2009. Prediksi kandungan Nitrogen daun padi pada beberapa tingkat dosis pupuk dengan analisis pergeseran tepi kanal merah (red edge shift) data hyperspektral. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol 11 ( 3), Desember 2009 hal 162-168.
Peñuelas, J., Filella, I., Biel, C., Serrano, L., and Savé, R., 1993. “The reflectance at the 950-970 nm region as an indicator of plant water status”. Internation Journal of Remote Sensing, vol 14, no 10, 1887-1905.
Pietro Ceccato, Stephane Flasse, Stefano
Tarantola, Stephane Jacquemoud, Jean-Marie Gregorie., 2001. Detecting vegetation leaf water content using reflectance in the optical domain. Remote Sensing of Environment 77 (2001) 22-33.
Woolley, J. T., 1971. “Reflectance ad transmittance of light by leaves”. Plant Physiology 47, 656-662. In Bisun Datt, 1999. Remote sensing of water content in Eucalyptus leaves. Australian J. Botani, 1999, 47,909-923.