1
POLICY BRIEF
DESAIN DAN IMPLEMENTASI TOKO TANI INDONESIA (TTI) DALAM UPAYA PENGENDALIAN HARGA PANGAN POKOK DAN STRATEGIS
Iwan Setiajie Anugrah, Hermanto, Sri Wahyuni, Erma Suryani, dan Juni Hestina Pendahuluan
Menteri Pertanian, telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 06/KPTS/KN.010/K/02/2016 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat tahun 2016, untuk mendukung proses pengelolaan pangan nasional. Perkembangan pengelolaan pangan yang terkait dengan kepentingan masyarakat, dilakukan oleh Kementerian Pertanian dikuatkan dengan penerbitan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 06/KPTS/RC.110/ J/01/2017, tanggal: 23 Januari 2017 tentang Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI).
Tujuan pelaksanaan kegiatan PUPM yaitu: (1) menyerap produk pertanian nasional dengan harga yang layak dan menguntungkan petani khususnya bahan pangan pokok dan strategis; (2) mendukung stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok dan strategis; dan (3) memberikan kemudahan akses konsumen/masyarakat terhadap bahan pangan pokok dan strategis yang berkualitas, dengan harga yang wajar. Kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) merupakan upaya Pemerintah untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan pokok strategis, rantai distribusi pemasaran yang terintegrasi agar lebih efisien, harga konsumen dapat ditransmisikan dengan baik kepada harga petani (produsen), serta informasi pasar antar wilayah berjalan dengan baik. Sementara untuk memperpendek rantai pasok, Toko Tani Indonesia (TTI) dirancang untuk menjual komoditas pangan hasil produksi petani yang dipasok oleh Gapoktan/Lembaga Usaha Pangan Masyarakat, dan/atau BULOG sesuai harga yang wajar kepada konsumen.
Permasalahan
Implementasi program sering tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga hasil yang dicapai tidak maksimum, maka agar program berhasil maksimal, telah didesain indikator yang dituangkan dalam Petunjuk Teknis Kegiatan (Badan Ketahanan Pangan - Kementerian Pertanian, 2018). Desain meliputi : (1) indikator masukan (input), termasuk penggunaan dan pengelolaan dana bantuan, pasokan pangan yang menjadi quota dan kewajiban LUPM serta proses pendampingan, pengawalan dan bimbingan teknis; (2) Indikator Keluaran (output) dan (3) Indikator hasil (outcome). Tahapan pelaksanaan juga telah didesain secara rinci dalam Bab III petunjuk teknis pelaksanaan (Badan Ketahanan Pangan-Kementerian Pertanian (2018).
Temuan-Temuan Pokok
Desain dan Implementasi TTI dalam Rangka Pengendalian Harga Pangan Pokok dan Strategis
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari individu terkait pelaksanaan Program PUMP di provinsi jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan DKI dengan total responden sebanyak 120 orang, diperoleh temuan sebagai berikut: Tim Pusat telah
2
melaksanakan pendampingan sesuai rencana namun diperoleh pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan daya tangkap individu LUPM. Fakta ini telah diatasi oleh tim teknis dengan pendekatan sesuai dengan situasi dan kondisi LUPM. Petani memperoleh harga beli sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah untuk beras namun untuk cabai dan bawang merah sulit diimplementasikan karena komoditas cepat rusak dan volume pembelian konsumen kecil mengingat cabai dan bawang merah merupakan pelengkap. Seluruh LUPM mampu memasok beras sesuai volume yang telah ditentukan namun kontinyuitas komoditas sangat dipengaruhi oleh musim. Beras yang tersedia di TTI selalu habis terjual, bahkan konsumen sering kecewa tidak mendapatkan beras sesuai dengan volume yang diperlukan. Harga beras di TTI wajar bahkan lebih murah dari pada harga di pasar.
Kinerja TTI dalam memberikan kemudahan akses pangan masyarakat Dalam implementasinya keberadaan TTI dibeberapa lokasi sangat membantu menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakat pada segmentasi tertentu namun demikian pada saat masyarakat sudah mengetahui dan memanfaatkan TTI sebagai sarana pemenuhan kebutuhan pokok terutama untuk beras, seringkali TTI idak bisa memenuhi kebutuhan/permintaan konsumen. Hal ini terkendala dengan kontinuitas pasokan yang dilakukan oleh Gapoktan LUPM sebagai pemasok komoditas beras ke TTI mitranya. Dampaknya apa yang sudah dirintis oleh TTI ke konsumen juga terhenti dan harus memulainya dari awal jika ada pasokan. Kasus di beberapa TTI banyak diantara beras yang dipasok dari LUPM tidak memenuhi kuwalitas standart di TTI, dimana beras banyak berubah warna menjadi kuning dan beberapa diantaranya mengandung kutu beras. Selain beras tidak tahan lama, juga banyak konsumen yang kecewa dan mempertanyakan kualitas beras TTI dan kontinuitasnya yang tidak konsisten.
Pemilik TTI, terkadang tidak terlalu mementingkan keuntungan tatkala bisa menyediakan beras segar dengan harga yang terjangkau oleh beberapa lapisan masyarakat yang selama ini memang kemampuan penghasilannya masih terbatas. Dengan mendapatkan kesempatan memperoleh beras dari TTI, maka kebutuhan untuk pangan bisa terpenuhi. Kemudahan akses pangan masyarakat melalui TTI, juga memberikan dampak kepada TTI secara tidak langsung dari konsumen yang belanja kebutuhan pangan lain pada saat membeli beras segar ke TTI.
Kinerja TTI dalam memberikan kemudahan akses pangan masyarakat juga dipertimbangkan atas pembahasan tentang : (1) Lokasi TTI dan Keterjangkauan Masyarakat; (2) Ketersediaansarana dan prasarana; (3) Sistem Informasi Harga Komoditas; (4) Ketersediaan Komoditas Secara Kontinyu : untuk beras, cabai merah serta bawang merah; (5) Sistem Pembayaran;
Kinerja TTI dalam menjaga stabilisasi harga pangan pokok dan strategis Salah satu indikator yang paling sederhana menjaga stabilisasi harga pangan pokok, diantaranya beras adalah terjadinya keseimbangan antara ketersediaan jumlah pasokan dengan jumlah kebutuhan konsumsi masyarakat per satuan waktu. Namun demikian untuk mendapatkan akurasi data stabilisasi harga masih banyak faktor yang menjadi indikatornya. Berdasarkan perhitungan sederhana yang dibuat Tim dimaksudkan untuk melihat sampai seberapa besar pangsa konstribusi Program PUPM
3
melalui kegiatan LUPM dan TTI memberikan peran dalam penyediaan beras secara nasional, menunjukkan bahwa dari data simulasi, kemampuan LUPM terhadap pemenuhan kuota (asumsi 45 ton) per LUPM per tahun sebagai kewajiban yang harus dipenuhi kepada TTI, yang kemudian diproksi terhadap jumlah konsumsi beras per kapita per tahun (jumlah penduduk) maka jumlah proporsi pasokan beras LUPM pada tahun 2016, memberikan konstribusi pasokan terhadap pemenuhan beras nasional sebesar 0,073 persen. Proporsi pasokan beras dari LUPM juga akan berubah mengikuti kontribusi volume pasokan beras LUPM berdasarkan pada jumlah LUPM dan kuota yang ditetapkan pada setiap tahun kegiatan. Intinya bahwa konstribusi pasokan yang bisa mendukung pada stabilisai harga beras di tingkat nasional ataupun wilayah (regional) dari kegiatan LUPM, akan diperankan oleh jumlah LUPM dan kuota pasokan yang menjadi kewajibannya.
Effektivitas Dan Efisiensi TTI dalam Rantai Pasok Komoditas Pangan Pokok dan Strategis
Berdasarkan analisis rantai pasok, menunjukkan bahwa program PUPM melalui kegiatan LUPM dan TTI telah melakukan penyederhanaan proses rantai pasokan yang selama ini dianggap tidak efisien. Pola tataniaga melalui TTI dilakukan secara langsung dari LUPM yang beranggotakan para petani produsen komoditas yang di pasok ke TTI. Dengan pola ini sangat berdampak pada proses kelancaran distribusi dan pasokan produk, pembentukan harga, disparitas harga yang mendorong pada harga jual petani dan harga di tingkat konsumen, serta masih memberikan keuntungan bagi para pelaku kegiatan jika proses tahapan dilakukan dengan mekanisme yang terukur dan memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan.
Strategi dan Kebijakan Pengembangan TTI melalui Penyempurnaan Desain dan Implementasi TTI
Desain yang perlu disempurnakan mencakup sosialisi program, perlu diberikan secara berjenjang dari pusat ke provinsi yang selanjutnya memberikan sosialisasi kepada tim teknis tingkat kabupaten yang lebih dekat dan mengetahui situasi dan kondisi serta strategi yang tepat dalam memberikan sosialisasi kepada Petugas Pendamping, LUPM dan TTI. Petugas Pendamping merupakan aktor penting dalam implementasi program mulai dari pendampingan rencana pengaturan volume dan kualitas produk termasuk pengawasan mutu yang semuanya harus dilaporkan, maka jumlah dan kualitas indivitu tenaga pendamping perlu diperhatikan secara khusus diberi insentif yang memadai. LUPM yang sudah mencapai tahapan mandiri perlu terus dimonitor dan dievaluasi partisipasinya dalam mensukseskan program PUPM dan dijadikan figur keberhasilan program sebagai contoh bagi LUPM yang baru.
Untuk memberikan kemudahan akses pangan kepada masyarakat, pertama perlu ada peraturan “ kriteria konsumen”, kermudian terhadap TTI yang sudah eksis perlu dijaga keberadaan komoditas dengan volume dan stok yang selalu tersedia sepanjang waktu dengan kualitas terjaga. Ke depan diperlukan keberadaan TTI yang lebih banyak dan tersebar di sentra konsumen.
Kinerja TTI dalam menjaga stabilitas harga diperlukan kebijakan makro dalam menjaga stabilitas harga pangan nasional, memperluas penyebaran LUPM dan TTI
4
agar Program PUPM memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pangsa kebutuhan beras nasional.
Efektifitas dan efisiensi TTI dalam rantai pasok komoditas pangan pokok dan strategis bisa ditingkatkan melalui mekanisme yang sudah eksis yaitu LUPM – TTI – konsumen dilengkapi dengan mekanisme lain yaitu penyelenggaraan bazar, pasar di hari tertentu (hari Jumat) dan car freeday, mekanisme distribusi senter atau hub, TTI mobile dan E-Comerce.
Implikasi Kebijakan
Kegiatan Bimtek dan proses penjelasan yang lebih intensif tentang desain dan konsep serta perkembangannya tentang Program PUPM melalui kegiatan LUPM yang bermitra dengan TTI, dalam kaitan kegiatan sosialisasi yang dilakukan dalam Tim Pokja, Tim Teknis baik dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten kepada seluruh pelaku yang terkait program, masih perlu terus dilakukan agar diperoleh satu persepsi dan pemahaman yang sama dalam proses pelaksanaan program dan tujuan yang yang harus dicapai secara bersama oleh para pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Dalam kaitan mendukung kegiatan operasional TTIC, TTICD serta TTI lokal dan Jabodetabek dalam pengelolaan pasokan komoditas dengan sarana yang masih terbatas, pengaturan jumlah pasokan dan jadwal pendistribusian komoditas dari masing-masing LUPM perlu dilakukan pengaturan kembali, sehingga masing-masing LUPM mempunyai kegiatan pasokan yang pasti dengan tujuan yang sudah terjadwal. Upaya memberikan kesempatan kepada LUPM dan TTI mengikuti event ataupun program-program tertentu untuk proses pemasaran masing-masing produknya baik oleh lembaga dan instansi terkait di Pusat, Provinsi, Kabupaten menjadi salah satu peluang bagi pengembangan kegiatan LUPM dan TTI di masing-masing daerahnya. Program pengembangan TTI dan pemberdayaan LUPM sebagai mitra pasokan komoditas berdasarkan jumlah dan volume kegiatan, menjadi bagian penting untuk untuk membuka peluang pasar yang baru, menciptakan psikologis pasar serta mendukung upaya stabilisasi harga komoditas pangan khususnya untuk beras, cabai merah serta bawang merah.
Perubahan jumlah pelaku yang terlibat dalam proses rantai pasok yang lebih pendek juga hendaknya memperhitungkan biaya untuk proses pengadaan bahan baku di tingkat LUPM dan perbandingan harga jual produk yang sudah ditetapkan. Hal ini yang sebagian besar dialami oleh LUPM beras, bahwa harga pembelian bahan baku pada saat harga tinggi tidak sebanding dengan harga beras yang sudah ditetapkan, sekalipun masih ada peluang kenaikan harga yang masih dibawah harga pasar. Dengan kondisi ini perlu dilakukan penyesuaian pengaturan yang secara ekonomis bisa memperbaiki proses kegiatan pelaksanaan program secara keseluruhan.
Masukan Implikasi Kebijakan untuk Pengembangan TTI Kedepan
Dari hasil FGD pada tanggal 30 November 2018 diperoleh informasi bahwa untuk kegiatan LUPM tahun 2019, bantuan modal LUPM akan diganti dengan bantuan alsin senilai 200 juta rupiah, dan bantuan dana operasional akan dikurangi dari Rp1200/kg menjadi 700 rupiah per kilogram beras.
5
Dari hasil penelitian ini dapat diberikan informasi awal bagi masukan untuk pengembangan keiatan LUPM/TTI ke depan sebagai berikut:
1. Mengingat bahwa kebutuhan alsin untuk masing-masing LUPM menurut komoditas (beras, bawang merah, cabai merah) berbeda, maka perlu kejelasan apakah bantuan alsin itu hanya focus untuk LUPM beras/gabah saja atau juga termasuk untuk LUPM bawang merah dan cabai merah.
2. Untuk LUPM beras/gabah, pengamatan lapang menunjukan bahwa kebutuhan LUPM akan alsin juga berbeda-beda menurut:
a. Jenis alsin, seperti: mesin penggilingan, husker, blower, polisher, dryer dsb. b. Setiap jenis mesin juga memerlukan ukuran kapasitas dan spesifikasi yang
berbeda-beda menurut sekala usaha penggilingan beras LUPM. 3. Masing-masing LUPM juga memiliki aset yang berbeda sebagai berikut:
a. LUPM yang sama sekali tidak memiliki unit penggilingan. Yaitu LUPM yang selama ini melakukan kerja sama dengan pemilik penggilingan
b. LUPM yang hanya mempunyai unit penggilingan saja tanpa memiliki alsin tambahan seperti dryer, husker, polisher, blower dsb
c. LUPM yang mempunyai unit penggilingan lengkap dengan alsin pendukungnya, seperti dryer, husker, polisher, blower dsb.
4. Dari hasil penelitian juga dapat diperoleh informasi bahwa jika harga gabah terlalu tinggi (dalam hal ini di atas Rp 4.800,-/kg), sementara LUPM harus menjual beras ke TTI pada harga yang sudah ditetapkan pemerintah (fixed price pada Rp 8.500,-/kg), serta jika bantuan dana operasional tidak lagi mencukupi untuk menutupi keperluan tambahan biaya untuk mempertahankan harga jual yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, maka selama ini solusinya adalah dengan menggunakan dana bantuan modal untuk menutupi kekurangan biaya operasional tersebut. Dengan demikian dana modal yang seharusnya setiap tahun tetap jumlahnya, bahkan seharusnya semakin berkembang, justru mengalami penyusutan.
Mempertimbangkan hal-hal yang tersebut terdahulu, maka untuk pengembangan LUPM/TTI kedepan disarankan untuk:
1. Menentukan persyaratan bagi LUPM calon penerima bantuan alsin
2. Melakukan identifikasi LUPM yang memenuhi syarat untuk menerima bantuan alsin agar bantuan alsin untuk TTI dapat lebih tepat sasaran
3. Mengidentifikasi jenis dan ukuran alat yang diperlukan oleh LUPM agar bantuan alsin kepada LUPM lebih tepat guna. Jika sudah ditentukan jenis alsin yang akan diberikan kepada LUPM, misal husker/polisher, masih tetap diperlukan identifikasi tentang spesifikasi dan disain alsin yang diperlukan oleh LUPM.
4. Mengidentifikasi dana bantuan modal yang masih tersisa pada masing-masing LUPM untuk mengetahui kinerja LUPM selama mengikuti kegiatan LUPM/TTI. 5. Mengkaji ulang kebijakan penentuan harga jual beras LUPM dan TTI. Mengingat
bahwa harga gabah yang bervariasi menurut waktu dan tempat, sedangkan dana bantuan operasinal sangat terbatas, maka perlu dipertimbangkan kebijakan harga jual beras LUPM kepada TTI dan harga jual TTI kepada konsumen yang bervariasi antar waktu dan tempat, tetapi harga jual tersebut harus tetap di bawah harga
6
pasar setempat. Selisih harga jual TTI dengan harga pasar setempat minimum adalah senilai bantuan dana operasional per kilogram.
6. Pemerintah juga dapat menentukan/menghitung biaya oportunitas untuk sewa alsin per kilogram beras yang diberikan kepada LUPM. Biaya oportunitas sewa alsin ini juga dapat diperhitungkan sebagai tambahan bantuan biaya operasional perkilogram beras. Dengan demikian harga jual beras LUPM dan TTI dapat lebih rendah dari harga jual yang telah diperhitungan pada butir 5.
7. Meningkatkan pemantauan dan evaluasi kinerja LUPM terutama untuk memantau efektifitas pemanfaatan bantuan alsin, ketepatan: kuantitas kualitas, kontinyuitas dan ketepatan harga beras yang dijual oleh LUPM dan TTI.
8. Bagi LUPM yang tidak mendapat bantuan alsin, perlu dipertimbangkan untuk mendapat pembinaan pasca proyek dan bantuan dana untuk exit program agar manfaat dari kegiatan LUPM/TTI dapat lebih berkelanjutan.