• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Belajar adalah suatu proses untuk menghasilkan sebuah kemampuan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. Belajar adalah suatu proses untuk menghasilkan sebuah kemampuan,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Belajar

Belajar adalah suatu proses untuk menghasilkan sebuah kemampuan, keterampilan, dan sikap. Menurut pendapat Khairani (2013: 12) mengatakan bahwa hakekat belajar adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna memperoleh pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mendapatkan sebuah pengetahuan, keterampilan, dan sikap perlu melalui sebuah proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar, sehingga dapat terlihat dari adanya perubahan perilaku.

Banyak para ahli juga yang mendefinisikan tentang belajar, seperti yang dikemukakan oleh Rober (Syah, 2011: 66) mengatakan bahwa belajar adalah The

process of acquiring knowledge (proses memperoleh pengetahuan). Hal itu sejajar

dengan pendapat Whittaker (Anurrahman, 2011: 35) bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu rangkaian kegiatan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan sebagai hasil dari pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang nantinya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku yang menyangkut kecakapan kognitif, afektif dan psikomotor.

(2)

B. Kesulitan Belajar

1. Pengertian Kesulitan Belajar

Setiap peserta didik datang ke sekolah pada hakikatnya untuk belajar agar menjadi manusia yang lebih berilmu pengetahuan dikemudian hari. Hal itu sesuai dengan pengertian belajar yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa dengan belajar seseorang dapat mengalami perubahan tingkah laku dan bertambahnya pengetahuan sebagai hasil pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Peserta didik dalam proses belajar tidak hanya melakukan aktivitas fisik saja melainkan kejiwaan dan mental peserta didik sangat diperlukan oleh peserta didik sebagai bukti kesiapan peserta didik. Menurut Soemanto (Kawuryan & Raharjo, 2012: 9) mengatakan bahwa dalam proses belajar individu mempunyai kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi pada sistem syaraf dan jaringan otak. Akibat dari hereditas dan lingkungan berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa inteligensi.

Berdasarkan hal tersebut pola perilaku setiap peserta didik memiliki perbedaan. Perbedaan peserta didiklah yang menyebabkan tingkah laku belajar dalam kalangan pendidik. Peserta didik yang tidak bisa belajar atau memiliki catatan kurang baik dalam hasil belajar seperti tinggal kelas itu dimungkinkan mengalami kesulitan belajar. Kemudian Khairani (2013: 187), mengatakan pendapat bahwa individu dalam keadaan tidak dapat belajar sebagaimana mestinya disebut dengan kesulitan belajar.

Allan (Mulyadi, 2010: 6) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah “a

(3)

potensial and his actual level of academic performance”, dari pendapat tersebut

dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar terjadi jika kemampuan peserta didik berbeda dengan hasil belajar yang diperoleh. Kemudian The National Joint

Committee for Learning Disabilities (Abdurahman, 2009: 7) mengatakan definisi

sebagai berikut :

“Kesulitan belajar menunjukan pada sekelompok kesulitan yang manifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca,

menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang studi

matematika.Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi system saraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang menggangu misalnya sensoris, tunagrahita, hambatan sosian dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diuraikan bahwa kesulitan belajar adalah kondisi dimana terjadi perbedaan antara kemampuan atau perkembangan yang dimiliki peserta didik dengan prestasi yang diperolehnya, hal itu dimungkinkan terjadi karena lambat dalam membaca, menulis, atau berhitung. Selain itu dimungkinkan adanya hambatan dan gangguan dalam diri peserta didik, seperti disebabkan kurang fokus dalam belajar, inteligensi yang kurang, ketidak sesuaian gaya belajar, motivasi dan minat yang rendah, serta lingkungan belajar yang kurang mendukung peserta didik dalam belajar.

2. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik sangat beragam dan memiliki jenis yang berbeda-beda. Banyak para ahli berpendapat mengenai jenis kesulitan belajar, seperti pendapat Abdurrahman (2009: 11) mengatakan bahwa kesulitan belajar secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

(4)

a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

Kesulitan ini sering tampak sebagai kesulitan belajar yang disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan prasyarat, yaitu keterampilan yang harus dikuasi terlebih dahulu agar dapat menguasi bentuk keterampilan berikutnya. Selain itu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan disebabkan oleh gangguan motorik, persepsi, bahasa, komunikasi, dan penyesuaian perilaku sosial. b. Kesulitan belajar akademik

Kesulitan belajar akademik menunjukan pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang tidak sesuai dengan aktivitas yang diharapkan. Kegagalan tersebut mencangkup penguasaan ketarampilan membaca, menulis, dan berhitung.

Selanjutnya terdapat Ahli lain yang berpendapat mengenai jenis-jenis kesulitan belajar, seperti Mulyadi (2010: 16) mengatakan bahwa ada 3 jenis kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik dalam belajar diantarnya:

a. Kesulitan dalam mencapai tingkat ketuntasan minimal dari pelajaran yang telah disampaikan, akan tetapi kesulitan itu berupa kurangnya penguasaan pada materi tertentu yang menyebabkan peserta didik tidak mencapai standar.

b. Peserta didik yang belum dapat mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai atau karena proses belajar yang sudah ditempuhnya tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik yang bersangkutan.

c. Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami peserta didik, karena secara konseptual tidak menguasai bahan yang dipelajarai secara menyeluruh, tingkat

(5)

penguasaan bahan sangat rendah, konsep-konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sukar tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah sulit untuk dipahami.

Jenis kesulitan belajar yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar memiliki jenis yang bervariasi. Dari ketidak berhasilan peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan, pemahaman konsep yang kurang matang, sehingga menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan untuk melanjutkan ketahapan kompetensi selanjutnya.

Kesulitan belajar tidak mudah untuk diklasifikasikan jenisnya karena kesulitan belajar merupakan kesulitan yang bersifat heterogen, berbeda dengan kesulitan belajar yang bersifat kesulitan spesifik seperti tunagrahita, tunarungu, atau tunanetra yang bersifat homogen, setiap kesulitan belajar yang dialami peserta didik memiliki diagnosis yang berbeda-beda. Akan tetapi berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas, kesulitan belajar dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Kesulitan Belajar yang berhubungan dengan perkembangan

Kesulitan belajar ini dimungkinkan terjadi akibat adanya perkembangan yang belum sesuai, dalam hal ini suatu yang menjadi dasar untuk memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi mengalami hambatan atau gangguan. Kesulitan tersebut dapat ditunjukan dengan rendahnya penguasaan keterampilan prasyarat yang tidak memenuhi standar yang sudah tentukan, kurangnya pemahaman konsep belajar, baik pada konsep yang mudah maupun sulit, dan juga mencakup kesulitan dalam berbahasa, komunikasi, dan penyesuaian perilaku sosial.

(6)

2) Kesulitan belajar akademik

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan akademik merupakan kesulitan yang dialami peserta didik menampilkan salah satu atau beberapa kegagalan dalam akademik. Kegagalan-kegagalan tersebut mencangkup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan berhitung. Kesulitan belajar ini dapat dipahami oleh guru dan orang tua ketika peserta didik menampilkan permasalahan dalam hal akademiknya yang dapat dijadikan dasar awal untuk mengetahui kesulitan belajar yang sebanarnya dialami peserta didik.

3. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar yang dialami peserta didik pastinya dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Kesulitan belajar tersebut dapat dipengaruhi baik dari diri peserta didik sendiri maupun dipengaruhi dari luar peserta didik. Menurut Abdurrahman (2009: 13) mengatakan bahwa kesulitan belajar dipengarhui oleh beberapa faktor yaitu ketururnan, luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, biokimia yang hilang. Biokimia yang dapat merusak otak seperti zat-zat kimia buatan, pencemaran lingkungan yang dapat menggangu kerja otak, gizi yang tidak memadai, pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan peserta didik.

Faktor kesulitan belajar di atas dapat disimpulkan bahwa faktor dari kesulitan belajar peserta didik disebabkan faktor dari dalam diri peserta didik maupun faktor lain seperti genetik atau keturunan, kondisi kesehatan peserta didik, kondisi lingkungan dan pengaruh dari psikologi dan sosial yang dapat

(7)

mempengaruhi perkembangan peserta didik, seperti ekonomi keluarga, sosial dan budaya masyarakat yang tidak mendukung kemajuan pengetahuan peserta didik.

Kemudian ahli lain yaitu Khairani (2013: 188-201) yang mengatakan bahwa faktor kesulitan belajar dapat terbagi menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik meliputi kondisi fisik dan psikologis. Kondisi fisik peserta didik dapat berpengaruh terhadap kesulitan belajar peserta didik. Kondisi peserta didik dalam belajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar karena jika kondisi peserta didik sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga syaraf sensori dan motoriknya lemah. Hal itu disebabkan karena rangsangan melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak.

Kemudian kondisi cacat tubuh juga sangat berpengaruh terhadap hasil belajar, karena hal itu dapat menghambat aktivitas peserta didik dalam belajar. Cacat tubuh ringan seperti kurang pendengaran, penglihatan, gangguan psikomotor, sedangkan cacat tubuh yang tetap seperti tuna netra, tuna rungu, dan lain-lain. Selanjutnya kondisi psikologis peserta didik dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Inteligensi atau kecerdasan, bahwa anak dengan kecerdasan lemah atau terbatas kecakapannya apabila mereka harus menyelesaikan persoalan yang melebihi potensinya jelas dia tidak mampu dan banyak mengalami kesulitan.

(8)

2) Kesehatan Mental, dalam belajar tidak hanya menyangkut masalah kecerdasan melainkan juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Seseorang tanpa terkecuali peserta didik memiliki kebutuhan dan dorongan seperti penghargaan, kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan, dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah-masalah emosional. 3) Bakat, setiap peserta didik memiliki bakat yang berbeda, potensi yang dimiliki

peserta didik sangat beragam, kesulitan belajar yang dialami peserta didik dapat dimungkinkan karena tidak sesuai bakatnya. Hal itu dapat mempengaruhi kesulitan belajar karena biasanya peserta didik tersebut menujukkan sikap cepat bosan, mudah putus asa, dan tidak senang dalam belajar.

4) Minat, tidak adanya minat sesorang terhadap sesuatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar. Belajar yang tidak sesuai dengan minatnya mungkin karena tidaksesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kecakapannya, dan tidak sesuai dengan dirinya. Sehingga akan menjadikan anak malas memperhatikan, tidak mencatat.

5) Motivasi, merupakan faktor batin berfungsi untuk menimbulkan mendasari, perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan belajar sehingga semakin besar motivasi semakain besar kesuksesannya. Hal itu dapat terlihat dari kegigihan dalam belajar, berusaha, giat untuk menambah pengetahuan.

6) Gaya belajar peserta didik berbeda-beda. Terdapat gaya belajar peserta didik dengan visual, motoris, dan campuran, masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Gaya belajar dapat mempengaruhi kesulitan belajar jika gaya

(9)

belajar yang dimiliki peserta didik yang mengalami kesulitan belajar tersebut tidak sesuai dengan dirinya.

Faktor psikologi yang telah dijelaskan di atas, pada dasarnya berpengaruh terhadap kesulitan belajar, terutama kecerdasan peserta didik memiliki peran penting dalam belajar, akan tetapi kecerdasan tidak menjadi hal mutlak sebagai pengaruh terbesar dalam kesulitan belajar yang dialami peserta didik, kerena ada faktor lain yang juga mempengaruhi seperti minat, motivasi, dan gaya belajar. Ketiga hal tersebut juga dimungkinkan berpengaruh karena kenyamanan, motivasi, dan hal yang sesuai dengan peserta didik, akan memudahkan peserta didik dalam menangkap informasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar dapat dipengaruhi oleh diri peserta didik sendiri yang meliputi kondisi fisik peserta didik, dan kondisi psikologi peserta didik. Misalnya inteligensi atau kecerdasannya yang kurang dalam menyerap ilmu pengetahuan, minat dalam belajar, kesesuaian gaya belajar peserta didik, motivasi dan bakat dari dalam diri peserta didik.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal dapat mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik. Faktor eksternal adalah sebagai berikut:

1) Keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan utama dan pertama. Tetapi dapat juga mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik. Cara mendidik anak merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar. Orang tua

(10)

yang tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya, mungkin acuh tak acuh dan kurang memperhatikan kemajuan anak-anaknya dapat menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik. Orang tua terlalu keras dalam mendidik atau terlalu memanjakan anaknya, serta tidak menciptakan keharmonisan dalam keluarga dapat menimbulkan mental yang tidak sehat bagi anak. Kemudian orang tua yang sibuk bekerja karena ekonomi yang rendah maupuan ekonomi yang berlimpah, terlalu banyak anak yang diawasi, sehingga bimbingan yang diberikan kurang maksimal, dapat menjadi salah satu penyebab kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik.

2) Sekolah

Sekolah merupakan tempat memperoleh pendidikan setelah lingkungan keluarga. Sekolah memiliki faktor penting dalam keberhasilan belajar peserta didik, begitu pula dengan kegagalan peserta didik. Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik salah satunya yaitu guru. Guru merupakan sumber belajar utama bagi peserta didik, sehingga kualitas guru dapat menentukan keberhasilan dari peserta didik. Guru tidak kualified dalam pengambilan metode, dan kurang menguasi pelajaran serta pengelolaan kelas dapat menjadi penyebab kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Kemudian hubungan guru dengan murid juga dapat menghambat proses belajar peserta didik, misalnya guru tidak disukai murid menyebabkan murid malas dan tidak semangat dalam belajar. Selain itu terdapat faktor lain seperi ruang sekolah, kurikulum, dan proses pembelajaran yang dilakukan kurang

(11)

dilaksanakan dengan baik juga dapat menyebabkan kesulitan belajar bagi peserta didik.

3) Lingkungan

Lingkungan masyarakat merupakan tempat peserta didik bergaul dan bermain. Faktor lingkungan masyarakat dikatakan berpengaruh seperti corak kehidupan masyarakat yang kurang mendukungan peserta didik dalam belajar dan menuntut ilmu pasti akan berdampak pada kesulitan belajar peserta didik. Teman bergaul juga sangat berpengaruh besar dan lebih masuk ke jiwa anak, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka peserta didik akan malas belajar, sebab cara anak bersekolah berlainan dengan anak yang tidak sekolah.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor eksternal dari peserta didik dapat mempengaruhi peserta didik. Pola asuh dan bimbingan belajar yang dilakukan orang tua kepada peserta didik juga berpengaruh terhadap kesulitan belajar yang dialami peserta didik, kemudian cara guru di sekolah memberikan pelajaran dan menerangkan kepada peserta didik sangatlah penting, karena guru merupakan salah satu sumber belajar utama yang dapat mengarahkan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Faktor lingkungan juga berdampak pada kesulitan belajar karena lingkungan masyarakat juga dapat menjadi lingkungan belajar peserta didik, dan lingkungan yang dapat mendukung peserta didik dalam belajar.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar dapat disimpulkan sebagai berikut:

(12)

1) Kondisi fisik peserta didik baik kesehatan maupun kondisi organ tubuh peserta didik.

2) Kondisi psikologi peserta didik dapat dibagi kembali menjadi beberapa seperti inteligensi yang rendah artinya kecerdasaan yang dimiliki peserta didik dibawah rata-rata, minat belajar yang kurang dan rendah, belajar yang tidak sesuai dengan bakat dan gaya belajar yang dimiliki peserta didik, dapat diartikan ketidak cocokan antar bakat dan gaya belajar, serta motivasi peserta didik yang rendah yang dimiliki peserta didik dapat mengakibatkan permasalahan belajar.

3) Pola asuh orang tua dalam mendidik dan membantu peserta didik untuk belajar dan memecahkan masalah yang dihadapi peserta didik. Selain itu keharmnisan, kenyamanan, dan kedamain di rumah juga berpengaruh terhadap kesulitan belajar peserta didik.

4) Kemampuan guru dalam mengajar, yang meliputi bagaimana guru dalam membantu meningkatkan kemampuan peserta didik, memecahkan masalah yang dihadapi peserta didik, dan membangun hubungan baik guru dengan peserta didik.

5) Lingkungan yang tidak mendukung peserta didik dalam belajar dan memperoleh ilmu pengetahuan. Hal itu berkaitan juga dengan teman sebaya yang memungkinkan dapat berpengaruh seperti ketika antar peserta didik dalam belajar tidak memperhatiakan menjadikan peserta didik bercerita sehingga tidak fokus dalam belajar dan jika bergaul dengan anak yang tidak sekolah.

(13)

C. Perkembangan Peserta Didik SD 1. Karakteristik Peserta Didik SD

Peserta didik pada jenjang SD merupakan individu yang yang sudah memasuki usia matang untuk sekolah atau pada usia ini dapat dikatakan awal dari peserta didik memperoleh pendidikan secara formal, selain itu pada usia tersebut merupakan dapat juga dikatakan usia matang seorang individu untuk sekolah. Dikatakan matang untuk sekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan- kecakapan baru yang dapat diberikan sekolah.

Pada umumnya di Indonesia anak memasuki masa SD pada usia 7 tahun dan selesai pada usia 12 atau 13 tahun, karena pada masa tersebut dapat dikatakan masa matang seorang anak memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan siap memasuki pendidikan formal, kondisi tersebut didukung dengan teori Piaget (Desmita, 2011: 101) bahwa memasuki usia yaitu 7 tahun sampai 11 tahun anak berada pada tahap perkembangan praoprasional kongkrit yang meliputi pembentukan konsep-konsep yang tetap, penalaran mental, penonjolan sikap egoisentris, dan pembentukkan sitem-sistem keyakinan gaib. Ketika peserta didik memasuki usia 11 tahun cara berpikir mulai berubah kearah yang lebih abstrak, konkrit, logis, dan lebih idealistik. Secara lebih mendalam pada usia SD, seorang peserta didik memiliki tugas dan fase tersendiri, hal itu sesuai dengan pendapat Djamarah (2008: 124) Pada masa usia SD peserta didik dapat digolongkan menjadi dua fase yaitu:

(14)

a. Masa Kelas Rendah SD

Masa kelas rendah memiliki karakteristik dan sifat yang khas, masa ini berada di kelas 1 sampai kelas 3. Karakteristik kelas rendah sebagai berikut. 1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan

jasmani dengan prestasi sekolah.

2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan permainan tradisional.

3) Ada kecendrungan memuji sendiri.

4) Suka membandingkan dirinya dengan temannya untuk meremehkan orang lain.

5) Kalau tidak dapat menyelesaikan soal, soal tersebut dianggap tidak penting. 6) Pada masa ini peserta didik menghendaki nilai rapor yang baik, tetapi tidak

mengingat apakah prestasinya pantas diberi nilai baik.

b. Masa Kelas Tinggi SD

Masa kelas tinggi yaitu pada kelas 4 sampai dengan kelas 6. Pada masa- masa ini memiliki beberapa sifat diantaranya:

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal itu menimbulkan adanya kencenderungan untuk membandingkan pekerjaan- pekerjaan yang praktis.

2) Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar.

3) Mulai nampak adanya minat terhadap mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjol faktor-faktor.

(15)

4) Sampai pada umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya.

5) Pada masa ini anak gemar membentuk kelompok sebaya, untuk bermaian bersama dengan peraturannya sendiri.

Berdasarkan karakteristik tersebut, kita dapat mengetahui karakterisitk peserta didik, secara garis besar bahwa karakteristik peserta didik usia SD senang bermaian, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu menurut Rofiah (2014: 228-229) dalam

pembelajaran perlu mengandung unsur permainan, merancang model

pembelajaran yang memungkinkan anak untuk berpindah, atau bergerak, belajar berbasis kelompok, kemudian merancang belajar yang memungkinkan anak terlibat secara langsung dan merasakan sendiri dalam proses pembelajaran.

2. Perkembangan Belajar Peserta Didik

Perkembangan peserta didik menurut teori perkembangan piaget (Desmita, 2011: 101) bahwa peserta didik usia SD berada pada tahap praoprasional sampai pada tahap perkembangan kongkrit. Pada masa ini peserta didik dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa kongkrit dan mengklasifikasikan benda- benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda. Kemudian pada tahap kongkrit peserta didik mulai dapat berpikir secara abstrak, logis, dan lebih idealistik.

Berdasarkan pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa pada usia SD peserta didik diharapkan sudah mampu berpikir mengenai baik dan benar berdasarkan urutan sebab akibat, hal itu didukung oleh periodesasi perkembangan menurut konsep islam pada fase tamyiz (Desmita, 2011: 26) yaitu pada masa ini peserta

(16)

didik mulai mampu membedakan baik dengan yang buruk, yang benar dengan yang salah. Oleh karena itu pada masa ini peserta didik juga sudah mulai mengenali banyak cara untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mempertimbangkan secara logis dari sebuah kondisi dengan kembali melihat hubungan sebab akibat. Kemudian menurut Desmita (2011: 104) mengatakan bahwa pada periode usia SD peserta didik sudah tidak terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indra, karena peserta didik sudah mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya. Havigust (Desmita, 2011: 35) membagi tugas perkembangan anak usia SD meliputi:

1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.

2. Membina hidup sehat.

3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.

4. Belajar menjalankan peran sosial sesuai dengan jenis kelamin.

5. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.

6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif. 7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai diri.

8. Mencapai kemandirian pribadi.

Dari pendapat di atas dapat menjadi acuan berkaitan dengan perkembangan belajar peserta didik di SD, karena pada kenyataanya perkembangan belajar peserta didik di SD berbeda-beda dan banyak peserta didik

(17)

yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan belajar di SD. Salah satu faktor yang mempengaruh kondis tersebut salah satunya berkaitan dengan kesiapan belajar peserta didik. Kesiapan belajar peserta didik berkaitan dengan kematangan belajar baik secara usia maupuan perkembangan kemampuan pada periode sebelumnya. Hasil penelitian Halimah (2010: 7) berkaitan dengan bahwa ada perbedaan sangat signifikan kesiapan sekolah antara anak SD yang mengikuti pendidikan TK dengan yang tidak mengikuti pendidikan TK, dimana anak SD yang sebelumnya mengikuti pendidikan TK memiliki kesiapan sekolah lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengikuti pendidikan TK.

Berdasarkan teori dan kondisi yang sebanarnya sehingga perkembangan belajar peserta didik di SD dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Peserta didik harus memiliki kompetensi belajar seperti membaca, menulis, dan berhitung yang baik, sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

2. Peserta didik sudah mulai memiliki penalaran logis sejauh pemikiran dapat diterapkan kedalam contoh-contoh yang spesifik atau kongkrit.

3. Mulai tumbuh kemandirian dan tanggung jawab dalam belajar. 4. Peserta didik sudah mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan. 5. Belajar bergaul, berkelompok, dan menjalankan peran sosial.

D. Peserta Didik Tinggal Kelas

Peserta didik tinggal kelas, merupakan hal yang tidak asing dan banyak ditemui di sekolah. Peserta didik tinggal kelas adalah peserta didik yang mengalami kegagalan belajar dalam bidang akademik. Sistem pendidikan

(18)

Indonesia terdapat istilah kenaikan kelas sebagai hasil belajar yang telah ditempuh peserta didik selama 1 tahun ajaran. Kenaikan kelas dalam sistem pendidikan di Indonesia dilakukan pada akhir semester dua dalam level kelas tersebut. Peserta didik dinyatakan dapat naik kelas yang lebih tinggi jika peserta didik mampu menyelesaikan berbagai kompetensi yang harus ditempuh pada kelas sebelumnya, hal itu sesuai dengan kriteria berdasarkan peraturan Mendikdasmen (2007: 40) menyatakan bahwa anak naik kelas jika, peserta didik memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Jumlah mapel yang belum tuntas tidak boleh lebih dari 25 % dari jumlah mapel yang diajarkan dikelas masing-masing.

b. Memiliki nilai minimal baik pada aspek kepribadian.

c. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dua semester pada kelas yang diikuti.

Berdasarkan kriteria tersebut, peserta didik yang tidak dapat mencapai standar yang telah ditentukan akan mengalami tinggal kelas. Peserta didik yang mengalami tinggal kelas secara teori adalah peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Hal itu sejalan dengan pendapat Partowisastro & Hadisuparto (Suwarto, 2013 : 92) mengatakan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar jika tidak dapat memenuhi harapan yang disyaratkan kepadanya oleh sekolah. Akan tetapi peserta didik tinggal kelas tidak didasarkan hanya pada kompetensi belajar yang telah dicapai peserta didik, akan tetapi juga didasarkan pada faktor lain seperti usia, kesehatan fisik, emosi, maupun mental, karena faktor tersebut juga mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik.

(19)

E. Peran Guru dalam Membantu Kesulitan Belajar Peserta Didik

Pendidikan merupakan sesuatu terpenting dalam kehidupan. Plato menyatakan (Mu’in, 2011: 21) bahwa manfaat pendidikan yaitu membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku mulia. Pernyataan tersebut memberikan pandangan bahwa pendidikan merupakan suatu cara untuk membuat manusia menjadi lebih baik, bijak, dan pendidikan menghasilkan manusia yang mendukung berjalannya masyarakat yang ideal.

Sosok penting dalam pendidikan salah satunya guru. Guru merupakan figure sentral dalam pendidikan. Guru adalah orang yang bertanggungjawab dalam proses belajar mengajar, memiliki ruang untuk dikondisikan yaitu kelas tempat ia dan murid-muridnya belajar. Sesuai dengan pernyataan Rachmawati & Daryanto (2013: 14) guru harus bertanggungjawab atas hasil belajar peserta didik, disamping peran sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pembimbing, artinya memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksiamal terhadap sekolah.

Depdiknas (Rachmawati & Daryanto, 2013: 13) menyatakan bahwa guru memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas dalam hal ini peserta didik. Sebagai orang yang memiliki peran penting dalam peningkatan kemampuan peserta didik guru harus mampu meningkatkan kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran, pelaksanaan, dan pengelolaan pengajaran efektif,

(20)

guru juga harus bisa memotivasi dan membimbing peserta didiknya terutama ketika peserta didik mengalami kesulitan belajar.

F. Penelitian Relevan

Berdasarkan penelitian yang peneliti anggap relevan dengan penelitian kesulitan belajar peserta didik di sekolah dasar antara lain :

1. Penelitian tentang masalah yang dihadapi peserta didik tinggal kelas oleh Bertha (2014) tentang “ Masalah yang dihadapi peserta didik tinggal kelas di Sekolah Dasar Negeri 05 Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat” menunjukan hasil, bahwa peserta didik tinggal kelas mengalami permasalahan belajar karena dari diri peserta didik yang merasa kurang percaya diri dan pasif dalam belajar, serta masalah lain seperti kurangnya kenyamanan belajar karena sering diolok-olok oleh temannya, kurangnya konsentrasi dalam belajar, dan hubungan dengan teman sebaya yang kurang baik.

2. Penelitian tentang kesulitan belajar oleh Suwarto (2013) tentang “Belajar Tuntas, Miskonsepsi, dan Kesulitan Belajar

menunjukan hasil, Bila miskonsepsi ini tidak terdeteksi secara dini, maka akan menyebabkan kesulitan belajar pada diri peserta didik. Apabila kesulitan belajar disuatu konsep yang mendasar tidak segera diatasi maka akan menimbulkan kesulitan belajar untuk memahami konsep yang berikutnya.

Kedua penelitian tersebut saling berhubungan dalam penelitian ini, penelitian oleh Bartha yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi peserta didik tinggal kelas dapat memberikan gambaran berkaitan masalah peserta didik tinggal kelas, akan tetapi pada penelitian tersebut masih kurang mendalam berkaitan

(21)

permasalahan tersebut, sehingga hasil tersebut dapat dijadikan acuan peneliti untuk melihat permasalahan peserta didik tinggal kelas secara sepesifik berkaitan dengan kesulitan belajarnya. Kemudian pada penelitian Suwarto berkaitan dengan kesulitan belajar peserta didik, sehingga kedua penelitian tersebut saling berhubungan untuk mengetahui dan menggali lebih dalam terkait bentuk dan faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik tinggal kelas, peran guru serta orang tua dalam membantu dan menangani kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, strategi sekolah dalam membantu meningkatkan kemampuan peserta didik tinggal kelas, sehingga dapat ditemukan informasi yang lebih akurat dalam membantu menangani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dan lebih khususnya pada peserta didik yang mengalami tinggal kelas, karena pada saat ini peserta didik tinggal kelas yang mengalami kesulitan belajar belum semuanya mendapat penanganan yang baik dan tepat.

G. Kerangka Pikir

Belajar merupakan proses seseorang memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahuinya. Saat ini belajar belajar identik dengan pendidikan formal di sekolah. Di sekolah banyak peserta didik mendapatkan proses belajar. Secara lebih luas proses belajar dapat menambah pengetahuan dan perubahan perilaku peserta didik, sehingga dapat dijadikan bekal untuk berperan di masyarakat.

Belajar yang baik dan kontinu akan menghasilkan tingkat tertinggi, yaitu keberhasilan seseorang, dalam hal ini peserta didik. Keberhasilan belajar dari setiap peserta didik berbeda-beda, ada peserta didik yang dapat berhasil dengan

(22)

baik dalam proses belajar dan adapula peserta didik yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar yang berakibat pada tinggal kelas.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian memfokuskan pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar sehingga berakibat pada tinggal kelas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi berupa bentuk dan faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar peserta didik tinggal kelas, peran guru serta orang tua dalam membantu dan menangani kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, serta strategi sekolah dalam membantu meningkatkan kemampuan peserta didik tinggal kelas yang menghadapi kesulitan belajar. kesulitan belajar disuatu konsep yang mendasar tidak diatas dengan baik maka akan menimbulkan kesulitan belajar untuk memahami konsep berikutnya. Hal itu dapat digambarkan sebagai berikut :

Kesulitan Belajar peserta didik tinggal kelas

Kesulitan belajar merupakan permasalahan yang harus segera ditangani

hal itu didukung dengan hasil penelitian

Hasil penelitian

1. Mengetahui bentuk dan faktor kesulitan belajar peserta didik tinggal kelas.

2. Peran guru dan orang tua dalam membantu dan menangani kesulitan belajar peserta didik tinggal kelas. 3. Mengetahui strategi sekolah dalam

meningkatkan kemampuan peserta didik tinggal kelas yang menghadapi kesulitan belajar.

Dilakukan penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan permasalahan kesulitan belajar

Referensi

Dokumen terkait

Pada skripsi ini, akan dibahas pengaruh tekanan medan listrik lokal pada isolasi XLPE pada kabel bawah tanah terhadap pertumbuhan pemohonan listrik Pada skripsi ini akan diamati

Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem yang diusulkan mengenai system pendukung keputusan Penyedia Jasa Angkutan Barang PT.. Dalam melakukan design penulis

Bangsa Israel menjadi potret hidup kita, jikalau Allah yang Maha Agung begitu mengerti keadaan kita, bermurah hati terhadap kita, dan ingin bekerja sama dengan kita,

Yaitu terciptanya prototype information display papan yang berisi informasi bus Trans Jogja yang lebih mudah diakses dengan sistem digital dan sistem mobile dimana

Begitu juga dengan karakteristik sosial kecamatan Sidikalang yang dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti etnik Pakpak, Toba, Simalungun, karo, dan suku

(2008) dalam sebuah penelitian dengan judul PERANCANGAN DAN SIMULASI JARINGAN FAST ETHERNET DENGAN MENGGUNAKAN ROUTING PROTOCOL OSPF DAN EIGRP, bahwa beliau

Data sekunder yang diperoleh penulis bersumber dari kuesioner dalam bentuk pertanyaan terbuka yang juga telah penulis sebarkan kepada panitia penyelenggara serta peserta

Tujuan penelitian ini adalah membuat membran elektrolit berbasis polieter-eter keton yang dapat digunakan pada sistem DMFC suhu tinggi dengan mempelajari: pengaruh