• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

Kelapa sawit adalah salah satu komoditi yang mampu memberikan kontribusinya dalam perekonomian yang berasal dari sub-sektor perkebunan. Kelapa sawit merupakan komoditi penting dalam mendorong perekonomian Indonesia dan Sumatera Utara, sebagai penghasil devisa negara kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia.

Pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa dan menyediakan kesempatan kerja. Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004-2017 sebesar 7,67% sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% per tahun.

Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya petani yang cukup menguntungkan. Berdasarkan data statistik Direktorat jendral perkebunan, pada Tahun 2017 luas areal kelapa sawit mencapai 12.307.677 juta Ha dengan produksi 31,3 juta ton CPO. Luas areal menurut status pengusahaannya milik rakyat (Perkebunan Rakyat) seluas 4.756.272 juta Ha, milik negara (PTPN)

(2)

5

seluas 752.585 Ha, milik swasta seluas 6.798.820 Ha. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1 Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

No

Provinsi

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta Total

Luas ( Ha ) Luas ( Ha ) Luas ( Ha ) luas ( Ha )

1 ACEH 233.43 42.322 182.866 458.619 2 SUMATRA UTARA 429.951 324.938 720.009 1.474.897 3 SUMATRA BARAT 202.831 9.92 200.407 413.158 4 RIAU 1.386.575 92.714 1.013.887 2.493.176 5 KEPULAUAN RIAU 1.352 0 21.077 22.429 6 JAMBI 463.952 24.276 267.293 755.522 7 SUMSEL 450.605 49.645 520.077 1.020.328 8 KEP.BANGKA BELITUNG 65.749 0 160.628 226.378 9 BENGKULU 200.854 4.999 105.817 311.671 10 LAMPUNG 117.184 15.9 91.092 224.175 SUMATRA 3.552.484 564.715 3.283.154 7.400.353 11 D.K.I. JAKARTA 0 0 0 0 12 JAWA BARAT 262 9.993 4.473 14.728 13 BANTEN 9.481 9.946 2.441 21.868 14 JAWA TENGAH 0 0 0 0 15 D.I. YOGYAKARTA 0 0 0 0 16 JAWA TIMUR 0 0 0 0 JAWA 9.744 19.939 2.441 36.597 17 B A L I 0 0 0 0 18 NUSA TENGGARA BARAT 0 0 0 0 19 NUSA TENGGARA TIMUR 0 0 0 0 NUSA TENGGARA 0 0 0 0 20 KALIMANTAN BARAT 393.324 52.145 1.052.371 1.497.841 21 KALIMANTAN TENGAH 393.324 0 1.072.624 1.227.874 22 KALIMANTAN SELATAN 85.509 17.214 352.952 455.674 23 KALIMANTAN TIMUR 312.678 58.081 602.314 973.073 24 KALIMANTAN UTARA 29.446 0 156.152 185.598 KALIMANTAN 976.207 58.081 3.236.413 4.340.060 25 SULAWESI UTARA 0 0 0 0 26 GORONTALO 4.95 0 8.017 12.967 27 SULAWESI TENGAH 79.354 1.432 84.928 165.714

(3)

6 28 SULAWESI SELATAN 35.594 19.563 2.903 58.06 29 SULAWESI BARAT 63.102 0 53.398 116.5 30 SULAWESI TENGGARA 6.539 4.001 40.279 50.819 SULAWESI 189.539 24.996 189.525 404.06 31 M A L U K U 963 0 10.1 11.063 32 MALUKU UTARA 0 0 0 0 33 P A P U A 15.14 12.488 29.517 57.146 34 PAPUA BARAT 12.195 3.007 43.197 58.4 MALUKU + PAPUA 28.298 15.496 82.814 126.608 INDONESIA 4.756.272 752.585 6.798.820 12.307.677 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 2017

2.2 Pelepah Kelapa sawit

Menurut Pengembangan Pertanian (2003) dalam Natasha (2012), pelepah kelapa sawit merupakan bagian dari daun tanaman kelapa sawit yang berwarna hijau (lebih muda dari warna daunnya). Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung lamina dan midrib, ruas tengah, petiole dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65 cm dan mencakup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm, setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah yang dihasilkan meningkat 30- 40 batang ketika berumur 3-4 tahun.

Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu limbah padat hasil pemanenan TBS di kebun sawit yang belum banyak pemanfaatannya. Produksi pelepah sebanyak 22 batang per pohon per tahun dimana berat daging pelepah sekitar 2,2 kg dan biomassa pelepah sawit sebanyak mencapai 6,3 ton per hektar per tahun. Kandungan senyawa kimia penyusun pada pelepah kelapa sawit terdiri dari selulosa sebanyak (33,7%), kandungan Hemiselulosa sebanyak (35,9%), lignin sebanyak (17,4%), dan kalsium sebanyak (2,568%) (Ginting, 2013), bahan organik yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan α-selulosa karena pelepah kelapa sawit

(4)

7

mengandung lignin dan selulosa sebagian besar tersusun dari unsur karbon yang pada umumnya dapat dijadikan selulosa. Berikut pada table 2.2 akan disajikan komposisi kandungan kimia pada pelepah kelapa sawit .

Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Kimia Penyusun Serat pada

Pelepah Kelapa Sawit

Unsur Kimiawi Pelepah Kelapa Sawit (%)

Selulosa 33,7 Hemiselulosa 35,9 Lignin 17,4 Silika 2,6 Abu 3,3 Nitrogen 2,38 Kalium 1,316 Kalsium 2,568 Magnesium 0,487 Posfor 0,157 Sulfur 0,40 Klorida 0,70 Sumber : Ginting, 2013

Gambar 2.1 Pelepah Kelapa Sawit

(5)

8

Pemanfaatan pelepah kelapa sawit semakin populer dengan banyaknya kegunaan. Berikut ini penelitian terdahulu pemanfaatan pelepah kelapa sawit. Penelitian oleh Senny Widyaningsih dkk. (2007) yang berjudul pembuatan selulosa asetat dari pulp kenaf memperoleh kadar selulosa asetat dengan kadar asetil terbaik yakni sebesar 35 – 43,5%.

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Ginting et al. (2016) dalam penelitiannya mengenai pelepah kelapa sawit sebagai bahan bakar alternatif. Dalam hasil analisa briket arang pelepah kelapa sawit diketahui rata-rata kadar air 21,2%, kerapatan 0,5 gr/cm3 , kadar abu 26,5%, karbon terikat 14,7%, zat mudah menguap 58,7%, dan nilai kalor 2689,84 kal/gr. Secara keseluruhan briket arang dari pelepah kelapa sawit memiliki kualitas yang lebih rendah dengan standar SNI.

2.4 Selulosa

Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam. Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan dalam bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman kapas. Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan polisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu, baik pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selain itu selulosa juga dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum secara ekstraseluler (Klemm, 2015). Senyawa ini juga dijumpai dalam plankton bersel satu atau alga di lautan, juga pada jamur dan bakteri (Potthast, 2006; Zugenmaier, 2008). Sebagai bahan baku kimia, selulosa telah digunakan dalam bentuk serat atau turunannya selama sekitar 150 tahun (Habibi, 2014). Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam dan amonia (Brown dan Saxena, 2007). Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang

(6)

9

seragam, yaitu karbohidrat. Hal ini berdasarkan residu glukosa yang mirip dengan pati. Payen β-1,4-glikosida juga mengatakan bahwa selulosa adalah isomer dari bahan penyusun pati (Zugenmaier, 20014).

Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Potthast, dkk., 2006; Zugenmaier, 2008), seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10 O5)n dengan n ~ 1500 dan berat molekul ~ 243.000 (Rowe, 20014).

Gambar 2.2 Struktur Selulosa (Chanzy, 2010).

Untuk mendapatkan sifat fisik dan kimia yang lebih baik dan memperluas

aplikasinya, selulosa dibuat dalam berbagai turunannya diantaranya turunan ester dan eter. Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan ester selulosa sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortir khusus atau kimia khusus untuk bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat, makanan, produk farmasetik, dan lain-lain. Selulosa juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan kertas. Seratnya mempunyai kekuatan dan durabilitas yang tinggi. Jika dibasahi dengan air, menunjukkan pengembangan ketika jenuh, dan juga higroskopis. Bahkan dalam keadaan basah, serat selulosa alami tidak.

Kehilangan kekuatannya (Zugenmaier, 2008). selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:

(7)

10

a. α-selulosa

Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500 dan merupakan bentuk sesungguhnya yang telah dikenal sebagai selulosa.

Selulosa α dipakai sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni).

Selulosa α >92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan sedangkan selulosa kualitas lebih rendah digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas. Semakin tinggi kadar α selulosa, maka semakin baik mutu bahannya struktur dari α-Selulosa disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur α-Selulosa (Nuringtyas, 2010).

b. β-selulosa

Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. Jenis dari selulosa ini mudah larut dalam larutan NaOH yang mempunyai kadar 17,5% pada suhu 20oC dan akan mengendap bila larutan tersebut berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam, struktur dari β-Selulosa disajikan pada Gambar 4.

(8)

11

Gambar 2.4 Struktur β-selulosa (Nuringtyas, 2010).

2.5 Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer dari pentosa (xylosa, arabinosa); heksosa (manosa, glukosa, galaktosa); dan asam gula. Tidak seperti selulosa, hemiselulosa tidak homogen secara kimia. Hemiselulosa hardwoodmengandung paling banyak xylan, sedangkan hemiselulosa softwood mengandung paling banyak glukomanan (Saha, 2013).

Hemiselulosa relatif mudah untuk dihirdrolisis asam menjadi komponen-komponen monomernya yang terdiri dari glukosa, manosa, galaktosa, xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam D-glukuronat, asam 4-O-metil-glukuronat dan asam D-galakturonat. Molekul hemiselulosa lebih kecil dari selulosa serta lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kotak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa (Judoamidjojo, 2009). Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan dan mudah larut dalam alkali dan sukar larut dalam asam. Sedangkan selulosa sebaliknya (Tjokroadikoesoema, 2006).

(9)

12

Secara umum, model hidrolisis hemiselulosa berdasarkan pada katalis asam merusak rantai hemiselulosa yang panjang menjadi oligopolimer yang lebih pendek dilanjutkan dengan pemutusan kembali menjadi monomer gula. Model ini hanya berlaku pada pH dibawah 2 karena pada nilai pH diatas dua katalis ion hidronium berkompetisi dengan katalis hidroksil. Hidrolisis kedua menggunakan asam 3,25 % telah dipertimbangkan untuk hidrolisis lebih lanjut beberapa produk oligomer ke dalam bentuk monomer, tetapi ketika xylosa diberi asam pada waktu lama, senyawa ini akan berubah menjadi furfural (Wyman, 2000).

2.6 Lignin

Lignin merupakan polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan bobot molekul 11.000 (Krisnawati, 2008). Lignin terbentuk dari fenil propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan yang lainnya dengan ikatan eter (C-O-C) maupun ikatan karbon-karbon (Sjostrom, 2007). Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehigga strukturnya bersifat kaku (rigid). Adanya ikatan aril alkil dan ikatan eter di dalamnya menyebabkan lignin menjadi tahan terhadap proses hidrolisis dari asam-asam universal. Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lainnya. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton dan vanili (Judoamidjojo, 2007)

Lignin dapat digunakan sebagai resin untuk kayu agar tahan terhadap rayap. Resin yang dibuat merupakan resin berbasis resolsinol yang efektif dalam kematian rayap serta tusam pada kayu karet (Jasni & Santoso, 2003). Lignin dapat digunakan sebagai bahan perekat, pengikat, suftaktan, produksi polimer didpersan dan sumber bahan kimia lainnya (Simatupang, 2012)

(10)

13 2.7 Ekstraksi Selulosa

Selulosa dapat diekstraksi, beberapa metode pembuatan selulosa yang pernah dilakukan dapat dilihat dibawah ini :

Penelitian yang dilakukan oleh (Senny Widyaningsih, 2017) tentang pembuatan selulosa asetat Proses pembuatan selulosa asetat dengan menambahkan asam asetat glacial, hidrolisis larutan direaksikan dengan asam asetat 67%(b/b) pada suhu 37,8ºC. Dari hasil analisa diperoleh hasil terbaik yaitu massa molekul relatif 1,15.104, kadar asetil 40,40%, dan struktur Selulosa Asetat kenaf adalah amorf. Sedangkan metode lain yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Mora (2017) tentang ekstraksi α-selulosa dari ijuk dengan waktu ekstraksi selama 2 jam dengan temperature yang digunakan yaitu 90ºC diperoleh hasil terbaik yaitu rendemen pati sebesar 16%

Dalam penelitian ini metode yang akan dilakukan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2017) hanya saja bahan baku yang digunakan adalah pelepah kelapa sawit dan variasi suhu yang akan digunakan 70oC, 80oC, 90ºC, 100oC, 110˚C. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa waktu yang paling baik untuk ekstraksi α-selulosa dari pelepah kelapa sawit.

2.8 Karakteristik Hasil Penelitian

Dalam penelitian ekstraksi α-selulosa dari pelepah kelapa sawit dilakukan analisa yang meliputi karakteristik fisik dan kimia sebagai berikut :

2.8.1 Kadar air

Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada α-selulosa dari pelepah kelapa sawit. Analisa ini dilakukan di Laboratorium Mutu Teknlogi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP MEDAN berdasarkan standar SNI 08-7070-2005.

(11)

14 2.8.2 Rendemen α-selulosa

Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk mengetahui berapa persen α-selulosa yang kita hasilkan terhadap sample. Analisa ini dilakukan di Laboratorium Mutu Teknlogi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP MEDAN.

2.8.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

Analisa FTIR dilakukan pada waktu ekstraksi Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk mengetahui gugus fungsi dari setiap sampel dan ada tidaknya gugus baru yang terbentuk. Analisa Fourier Transform Infra-red (FTIR) dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2.8.4 Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD)

Sampel yang akan dianalisa dengan X-Ray Diffraction (XRD) yaitu α-selulosa pada suhu 80°C. Tujuan dilakukan analisa ini untuk mengetahui apakah α-selulosa yang dihasilkan sudah mengalami kristalinitas, apabila sudah mengalami kristalinitas bearti residu bahan kimia yang digunakan selama penelitian terlalu banyak sehingga α-selulosa mengalami pemecahan rantai dan mengalami kristalinitas walaupun tidak ada penambahan larutan Na2SO4 untuk mengkristalkan, tetapi apabila α-selulosa yang dihasilkan belum berbentuk kristalinitas maka penelitian yang dilakukan sudah benar karena dalam penelitian ini hanya membuat α-selulosa sebagai bahan baku pembuatan mikrokristalin α-selulosa.

Karakterisasi difraksi Sinar –X dilakukan menggunakan seperangkat alat yang disebut diffraktometer Sinar-X. Analisa ini dilakukan di Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan.

(12)

15 2.8.5 Scanning Electron Microscope (SEM)

Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan di laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan. Sampel yang akan dianlisa dengan SEM

(Scanning Electron Microscopy) yaitu berupa :

1. Hasil ekstraksi α-selulosa pada suhu 80°C 2. Hasil ekstraksi α-selulosa pada suhu 100°C

Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) menggunakan metode

Secondary electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid

dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 25 sampai 2 juta kali. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat permukaan material hasil ekstraksi 80°C dan 100°C.

2.8.6 FT-IR (Fourier Transform Infra-Red)

Spekrofotometri Infamerah merupakan instrumentasi yang menggunakan radiasi sinar inframerah untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa organik. Prinsip kerja spektrofotometri IR adalah adanya interaksi energi dengan materi. Misalkan dalam percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul mengalami vibrasi. Sumber sinar adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkan inframerah. Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar inframerah tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya atomisasi pada molekul senyawa yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkan sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula.

Gambar

Gambar 2.4 Struktur β-selulosa (Nuringtyas, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat sebagai serat-serat tumbuhan, sayuran atau buah- buahan, berguna

Penambahan selulosa bakteri dalam jumlah yang sedikit akan memberikan dispersi dan stabilisasi emulsi makanan yang baik. Selulosa bakteri dapat berfungsi demikian karena

Karakterisasi difraksi sinar-x diperlukan untuk mengetahui fasa yang terdapat pada sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas.. Karakterisasi sinar-x dilakukan

Untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang mengandung senyawa selulosa yang cukup tinggi seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan pelepah kelapa sawit dapat dilakukan

Failure Analysis (Analisa Kegagalan) adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan yang bersifat spesifik dari peralatan utama,

α -predikat yang dihasilkan diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan bersangkutan.. α -predikat yang dihasilkan diperoleh dengan

Selulosa untuk jenis ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH dengan kadar 17,5% pada suhu 20ºC dan merupakan bentuk sesunguhnya yang telah dikenal sebagai selulosa..

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Avelar 2016 RDF atau briket yang terbuat dari sludge industri tekstil dengan residu dari industri tekstil dapat digunakan sebagai bahan baku