• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Pemeliharaan

Pengertian pemeliharaan atau perawatan ( maintenance ) adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima ( Corder, hal 1 ). Pengertian lain dari pemeliharaan adalah kegiatan menjaga fasilitas – fasilitas dan peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau pemyesuaian yang diperlukan agar tercapai suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan ( Assauri, hal 88 ). Sedangkan manajemen perawatan ( maintenance management ) adalah pengorganisasian perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas produksi. ( Supandi, hal 15 )

Industri tidak hanya harus memproduksi barang yang dapat dijual namun juga harus dapat menandingi persaingan pasar dengan membuat produk yang berkualitas dengan harga yang pantas dan diserahkan kepada konsumen dalam waktu yang tepat. Untuk mewujudkan hal tersebut antara lain menerapkan proses – proses baru, mengadakan inovasi produk baru dan menemukan metode baru. Hal ini merupakan tantangan untuk bagian

(2)

pemeliharaan agar dapat terus berkembang dan mendukung kesiapan serta keandalan pabrik.

2.1.2 Tujuan Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki tujuan.Tujuan – tujuan tersebut adalah : ( Corder, hal 3 & Assauri hal 89 ) 1. Memperpanjang usia kegunaan aset.

2. Menjamin ketersediaan peralatan dan kesiapan operasional perlengkapan serta peralatan yang dipasang untuk kegiatan produksi.

3. Membantu mengurangi pemakaian atau penyimpangan diluar batas serta menjaga modal yang ditanamkan selama waktu yang ditentukan.

4. Menekan tingkat biaya perawatan serendah mungkin dengan melaksanakan kegiatan perawatan secara efektif dan efisien.

5. Memenuhi kebutuhan produk dan rencana produksi tepat waktu.

6. Meningkatkan ketrampilan para supervisor dan operator melalui kegiatan pelatihan yang diadakan.

7. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.

2.1.3 Jenis – Jenis Perawatan

Terdapat beberapa jenis perawatan ( pemeliharaan ) yaitu : ( Assauri, hal 89 ) A. Perawatan Terencana ( Planned Maintenance )

(3)

Adalah perawatan yang dilakukan secara terorganisasi dan sesuai dengan rencana perawatan yang telah dibuat sebelumnya. Perawatan ini dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Perawatan Pencegahan ( Preventive Maintenance )

Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan – kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Dengan demikian semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan pencegahan akan terjamin kelancaran kerjanya dan akan selalu diusahakan dalam kondisi yang siap setiap saat. Berdasarkan hal tersebut maka memungkinkan pembuatan suatu rencana jadwal perawatan dan rencana produksi yang lebih tepat dan efektif dalam menghadapi fasilitas – fasilitas produksi yang termasuk kedalam golongan critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan critical unit apabila:

ƒ Kerusakan fasilitas atau peralatan produksi akan membahayakan keselamatan atau kesehatan para pekerja.

ƒ Kerusakan fasilitas akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.

ƒ Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi.

(4)

ƒ Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau mahal.

2. Perawatan perbaikan ( Corrective Maintenance )

Yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan setelah sistem mengalami kerusakan atau tidak dapat berfungsi lagi dengan baik. Kegiatan perawatan ini sering juga disebut sebagai kegiatan reparasi / perbaikan ( Repair Maintenance ), yang biasanya terjadi karena kegiatan perawatan pencegahan tidak dilakukan sama sekali. Secara sepintas, biaya perawatan perbaikan akan lebih kecil daripada mengadakan perawatan pencegahan. Hal ini benar selama kerusakan tidak terjadi pada saat fasilitas / peralatan produksi sedang dioperasikan, karena apabila kerusakan terjadi saat operasi berlangsung maka selain biaya perbaikan kerusakan, perlu juga diperhitungkan biaya penundaan produksi. Kerusakan tersebut juga akan memberikan andil terhadap umur peralatan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, perawatan pencegahan dianggap lebih menguntungkan daripada hanya melaksanakan perawatan perbaikan saja.

(5)

B. Perawatan Tak Terencana ( Unplanned Maintenance )

Perawatan tak terencana adalah bentuk perawatan darurat yang dapat didefinisikan sebagai perawatan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah akibat yang lebih serius, seperti hilangnya waktu untuk berproduksi, kerusakan besar pada peralatan dan biaya – biaya perbaikan yang lebih mahal.

2.1.4 Konsep – Konsep Pemeliharaan

2.1.4.1 Konsep Keandalan ( Reliability )

Adalah probabilitas suatu komponen atau sistem akan beroperasi sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu ketika digunakan dalam kondisi operasional tertentu. Keandalan juga berarti kemampuan suatu peralatan untuk bertahan dan tetap beroperasi sampai batas waktu tertentu. ( Ebelling, hal 5 )

2.1.4.2 Konsep Keterawatan ( Maintainability )

Adalah probabilitas suatu komponen atau sistem yang rusak akan diperbaiki atau dipulihan kembali pada kondisi yang telah ditentukan selama periode waktu tertentu dimana dilakukan perawatan sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Keterawatan suatu peralatan dapat didefinisikan sebagai probabilitas peralatan tersebut untuk bisa diperbaiki pada kondisi tertentu dalam periode waktu tertentu. ( Ebelling, hal 6 )

(6)

2.1.4.3 Konsep Ketersediaan ( Availability )

Ketersediaan ( availability ) adalah probabilitas suatu komponen atau sistem menunjukan kemampuan yang diharapkan pada suatu waktu tertentu ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu. Ketersedaiaan juga dapat diinterpretasikan sebagai persentase waktu operasional sebuah komponen atau sistem selama interval waktu tertentu.

Ketersediaan berbeda dengan keandalan, dimana ketersediaan adalah probabilitas komponen berada dalam kondisi tidak mengalami kerusakan meskipun sebelumnya komponen tersebut telah mengalami kerusakan dan diperbaiki atau dipulihkan kembali pada kondisi operasi Normalnya. Oleh karena itu, ketersediaan sistem tidak pernah lebih kecil daripada kendalan sistem. Ketersediaan mengandung dua komponen utama yaitu keandalan ( reliability ) dan keterawatan ( maintainability ). Tingkat keandalan yang rendah dapat diimbangi dengan usaha peningkatan perawatan sehingga tingkat kecepatan aksi perawatan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan sistem. Seperti halnya pada keandalan dan keterawatan, ketersediaan merupakan probabilitas sehingga teori probabilitas dapat digunakan untuk menghitung nilai ketersediaan. ( Ebelling hal 6 & hal 254 )

(7)

2.1.5 Konsep Preventive Maintenance

Konsep Preventive Maintenance pertama kali diterapkan di Jepang pada tahun 1971. Konsep ini mencakup semua hal yang berhubungan dengan maintenance dengan segala implementasinya di lapangan. Konsep ini mengikutsertakan pekerja dari bagian produksi untuk ambil bagian dalam kegiatan maintenance tersebut. Dengan demikian maka diharapkan terjadi kerjasama yang baik antara bagian maintenance dan bagian produksi.

Preventive Maintenance dapat diartikan sebagai suatu pengamatan secara sistematis disertai analisis ekonomik untuk menjamin berfungsinya suatu peralatan produksi dan memperpanjang umur peralatan yang bersangkutan.

Tiga dasar utama dalam maintenance adalah : 1. Membersihkan ( cleaning )

Pekerjaan pertama yang paling mendasar adalah membersihkan peralatan / mesin dari debu maupun kotoran – kotoran lain yang dianggap tidak perlu. Debu tersebut akan menjadi inti bermulanya proses kondensasi dari uap air yang berada di udara. Pekerjaan membersihkan akan sangat baik apabila dilaksanakan secara periodik dan dengan disiplin tinggi dengan menyesuaikan dinamika operasi mesin / peralatan bersangkutan.

(8)

2. Memeriksa ( inspection )

Pekerjaan kedua adalah memeriksa bagian – bagian dari mesin yang dianggap perlu. Pemeriksaan terhadap unit instalasi mesin perlu dilakukan secara teratur mengikuti suatu pola jadwal yang sudah diatur.

3. Memperbaiki ( repair )

Pekerjaan selanjutnya adalah memperbaiki bila terdapat kerusakan – kerusakan pada bagian unit instalasi mesin sedemikian rupa sehingga kondisi unit instalasi tersebut dapat mencapai standard semula dengan usaha dan biaya yang wajar.

2.1.6 Fungsi Kerusakan

Karakteristik kerusakan setiap peralatan akan mempengaruhi bentuk kedekatan yang digunakan dalam menguji kesesuaian dan menghitung parameter fungsi Distribusi kerusakan. Keputusan yang berhubungan dengan penentuan kebijakan perawatan seperti kebijakan perawatan pencegahan memerlukan informasi tentang selang waktu suatu peralatan akan mengalami kerusakan lagi. Pada umumnya saat terjadinya perubahan kondisi peralatan dari baik menjadi rusak tidak dapat diketahui dengan pasti namun dapat diketahui probabilitas terjadinya perubahan tersebut. ( Jardine, hal 13 )

Karakteristik kerusakan dari setiap peralatan pada umumnya tidak sama terutama jika dioperasikan dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Suatu peralatan yang memiliki karakteristik dan dioperasikan dalam kondisi yang

(9)

sama juga mingkin akan memberikan nilai selang waktu antar kerusakan yang berlainan. ( Jardine, hal 15 )

1. Fungsi Kepadatan Probabilitas ( Probability Density Function )

Bila x menyatakan variabel acak kontinyu (continuous random variable) sebagai waktu kerusakan dari sistem (peralatan) dari jumlah kerusakan/kegagalan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx

yang kontinyu di setiap titik sumbu nyata fx dikatakan fungsi kepadatan

peluang (probability density function) dari variabel x. Bila x dapat bernilai nyata (x≥0) pada interval waktu t, harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut : fX(t)≥0 untuk t≥0 sehingga, fx(t)dt 0

2. Fungsi Distribusi Kumulatif ( Cumulative Distribution Function )

Fungsi distribusi kumulatif merupakan fungsi yang menggambarkan probabilitas terjadinya kerusakan sebelum waktu t. Probabilitas suatu sistem atau peralatan mengalami kegagalan dalam beroperasi sebelum waktu t, yang merupakan fungsi dari waktu yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai: ( Jardine , hal 17 )

= t dt t f t F 0 ) ( ) ( untuk t≥0

(10)

Di mana : F(t) adalah fungsi distribusi kumulatif f(t) adalah fungsi kepadatan peluang jika tÆ∞ maka F(t) = 1

3. Fungsi Keandalan ( Reliability )

Saat menentukan keandalan ( reliability ) suatu peralatan, hal penting yang harus diperhatikan adalah spesifikasi fungsi yang diharapkan dari peralatan tersebut. Keandalan harus diterjemahkan dalam satuan fungsi waktu. Fungsi keandalan merupakan probabilitas suatu peralatan dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan dalam periode waktu tertentu, misalnya t. Fungsi keandalan dinyatakan sebagai R(t) dan didefinisikan sebagai berikut :

∞ t F(t) -1 = dt ) t ( f = ) t ( R

4. Fungsi Laju Kerusakan

Laju kerusakan suatu peralatan pada waktu t adalah probabilitas dimana peralatan akan mengalami kerusakan pada selang waktu berikutnya dan diketahui kondisinya baik pada awal interval. Pola dasar dari fungsi laju kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk adalah kurva bak mandi ( bathtub curve ). pada umumnya laju kerusakan suatu sistem selalu berubah sesuai dengan bertambahnya waktu sehingga bathtub curve yang

(11)

menunjukan tiga daerah dengan laju kerusakan yang berbeda dapat digunakan untuk menyatakan laju kerusakan sesaat suatu produk. Laju kerusakan sesaat dinyatakan sebagai berikut :

) t ( R / ) t ( f = ) t ( λ

Gambar 2.1 Kurva Laju Kerusakan Sesaat ( Bathtub Curve )

Kurva ini terbagi atas 3 daerah dengan pola laju kerusakan yang berbeda yaitu : ( Ebelling, hal 31 )

ƒ Daerah A : Fase kerusakan awal ( burn in region )

Daerah ini pada selang waktu antara t0 sampai t1 ditandai dengan laju kerusakan menurun atau Decreasing Failure Rate ( DFR ). Tingkat laju kerusakan cukup tinggi pada awal operasi dan terus menurun sampai t1.

Infant mortality and improper use failure

Useful life Wearout

Failure rate

Lifetime

(12)

Penyebab kerusakan ini antara lain karena pengendalian kualitas yang tidak memadai, performansi material dan tenaga kerja yang dibawah standar, kesalahan pemasangan dan set – up, kesalahan yang timbul pada saat perakitan, kesalahan manusia dan pemrosesan, dll.

ƒ Daerah B : fase umur pakai berguna ( useful life region )

Daerah pada selang waktu t1 sampai t2 ditandai dengan laju kerusakan konstan atau Constant Failure Rate ( CFR ). Dimana laju kerusakan sesaat tidak akan bertambah walaupun umur peralatan terus bertambah sampai saat t2 dan probabilitas kerusakan peralatan setiap saat adalah sama. Oleh karena itu pada daerah ini kerusakan yang terjadi tidak dapat diramalkan dan umumnya disebabkan oleh penambahan beban secara tiba – tiba, kerusakan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kesalahan manusia dan kerusakan alamiah.

ƒ Daerah C : Fase pengoperasian melebihi umur pakai ( wearout region ) Daerah yang melebihi t2 ditandai dengan laju kerusakan meningkat atau Increase Failure Rate ( IFR ), dimana laju kerusakan sesaat mulai bertambah dari saat t2. Peningkatan ini terjadi karena memburuknya kondisi peralatan yang telah mencapai batas umur pemakaian. Bila suatu alat telah memasuki fase ini maka sebaiknya dilakukan perawatan pencegahan untuk mengurangi akibat yang lebih fatal. Penyebab kerusakan ini antara lain perawatan yang tidak memadai, kelelahan karena aus akibat pemakaian, kelelahan umur pakai, kesalahan overhaul,

(13)

terjadinya korosi dan rancangan umur pakai produk yang memang singkat.

2.1.7 Nilai Tengah dari Distribusi Kerusakan ( Mean Time To Failure )

Nilai tengah dari distribusi kerusakan atau MTTF adalah nilai rata – rata atau nilai yang diharapkan ( expected value ) dari suatu distribusi kerusakan. Persamaannya didefinisikan oleh f(t) sebagai berikut: (Ebeling, hal 26)

∞ = = 0 ) ( . ) (T t f t dt E MTTF dt t dR dt t dF t f( )= ( ) =− ( ) sehingga,

∞ − = 0 ) ( tdt dt t dR MTTF

∞ ∞ + − = 0 0 ( ) ) (t R t dt tR MTTF

∞ = 0 ) ( dtt R MTTF

2.1.8 Nilai Tengah dari Distribusi Perbaikan ( Mean Time To Repair )

Nilai tengah dari distribusi perbaikan atau MTTR adalah variabel acak saat kegiatan perbaikan yang memiliki akibat pada waktu perbaikan berikutnya.

(14)

2.1.9 Distribusi Kerusakan

Distribusi kerusakan adalah informasi dasar mengenai umur pakai suatu peralatan dalam suatu populasi. Distribusi kerusakan suatu peralatan memiliki bentuk yang berbeda – beda. Yang umum digunakan adalah distribusi Eksponensial, Weibull, Normal dan Lognormal, dimana distribusi kerusakan ini dapat memenuhi berbagai fase kerusakan. Jika ukuran sampelnya tergolong kecil maka penaksiran parameter distribusi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil ( Least – Squares Curve Fitting ). Distribusi Eksponensial biasanya digunakan jika laju kerusakan tidak berubah dan konstan terhadap waktu ( Ebelling, hal 41 ). Distribusi Normal biasanya cocok digunakan pada fenomena terjadinya wearout region ( Ebelling, hal 69 ). Distribusi Weibull dapat digunakan pada model yang mengalami laju kerusakan menaik maupun menurun ( Ebelling, hal 58 ). Sedangkan Distribusi Lognormal memiliki kemiripan dengan Distribusi Weibull sehingga jika pada suatu kasus memiliki Distribusi Weibull maka kasus tersebut juga cocok menggunakan Distribusi Lognormal. ( Ebelling, hal 73 )

Dalam perhitungan nilai fungsi distribusi kumulatif (F(ti)) digunakan metode pendekatan median rank karena metode ini memberikan hasil yang lebih baik untuk distribusi kerusakan yang mempunyai penyimpangan distribusi ( skewed distribution ). Adapun nilai F(ti) tersebut didekati dengan persamaan : ( Ebelling, hal 364 )

(15)

4 . 0 3 . 0 ) ( + − = n i t F i 1. Distribusi Eksponensial

Distribusi ini memiliki laju kerusakan yang tidak berubah dan konstan terhadap waktu ( Constant Failure rate Model ). Jika ada peralatan yang memiliki laju kerusakan yang tetap, maka bisa dipastikan termasuk dalam distribusi Eksponensial ( Ebelling, hal 41 ). Penaksiran parameter distribusi Eksponensial dilakukan dengan metode kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 364 )

(

)

[

]

( ) ( )

n 1 = i 2 i n 1 = i i i x y x = b = λ : Parameter • 4 . 0 + n / 0.3 -i = ) ti ( F • ) ti ( F -1 / 1 ln = yi • ti = xi •

Dimana : ti = data kerusakan ke – i i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank Fungsi kerusakan distribusi Eksponensial adalah : ( Ebelling, hal 42 )

ƒ Fungsi kepadatan probabilitas f(t) = λe(-λ.t)

(16)

ƒ Fungsi distribusi kumulatif F(t)=1-e(-λ.t)

ƒ Fungsi keandalan R(t)=e(-λ.t)

ƒ Fungsi laju kerusakan λ =λ

R(t) f(t) = (t)

ƒ Nilai rata – rata distribusi Eksponensial MTTF =

λ 1

2. Distribusi Weibull

Distribusi Weibull sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai akan mengakibatkan distribusi Weibull mempunyai sifat tertentu ataupun ekuivalen dengan distribusi tertentu. Distribusi Weibull dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu :

[

]

(i-0.3) (/ n+0.4) = ) ti ( F • F(ti))) -1 /( 1 ln( ln = yi • ti = xi •

(17)

ƒ 2 1 1 2 1 1 1 .

= = = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = n i n i i i n i n i i n i i i i x x n y x y x n b ƒ n x b n y a n i i n i i

= = = 1 1 ƒ Parameter :

( )

β α -e = θ

Dimana : ti = data kerusakan ke – i i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Weibull adalah : ( Ebelling, hal 58 ) ƒ Fungsi kepadatan probabilitas

β θ β θ θ β ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t e t t f 1 ) (

ƒ Fungsi distribusi kumulatif

β θ⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = t e t F( ) 1 ƒ Fungsi keandalan β α⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −

=

t

e

t

R )

(

(18)

ƒ Fungsi laju kerusakan 1 ) ( − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = β θ θ β λ t t

ƒ Nilai rata – rata distribusi Eksponensial MTTF = θΓ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + β 1 1 Γ(x)=(x−1).Γ(x−1)

Di mana : Γ(x) adalah fungsi gamma

3. Distribusi Normal

Bentuk distribusi Normal menyerupai lonceng sehingga memiliki nilai simetris terhadap nilai rataan dengan dua parameter bentuk yaitu μ ( nilai tengah ) dan σ ( standar deviasi ). Parameter μ ( nilai tengah ) memiliki sembarang nilai, positif maupun negatif. Sedangkan parameter σ ( standar deviasi ) selalu memiliki nilai positif ( Ebelling, hal 69 ).

Distribusi Normal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 370 )

( )

[

]

(i-0.3) (/ n+0.4) = ) ti ( F • ti F Φ = zi = yi • ti = xi • 1

(19)

2 1 1 2 1 1 1 .

= = = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = n i n i i i n i n i i n i i i i x x n y x y x n b ƒ n x b n y a n i i n i i

= = = 1 1 b 1 = σ dan b a -= μ : Parameter •

Dimana : ti = data kerusakan ke – i i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

zi = nilai dari tabel distribusi Normal

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Normal adalah : ( Ebelling, hal 69 ) ƒ Fungsi kepadatan probabilitas

( )

( )2 2 μ -t σ 2 e π 2 σ 1 = ) t ( f

ƒ Fungsi distribusi kumulatif F(t)=Φ

( )

tσ

(20)

R(t)=1-Φ

( )

tσ

ƒ Fungsi laju kerusakan

( )

σ μ -t Φ -1 ) t ( f = ) t ( λ

ƒ Nilai rata – rata distribusi Eksponensial MTTF = μ

4. Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu parameter bentuk ( s ) dan parameter lokasi (tmed). Seperti distribusi weibull, distribusi lognormal memiliki bentuk yang bervariasi. Yang sering terjadi, biasanya data yang dapat didekati dengan distribusi Weibull juga bisa didekati dengan distribusi Lognormal ( Ebelling, hal 73 ). Distribusi lognormal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 371 )

( )

[

]

(i-0.3) (/ n+0.4) = ) ti ( F • ti F Φ = zi = yi • ti ln = xi • 1 -ƒ 2 1 1 2 1 1 1 .

= = = = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = n i n i i i n i n i i n i i i i x x n y x y x n b

(21)

ƒ n x b n y a n i i n i i

= = = 1 1 .s) ( -dan b 1 : s t e a Parameter = med = •

Dimana : ti = data kerusakan ke – i i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

zi = nilai dari tabel distribusi Normal

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Lognormal adalah : ( Ebelling, hal 75 ) ƒ Fungsi kepadatan probabilitas

( )

2 t t ln s 2 1 med 2 e π 2 t. s 1 = ) t ( f

ƒ Fungsi distribusi kumulatif

(

)

med t t ln s 1 Φ = ) t ( F ƒ Fungsi keandalan

(

)

med t t ln s 1 Φ -1 = ) t ( R

ƒ Fungsi laju kerusakan

(

)

med t t ln s 1 Φ -1 ) t ( f = ) t ( λ

(22)

ƒ Nilai rata – rata distribusi Eksponensial MTTF = ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ 2 2 s mede t 2.1.10 Index of Fit

Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak digunakan adalah koefisien korelasi. Index of Fit atau koefisien korelasi ( r ) menunjukkan hubungan linear yang kuat antara dua peubah acak Xi dan Yi. Pada distribusi kerusakan, nilai dari Xi dan Yi adalah :

ƒ Distribusi Eksponensial ti ln = Xi F(ti) -1 1 ln = Yi ƒ Distribusi Weibull ti ln = Xi

( )

1-F(ti) 1 ln

ln

=

Yi

ƒ Distribusi Normal ti = Xi

Yi = Nilai normalitas dari F(ti) ƒ Distribusi Lognormal

ti ln = Xi

(23)

Yi = Nilai normalitas dari F(ti)

Dimana : ti = data Time to Failure ( untuk MTTF ) ti = data downtime kerusakan ( untuk MTTR )

Semakin besar nilai r menandakan bahwa hubungan linear antara Xi dan Yi semakin baik. Nilai r = 0 berarti antara Xi dan Yi tidak ada hubungan linear namun bukan berarti tidak ada hubungan sama sekali ( Walpole, hal 370 ). Beberapa kriteria bisa digunakan untuk mengidentifikasi Index of Fit. Diantaranya adalah memilih Index of Fit terbaik yaitu yang terbesar, untuk menentukan jenis distribusi suatu data ( Ebelling, hal 408 ).

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

= = = = = = = 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 n i n i i i n i n i i i n i i n i n i i i i y y n x x n y x y x n r

2.1.11 Uji Kecocokan Distribusi

Pengujian kecocokan distribusi dimaksudkan untuk mengetahu ibahwa distribusi data yang telah dipilih benar – benar mewakili data. Pengujian kecocokan distribusi yang digunakan adalah uji spesifik Goodness of Fit, karena uji ini memiliki probabilitas yang lebih besar dalam menolak suatu distribusi yang tidak sesuai ( Ebelling, hal 392 ).

(24)

Goodness of Fit terbagi menjadi dua yaitu General Test dan Spesific Test. General Test biasanya menggunakan Chi Square Test dengan ukuran sampel yang relatif besar. Sedangkan Spesific Test menggunakan Least Square Test dengan ukuran data yang lebih kecil ( Ebelling, hal 408 ).

Uji Goodness of Fit secara manual dapat digunakan dengan menggunakan : ( Ebelling, hal 392 )

1. Bartlett’s Test untuk distribusi Eksponensial. 2. Mann’s Test untuk distribusi Weibull.

3. Kolmogorov – Smirnov ‘s Test untuk distribusi Normal dan Lognormal.

Namun dalam pembahasan skripsi ini, penulis tidak menggunakan perhitungan manual melainkan dengan menggunakan program Minitab 14.0 dengan langkah – langkah sebagai berikut :

• Masukkan data Time to Failure ( untuk MTTF ) atau data downtime ( untuk MTTR ) pada kolom C1.

• Pilih menu Stat – Quality Tools - Individual Distribution Identification.

• Pada dialog box ( single column ), pilih C1.

• Pilih Specify Distribution ( Lognormal, Normal, Weibull, Eksponensial ).

(25)

• Pilih Ok.

• Distribusi yang terpilih adalah yang memiliki nilai P terbesar.

2.1.12 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal Model penentuan penggantian pencegahan pencegahan berdasarkan metode minimasi downtime digunakan untuk menentukan waktu terbaik dilakukannya penggantian sehingga total downtime per unit waktu dapat terminimasi. Metode ini digunakan untuk mengetahui interval waktu penggantian pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total downtime. Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan berdasarkan metode minimasi downtime digunakan bersamaan dengan metode Age Replacement ( Jardine, hal 94 ). Dalam penggunaan model ini perlu diketahui konstruksi modelnya yaitu:

Tf = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan. Tp = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan. f(t) = fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.

Pada metode Age Replacement ini, tindakan penggantian pencegahan dilakukan pada saat pengoperasian telah mencapai umur yang telah ditetapkan yaitu tp. Hal ini dilakukan jika pada selang waktu tp tidak terjadi kerusakan. Apabila sebelum waktu tp, sistem ini tidak mengalami kerusakan maka

(26)

dilakukan penggantian sebagai tindakan perawatan korektif. Penggantian selanjutnya akan dilakukan pada saat tp dengan mengambil waktu acuan dari waktu beroperasinya sistem setelah dilakukan tindakan perawatan korektif. Metode ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tf Tp tp Tf Penggantian kerusakan Penggantian pencegahan Penggantian kerusakan t

Gambar 2.2 Model Age Replacement

Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp didenotasikan dengan D (tp) yakni : ( Jardine, hal 96 )

siklus panjang ekspektasi siklus per downtime ekspektasi Total = ) t ( D p

Total ekspektasi downtime per siklus =Tp.R(tp)+

(

1-R(tp)

)

(27)

Dengan demikian total downtime per unit waktu adalah :

(

)

R(tp)) -1 ).( )) ( ( ) ( ). ( R(tp) -1 ) ( . ) ( f p p p T tp M tp R T tp tp R T t D + + + + =

Dimana : tp = interval waktu penggantian pencegahan

Tf = downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan.

Tp = downtime yang terjadi karena kegiatan penggantian pencegahan.

f(t) = fungsi Distribusi interval antar kerusakan yang terjadi.

R(tp) = probabilitas terjadinya penggantian pencegahan pada saat tp

M(tp) = waktu rata – rata terjadinya kerusakan jika penggantian pencegahan dilakukan pada saat tp D(tp) = downtime persatuan waktu

Sementara nilai tingkat ketersediaan ( availability ) dari interval penggantian pencegahan / D(tp)min dapat diketahui dengan rumus A(tp)=1-D(tp)min

(28)

Selain tindakan pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan pemeriksaan secara teratur agar dapat meminimasi downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara tiba – tiba. Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah : ( Jardine, hal 108 )

n pemeriksaa rata -rata Waktu = i / 1 • perbaikan rata -rata Waktu = μ / 1 •

Total downtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemeriksaan ( n ) dan didenotasikan dengan D(n) yakni :

D(n)= downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan

i n + μ ) n ( λ = ) n ( D

Dimana : λ(n) = laju kerusakan yang terjadi

n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu μ = berbanding terbalik dengan 1/ μ i = berbanding terbalik dengan 1/i

Diasumsi laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan : n / k = ) n ( λ

Dan karena : ( Jardine, hal 109 )

i n + μ ) n ( λ = ) n ( D Maka :

(29)

2 -k/n = ) n ( ' λ dan : i 1 + μ n k -= ) n ( ' D 2 dimana : kerja/bln jam MTTR = ) μ / 1 ( 1 μ 1/ dengan terbalik berbanding μ nilai ln b / ja ker jam n pemeriksaa 1x waktu = (1/i) 1 1/i dengan terbalik berbanding i nilai tu satuan wak per kerusakan jumlah dari konstan nilai adalah k nilai

Sehingga jumlah pemeriksaan optimal dapat diperoleh :

μ i • k = n

Interval waktu pemeriksaan ( ti )

n kerja/bln jam

=

Sementara nilai tingkat ketersedaiaan ( availability ) jika dilakukan ‘n’ pemeriksaan bisa diketahui dengan rumus : A(n) = 1 – D(n)

(30)

2.1.14 Tingkat Ketersediaan ( Availability ) Total

Tingkat ketersediaan total komponen kritis merupakan perhitungan yang bertujuan untuk mengetahui keandalan atau kemampuan komponen dapat bekerja dengan baik, apabila tindakan preventive maintenance dilakukan.

Tingkat ketersediaan berdasarkan interval waktu penggantian pencegahan dan tingkat ketersediaan berdasarkan interval pemeriksaan merupakan dua kejadian yang saling bebas dan tidak saling mempengaruhi. Sehingga berdasarkan teori peluang dua kejadian bebas, nilai peluang kejadian saling bebas sama dengan hasil perkalian kedua availability tersebut. ( Walpole, hal 101 ).

2.1.15 Reliabilitas dibawah Preventive Maintenance

Peningkatan keandalan ( reliability ) dapat ditempuh dengan melakukan tindakan perawatan pencegahan. Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh umur atau wearout dan memberikan hasil yang signifikan terhadap umur sistem. Model keandalan berikut mengasumsikan bahwa sistem kembali ke kondisi baru setelah dilakukannya tindakan perawatan pencegahan. ( Ebelling, hal 204 ) :

(31)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = β θ t t R( ) exp ) ( * ) ( ) ( exp ) ( exp ) ( nt t R T R t Rm ntT t nt t R T n T R n n − = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = β β θ θ Dimana :

R (t) = Keandalan sebelum dilakukan preventive maintenance ( saat ini ). R(T)n = Probabilitas keandalan dengan n kali preventive maintenance. R(t-nT) = Probabilitas keandalan untuk waktu (t-nT) dari tindakan preventive maintenance yang terakhir.

Rm (t) = Probabilitas keandalan setelah diterapkannya preventive maintenance.

(32)

2.2 Kerangka Pemikiran

Meskipun PT. SPLP telah memberlakukan sistem preventive maintenance sejak tahun 1993, namun dari data historis kerusakan mesin ditemukan bahwa tingkat kerusakan mesinnya cukup sering terjadi, terutama pada lini 1. Kemungkinan besar hal tersebut disebabkan oleh perencanaan penjadwalan preventive maintenance yang kurang tepat, tanpa dukungan data dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin, apalagi dengan adanya pertambahan umur mesin yang semakin rentan terhadap kerusakan. Sehingga diperlukan adanya revisi dan evaluasi terhadap sistem perawatan yang ada dengan cara memprediksikan waktu yang tepat dalam menentukan jadwal perawatan mesin dan penggantian komponen mesin dengan dukungan data dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin yang diamati. Tidak semua unit mesin harus dimasukkan dalam program preventive maintenance, karena untuk melakukan perawatan atau pemeriksaan secara ketat dan teratur akan memerlukan tenaga manusia dan biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu hanya mesin – mesin yang memiliki tingkat kerusakan yang tinggi sajalah yang akan masuk dalam program preventive maintenance. Dari data historis kerusakan mesin maka dapat ditentukan mesin dan komponen yang masuk dalam kategori critical unit.

Selanjutnya bisa ditentukan distribusi kerusakan yang dimiliki oleh peralatan produksi dan pada akhirnya akan disusun suatu jadwal maitenance

(33)

baru yang menunjukkan kapan suatu mesin atau komponen harus diperiksa atau diganti.

Hampir seluruh mesin pada perusahaan ini telah mencapai batas umur pemakaian, namun tingkat keandalannya dapat diimbangi dengan usaha peningkatan perawatan. Dengan adanya tindakan preventive maintenance maka diharapkan dapat meningkatkan keandalan suatu sistem atau komponen. Oleh karena itu dilakukan juga pembandingan nilai keandalan komponen kritis tanpa maupun dengan dilakukannya tindakan preventive maintenance. Dengan tindakan preventive maitenance diharapkan kerusakan atau downtime mesin dapat dicegah atau dikurangi sehingga peralatan dan fasilitas produksi dapat digunakan secara optimal dan akan memiliki umur pakai yang lebih panjang.

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Laju Kerusakan Sesaat ( Bathtub Curve )
Gambar 2.2 Model Age Replacement

Referensi

Dokumen terkait

dari masing-masing waktu perjalanan dari semua kendaraan dari arus lalu-lintas untuk bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Traffic counting Proses penghtungan

 Berdasarkan berbagai pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa organisasi sosial adalah perkumpulan sosial berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang

• Penalaran causal disebut juga penalaran mendalam (deep reasoning), karena pemahaman yang mendalam diperoleh Penalaran causal disebut juga penalaran mendalam (deep

Karena itu, agar tidak terjadi kejadian seperti diatas, maka seorang kepala sekolah dituntut untuk bisa memiliki kemampuan dan menguasai hal-hal berikut, yaitu : (a) Membangun visi,

Penulis menyarankan agar manajemen dapat memberikan lingkup penugasan yang lebih luas bagi Divisi Audit Internal terutama pada pengawasan bagi efektivitas IC perusahaan..

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R 2 sebesar 0.233 atau 23.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas, risiko bisnis,

menjalankan strategi harga Restoran Hanamasa menggunakan dimensi-dimensi dari strategi penetapan harga berupa penetapan potongan harga (discount) yang berupa discount

Setelah observasi awal yang dilaksanakan di Kepolisian Republik Indonesia daerah Kalimantan Selatan Banjarmasin, didapatkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia ini