• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat sejahtera. Usaha-usaha mencapai tujuan itu dilakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat sejahtera. Usaha-usaha mencapai tujuan itu dilakukan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bagi suatu bangsa sangatlah penting. Terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia di tahun 1998 membawa dampak krisis ekonomi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang tinggi,namun pembangunan ekonomi harus tetap dijalankan oleh pemerintah Indonesia, pembangunan ekonomi berkelanjutan dapat mewujudkan masyarakat sejahtera. Usaha-usaha mencapai tujuan itu dilakukan berbagai upaya dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi. Peningkatan belanja Pemerintah yang belum diikuti besarnya penerimaan mendorong peningkatan defisit APBN karena sumber-sumber dalam negeri tidak mencukupi untuk membiayai seluruh investasi pemerintah yang diperlukan untuk menstimulus pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, sebab Pemerintah Indonesia membutuhkan pendanaan yang besar untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan lain-lainnya. Dalam upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, sumber pemenuhan pembiayaan APBN diupayakan melalui pinjaman dan non pinjaman.

Pinjaman luar negeri yang dibahas pada tesis ini adalah pinjaman luar negeri pemerintah, yaitu pihak yang menerima dan atau mengajukan pinjaman adalah pihak pemerintah dan sumber dananya bilateral dan merupakan pinjaman lunak. Menurut

(2)

Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah, Pinjaman Luar negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Menurut Sanuri (2002:1)Pinjaman luar negeri di Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan pinjaman luar negeri yang diterima swasta (private debt). Dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dibedakan menjadi pinjaman multilateral, pinjaman bilateral, dan pinjaman sindikasi. Dilihat dari segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak, pinjaman setengah lunak dan pinjaman komersial. Menurut Arief Daryanto (2001:1) Proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia dan mengalami akumulasi pinjaman luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar dan terjadi di banyak negara-negara di dunia. Keberhasilan suatu pembangunan dengan sumber pembiayaan luar negeri adalah pendayagunaan danapinjaman yang efektif dan pengendalian dana. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan pinjaman luar negeri pemerintah juga diperlukan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Di Indonesia proyekpembangunan atas pinjaman luar negeri pemerintah pusat dilaksanakan oleh kementrian yang mempunyai tugas dan fungsi disektornya masing-masing. Sumber pinjaman luar negeri terdiri dari berbagai jenis misalnya pinjaman antar negara (bilateral), pinjaman dari lembaga keuangan international, atau bank

(3)

pembangunan multilateral (Asian Development Bank, World Bank, Islamic Development Bank dan lain lain). Sebagian besar pinjaman tersebut berbentuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur, energi, pengairan, pertanian, air minum, pendidikan dan lain-lain.

Proses yang dilakukan suatu kegiatan pembangunan atas pembiayaan luar negeri merupakan suatu rangkaian meliputi perencanaan suatu kegiatan proyek, pelaksanaan proyek dan pemeliharaan terhadap fasilitas yang dibangun.Namun pelaksanaan kegiatan pembangunan suatu proyek atas pembiayaan luar negeri tidaklah mudah dan banyak permasalahan yang harus dihadapi oleh para pelaksana kegiatanproyek. Hal ini dikarenakan ada 2 peraturan pengadaan yang berlaku dalam rangka pelaksanaan pinjaman luar negeri, akibatnya banyak permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan proyek atas pembiayaan luar negeri terutama pada tahap pengadaaan barang dan jasa.

Kunci pelaksanaan pengadaan barang dan jasa proyek atas pembiayaan pinjaman luar negeri adalah perencanaan proyek yang matang dari mulai tahap proposal, penilaian proyek, naskah perjanjian pinjaman, pelaksanaan kegiatan proyek dan pemeliharaan suatu kegiatan proyek.Jika semua itu dilakukan dengan efisien maka investasi pemerintah dapat menjadi alat yang efektif utk mendorong kegiatan perekonomian. Tantangan terberat dalam pelaksanaan adalah terjadinya tumpang tindihnya peraturan yang mengatur system pengadaan antara peraturan dalam negeri Indonesia (sebagai Borrower) dan peraturan pengadaan yang diberlakukan pemberi

(4)

pinjaman (sebagai Lender/Kreditor) membuat penanggung jawab dan pelaksana proyek takut dan bingung menjalankan proses pengadaan.

Kerangka hukum dan perundangan-undangan tentang pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah telah mengalami kemajuan cukup pesat dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden no. 35 tahun 2011 tentang Perubahan Pertama Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 dan Peraturan Presiden no. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden no 54 tahun 2010 menggantikan Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 dan semua perubahan-perubahannya tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tujuan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 ini untuk mewujudkan pengadaan barang/jasa pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik, maka diperlukan pengaturan mengenai tata cara pengadaan barang/jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan yang efektif bagi para pihak yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Salah satu permasalahan yang timbul ketikadiberlakukannya Peraturan Presiden No. 54 thn 2010 adalahpenggunaan peraturan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pengadaan dalam kegiatan pembangunan atas pembiayaan pinjaman luar negeri/hibah. Menurut Keppres no. 80 tahun 2003 Pasal 7 ayat 1 Ruang lingkup berlakunya Keputusan Presiden ini adalah untuk pengadaan barang/jasa yang

(5)

sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah yang bersangkutan.Bagi para pemberi pinjaman (Lender/Kreditor) ayat ini sangat jelas bahwa peraturan pengadaan barang/jasa pemberi pinjaman tetap over rule terhadap Keppres 80 th 2003. Menurut Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 Pasal 2Pengadaan Barang/Jasa yang dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden ini.Apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden ini dengan KetentuanPengadaan Barang/Jasa yang berlaku bagi pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri, para pihak dapat menyepakati tatacara Pengadaan yang akan digunakan.Menurut Penjelasan atas Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam hal perbedaan antar ketentuan berdasarkan Peraturan Presiden ini dengan Pedoman Pengadaan Barang/Jasa pemberi pinjaman/hibah luar negeri dipandang tidak prinsipil oleh pelaksana kegiatan dan pemberi pinjaman/hibah, maka Peraturan Presiden ini tetap berlaku”.Pemerintah secara jelas menghendaki berpedoman pada ketentuan PrePres no. 54 thn 2010. Bila terdapat perbedaan prinsipil antara PerPres dengan tatacara pengadaan pemberi pinjaman (Lender Procurement Guideline) dapat menyepakati tatacara pengadaan yang akan digunakan. Tetapi di dalam penjelasan PerPres tidak dijelaskan tatacara kesepakatan penentuanpilihan tatacara pengadaan yang akan digunakan dan tidak ada panduan untuk menyepakati tata carakesepakatan.

(6)

Hal ini banyak menimbulkan konflik dan ketidakjelasan dalam penentuan penggunaan tatacara pengadaan barang/jasa yang digunakan.

Jepang merupakan negara yang paling banyak memberikan pinjaman lunak bilateral kepada Indonesia. Jika dibandingkan dengan institusi-institusi lainnya, Jepang merupakan Negara terbesar yang memberikan pinjaman kepada Indonesia menurutProfil Utang Pemerintah Pusat Edisi Agustus 2014 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementrian Keuangan Republk Indonesia dapat digambar pada table berikut:

Tabel1. Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Berdasarkan Sumber Pinjaman (sumber Kemenkeu)

Dengan berlakunya PerPres no. 54 tahun 2010 yang sangat berbeda dengan KepPres 80 tahun 2003 mengenai pelaksanaan pengadaan barang/jasa atas pembiayaan luar negeri, kiranya sangat berdampak pada pelaksanaan pengadaan proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri, dalam tesis ini akan dibahas

(7)

pinjaman lunak pemerintah Jepang sebagai negara yang besar mengucurkan pinjaman lunaknya terhadap Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian lebih jauh, untuk mengetahui proses penentuan pilihan tata cara pengadaan barang dan jasa atas pembiayaan luar negeri dalam bentuk tesis dengan topik“Proses Penentuan Pilihan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa Atas Pembiayaan Luar Negeri Periode Setelah Berlakunya PerPres no. 54 tahun 2010”

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses penentuan pilihan tatacara pengadaan barang jasa pada proyek pemerintah atas biaya pinjaman lunak luar negeri antara pemerintah Indonesia dengan Badan Kerjasama Internasional Jepangsetelah berlakunya PerPres no. 54 tahun 2010

2. Bagaimanakah langkah harmonisasi terhadap perbedaan aturan pengadaan barang jasa PerPres 54 dan perubahannya dengan Peraturan Pengadaan barang Jasa Badan Kerjasama Internasional Jepang

3. Bagaimanakah dampak pelaksanaan proyek atas pembiayaan luar negeri oleh Kementrian yang terkait dengan hasil kesepakatan tatacara pengadaan barang jasa yang disepakati.

(8)

Sepengetahuan penulis dan setelah dilakukan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, terhadap penelitian mengenai Proses Penentuan Pilihan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa Atas Pembiayaan Luar Negeri setelah berlakunya PerPres no. 54 tahun 2010 belum pernah dilakukan penelitian oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Apabila ternyata pernah dilakukan penelitian yang serupa, hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yaitu:

1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya perjanjian pinjaman luar negeri karena sampai saat ini pinjaman luar negeri menjadi salah satu usaha pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Dapat menambah kepustakaan hukum tentang proses penentuan pilihan tatacara

pengadaan barang jasa pada proyek pinjaman luar negeri setelah berlakunya PerPres no. 54 tahun 2010

3. Dapat melengkapi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pihak lain, yang menyangkut tentang proses pelaksanaan pinjaman luar negeri.

4. Dapat dijadikan bahan masukan bagi mereka yang ingin lebih mendalami harmonisasi tatacara pengadaan antar pemberi pinjaman (Lender) dan peminjam (Borrower)

(9)

5. Dapat menjadi sutau sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan pelelangan pengadaan barang jasa pinjaman luar negeri.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui proses penentuan pilihan tatacara pengadaan barang/jasa pada perjanjian pinjaman luar negeri yang dilakukan antara Indonesia (borrower) dan Badan Kerjasama Internasional Jepang

2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Perpres no. 54 tahun 2010 dan perubahan-perubahannya di dalam naskah perjanjian pinjaman luar negeri

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Komitment, Unit Pelayanan Pengadaan/pejabat pengadaan.

4. Untuk mencari alternatif kesepakatan yang dapat digunakan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada harga Rp800 perlembar saham di rentan tertinggi harga yang ditawarkan PBV perseroan berada dilevel 2.49x berbanding cukup baik dengan perusahaan sejenis

Pada areal pertanaman baru seluruh tanaman yang mati ditanam ulang, sedangkan pada areal tanamanan yang kondisi tanaman- nya sudah besar dan saling menaungi, penyulaman

• Range Network Tarubudaya ( Gedung BKP ) Network Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berada di lingkungan /

Adapun tujuan pembuatan dari Perancangan Website Radio Streaming Di Radio Republik Indonesia manarik dan memudahkan audiens untuk mendengarkan dan mengakses

Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan Unit Kerja Non-Struktural dan ditempatkan pada Bagian Perekonomian

Dalam Renstra Kecamatan Pracimantoro 2016-2021 telah ditetapkan rumusan pernyataan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, kegiatan Kecamatan

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan wisatawan adalah setiap orang tanpa membedakan ras, kelamin, bahasa, dan agama, yang memasuki suatu wilayah baru di

Apabila ditinjau dari beratnya sanksi pidana yang dijatuhkan, maka penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam Putusan