• Tidak ada hasil yang ditemukan

FactSheet. Pemilihan Kepala Desa Secara Langsung. Oleh: Bejo Untung Desa menurut konstruksi UU No. 6/2014. desa sebagaimana diatur oleh UU Desa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FactSheet. Pemilihan Kepala Desa Secara Langsung. Oleh: Bejo Untung Desa menurut konstruksi UU No. 6/2014. desa sebagaimana diatur oleh UU Desa."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

desa sebagaimana diatur oleh UU Desa.

Pemilihan Kepala Desa Secara Langsung

Mengacu pada ketentuan UU Desa, kepala desa memiliki posisi yang sangat penting, mengingat kepala desa merupakan orang yang paling bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. UU Desa menyatakan bahwa pemerintah desa adalah kepala desa itu sendiri, yang dibantu oleh perang-kat desa. Begitu pentingnya posisi kepala desa, sehingga untuk mendapatkan legitimasi secara demokratis, kepala desa harus dipilih secara langsung oleh penduduk desa. Untuk menjamin netralitas dalam pelaksanaannya, UU Desa telah menentukan bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala desa (Pilkades) se-cara langsung dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Panitia ini menurut UU Desa harus diisi oleh unsur perangkat desa, lembaga kemasyarakatan desa dan tokoh masyarakat desa.

Panitia bertugas melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon sesuai dengan persyaratan, melaksanakan

pemu-Demokrasi Desa Dalam

Bingkai Pengaturan UU Desa

FactSheet

D

esa menurut konstruksi UU No. 6/2014 (UU Desa) merupakan komunitas yang diberikan kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri berdasar-kan fungsi self-governing community (komunitas yang berpemerintahan sendiri). Berdasarkan konsep ini maka penyelenggaraan pemerintah di tingkat desa dilakukan secara mandiri oleh komunitas desa. Kewenangan penuh untuk men-jalankan pemerintahan sendiri tersebut membuka peluang bagi Pemerintah Desa (Pemdes) untuk menjalankan otoritasnya secara sepihak. Se- bagai mekanisme kontrol untuk mengantisipasi hal tersebut, UU Desa telah dilengkapi dengan norma-norma yang mengatur tentang demokra-si desa, yang menjamin warga desa turut terlibat –baik secara langsung maupun perwakilan- dalam tatakelola pemerintahan desa. Berikut ini beberapa hal yang terkait dengan demokrasi

Sumber: PATTIRO

(2)

ngutan suara, menetapkan calon kepala desa terpilih dan melaporkan pelaksanaan pemilihan. Calon yang telah terpilih berdasarkan suara terbanyak kemudian diserahkan kepada BPD, untuk selanjutnya BPD me-nyampaikan kepada Bupati/Walikota untuk disahkan melalui Keputusan Bupati/Walikota.

Selain pemilihan, UU Desa juga mengatur tentang pemberhentian kepala desa. Kepala desa berhenti dari jabatannya jika meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Kepala desa dapat diber-hentikan jika: 1) berakhir masa jabatannya; 2) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan; 3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa; 4) melanggar larangan sebagai kepala desa; 5) adanya perubahan status desa menjadi kelurahan, penggabungan dua desa atau lebih menjadi satu desa baru, atau penghapusan desa; 5) tidak melak-sanakan kewajiban sebagai kepala desa; dan/atau 6) dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagaimana pengangkatan, pemberhentian kepala desa juga ditetapkan melalui Keputusan Bupati/Walikota. Namun sebelumnya BPD harus melaporkannya terlebih dahulu tentang pemberhen-tian tersebut kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

BPD Sebagai Lembaga Perwakilan

Ma-syarakat Desa

Dalam proses pembahasan UU Desa, BPD disebut-sebut sebagai lembaga yang memiliki peran untuk menjalankan fungsi checks and balances terhadap pemerintah desa. BPD menurut UU Desa berfungsi untuk 1) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; 2) membahas serta menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa; dan 3) mengawasi kinerja kepala desa. Terkait dengan fungsinya ini maka BPD juga menjadi kunci bagi terselenggaranya penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik. Keberadaan BPD dapat menjadi kontrol bagi kepala desa dalam menjalankan pemerintahan desa.

UU Desa mengatur bahwa anggota BPD meru-pakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilaku-kan secara demokratis. Peraturan Pemerintah No. 43/2014 (PP Desa) mengatur lebih lanjut bahwa pengisian anggota BPD dapat dilakukan secara langsung atau musyawarah perwakilan. Kedua model pengisian tersebut dilakukan oleh panitia yang dibentuk melalui Keputusan Kepala Desa, yang anggotanya terdiri dari unsur perangkat desa dan unsur masyarakat yang komposisinya propor-sional.

Pada tahap awal panitia melakukan penyaringan dan pen-jaringan calon, yang kriterianya telah diatur oleh UU. Tahap selanjutnya penitia menyelenggarakan pemilihan secara lang-sung jika mekanisme yang ditempuh adalah dengan pemilihan langsung. Jika mekanisme yang ditempuh adalah melalui musyawarah perwakilan, maka calon anggota BPD dipilih dalam proses musyawarah perwakilan oleh unsur masyarakat yang mempunyai hak pilih. Hasil yang diperoleh baik melalui pemilihan langsung maupun musyawarah perwakilan kemudi-an diserahkkemudi-an kepada kepala desa, untuk kemudikemudi-an dilaporkkemudi-an kepada kepada Bupati/Walikota untuk dikukuhkan melalui Keputusan Bupati/Walikota.

Sebagaimana kepala desa, anggota BPD juga dapat diber-hentikan. Menurut PP, anggota BPD berhenti sebagai ang-gota BPD jika meninggal dunia, atas permintaan sendiri atau diberhentikan. Anggota BPD dapat diberhentikan jika 1) be-rakhir masa keanggotaan; 2) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan; 3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPD; dan/atau 4) melanggar larangan sebagai anggota BPD. Pemberhentian anggota BPD ditentukan oleh musyawarah BPD, kemudian dilaporkan oleh pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota. Atas laporan tersebut Bupati/ Walikota kemudian menerbitkan keputusan pemberhentian anggota BPD yang bersangkutan.

Musyawarah Desa sebagai Forum Artikulasi

Warga Desa dalam Turut Merumuskan

Kebijakan Desa

UU Desa menyatakan bahwa musyawarah desa (musdes) merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh BPD, pemerintah desa, dan unsur masyarakat desa untuk memu- syawarahkan hal yang bersifat strategis. Hal-hal strategis menurut UU Desa adalah 1) penataan Desa; 2) perencanaan Desa; 3) kerja sama Desa; 4) rencana investasi yang masuk ke Desa; 5) pembentukan BUM Desa; 6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan/atau 7) kejadian luar biasa. Unsur masyarakat menurut PP Desa adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok nelayan, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan kelom-pok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan kelomkelom-pok masyarakat miskin dan unsur masyarakat lain yang disesuaikan dengan kondisi Desa. PP juga menegaskan bahwa penyeleng-gara musdes adalah BPD dan difasilitasi oleh Pemdes.

Secara teknis, penyelenggaraan musdes telah diatur melalui Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa) No. 2/2015. Menurut Permendesa tersebut, dalam melaksanakan musdes, BPD harus mem-bentuk kepanitiaan yang diketuai oleh sekretaris BPD dan anggo-tanya terdiri dari anggota BPD, kader pemberdayaan masyarakat desa, unsur masyarakat desa dan perangkat desa. Dalam persiapan pelaksanaan musdes, panitia harus aktif me-nyebarkan undangan kepada seluruh peserta termasuk unsur masyarakat. Selain undangan, panitia juga harus

(3)

pun penolakan. Dalam laporan sebagaimana diatur dalam UU Desa tidak mengkonstruksi mekanisme pertanggungjawaban semacam itu. Sehingga tidak ada konsekuensi apapun bagi ke-pala desa, termasuk konsekuensi diberhentikan jika laporannya ditolak. Selain kepada BPD dan masyarakat desa, laporan penye lenggaraan pemerintahan desa juga wajib disampikan kepada Bupati/Walikota. Atas laporan ini, Bupati/Walikota juga tidak dapat memberikan feedback apapun karena tidak ada klausul yang mengatur lebih lanjut tentang hal itu.

Selain soal laporan, peluang untuk tereselenggaranya pen yelengaaraan pemerintahan desa secara akuntabel juga telah dibuka oleh UU Desa melalui pengaturan tentang hak ma-syarakat desa untuk mendapatkan informasi dari Pemdes dan hak untuk untuk mengawasi kegiatan penyelenggaraan peme rintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. Pemdes wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) kepada masyarakat desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam musdes paling sedikit satu

tahun sekali. paikan pengumuman sebagai undangan tidak resmi

melalui media yang mudah dijangkau oleh masyarakat desa, seperti melalui pengeras suara di masjid, papan mengumuman, pesan singkat melalui telepon seluler, surat elektronik (e-mail), situs laman (website) desa. Upaya ini dilakuan agar musdes diketahui secara luas oleh warga desa, sehingga warga desa yang tidak mendapatkan undangan resmi memiliki kesempatan untuk mendaftarkan diri sebagai peserta. Permendesa mengatur bahwa warga yang tidak mendapatkan undangan resmi namun berkeinginan untuk hadir dapat mendaftarkan kepada panitia tujuh hari sebelum pelaksanaan, kemudian panitia mencatatnya sebagai peserta dan memiliki hak suara yang sama dengan peserta yang mendapat undangan resmi, pada saat pengambilan keputusan.

Musdes merupakan forum yang sangat penting. Permendesa menegaskan bahwa kesepakatan Musdes menjadi dasar bagi BPD dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan dan Peraturan Desa.

Laporan Pertanggungjawaban Pemdes

dan Afirmasi terhadap Warga Desa untuk

Turut Mengawasi Penyelenggaraan

Pem-des

UU Desa menyatakan bahwa salah satu asas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa adalah akun- tabilitas, yang menurut penjelasannya dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, dalam norma yang terkandung di dalam UU Desa tidak ada yang mengatur tentang bentuk-bentuk pertanggung-jawaban sebagaimana dimaksud. Dalam UU Desa hanya ada norma atau ketentuan yang mengatur ten-tang kewajiban kepala desa untuk menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran, dan kewajiban untuk memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyeleng-garaan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun ang-garan. Selanjutnya tidak ada klausul tentang kewenangan BPD maupun masyarakat desa untuk memberi-kan feedback atau umpan balik terhadap laporan tersebut.

Hal ini berbeda dengan laporan yang biasa dilakukan oleh pemerintah daerah di hadapan DPRD yang seringkali diiringi dengan feedback, baik berupa evaluasi

(4)

FactSheet

Demokrasi Desa

dalam Praktik

(5)

Pilkades tercermin dalam beberapa pasal yang menga-tur tentang pemilihan kepala desa, terutama pasal 37 ayat (6) yang menyatakan bahwa proses penyelesaian sengketa Pilkades diselesaikan oleh Bupati/Walikota. Merujuk pada ketentuan ini pula maka proses pengawasan terhadap Pilkades juga menjadi ranah Pemerintah Kabupaten/Kota. Pada praktiknya, panitia pengawas Pilkades dibentuk oleh kecamatan, sehingga segala hal yang terkait dengan pengaduan pelanggaran akan ditampung oleh tim ini se-bagai representasi dari Pemerintah Kabupaten. Mengacu pada temuan tim inilah kemudian Bupati menyelesaikan terjadinya proses sengketa Pilkades.

Mengacu pada konsep dasarnya bahwa demokrasi adalah perwujudan peran masyarakat secara aktif, dalam kasus Pilkades, peran tersebut masih kurang terlihat kecuali pada keterlibatan kepanitiaan. Kepa-nitiaan di bawah BPD telah mengasumsikan bahwa Pilkades berada di bawah kewenangan masyarakat desa. Namun jika melihat praktiknya bahwa hampir keselu-ruhan proses masih banyak tergantung pada Perda dan keterlibatan langsung kabupaten maupun kecamatan, menunjukkan bahwa peran masyarakat desa masih belum terlalu kuat di situ. Terlebih UU Desa juga tidak memberikan peluang bagi warga desa untuk terlibat dalam proses pengawasan Pilkades, karena penga-wasan sepenuhnya tergantung pada kabupaten. Belum lagi ada beberapa seleksi dan persyaratan yang masih diselenggarakan oleh kabupaten. Di Siak misalnya, Bupati menerapkan aturan agar seluruh kandidat dalam Pilkades mampu membaca Al Quran.

Pengawasan Masyarakat terhadap

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi selain dalam Pilkades, UU Desa juga mem-berikan hak kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa serta mengikuti musdes untuk menyampaikan aspirasinya. Secara umum bentuk pengawasan ini be-lum terlihat. Laporan pertanggungjwaban kepala desa yang semestinya juga disampaikan kepada masyara-kat, dalam studi yang dilakukan belum cukup terlihat. Laporan pertanggungjawaban hanya disampaikan kepada Bupati dan BPD. Dalam hal musdes, karena memang aturannya hanya memperkenankan unsur per-wakilan, tidak semua warga dapat mengikutinya. Na-mun demikian kesempatan warga dalam musyawarah sudah disediakan oleh Pemdes melalui perhelatan rutin sesuai dengan adat atau tradisi, semisal kenduri desa. Ada juga desa yang memanfaatkan forum rapat tahunan anggota koperasi desa untuk mengumpulkan warga. Dalam forum-forum tersebut biasanya kepala desa menyampaikan agenda-agenda pembangunannya dan memberikan kesempatan warga untuk memberikan umpan balik.

D

alam studi yang dilakukan PATTIRO terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa di enam desa di tiga kabupaten, yaitu desa Pejeng-kolan dan Petanahan di Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah); Panggungharjo dan Tirtonirmolo di Kabupaten Bantul (Daerah Istime-wa Yogyakarta); serta Berumbung dan Tualang di Kabupaten Siak (Riau) ditemukan data bahwa pada umumnya desa telah menjalankan prosedur de-mokrasi sebagaimana diatur dalam UU Desa terkait dengan fungsi self-governing community. Namun demikian masih terlihat adanya dominasi Pemdes, campur tangan kabupaten/Kota yang masih besar, serta minimnya partisipasi aktif masyarakat serta kurang berfungsinya BPD sebagai lembaga re- presentasi warga desa. Uraian berikut merupakan praktik-praktik penyelenggaraan demokrasi desa berdasarkan hasil studi tersebut.

Pilkades di Bawah Bayang-bayang

Kabupaten

Dalam proses Pilkades, sebagai pihak yang diberikan kewenangan, desa melalui BPD telah membentuk panitia, dimana panitia tersebut telah melakukan berbagai prosedur Pilkades sebagaimana diatur oleh UU Desa. Dapat dikatakan bahwa panitia Pilkades telah men-jalankannya secara piawai, mulai dari penjaringan calon, pendataan daftar pemilih, pelaksanaan pemili-han, hingga penghitungan suara. Meskipun begitu, kepiawaian tersebut tidak lepas dari peran Pemerintah Kabupaten, baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Per-da) Kabupaten maupun keterlibatan secara langsung. Perda kabupaten memainkan peran penting, karena dengan Perda panitia memiliki panduan operasional dalam pelaksanaan Pilkades, misalnya dalam hal per-syaratan calon serta tahapan tes untuk penjaringannya. Selain dalam bentuk Perda, keterlibatan kabupaten juga dilakukan secara langsung, terutama jika muncul masalah yang dihadapi oleh panitia. Sebagai contoh, panitia pilkades Desa Berumbung perlu untuk berkon-sultasi dengan pihak kecamatan dan Badan Pember-dayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Kabupaten saat harus menganulir calon yang diang-gap tidak memenuhi salah satu persyaratan. Panitia Pilkades desa Tualang juga harus berkonsultasi dengan kecamatan ketika harus memaksa kehadiran saksi salah satu calon pada saat penghitungan suara. Selain sebagai tempat berkonsultasi, kecamatan juga menjadi sumber informasi bagi panitia tentang tahapan tes yang diselenggarakan di kabupaten.

UU Desa mengkonstruksi Pilkades sebagai rezim Pemerintah Daerah, sehingga wajar jika peran Pemerintah Kabupaten begitu kuat. Kuatnya rezim pemerintah daerah dalam proses

5

(6)

BPD: Representasi Warga yang Perlu

Dioptimalkan

Unsur lain yang penting yang menandai de-mokrasi desa adalah adanya BPD. BPD memiliki fungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, mengawasi kinerja kepala desa dan membahas serta menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Terkait dengan fungsinya ini maka BPD juga menjadi kunci bagi terse-lenggaranya penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik. Keberadaan BPD dapat menjadi kontrol bagi ke-pala desa dalam menjalankan pemerintahan desa. UU Desa mengatur bahwa anggota BPD merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis.

Dari segi pengisian keanggotaannya, BPD telah cukup dapat dilihat sebagai representasi dari wakil warga pada tiap wilayah atau dukuh, meskipun tidak dipilih oleh seluruh warga tetapi hanya perwakilan tiap RT. Namun dalam hal menjalankan peran, BPD terlihat masih kurang optimal. Selain perannya sebagai penyelenggara Pilkades, peran BPD yang lain dalam konteks penyelenggaraan pemerintah desa yang demokratis masih belum terlihat. Fungsi penampung aspirasi belum berjalan dengan baik. Ini dapat dilihat

misalnya dalam beberapa kasus, warga desa lebih sering menyampaikan aspirasinya kepada orang yang dianggap dekat dengan kepala desa, dengan harapan bahwa orang tersebut akan menyampaikannya kepada kepala desa. Ada juga warga yang mengadukan aspirasinya kepada RT atau RW. Di Panggungharjo, justru aspirasi warga disampaikan kepada para penarik sampah yang mendatangi rumah pen-duduk tiap pagi. Para penarik sampah yang bekerja untuk BUMDes pengolahan sampah tersebut memang sengaja ditugaskan oleh Pemdes untuk menjalankan peran sebagai wakil desa untuk menampung aspirasi dan masalah warga. Menurut kepala desa Panggungharjo, melalui mekanisme semacam ini pemerintah desa pernah mengatasi masalah warga yang terjerat rentenir.

Demikian juga dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemerintah desa, BPD juga masih belum terlihat kinerjanya. Laporan pertanggungjawaban yang diserahkan oleh kepala desa hampir tidak pernah dibahas secara serius. Hampir tidak pernah ditemui BPD memberikan catatan terhadap laporan tersebut. Laporan pertanggungjawaban kepada bupati cende- rung dianggap penting ketimbang kepada BPD, karena laporan kepada bupati akan berimplikasi langsung pada persetujuan untuk pencairan dana desa periode berikutnya.

Dalam perannya sebagai pembahas Perdes, sebagian

6

(7)

besar BPD juga kurang menjalankannya dengan baik. Kasus di Tualang misalnya, ada Perdes yang tidak kunjung ditetapkan karena BPD tidak kunjung membahasnya. Sebagian besar desa yang diteliti masih kurang produktif dalam memproduksi perdes, selain perdes wajib yaitu RPJMDes, APBDes dan RKPDes. Sedangkan perda-perda lain masih belum maksimal ke-beradaannya.

Terkait dengan kurang optimalnya peran BPD ini ada hubungannya dengan kapasitas BPD yang kurang optimal pula. Secara kelembagaan, BPD cenderung kurang dijalankan dengan baik. Sebagai contoh, ada desa yang salah satu ang-gota BPD-nya tidak aktif hingga enam bulan, namun tidak ada tindakan apapun untuk men-gatasi masalah tersebut. Di desa lain, ada BPD yang aktif hanya ketuanya saja.

Dalam kasus yang lain, misalnya dalam hal menangkap rekomendasi, Pemdes cenderung lebih banyak meminta rekomendasi kepada pemerintah kabupaten daripada kepada BPD. Kasus kepala desa Berumbung pada saat hendak membangun gedung pertemuan dari Alokasi Dana Desa, agar tidak terkena aturan tender ha-rus diturunkan dananya di bawah Rp 200 juta, harus konsultasi dengan BPMPD. Pembangunan dijalankan setelah mendapatkan rekomendasi dari BPMPD, sedangkan BPD yang mestinya menjalankan peran kontrol pemerinahan desa tidak dimintakan rekomendasi.

Kesimpulan

Mengacu pada data umum temuan hasil studi, memang dapat dikatakan demokrasi desa dalam bingkai UU Desa masih terbilang kurang opti-mal. “Keberhasilan” desa dalam menjalankan Pilkades lebih dipandang karena peran yang dominan dari kabupaten. Namun di sisi lain, anggapan mementingkan kabupaten daripada masyarakat dan BPD maupun masyarakat dapat mengganggu proses demokrasi dalam hal peli-batan warga dan wakil warga desa. Dari sini tam-pak bahwa pemerintah desa lebih banyak tergan-tung pada kabupaten. Kurang optimalnya BPD dalam menjalankan perannya bisa disebabkan karena kurangnya perangkat legal yang diterbit-kan oleh kabupaten, sehingga BPD merasa gagap dalam menjalankan peran-peran tersebut.

Memperhatikan seluruh proses demokrasi sebagaimana dipaparkan di atas terlihat peran kabupaten relatif terlihat dominan. Dalam kasus Pilkades, kelancaran proses karena didukung oleh Perda dan keterlibatan

lang-sung kabupaten. Dalam hal kurang optimalnya BPD dan masyarakat juga dipengaruhi oleh pemdes yang menganggap penting kabupaten. Belum ada Perda yang mengatur tentang peran BPD dalam menjalankan peran dan fungsinya. Dari sini sampai pada suatu pemahaman bahwa ketiadaan Perda atau keterlibatan kabupaten justru menjadi penghalang bagi aksi-aksi inisiatif desa. Dengan mengecualikan Panggungharjo yang kepala desanya cukup aktif mengambil inisiatif, di desa-desa yang lain inisiatif tidak muncul karena tidak ada dukungan Perda. Kepala desa Petanahan misalnya, pihaknya merasa kurang maksimal dalam menjalankan pemerintahan desa yang hanya didukung oleh lima orang perangkat desa. Namun di sisi lain kepala desa tidak berani mengangkat sendiri perangkat desanya dengan alasan belum ada Perda yang mengatur tentang pengangkatan perangkat desa. Padahal secara normatif UU Desa telah memberikan diskresi bagi kepala desa untuk melakukan pengangkatan perangkat desa. Se-hingga tanpa ada Perda pun sebenarnya pengangkatan perangkat desa sudah dapat dilakukan. Dalam proses pengangkatan ini, kepala desa hanya harus terlebih dahulu mengkonsultasikannya ke camat sebagai wakil Bupati/Walikota.

Ketiadaan aturan sebagai constrain juga tampak pada apa yang disampaikan oleh kepala desa Tualang yang menyatakan bahwa dirinya merasa terhambat inovasinya karena ketiadaan aturan. Menurutnya, ketiadaan aturan membuatnya tidak berani untuk membeli aset desa berupa tanah yang dapat disewakan untuk lahan ke-bun sawit. Menurut perhitungannya, jika desa dapat menyewakan lahan seluas 10 hektar, maka desa akan mendapatkan Pendapatan Asli Desa Rp 10 juta tiap bulan. Kalau ini berjalan, menurutnya desa tidak perlu mengandalkan APBD lagi.

Self governing community sebagaimana yang telah

dikonstruksi oleh UU Desa masih belum dipahami dan di-implemenasikan secara optimal dalam proses demokrasi desa.

(8)

Fact Sheet

Demokrasi Desa dalam Bingkai

Pengaturan UU Desa

Demokrasi Desa dalam Praktik

2016, Pattiro

Komplek Kejaksaan Agung Blok G35,

Pasar Minggu, Jakarta Selatan,

12520 - Indonesia

Nomor Telepon: +62217801314

Facebook: PATTIRO

Twitter: @InfoPattiro

Website: www.pattiro.org

email: info@pattiro.org

Sumber: PATTIRO

Kampanye Mendorong Inklusi Sosial dalam Pelayanan Publik Peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI), 3 Desember 2015

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum masuk dalam pengujian modulus resilien maka dilakukan pengujian propestis dari masing- masing material, apabila pengujian material sudah sesuai oleh

Karyawan atau pensiunan dapat melakukan pengobatan atau pengecekan kesehatan sebagai salah satu tunjangan dalam bidang kesehatan, dengan hanya menggunakan kartu

Hasil uji F menunjukkan bahwa secara simultan kemudahan pengunaan, kemanfaatan dan kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap minat penggunaan Flip.id pada Majelis Taklim Hayatul

Karena Bendung Gerak Jatimlerek juga digunakan untuk irigasi, maka debit yang dihitung untuk debit pembangkitan PLTMH adalah setengahnya atau 50% dari debit andalan sungai

Gambar 2.1 pemantulan teratur dan pemantulan baur Pada pemantulan baur dan pemantulan teratur, sudut pemantulan cahaya besarnya selalu sama dengan sudut datang cahaya

Pelaksanaan UNBK harus terus dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pencapaian hasil belajar siswa yang jujur dan mandiri, serta latar belakang pendidikan

(1) Kepala Dinas mempunyai tugas merumuskan, menyelenggarakan, membina dan mengevaluasi penyusunan dan pelaksanaan urusan pemerintahan daerah serta tugas pembantuan

Animasi merupakan teknik yang banyak dipakai didalam dunia film dewasa maupun anak- anak, baik sebagai suatu kesatuan yang utuh, bagian dari suatu film maupun