• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMACUAN RIAP DIAMETER GMELINA ARBOREA ROXB. DENGAN PENJARANGAN DI PT ITCI KARTIKA UTAMA KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMACUAN RIAP DIAMETER GMELINA ARBOREA ROXB. DENGAN PENJARANGAN DI PT ITCI KARTIKA UTAMA KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PEMACUAN RIAP DIAMETER GMELINA ARBOREA

ROXB. DENGAN PENJARANGAN DI

PT ITCI KARTIKA UTAMA

KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Stimulation of Diameter Increment of Gmelina arborea Roxb. by

Thinning at PT ITCI Kartika Utama Penajam Paser Utara Regency

Rakhmat Noveri1), Maman Sutisna1) dan Daddy Ruhiyat2)

Abstract. In order to recovery the productivity of natural forest after burning,

PT ITCI Kartika Utama is rehabilitating the area with various species such as Gmelina, Mangium, Jati, Waru, Meranti etc. Those species can only be managed to produce trading wood in big diameter as veneer raw material in long cycle about 20–30 years. Thinning was used to stimulate the diameter increment of Gmelina in order to reach out good quality veneer in 10 years rotation. This studies were intended to know the influence of thinning on stem diameter increment of Gmelina. The research area was in Regency of Penajam Paser Utara, East Kalimantan within ITCI’s Kartika Utama concession. Sixteen plots sized 35 m x 35 m each were made for the treatment i.e. eight had thinned and the other eight served as control plots (unthinned). The average of diameter increment in thinned and unthinned plots were 1.2 cm/6 months and 1.4 cm/6 months, respectively. The average basal area in thinned plots were between 5.679.58 m2/ha and in unthinned plots were between 7.4614.38m2/ha. An average increment of volume in thinned plots was 17.94 m3 (with bark) per ha and in unthinned plots was 25.06 m3 (with bark) per ha. In short period (6 months) the selective crown thinning did not show any influence on diameter increment, basal area, height and volume. The results are expected to be proposed as the best and precise silviculture’s treatment in order to maintain the rehabilitation’s plant after forest burning. It is necessary to carry out additional studies to continue the research, so that complete information about the growth of Gmelina can be achieved.

Kata kunci: riap, diameter, bidang dasar, tinggi, volume, penjarangan.

Kebakaran hutan di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, khususnya yang terjadi pada tahun 1997–1998, dapat dikatakan sebagai bencana regional. Asapnya menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi bagi masyarakat beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Kerugian sosial, ekonomi dan ekologis yang _________________________________________________________________________ 1) Laboratorium Silvikultur Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

2) Laboratorium Ilmu Tanah Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

(2)

144 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005

ditimbulkan sangat besar, bahkan dalam beberapa hal sulit diukur dalam nilai rupiah. Secara ekologis insiden kebakaran hutan mengancam flora dan fauna alami Indonesia yang khas dan mungkin akan menyebabkan kepunahan (Anonim, 1998). Perusahaan HPH yang arealnya terbakar ingin menanam kembali jenis-jenis asli dan bernilai tinggi. Masalahnya adalah bahwa jenis-jenis tersebut diketahui hanya bisa dikelola untuk menghasilkan kayu pertukangan sebagai bahan baku vinir dan berdiameter besar dalam daur yang panjang yaitu sekitar 20–30 tahun. Untuk segera dapat mengisi kekosongan bahan baku kayu, beberapa perusahaan yang melaksanakan rehabilitasi hutan bekas kebakaran menanam terlebih dahulu jenis-jenis pohon bagur, di antaranya Gmelina arborea Roxb. (Gmelina).

Mengingat bahan baku plywood lebih disukai kayu berdiameter besar untuk memaksimalkan rendemen hasil, maka diperlukan upaya untuk memacu pertumbuhan diameter tegakan Gmelina agar secepatnya mencapai ukuran kayu pertukangan kualitas vinir yang diharapkan dapat mencapai ukuran diameter 50 cm dalam daur lebih kurang 10 tahun. Selama ini, G. arborea juga dikenal sebagai kayu bahan baku serat untuk middle density fibre board (MDF) dan pulp untuk kertas (Sutisna, 2003).

Penjarangan merupakan kegiatan yang dilakukan pada tegakan seumur atau kelompok seumur pada setiap saat sebelum permulaan periode peremajaan, dengan tujuan pemanenan kayu termasuk untuk meningkatkan kualitas tegakan (Baker dkk., 1987). Penjarangan merupakan tindakan silvikultur yang memerlukan biaya besar serta pengetahuan khusus. Ini berarti keputusan untuk melaksanakan penjarangan atau tidak harus dikaji secara mendalam. Penjarangan yang dilakukan dengan biaya yang besar haruslah dapat ditutupi dengan keuntungan yang diperoleh dari peningkatan riap tegakan yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai ekonomis dari tegakan tersebut (Ruchaemi, 2002).

Bertolak dari pemikiran di atas, maka perlu diuji coba manfaat dari penjarangan untuk memacu pertumbuhan diameter G. arborea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penjarangan terhadap pemacuan riap diameter G. arborea.

Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi yang lengkap tentang riap diameter hasil penjarangan, yang mana data tersebut sangat dibutuhkan sehingga dapat disarankan sebagai perlakuan silvikultur yang terbaik dan tepat sebagai pertimbangan untuk dilaksanakan dalam pemeliharaan tanaman rehabilitasi hutan bekas kebakaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada areal hutan alami produksi bekas kebakaran tahun 1998 di HPH PT ITCI Kartika Utama, Kabupaten Penajam Paser Utara. Plot penelitian terletak pada areal sekat bakar di tepi jalan Km 28 yang ditumbuhi Gmelina berumur 4 tahun. Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah tegakan Gmelina yang berumur 4 tahun (tanaman Juli 1999) pada areal sekat bakar yang ditanam dengan jarak 3 x 3 m.

(3)

Noveri dkk. (2005). Pemacuan Riap Diameter Gmelina 145 Plot penelitian telah dibuat oleh pihak Litbang PT ITCI Kartika Utama pada tanggal 15 Desember 2002 sehingga yang perlu dilakukan hanya pemeriksaan terhadap batas-batas antar plot dan memastikan ukuran antar plot adalah sama.

Areal penelitian berada di tepi kiri-kanan Jl 2000 Km 28 yang dibuat sebagai sekat bakar. Jumlah awal plot penelitian adalah 41 buah yang masing-masing berukuran 35 m x 35 m. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pola Acak Berblok terdiri atas 2 perlakuan yaitu penjarangan dan tanpa penjarangan. Penentuan perlakuan tiap plot dilakukan dengan cara undian.

Inventarisasi awal terhadap tegakan dilakukan dengan cara mengukur tiap pohon yang ada di dalam plot. Data yang dikumpulkan terdiri atas:

a. Keliling pohon, diukur setinggi dada (130 cm dari atas tanah) menggunakan meteran kain dan diberi tanda cat warna biru.

b. Tinggi pohon, diukur tinggi total dan tinggi bebas cabang dengan alat bantu clinometer dan tongkat ukur panjang 4 m.

c. Status pohon di dalam plot penelitian terdiri atas pohon binaan, pohon penyaing dan pohon pendamping.

Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan yaitu penjarangan dan tanpa penjarangan. Pada plot penjarangan dilakukan pembunuhan pohon penyaing, yaitu pohon-pohon bukan binaan yang tajuknya mendesak atau menaungi tajuk pohon binaan. Pembunuhan pohon penyaing dilakukan langsung dengan menebang, baik dengan parang ataupun dengan chainsaw.

Inventarisasi lanjutan dilakukan 6 bulan setelah penjarangan dengan maksud untuk mengetahui respon peubah-peubah tegakan terhadap perlakuan. Kegiatan yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada kegiatan inventarisasi awal.

Data yang diambil terdiri atas dua bagian yaitu:

a. Data primer, diperoleh langsung di lapangan melalui inventarisasi sebelum dan sesudah penjarangan.

b. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, data dari perusahaan dan laporan-laporan yang ada kaitannya dengan penelitian ini serta sumber lainnya yang menunjang.

Data yang dihitung adalah sebagai berikut: a. Diameter batang. d = kel /

b. Bidang dasar. g =

¼

(d2)

c. Diameter berdasarkan bidang dasar. dg = 2√(g/)

d. Tinggi total pohon. htot = {(% htop  % hbase) / (% pole  % hbase)} x 4 m e. Tinggi bebas cabang. hbc = {(% hbc  % hbase) / (% pole  % hbase)} x 4 m f. Volume. V = g x hbc x f

htop = persentase skala tinggi total pohon dari clinometer. hbc = persentase skala tinggi bebas cabang dari clinometer. hbase = persentase skala pangkal tongkat dari clinometer. pole = persentase skala ujung tongkat dari clinometer. f = Faktor bentuk 0,6

(4)

146 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005

Uji statistik yang digunakan adalah uji-t untuk membandingkan nilai tengah riap diameter dengan riap tinggi total, bebas cabang pohon binaan dengan pohon pendamping dan antara perlakuan penjarangan dengan tanpa penjarangan.

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran diolah dalam bentuk perhitungan sebagai berikut.

a. Nilai rataan untuk masing-masing hasil pengukuran. x = Σx / n Σx = jumlah pengamatan individu.

n = jumlah individu.

b. Simpangan baku nilai rataan pengukuran. Se = sd / √n

c. Simpangan baku dari masing-masing pengukuran. Sd = ∑{(xi x)2 / (n  1)} xi = nilai pengamatan individu ke-i.

n = jumlah sampel pengamatan.

(xi x)2 = kuadrat simpangan baku nilai pengamatan individu ke-i terhadap nilai rataannya.

d. Untuk membandingkan data pada plot-plot penjarangan dan tanpa penjarangan maka setiap peubah diuji dengan rumus:

t = Sx1 -x2 = x1 = Σx1i/n1 dan; x2 = Σx2j/n2

e. Volume setiap bagian (seksi) batang pohon rebah dihitung dengan menggunakan rumus Smallian: 0,25 x

x {(d0 + d1)/2}2 x p. p = 0,1 panjang batang.

Gambar 1. Cara Pengukuran Volume Batang dengan Pembagian Menjadi 10 Seksi. Jumlah Volume Batang = Σ (v1 + v2 + ... + v10)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Letak, Luas dan Keadaan Wilayah

Areal HPH PT ITCI Kartika Utama (ITCIKU) secara geografis terletak pada posisi 116°28’117°28’ BT dan 0°18’1°18’ LS. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal HPH PT ITCI Kartika Utama termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.

d0 d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 d9 d10 d130 p (x1 -x2) x1 -x2 S S12 + S2 2 n1 n2

(5)

Noveri dkk. (2005). Pemacuan Riap Diameter Gmelina 147 Letak menurut pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), areal HPH PT ITCIKU termasuk Kelompok Hutan Sungai Jembayan yang membelah areal perusahaan ini dari arah barat ke timur yang bermuara di Sungai Mahakam.

Tata batas seluruh areal HPH PT ITCIKU dikukuhkan oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 542/Kpts-II/1995 tertanggal 6 Oktober 1995 tentang pengesahan batas areal kerja HPH PT ITCIKU seluas 262.573 ha dengan panjang batas tertata 617.314 m. Batas-batas areal kerja dapat diuraikan sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan areal HPH PT Sumber Mas, sebelah timur areal PT IHM, sebelah selatan areal HPH PT BFI dan sebelah barat areal HPH PT IHM.

Iklim dan Keadaan Tanah

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal kerja PT ITCIKU termasuk iklim tipe Af dengan nilai Q berkisar antara 0–14,3 %.

Topografi plot penelitian berkisar antara landai sampai miring (10–30 %). Tanah di areal kerja HPH PT ITCIKU terdiri dari beberapa jenis dengan penyebaran paling luas adalah Alisol dan Acrisol. Di lapangan, Alisol dikenali dengan teksturnya yang banyak mengandung liat, sedangkan Acrisol banyak mengandung pasir. Jenis-jenis lainnya yang ditemukan adalah Ferralsol, Fluvisol, Arenosol dan Calcisol, namun masing-masing hanya menduduki wilayah yang luasnya terbatas (Mackensen, 2000).

Keadaan Hutan di Areal Penelitian

Vegetasi hutan alami asli di areal kerja HPH PT ITCIKU termasuk tipe hutan tropis basah yang didominasi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae, terutama jenis Meranti, Kapur, Keruing dan Bangkirai serta bermacam-macam jenis non Dipterocarpaceae.

Di dalam plot penelitian secara umum terdapat banyak tumbuhan bawah seperti Karamunting (Melastoma malabathricum), Terong duri (Solanum

malaisense), Ilalang (Imperata cylindrica), Sirih hutan (Piper aduncum),

Paku-pakuan (Gleichenia linearis), Macaranga spp. dan Mallotus spp. Tinggi gulma dan perambat mencapai 4–5 m.

Riap Diameter

Riap diameter diperoleh dari pengurangan nilai diameter hasil pengukuran kedua dengan hasil pengukuran pertama. Pada Tabel 1 ditampilkan data riap diameter rataan berdasarkan bidang dasar untuk 1 periode pengukuran selama 6 bulan setelah penjarangan dalam plot penjarangan.

Pada Tabel 1 tampak adanya peningkatan diameter rataan dalam plot penjarangan berkisar antara 0,64–1,47 cm/6 bln, demikian juga halnya dalam plot tanpa penjarangan. Pada Tabel 1 dan 2 terlihat adanya peningkatan diameter rataan pada semua plot perlakuan. Uji statistik dengan uji-t (tidak berpasangan) dilakukan

(6)

148 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005

untuk mencari pengaruh perlakuan terhadap riap diameter rataan dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Riap Diameter Rataan (cm/6 bln) Berdasarkan Bidang Dasar Dalam 8 Plot Penjarangan dan Tanpa Penjarangan

Perlakuan Plot n (btg/plot) dg1 (cm) dg2 (cm) idg (cm)

Penjarangan 1 44 17,14 17,92 0,78 4 54 11,80 12,67 0,87 5 48 13,44 14,08 0,64 7 50 16,24 17,12 0,88 8 49 13,68 14,73 1,05 13 47 14,77 15,78 1,01 14 50 14,34 15,10 0,76 15 55 11,28 12,75 1,47 Jumlah 397 - - - Rataan 50 13,97 14,91 0,94 Tanpa penjarangan 2 69 12,62 14,20 1,58 3 77 16,59 17,30 0,71 6 74 16,09 16,77 0,68 9 71 15,99 16,63 0,64 10 71 14,61 15,36 0,75 11 75 12,05 13,17 1,12 12 77 12,02 13,15 1,13 16 74 12,80 13,70 0,90 Jumlah 588 - - - Rataan 74 14,09 15,03 0,93

Keterangan: dg1 = diameter rataan pengukuran I. dg2 = diameter rataan pengukuran II. idg = riap diameter rataan (cm/6 bln).

Tabel 2. Perbandingan Nilai Tengah Riap Diameter Rataan Antar Perlakuan

Perlakuan Jumlah Rataan Simpangan baku Galat baku t-hitung t-tabel 5 % Penjarangan 397 0,94 0,59 0,030 0,27ns 1,69 Tanpa penjarangan 588 0,93 0,64 0,026

ns = non signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %

Tabel 3. Perbandingan Nilai Tengah Riap Diameter Rataan Pohon Binaan antar Plot Penjarangan dan Tanpa Penjarangan

Pohon binaan Jumlah Rataan Simpangan baku Galat baku t-hitung t-tabel 5 % Penjarangan 137 1,22 0,55 0,047 1,21ns 1,69 Tanpa penjarangan 143 1,40 0,67 0,056

(7)

Noveri dkk. (2005). Pemacuan Riap Diameter Gmelina 149 Riap diameter rataan antar perlakuan penjarangan dan tanpa penjarangan tidak berbeda signifikan pada tingkat kepercayaan 95 % (Tabel 3).

Hal terpenting dalam kegiatan penjarangan adalah melihat apakah ada perbedaan pertambahan diameter antara pohon binaan dalam plot yang dijarangi dengan pohon binaan dalam plot yang tidak dijarangi. Pada Tabel 3 tampak bahwa nilai t-hitung lebih kecil daripada t-tabel yang berarti tidak ada perbedaan signifikan antara nilai tengah riap diameter pohon binaan yang telah dibebaskan bila dibandingkan dengan pohon binaan dalam plot yang tidak dijarangi. Oleh sebab itu tidaklah bijaksana bila menyatakan penjarangan tidak diperlukan dalam meningkatkan riap diameter Gmelina karena dalam kurun waktu yang relatif singkat (6 bulan) belumlah cukup untuk menutupi besarnya massa kayu yang terbuang dalam penjarangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ruchaemi (1994), bahwa pembuangan pohon-pohon berdiameter besar dalam suatu penjarangan akan menyebabkan kehilangan riap pada suatu periode waktu tertentu sampai pengaruh penjarangan memperlihatkan efeknya yang positif.

Riap Bidang Dasar

Riap bidang dasar dalam satu segi tergantung dari riap diameter (id), artinya dua kali lebar lingkaran tahun dan dari segi lainnya tergantung dari diameter awal (dbh). Riap bidang dasar bertambah dengan bertambahnya diameter dan riap diameter (Ruchaemi, 1994).

Tabel 4. Riap Bidang Dasar (m2/ha) pada 8 Plot Penjarangan dan 8 Plot Tanpa Penjarangan

Perlakuan Plot G1/ha G2/ha iG/ha Persentase

Penjarangan 1 8,63 8,85 0,22 2,5 4 4,74 5,40 0,66 13,9 5 5,64 6,56 0,92 16,3 7 8,72 9,58 0,86 9,9 8 5,61 6,40 0,79 14,1 13 6,51 7,65 1,14 17,5 14 6,40 7,41 1,01 15,8 15 4,50 5,67 1,17 26,0 Rataan 6,34 7,19 0,85 14,50 Tanpa penjarangan 2 7,55 8,92 1,37 18,1 3 13,34 14,38 1,04 7,8 6 12,36 13,35 0,99 8,0 9 11,98 12,94 0,96 8,0 10 9,72 10,74 1,02 10,5 11 6,97 8,34 1,37 19,7 12 7,13 8,54 1,41 19,8 16 7,08 8,91 1,83 25,8 Rataan 9,52 10,77 1,25 14,71

Keterangan: G1 = bidang dasar pengukuran I. G2 = bidang dasar pengukuran II. iG = riap bidang dasar (m2/ha/6bln)

(8)

150 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005

Pada Tabel 4 tampak, bahwa riap bidang dasar plot 11 (tanpa penjarangan) sebesar 1,37 m2/hamenghasilkan persentase sebesar 19,7 %, sedangkan pada plot 15 (penjarangan) riapnya hanya 1,17 m2/ha namun dalam persen mencapai peningkatan sebesar 26,0 %.

Uji-t dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan antara riap bidang dasar plot penjarangan dan plot tanpa penjarangan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Nilai Tengah Riap Bidang Dasar Rataan antar Perlakuan

Pohon binaan Jumlah Rataan Simpangan baku Galat baku t-hitung t-tabel 5 % Penjarangan 8 0,85 0,31 0,11 2,65

٭

2,145 Tanpa penjarangan 8 1,25 0,30

٭

= signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %

Dari hasil uji-t diperoleh nilai t-hitung yang lebih besar daripada t-tabel yang berarti ada perbedaan signifikan antara nilai tengah riap rataan bidang dasar antar perlakuan.

Riap Tinggi Total dan Tinggi Bebas Cabang

Data perkembangan tinggi total rataan dan tinggi bebas cabang rataan pada plot penelitian ditampilkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Riap Tinggi Total Rataan dan Tinggi Bebas Cabang Rataan Dalam 8 Plot Penjarangan dan 8 Plot Tanpa Penjarangan

Perlakuan Plot htot1 (m) hbc1 (m) htot2 (m) hbc2 (m) ihtot (m) ihbc (m)

Penjarangan 1 12,1 7,5 15,2 10,0 3,1 2,5 4 8,6 4,7 13,7 9,2 5,1 4,5 5 9,2 5,3 14,1 8,8 4,9 3,5 7 11,4 7,8 15,0 9,8 3,6 2,0 8 9,5 6,6 15,8 9,9 6,3 3,3 13 10,1 7,2 14,0 11,6 3,9 4,4 14 11,5 6,0 12,4 8,0 0,9 2,0 15 8,3 4,8 12,4 8,5 4,1 3,7 Rataan 10,1 6,2 14,1 9,5 4,0 3,2 Tanpa penjarangan 2 8,6 5,1 14,3 9,9 5,7 4,8 3 13,2 8,7 15,2 9,7 2,0 1,0 6 11,7 7,8 16,0 10,2 4,3 2,4 9 12,2 7,9 15,3 10,1 3,1 2,2 10 11,5 6,7 15,0 9,6 3,5 2,9 11 9,5 6,5 13,2 9,3 3,7 2,8 12 7,4 4,3 11,0 7,4 3,6 3,1 16 8,4 5,5 13,8 10,8 5,4 5,3 Rataan 10,3 6,6 14,2 9,6 3,9 3,1

Keterangan: htot 1 = tinggi total pada pengukuran I. htot 2 = tinggi total pada pengukuran II. hbc 1 = tinggi bebas cabang pada pengukuran I. hbc 2 = tinggi bebas cabang pada pengukuran II. ihtot = riap tinggi total. ihbc = riap tinggi bebas cabang

(9)

Noveri dkk. (2005). Pemacuan Riap Diameter Gmelina 151 Pada tabel tersebut terlihat adanya penambahan berkisar antara 3,0–3,9 m baik untuk tinggi total rataan maupun tinggi bebas cabang rataan. Menurut Assmann (1970), penjarangan akan meningkatkan pertambahan tinggi rataan pohon hanya sedikit sekali dan itupun adalah sebagai akibat dari peningkatan diameter.

Lebih lanjut dilakukanlah uji-t untuk mengetahui apakah penjarangan memberikan pengaruh terhadap penambahan tinggi pohon binaan. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Nilai Tengah Riap Tinggi Total Rataan dan Riap Tinggi Bebas Cabang Rataan Pohon Binaan pada Plot Penjarangan dan Tanpa Penjarangan

Tinggi total rataan

Pohon binaan Jumlah Rataan Simpangan baku Galat baku t-hitung t-tabel 5 % Penjarangan 137 5,59 4,07 0,347 2,306

٭

1,69 Tanpa penjarangan 143 4,67 2,46 0,206

Tinggi bebas cabang rataan

Penjarangan 137 3,61 4,43 0,378 0,636ns 1,69

Tanpa penjarangan 143 3,90 3,22 0,269

٭

= signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %. ns = non signifikan pada tingkat kepercayaan 95 % Bila melihat data tinggi total rataan dan tinggi bebas cabang rataan, tampak bahwa penjarangan hanya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap riap tinggi total pohon binaan dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi bebas cabang pohon binaan (Tabel 7).

Kenaikan riap tinggi pohon binaan akibat penjarangan secara teoritis tidak diharapkan terjadi. Hal tersebut dalam penelitian kemungkinan akibat berbedanya pengukur tinggi. Data awal diambil dari hasil pengukuran oleh Litbang PT ITCIKU, sedangkan data akhir diukur oleh regu peneliti, yang mana penentuan tinggi batang bebas cabang sering dilakukan secara subjektif.

Riap Volume

Seperti halnya riap diameter dan riap bidang dasar, riap volume untuk masing-masing plot perlakuan juga mempunyai nilai yang bervariasi. Riap volume tegakan Gmelina setelah 6 bulan penjarangan ditampilkan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Riap Volume Rataan pada 8 Plot Penjarangan dan 8 Plot Tanpa Penjarangan

Perlakuan Plot N (btg/plot) V1 (m3) V2 (m3) iV (m3)

Penjarangan 1 44 4,82 6,75 1,93 4 54 1,95 4,02 2,07 5 48 2,46 4,61 2,15 7 50 4,99 7,35 2,36 8 49 3,00 5,02 2,02 13 47 3,57 7,07 3,50 14 50 3,46 4,31 0,85 15 56 1,78 4,05 2,27 Rataan 50 3,25 5,40 2,14

(10)

152 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 Tabel 8 (Lanjutan)

Perlakuan Plot N (btg/plot) V1 (m3) V2 (m3) iV (m3)

Tanpa penjarangan 2 68 3,00 6,74 3,74 3 77 8,48 10,48 2,00 6 74 7,18 10,30 3,12 9 71 6,95 9,86 2,91 10 71 4,90 7,70 2,80 11 75 3,77 6,26 2,49 12 77 2,98 5,50 2,52 16 74 3,37 8,44 5,07 Rataan 73 5,08 8,16 3,08 Keterangan: VI = volume pengukuran I. V2 = volume pengukuran II. iV = riap volume

Penjarangan keras yang dilakukan dengan mengurangi bidang dasar tegakan sebesar 30 % menghasilkan riap volume rataan 2,14 m3/6 bulan untuk plot penjarangan dan 3,08 m3/6 bulan untuk plot tanpa penjarangan.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara riap volume pohon pada perlakuan yang berbeda, maka dilakukanlah uji-t yang hasilnya ditampilkan di pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan Nilai Tengah Riap Volume Rataan Semua Pohon antar Perlakuan

Pohon binaan Jumlah Rataan Simpangan baku

Galat baku t-hitung t-tabel 5 % Penjarangan 8 2,14 0,721 0,255 2,221٭ 2,145 Tanpa penjarangan 8 3,08 0,951 0,336

Hasil uji-t menunjukkan, bahwa nilai t-hitung lebih besar daripada t-tabel yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara nilai tengah volume pohon antar perlakuan yang berbeda (Tabel 9).

Tabel 10. Perkembangan Volume Tegakan 6 Bulan Setelah Penjarangan Dalam Plot Penelitian

Perlakuan Status pohon Volume (m3/8 plot) Juni 2003 Volume (m3/8 plot) Jan. 2004 Selisih volume (m3/8 plot) Penjarangan PB 13,77 24,20 10,43 PD 12,47 18,97 6,50 Jumlah 26,24 43,17 16,93 Tanpa penjarangan PB 14,40 24,29 10,09 PD 26,34 41,01 14,67 Jumlah 40,74 65,30 24,56

Keterangan: PB = pohon binaan. PD = pohon pendamping

Peningkatan total volume lebih besar terjadi pada plot tanpa penjarangan yaitu sebesar 24,56 m3, sedangkan pada plot penjarangan 16,93 m3 tetapi pohon binaan

(11)

Noveri dkk. (2005). Pemacuan Riap Diameter Gmelina 153 pada plot penjarangan dengan volume 10,43 m3/8 plot menghasilkan riap lebih besar daripada pohon binaan dari plot tanpa penjarangan (Tabel 10).

Volume Batang Per Seksi

Untuk melihat apakah diameter setinggi dada dapat dijadikan penciri volume batang ataukah tidak, maka dilakukanlah uji regresi pada 38 batang pohon hasil penjarangan yang hasilnya berupa diagram pencar seperti ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Pencar Hubungan antara Diameter Setinggi Dada dengan Volume Total Batang

Hubungan yang terbentuk antara diameter setinggi dada dengan volume batang adalah garis lengkung ke atas (fungsi power) dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,8633 yang berarti 86 % nilai volume batang ditentukan oleh diameter setinggi dada.

Biaya Penjarangan

Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam penjarangan perlu diketahui agar dapat dijadikan acuan dalam menentukan jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan bila akan melaksanakan penjarangan dalam areal yang lebih luas. Rincian biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan penjarangan seluas 1 ha ditampilkan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Biaya Kegiatan Penjarangan pada Luas 1 ha

Uraian HOK Volume (liter) Harga satuan (Rp) Jumlah biaya (Rp)

Penunjuk pohon 5 - 40.000 200.000 Penebang 5 - 40.000 200.000 Bensin - 9 2.000 18.000 Oli rantai - 5 5.000 25.000 Oli campur - 1 20.000 20.000 Jumlah 463.000

(12)

154 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005

Dari hasil perhitungan dapat dilihat, bahwa biaya yang dikeluarkan untuk 1 ha plot penjarangan adalah Rp463.000,-. Seiring dengan berjalannya waktu, kemungkinan perubahan biaya akan terjadi. Peneliti menggunakan standar upah dan harga bahan-bahan keperluan penjarangan yang berlaku pada saat penelitian dilaksanakan.

Volume kayu hasil penjarangan adalah kurang lebih 20 m3/ha dengan diameter rataan 14 cm, maka kemungkinan pemasarannya adalah berupa bahan baku serpih (bbs), yang mana diperkirakan bahwa, harga bbs per meter kubik di pintu pabrik Senoni adalah Rp150.000,- dengan ongkos angkut per meter kubik Rp90.000,- maka nilai jual bersih kayu hasil penjarangan sebesar 20 m3 adalah 20 x Rp60.000,- = Rp1.200.000,-. Bila perusahaan ingin memanfaatkan kayu hasil penjarangan tersebut, maka perlu dibangun industri di sekitar lokasi hutan tanaman agar ongkos angkut bahan baku yang mahal dapat dikurangi sehingga kemungkinan hasil penjualannya akan bisa menutupi biaya yang telah dikeluarkan pada saat pelaksanaan penjarangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dalam waktu yang relatif singkat (6 bulan) penjarangan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan riap diameter pohon binaan. Kayu hasil penjarangan akan bernilai ekonomis untuk dimanfaatkan bila volume kayu sebesar 20 m3/ha dapat dipasarkan sebagai bahan baku serpih. Dengan koefisien determinasi sebesar 86 %, maka volume batang dapat ditaksir melalui diameter setinggi dada. Penjarangan tidak perlu dilakukan untuk pemacuan riap diameter. Gmelina.

Saran

Perlu dilakukan pengukuran lanjutan periode kedua (1 tahun setelah penjarangan) agar dapat diperoleh data mengenai riap tegakan Gmelina yang lebih lengkap. Selain itu juga perlu diujicoba pemacuan riap dengan pemupukan, sehingga dapat diketahui metode yang terbaik untuk mencapai pertumbuhan optimal suatu tegakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Dampak, Faktor dan Evaluasi Jilid I. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, United Nations Development Programme (UNDP). 211 h.

Assmann, E. 1970. The Principles of Forest Yield Study. Pergamon Press, Oxford. 505 h. Baker, S.F.; J.A. Helms and T.W. Daniel 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Edisi II,

Terjemahan Djoko Marsono. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mackensen, J. 2000. Pengelolaan Unsur Hara pada Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Petunjuk Praktis ke Arah Pengelolaan Unsur Hara Terpadu. Eschborn. 109 h.

(13)

Noveri dkk. (2005). Pemacuan Riap Diameter Gmelina 155

Ruchaemi, A. 1994. Riap Eucalyptus deglupta setelah Penjarangan Pertama. Mulawarman Forestry Reports. No. 4. 148 h.

Ruchaemi. A. 2002. Penjarangan pada Hutan Tanaman dan Hutan Alami di Kalimantan Timur. Laboratorium Biometrika Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 66 h.

(14)

Gambar

Gambar 1. Cara Pengukuran Volume Batang dengan Pembagian Menjadi 10 Seksi.
Gambar  2.  Diagram  Pencar  Hubungan  antara  Diameter  Setinggi  Dada  dengan  Volume  Total  Batang

Referensi

Dokumen terkait

Hutan berperanan penting di planet untuk mengurangi konsentrasi gas rumah kaca pada lapisan atmosfir. Menurut Protokol Kyoto, pengurangan emisi karbon terjadi melalui hutan. Dalam

JALANAN MENUJU MASJID Umar berjalan menuju masjid bersama pendampingnya, bertemu dengan seorang wanita non muslim yang ingin menceritakan keluhannya kepada Umar

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia belum semaksimal yang kita harapkan khususnya masalah perlindungan tenaga kerja di Malaysia dan jumlah staf yang berada

Proses demineralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral dengan menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan kitin, sedangkan proses deasetilasi

Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan bahan-bahan industri melalui pendirian pabrik industri kimia dan diusahakan untuk dapat mengekspor produk kimia seperti sodium

SKRIPSI PENERAPAN TERAPI PERILAKU PADA ANAK..... ADLN Perpustakaan

Isolasi dan perbanyakan fragmen gen 16S rDNA dari koloni tunggal dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) tidak berhasil dilakukan karena tidak dihasilkan

Sedangkan, faktor pendukungnya adalah beberapa wanita sadar pentingnya sikap ikhlas dan mampu menjadikan proses pengobatan sebagai sarana untuk refleksi diri untuk