• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NOMOR : KEP. 297 /LATTAS/ XII /2007 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NOMOR : KEP. 297 /LATTAS/ XII /2007 TENTANG"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I.

DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS

Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 51 Lt. VII.B Telp/Fax. (021) 52961311, 5255733 (Ext.734) Jakarta Selatan – Indonesia 12950

KEPUTUSAN

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS NOMOR : KEP. 297 /LATTAS/ XII /2007

TENTANG

PEDOMAN TATA CARA PENYUSUNAN

STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS,

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan amanat Pasal 23 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, perlu menetapkan Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI);

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4637); 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

(3)

M E M U T U S K A N : Menetapkan :

KESATU : Menetapkan Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal ini.

KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU digunakan sebagai acuan bagi Pemangku Kepentingan dan Instansi Teknis Pembina Sektor dalam penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 2007 DIREKTUR JENDERAL

PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS

MASRI HASYAR NIP.160017234

(4)

LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS

NOMOR : KEP.297/LATTAS/XII/2007 TENTANG

PEDOMAN TATA CARA PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsekuensi logis dampak globalisasi akan terbentuk persaingan yang ketat antar negara. Setiap negara akan melakukan berbagai upaya agar dapat memenangkan persaingan global dan eksistensinya akan tetap dipertahankan. Oleh karena itu negara-negara berkembang termasuk Indonesia memulai berbenah diri dengan tahapan-tahapan yang positif untuk mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia dari berbagai aspek terkait dengan kompetensi menyongsong era globalisasi.

Mempersiapkan kompetensi SDM sejak dini merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mampu bersaing memenangkan dan memperebutkan kesempatan kerja yang terbuka di berbagai bidang pekerjaan dan profesi . Perkembangan yang sangat cepat dewasa ini, menuntut kesiapan SDM yang berkualitas yang memerlukan pula persiapan diiringi dengan infrastruktur yang lebih baik dan biaya yang memadai .

Salah satu aspek yang sangat penting dan strategis antara lain menyiapkan Standar Kompetensi Kerja yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembinaan dan penyiapan SDM yang berkualitas dan kompeten dan diakui oleh seluruh pemangku kepentingan (stake holder) dan berlaku secara nasional di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia .

Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa program pelatihan kerja harus mengacu kepada standar kompetensi kerja. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor

(5)

31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional ditegaskan kembali bahwa program pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja harus mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Standar Kompetensi Kerja Internasional maupun Standar Kompetensi Khusus .

Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan perlu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia untuk semua sektor industri dan lapangan usaha sebagai acuan dalam peningkatan mutu SDM, merupakan tantangan yang tidak ringan dan perlu segera diwujudkan agar dapat memenuhi kebutuhan industri/dunia usaha.

Penyusunan Standar Keterampilan pada masa lalu telah dimulai oleh masing masing departemen/sektor dan lapangan usaha, tetapi pada waktu tersebut belum terkoordinasi dengan baik, sehingga masing masing sektor memberlakukan standar ketrampilan bagi sektornya. Hal ini menyulitkan kita untuk mengetahui standar mana yang sebenarnya merupakan konsensus nasional dan diakui secara nasional.

Berlakunya peraturan perundangan yang baru dan merupakan manifestasi dari keinginan semua pihak, maka untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas SDM Indonesia, sudah saatnya Indonesia memiliki Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang berlaku dan diakui secara nasional dan secara internasional .

Sehubungan dengan hal tersebut maka pedoman tata cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia adalah kelengkapan dan tindak lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 dan selanjutnya agar digunakan oleh berbagai pihak dalam merancang dan menyusun standar kompetensi kerja sesuai dengan kebutuhan pengembangan SDM di masing masing sektor.

B.

Tujuan dan Sasaran

Tujuan disusunnya Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia adalah untuk memberikan panduan kepada para pihak yang berkepentingan dalam merencanakan dan menyusun Standar

(6)

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di masing-masing sektor,industri dan lapangan usaha .

Sasaran disusunnya Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia adalah tercapainya penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di berbagai sektor, industri dan lapangan usaha yang terarah dan sistematis, melibatkan seluruh unsur yang terkait sesuai kebutuhan yang diakui secara nasional .

C. Dasar Hukum

1. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi

4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistim Pelatihan Kerja Nasional

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

D. Pengertian-pengertian

Pengertian yang digunakan dalam buku pedoman ini antara lain

sebagai berikut :

1. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2. Standardisasi kompetensi kerja adalah proses merumuskan, menetapkan dan menerapkan standar kompetensi kerja.

3. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara nasional.

4. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan

(7)

bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.

5. Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia adalah kegiatan menetapkan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia oleh Menteri.

6. Pengarah adalah instansi/lembaga/asosiasi terkait yang memfasilitasi pembentukan Panitia Teknis Penyusun SKKNI di sektor/sub sektor kompetensi di bidang keahlian yang berkaitan dengan para pihak pemangku kepentingan (stakeholder).

7. Panitia Teknis adalah sekelompok profesi tertentu yang unsur-unsurnya terdiri atas asosiasi profesi, asosiasi perusahaan/industri, asosiasi lembaga pendidikan dan pelatihan, BNSP, lembaga sertifikasi profesi, pakar/ahli/ praktisi di bidang standar dan di bidang substansi serta instansi teknis terkait.

8. Tim Teknis adalah Tim teknis Penyusun Draft Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang dibentuk oleh panitia teknis. 9. Instansi teknis adalah departemen, kementerian negara dan/atau

lembaga pemerintah lainnya yang merupakan pembina teknis sektor/sub sektor yang bersangkutan.

10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

(8)

BAB II

UMUM

A. Pengertian Standar .

Menurut Kamus bahasa Indonesia arti dari pada standar adalah sebagai “ukuran” yang disepakati, sedangkan kompetensi kerja mempunyai arti sebagai kemampuan kerja seseorang yang dapat terobservasi dan mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja seseorang dalam menyelesaikan suatu fungsi tugas atau pekerjaan sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.

Nasional mempunyai arti berlaku di seluruh wilayah negara Republik

Indonesia dan Indonesia adalah nama untuk negara kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena itu maka Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan atau keahlian serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas/pekerjaan tertentu yang berlaku secara nasional.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ini disusun berdasarkan acuan pola RMCS (Regional Model Competency Standard) sebagaimana yang telah disepakati oleh negara dikawasan Asia Pasifik .

B. Kebutuhan

SKKNI.

Kebutuhan standar kompetensi kerja nasional selama tahun terakhir ini semakin dirasakan oleh berbagai pihak diantaranya oleh sektor, industri dan dunia usaha, lembaga diklat, assosiasi profesi dan sebagainya.

Hal tersebut semakin dirasakan karena lalu lintas kerjasama ekonomi antara lain terjadinya arus barang dan jasa antar kawasan dan antar Negara akan semakin tidak dapat dibatasi oleh suatu negara manapun . Dalam kaitan dengan arus jasa yang didalamnya termasuk jasa tenaga kerja diasumsikan akan terjadi mobilisasi tenaga kerja yang menuntut kesiapan kompetensi setiap tenaga kerja.

(9)

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang disepakati sebagai dasar dan acuan untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM adalah sangat diperlukan oleh :

1. Lembaga Diklat Profesi (LDP) sebagai institusi yang menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Profesi untuk dasar penyusunan program/kurikulum, silabus dan materi diklat agar kualitas lulusannya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja dan pasar kerja.

2. Dunia Usaha/Industri sebagai pengguna tenaga kerja sebagai bagian dalam menyusun kebutuhan tenaga kerja, uraian tugas pegawai/karyawan, informasi rekruitmen, penilaian kinerja karyawan pembuatan uraian jabatan pekerjaan/keahlian dan sebagainya.

3. Lembaga Sertifikasi Profesi memerlukan standar kompetensi kerja untuk merumuskan dan menyusun materi uji kompetensi (MUK), bank soal untuk uji kompetensi, dasar penerbitan sertifikat kompetensi, penetapan assesor uji kompetensi, menyusun urutan proses uji kompetensi dan sebagainya.

4. Oleh Pemerintah sebagai alat kendali mutu tenaga kerja dan bahan pembinaan bagi Lembaga Diklat Profesi (LDP) maupun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dalam melaksanakan tugasnya .

C. Kelompok Kerja

Untuk kepentingan penyusunan RSKKNI perlu dibentuk Kelompok Kerja /Panitia Kerja yang diinisiasi dan diprakarsai oleh Departemen/Instansi teknis pembina sektor dengan hirarki sebagai berikut :

a. Komite SKKNI, adalah suatu komite/panitia yang mempunyai tugas memberikan arahan dalam rangka merencanakan penyusunan SKKNI di sektornya, memetakan berdasarkan sektor, sub sektor, bidang dan sub bidang pekerjaan, memilah dan menentukan prioritas serta jumlah SKKNI yang akan disusunnya .

b. Komite SKKNI dibentuk berdasarkan Keputusan Pejabat eselon II setingkat Sekretaris Jenderal pada Departemen/lembaga dan bertanggung jawab kepada pada pejabat Eselon I pada instansi teknis pembina sektor. Keanggotaan komite teknis terdiri dari

(10)

unsur-unsur sebagaimana tertuang pada Permen Nakertrans Nomor. 21/MEN/X/2007 pasal 7 ayat (2) tentang tata cara penetapan SKKNI. Dalam hal Komite Teknis RSKKNI pada instansi teknis pembina sektor belum terbentuk, maka untuk penyusunan RSKKNI dapat dibentuk Panitia Teknis RSKKNI yang dibentuk pejabat Eselon I setingkat Direktur Jenderal pada instansi teknis pembina sektor sebagaimana tercantum pada Pasal 13 ayat (1) Permen Nakertrans Nomor 21 tahun 2007 .

c. Untuk keperluan pembentukan kelompok kerja penyusunan RSKKNI yang terdiri dari komite SKKNI, panitia teknis, tim penyusun SKKNI, panitia konvensi SKKNI dan sebagainya, dalam pedoman ini lebih lanjut diberikan Contoh Format seperti tertera dibawah ini : :

1. Format untuk pembentukan Komite SKKNI

Format untuk susunan keanggotaan komite SKKNI terdiri dari kolom Nomor, Nama, Jabatan di instansi, Jabatan dalam tim dan keterangan, sebagai lampiran dari SK Pembentukan Komite SKKNI . SK Pembentukan Komite SKKNI sesuai dengan format SK yang berlaku pada Instansi Teknis Pembina Sektor.

Contoh format susunan keanggotaan Komite SKKNI :

NO NAMA JABATAN DI

INSTANSI

JABATAN

DALAM TIM KETERANGAN

1 2 3 4 5

Keterangan :

Kolom keterangan diisi hal-hal lain yang dianggap penting 2. Format Panitia Teknis

Format untuk susunan keanggotaan Panitia Teknis terdiri dari kolom Nomor, Nama, Jabatan di instansi, Jabatan dalam tim dan keterangan. Sebagai lampiran dari SK Pembentukan Panitia Teknis. SK Pembentukan Panitia Teknis sesuai dengan fiormat SK yang berlaku pada Instansi Teknis Pembina Sektor .

Contoh format susunan keanggotaan Panitia Teknis :

NO NAMA JABATAN DI

INSTANSI

JABATAN

DALAM TIM KETERANGAN

(11)

Keterangan :

Kolom keterangan diisi hal-hal lain yang dianggap penting 3. Format Tim Penyusun SKKNI

Format untuk susunan keanggotaan Tim Penyusun RSKKNI terdiri dari kolom Nomor, Nama, Jabatan di Instansi, Jabatan dalam tim dan keterangan. Sebagai lampiran dari SK Pembentukan Tim Penyusun RSKKNI. SK Pembentukan Tim Penyusun RSKKNI sesuai dengan format SK yang berlaku pada Instansi Teknis Pembina Sektor .

Contoh format susunan keanggotaan Tim Penyusun RSKKNI :

NO NAMA JABATAN DI

INSTANSI

JABATAN

DALAM TIM KETERANGAN

1 2 3 4 5

Keterangan :

Kolom keterangan diisi hal-hal lain yang dianggap penting 4. Format Pembentukan Panitia Konvensi RSKKNI

Format untuk susunan keanggotaan Panitia Konvensi RSKKNI terdiri dari kolom Nomor, Nama, Jabatan di instansi, Jabatan dalam tim dan keterangan. Sebagai lampiran dari SK Pembentukan Panitia Konvensi RSKKNI. SK Pembentukan Panitia Konvensi RSKKNI sesuai dengan format SK yang berlaku pada Instansi Teknis Pembina Sektor.

Contoh format : susunan keanggotaan Panitia Konvensi

NO NAMA INSTANSI JABATAN

DALAM TIM KETERANGAN

1 2 3 4 5

Keterangan :

Kolom keterangan diisi hal-hal lain yang dianggap penting.

Pembentukan Kelompok Kerja sebagaimana tersebut di atas, sangat penting untuk keperluan dokumentasi yang menyangkut keabsahan pembentukan kepanitiaan, unsur keanggotaan yang mencerminkan stakeholder, waktu dan jumlah, dan sebagainya yang terkait dengan penyusunan RSKKNI. Setiap unsur kepanitiaan setelah menyelesaikan tugasnya membuat laporan dan paling sedikit dilengkapi dengan Berita Acara pelaksanaan/hasil panitia yang

(12)

D. Struktur Standar Kompetensi

Dalam menyusun SKKNI, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain adalah :

1. Komite SKKNI sangat perlu melakukan pemetaan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi lingkup sektor, sub sektor, bidang dan sub bidang pekerjaan yang akan disusun RSKKNI nya, sehingga diperoleh kejelasan bidang pekerjaan apa saja yang menjadi target penyusunan RSKKNI nya, untuk menghindari dibelakang hari terjadi duplikasi dan tumpang tindih. Disamping itu bagi instansi Pembina akan lebih mudah untuk mengadakan pemantauan, pembinaan dan pengendalian aspek kelanjutan setelah disahkannya RSKKNI menjadi SKKNI.

2. Acuan untuk melakukan pemetaan terhadap sektor, sub sektor, bidang dan sub bidang menggunakan pedoman Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Penentuan Sektor, sub sektor, bidang dan sub bidang pekerjaan akan sangat membantu mengindentifikasi jumlah dan jenis unit kompetensi serta ruang lingkup cakupan kompetensi untuk suatu bidang pekerjaan yang akan disusun dan dituangkan dalam RSKKNI nya.

4. Departemen Teknis Pembina sektor sebagai instansi pembina melalui Komite Teknis di sektornya dianggap pihak yang paling mengetahui dan wajib melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap Tim Penyusun/konsultan yang ditunjuk untuik melakukan penyususn RSKKNI yang menjadi domain pembinaannya .

5. Struktur SKKNI dalam penyusunannya mempunyai urutan sebagai berikut :

a. Sektor ; b. Sub Sektor ; c. Bidang ; d. Sub Bidang ;

e. Pekerjaan /Bidang keahlian/profesi ; f. Unit Kompetensi;

(13)

g. Elemen kompetensi ; h. Kriteria untjuk kerja ; i. Batasan variabel ; j. Panduan penilaian dan k. Kompetensi Kunci ;

Struktur SKKNI lebih jelas digambarkan sebagaimana bagan di bawah ini : 13. Kualifikasi Kom pet ensi 12. Level K ompetensi Kunci 7. Elemen Kompetensi 11. Kompetensi Kunci 10. Panduan Penilaian 9. Batasan Variabel 8. Kriteria Unjuk Kerja 6.Unit Kompetensi 5.Pekerjaan/Jabatan/ Profesi 2. Sub Sektor 3. Bidang 4. Sub Bidang 1. Sektor

(14)

E. Unit Kompetensi

Penyusunan Unit Kompetensi dengan menggunakan pola RMCS, memuat unsur-unsur :

1. Kode unit 2. Judul unit 3. Deskripsi unit 4. Elemen kompetensi 5. Kriteria unjuk kerja 6. Batasan variabel 7. Panduan penilaian 8. Kompetensi kunci

Unsur-unsur tersebut dalam unit kompetensi harus tercermin pada SKKNI, karena unit kompetensi tersebut akan ditindaklanjuti dalam langkah selanjutnya, untuk keperluan penyusunan program pelatihan, materi uji kompetensi dalam rangka jaminan kualitas tenaga kerja.

F. Pengelompokkan Unit Kompetensi

Pengelompokan unit kompetensi pada SKKNI untuk satu bidang keahlian/pekerjaan dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:

1. Kelompok Kompetensi Umum (General)

Pada Kelompok Kompetensi Umum ini mencakup unit-unit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan pada hampir semua sub bidang keahlian/pekerjaan. Sebagai contoh kompetensi yang terkait dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja, perencanaan tugas yang bersifat rutin, penerapan prosedur-prosedur baku/mutu, komunikasi kerja sesama karyawan di tempat kerja dan/atau sesuai kondisi bidang pekerjaan tertentu.

(15)

2. Kelompok Kompetensi Inti (Fungsional)

Kelompok Kompetensi Inti ini mencakup unit-unit kompetensi yang diperlukan untuk mengerjakan tugas pokok fungsi pada bidang keahlian/pekerjaan tertentu dan merupakan unit-unit yang harus /wajib tercantum pada bidang keahlian/pekerjaan dimaksud. Sebagai contoh: menerapkan sistem mutu, mengatur dan menganalisis informasi, membuat laporan, membuat rencana kegiatan yang lengkap dan dipersyaratkan pada bidang pekerjaan/keahlian/profesi tersebut. Unit kompetensi inti keberadaannya tidak bisa ditawar dan harus tercantum serta harus dilaksanakan oleh setiap orang /individu yang akan menyandang profesi tersebut.

3. Kelompok Kompetensi Khusus (Spesifik)

Kelompok Kompetensi Khusus ini mencakup unit-unit kompetensi yang dapat ditambahkan ke dalam sub bidang keahlian/pekerjaan tertentu yang memerlukan kekhususan/spesialisasi dan memerlukan kemampuan analisis yang mendalam dan terstruktur. Unit-unit ini sebagai tambahaan khusus yang diperlukan oleh setiap pengguna yang berbeda pada sektor tersebut (muatan lokal). Sebagai contoh pada keahlian las sektor tertentu memerlukan tambahan persyaratan, misal untuk sektor Migas pekerja las harus menguasai kompetensi mengelas untuk bahan tertentu (baja titanium, alluminium steel dan sebagainya).

4. Kelompok Kompetensi Pilihan (Optional)

Kompetensi Pilihan ini mencakup unit kompetensi yang dipilih oleh pekerja, pengguna, sektor tertentu yang bersifat sangat penting dan pada keahlian tertentu/kualifikasi tinggi. Kompetensi pilihan biasanya dipakai untuk mencapai kualifikasi yang dipersyaratkan pada jenis keahlian. Sebagai contoh seorang yang dipersyaratkan untuk menduduki jenjang kualifikasi/jabatan tertentu harus menguasai kompetensi dari salah satu disiplin ilmu, keahlian dan pengalaman di bidangnya selama kurun waktu tertentu.

(16)

Catatan:

1. Penggunaan kosa kata umum, inti, khusus dan optional merupakan hasil kesepakatan secara terbatas, bila suatu bidang pekerjaan/keahlian ingin menggunakan kosa kata atau istilah yang lain, dapat dilakukan sepanjang disepakati oleh kelompok dimaksud.

2. Pengelompokan unit kompetensi tersebut di atas tidak berpengaruh pada kodifikasi unit kompetensi.

G. Kerangka Kualifikasi

Kerangka Kualifikasi pada dasarnya adalah penetapan terhadap tingkat/jenjang kualifikasi pada suatu bidang pekerjaan yang akan disusun Rancangan SKKNI nya.

Berdasarkan amanat PP No. 31 Tahun 2006 tentang Sislatkernas pasal 5 ayat (2), bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) ditetapkan sebanyak 9 (sembilan) jenjang yaitu dari jenjang terendah sertifikat I sampai dengan jenjang tertinggi sertifikat IX.

Sebagai acuan penuangan kerangka kualifikasi, berikut ini kisi-kisi parameter nya ( lihat tabel ) .

Tabel : Rumusan parameter KKNI berdasarkan PP 31 Tahun 2006. Kualifi

kasi

Parameter-parameter

Kegiatan Pengetahuan Tanggung Jawab

I Melaksanakan kegiatan:

- Lingkup terbatas - Berulang dan sudah

biasa

- Dalam konteks yang terbatas - Mengungkap kembali - Menggunakan pengetahuan terbatas - Tidak memerlukan gagasan baru - Terhadap kegiatan sesuai arahan - Dibawah pengawasan langsung

- Tidak ada tanggung jawab terhadap pekerjaan orang lain II Melaksanakan kegiatan

:

- Lingkup agak luas - Mapan dan sudah

biasa

- Dengan pilihan-pilihan yang terbatas terhadap sejumlah tanggapan rutin - Menggunakan pengetahuan - Dasar operasional - Memanfaatkan informasi yang tersedia - Menerapkan pemecahan masalah yang sudah baku - Memerlukan sedikit

gagasan baru

- Terhadap kegiatan sesuai arahan

- Dibawah pengawasan tidak langsung dan pengendalian mutu

- Punya tanggung jawab terbatas terhadap kuantitas dan mutu - Dapat diberi tanggung

jawab membimbing orang lain

(17)

III Melaksanakan kegiatan:

- Dalam lingkup yang luas dan memerlukan keterampilan yang sudah baku - Dengan pilihan-pilihan terhadap sejumlah prosedur - Dalam sejumlah

konteks yang sudah biasa - Menggunakan pengetahuan-pengetahuan teoritis yang relevan - Menginterpretasikan informasi yang tersedia - Menggunakan perhitungan dan pertimbangan - Menerapkan sejumlah pemecahan masalah yang sudah baku

- Terhadap kegiatan sesuai arahan dengan otonomi terbatas - Di bawah pengawasan

tidak langsung dan pemeriksaan mutu - Bertanggung jawab

secara memadai terhadap kuantitas dan mutu hasil kerja - Dapat diberi tanggung

jawab terhadap hasil kerja orang lain IV Melakukan kegiatan :

- Dalam lingkup yang luas dan

memerlukan kete-rampilan dan penalaran khusus - Dengan

pilihan-pilihan yang banyak terhadap sejumlah prosedur

- Dalam berbagai konteks yang sudah biasa maupun yang tidak biasa - Menggunakan basis pengetahuan yang luas dengan mengaitkan sejumlah konsep teoritis - Membuat interpretasi analisis terhadap data yang tersedia

- Pengambilan sejumlah pe-mecahan masalah yang bersifat inovatif terhadap masalah-masalah yang konkrit dan kadang-kadang tidak biasa

- Terhadap kegiatan yang direncanakan sendiri - Dibawah bimbingan dan

evaluasi yang luas - Bertanggung jawab

penuh terhadap kualitas dan mutu hasil kerja - Dapat diberi tanggung

jawab terhadap kualitas dan mutu hasil kerja orang lain

V Melakukan kegiatan : - Dalam lingkup yang

luas dan memerlukan kete-rampilan penalaran teknis khusus (spesialisasi) - Dengan

pilihan-pilihan yang sangat luas terhadap sejumlah prosedur yang baku dan tidak baku

- Yang memerlukan banyak pilihan prosedur standar maupun non standar - Dalam konteks yang

rutin maupun non rutin - Menerapkan basis pengetahuan yang luas dengan pendalaman yang cukup di beberapa area - Membuat interpretasi analitik terhadap sejumlah data yang tersedia yang memiliki cakupan yang luas - Menentukan

metode-metode dan prosedur yang tepat guna dalam pemecahan sejumlah masalah yang konkrit yang mengandung unsur-unsur teoritis

Melakukan :

- Kegiatan yang diarahkan sendiri dan kadang-kadang memberikan arahan kepada orang lain

- Dengan pedoman atau fung-si umum yang luas - Kegiatan memerlukan

tanggung jawab penuh baik sifat, jumlah maupun mutu dari hasil kerja

- Dapat diberi tanggung jawab terhadap pencapaian hasil kerja kelompok

VI Melakukan kegiatan : - Dalam ruang lingkup

yang sangat luas dan memerlukan keterampilan penalaran teknis khusus

- Dengan pilihan-pilihan yang sangat luas terhadap sejumlah prosedur

- Menggunakan pengetahuan khusus yang mendalam pada beberapa bidang - Melakukan analisis,

mem-buat ulang dan mengevaluasi informasi-informasi yang cakupannya luas - Merumuskan

langkah-langkah pemecahan

Melaksanakan :

- Pengelolaan kegiatan/ proses kegiatan

- Dengan parameter yang luas untuk kegiatan-kegiatan yang sudah tertentu

- Kegiatan dengan penuh akuntabilitas untuk menentukan tercapainya hasil kerja pribadi dan

(18)

yang baku dan tidak baku serta

kombinasi prosedur yang tidak baku - Dalam konteks rutin

dan tidak rutin yang berubah-ubah sangat tajam

yang tepat, baik untuk masalah yang konkrit maupun abstrak

atau kelompok - Dapat diberi tanggung

jawab terhadap pencapaian hasil kerja organisasi

VII Mencakup keterampilan pengetahuan dan tanggung jawab yang memungkinkan seseorang untuk:

- Menjelaskan secara sistemik dan koheren atas prinsip-prinsip sesama dari suatu bidang dan,

- Melaksanakan kajian, penelitian dan kegiatan intelektual secara mandiri di suatu bidang, menunjukkan kemandirian intelektual secara analisis yang tajam dan komunikasi yang baik

VIII Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggung jawab yang memungkinkan seseorang untuk:

- Menunjukkan penguasaan suatu bidang dan,

- Merencanakan dan melaksanakan proyek penelitian dan kegiatan intelektual secara original berdasarkan standar-standar yang diakui secara internasional IX Mencakup keterampilan, pengetahuan dan tanggung jawab yang memungkinkan

seseorang untuk:

- Mengembangkan pengetahuan original melalui penelitian dan kegiatan intelektual yang dinilai oleh ahli independen berdasarkan standar internasional

H. Penetapan Kerangka Kualifikasi

Penetapan kerangka kualifikasi pada RSKKNI pada sektor, sub sektor, bidang/sub bidang pekerjaan berdasarkan jenjang kualifikasi atau jabatan dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi pada area pekerjaan/profesi tertentu, tidak harus sepenuhnya mengikuti 9 jenjang KKNI, sebagaimana dimaksud pada PP.31 tahun 2006 pasal 5 ayat (2) tentang Sislatkernas. Untuk masing-masing sektor dalam menyusun RSKKNI yang diperlukan dapat menetapkan jenjang yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan bidang pekerjaan/jabatan/profesi berdasarkan kesepakatan masing masing sektor/sub sektor.

(19)

PENUANGAN KKNI DALAM SKKNI

Sektor : ... Sub Sektor : ... Bidang : ... Sub Bidang : ... Jenjang/ Level KKNI Area Pekerjaan/Profesi *)

Kualifikasi Berjenjang Kualifikasi Tertentu Pada Profesi Tertentu 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 1 2 3 4 5 6 Sertifikat IX Sertifikat VIII Sertifikat VII Sertifikat VI Sertifikat V Sertifikat IV Sertifikat III Sertifikat II Sertifikat I Keterangan :

*) kolom 2, 3 atau 4 diisi nama Pekerjaan/Profesi sesuai jenjang kualifikasi dan/atau jenjang jabatan, sesuai dangan penggolongan jenjang/jabatan yang disepekati.

**) Kotak 1*, 2*, 3* dan seterusnya diisi penggolongan level/jabatan pada jenjang kualifikasi tertentu.

***)Diisi nama pekerjaan/profesi tertentu sesuai dengan jumlah unit kompetensi yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pekerjaan/profesi tertentu, yang tidak memiliki atau tidak memerlukan jenjang pada KKNI, tetapi dibutuhkan oleh dunia kerja/masyarakat pada kelompok kerja/kluster tertentu.

(20)

I. Pemaketan SKKNI

1. Pemaketan SKKNI

Pemaketan standar kompetensi sebaiknya disusun dengan mengacu pada peta KKNI, yang telah disepakati antara asosiasi profesi, pakar dan praktisi dengan para pemangku kepentingan (stakeholder).

Agar pemaketan standar kompetensi dapat memenuhi kebutuhan lapangan usaha dan dunia industri secara harmonis dengan KKNI, perlu dipertimbangkan :

a. Kebutuhan “kualifikasi pekerjaan” yang diharapkan oleh lapangan usaha skala kecil, menengah dan besar.

b. Relevansi dengan jenjang jabatan/pekerjaan atau keahlian yang sesuai dengan lapangan usaha dan dunia industri serta serasi dengan deskripsi KKNI.

Pemaketan tersebut dapat dilakukan melalui:

a. Pemaketan standar kompetensi yang telah terstandar berdasarkan pekerjaan-pekerjaan yang ada di tempat kerja.

b. Pemaketan standar kompetensi dengan pertimbangan KKNI pada sektor, sub sektor, bidang, sub bidang dan area pekerjaan/jabatan/profesi tertentu.

c. Sektor dan/atau profesi tertentu yang tidak memiliki jenjang atau tidak memerlukan penjenjangan dapat memilih kualifikasi tertentu dengan menggunakan KKNI.

2. Kodefikasi Pekerjaan/Profesi

Pemberian kode pada suatu kualifikasi pekerjaan/berdasarkan hasil kesepakatan dalam pemaketan sejumlah unit kompetensi, diisi dan ditetapkan dengan mengacu dengan “Format Kodifikasi Pekerjaan/Jabatan“ sebagai berikut :

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

KBLUI Aspro, Pakar, Praktisi dan LDP/STAKEHOLDER

(21)

(1) : Kategori, merupakan garis pokok penggolongan kegiatan ekonomi, huruf kapital dari kategori lapangan usaha (2) : Golongan Pokok, merupakan uraian lebih lanjut dari kategori, diisi dengan 2 digit angka sesuai nama golongan pokok lapangan usaha (3) : Golongan, merupakan uraian lebih lanjut dari golongan pokok, diisi dengan 2 digit angka sesuai nama golongan lapangan usaha

(4) :

Sub Golongan, merupakan uraian lebih lanjut dari kegiatan ekonomi yang tercakup dalam suatu golongan, diisi dengan 1-2 digit angka sesuai nama sub golongan lapangan usaha

(5) :

Kelompok, memilah lebih lanjut kegiatan yang tercakup dalam suatu sub golongan menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen, diisi dengan 1-2 digit angka sesuai nama kelompok lapangan usaha

(6) :

Sub Kelompok, memilah lebih lanjut kegiatan yang tercakup dalam suatu kelompok, diisi dengan 1-2 digit angka sesuai nama sub kelompok lapangan usaha

(7) :

Bagian, memilah lebih lanjut kegiatan yang tercakup dalam suatu sub kelompok menjadi nama-nama pekerjaan (paket SKKNI), diisi dengan 1 digit angka sesuai nama bagian lapangan usaha (pekerjaan/profesi/jabatan)

(8) :

Kualifikasi kompetensi, untuk menetapkan jenjang kualifikasi kompetensi kerja dan yang terendah s/d yang tertinggi untuk masing-masing nama pekerjaan/jabatan/profesi, diisi dengan 1 digit angka romawi dengan mengacu pada perjenjangan KKNI, yaitu :

- Kualifikasi I untuk Sertifikat 1 - Kualifikasi II untuk Sertifikat 2 - Kualifikasi III untuk Sertifikat 3 - Kualifikasi IV untuk Sertifikat 4 - Kualifikasi V s/d IX untuk Sertifikat 5 s/d 9

(9) :

Versi, untuk Paket SKKNI diisi dengan nomor urut versi dan menggunakan 2 digit angka, mulai dari 01, 02 dan seterusnya.

Keterangan :

- Nomor (1) s/d (4) berpedoman pada UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

- Nomor (5) s/d (9) pengisiannya berdasarkan penjabaran lebih lanjut dari nomor 5 dan ditetapkan/dibakukan melalui Forum Konvensi antar asosiasi profesi, pakar praktisi dan stakeholder pada sektor, sub sektor dan bidang yang bersangkutan.

X 00 00 00 00 00 0 Y 00

(22)

BAB III

FORMAT STANDAR

KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI)

A.

Format Unit Kompetensi

Standar Kompetensi Kerja disusun menggunakan format standar kompetensi kerja. Untuk menuangkan standar kompetensi kerja menggunakan urutan-urutan sebagaimana struktur SKKNI. Dalam SKKNI terdapat daftar unit kompetensi yang terdiri atas unit-unit kompetensi yang sebelumnya telah teridentifikasi dan disepakati masuk dalam cakupan bidang pekerjaan yang disusun RSKKNI nya. Setiap unit kompetensi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari susunan daftar unit kompetensi sebagai berikut :

1. Kode Unit Kompetensi

Kode unit kompetensi mengacu kepada kodifikasi yang memuat sektor, sub sektor/bidang, kelompok unit kompetensi, nomor urut unit kompetensi dan versi., yaitu :

x x x . x x 0 0 . 0 0 0 . 0 0

( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )

a. Sektor/Bidang Lapangan Usaha :

Untuk sektor (1) mengacu sebagaimana dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diisi dengan 3 huruf kapital dari nama sektor/bidang lapangan usaha.

b. Sub Sektor/Sub Bidang Lapangan Usaha :

Untuk sub sektor (2) mengacu sebagaimana dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diisi dengan 2 huruf kapital dari nama Sub Sektor/Sub Bidang.

c. Kelompok Unit Kompetensi :

Untuk kelompok kompetensi (3), diisi dengan 2 digit angka untuk masing-masing kelompok, yaitu :

01 : Untuk kode Kelompok unit kompetensi umum (general) 02 : Untuk kode Kelompok unit kompetensi inti (fungsional). 03 : Untuk kode kelompok unit kompetensi khusus (spesifik) 04 : Untuk kode kelompok unit kompetensi pilihan (optional)

(23)

d. Nomor urut unit kompetensi

Untuk nomor urut unit kompetensi (4), diisi dengan nomor urut unit kompetensi dengan menggunakan 3 digit angka, mulai dari angka 001, 002, 003 dan seterusnya pada masing-masing kelompok unit kompetensi. Nomor urut unit kompetensi ini disusun dari angka yang paling rendah ke angka yang lebih tinggi. Hal tersebut untuk menggambarkan bahwa tingkat kesulitan jenis pekerjaan pada unit kompetensi yang paling sederhana tanggung jawabnya ke jenis pekerjaan yang lebih besar tanggung jawabnya, atau dari jenis pekerjaan yang paling mudah ke jenis pekerjaan yang lebih komplek. e. Versi unit kompetensi

Versi unit kompetensi (5), diisi dengan 2 digit angka, mulai dari angka 01, 02 dan seterusnya. Versi merupakan urutan penomoran terhadap urutan penyusunan/penetapan unit kompetensi dalam penyusunan standar kompetensi yang disepakati, apakah standar kompetensi tersebut disusun merupakan yang pertama kali, revisi dan atau seterusnya.

2. Judul Unit Kompetensi

Judul unit kompetensi, merupakan bentuk pernyataan terhadap tugas/pekerjaan yang akan dilakukan. Judul unit kompetensi harus menggunakan kalimat aktif yang diawali dengan kata kerja aktif yang terukur.

a. Kata kerja aktif yang digunakan dalam penulisan judul unit kompetensi diberikan contoh antara lain : memperbaiki, mengoperasikan, melakukan, melaksanakan, menjelaskan, mengkomunikasikan, menggunakan, melayani, merawat, merencanakan, membuat dan lain-lain.

b. Kata kerja aktif yang digunakan dalam penulisan judul unit kompetensi sedapat mungkin dihindari penggunaan kata kerja antara lain : memahami, mengetahui, menerangkan, mempelajari, menguraikan, mengerti dan atau yang sejenis.

(24)

3. Diskripsi Unit Kompetensi

Diskripsi unit kompetensi merupakan bentuk kalimat yang menjelaskan secara singkat isi dari judul unit kompetensi yang mendiskripsikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu tugas pekerjaan yang dipersyaratkan dalam judul unit kompetensi.

4. Elemen Kompetensi

Elemen kompetensi adalah merupakan bagian kecil dari unit kompetensi yang mengidentifikasikan aktivitas yang harus dikerjakan untuk mencapai unit kompetensi tersebut. Elemen kompetensi ditulis menggunakan kalimat aktif dan jumlah elemen kompetensi untuk setiap unit kompetensi terdiri dari 2 sampai 5 elemen kompetensi.

Kandungan dari elemen kompetensi pada setiap unit kompetensi dapat mencerminkan unsur : ”merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan”.

5. Kriteria Unjuk Kerja

Kriteria unjuk kerja merupakan bentuk pernyataan yang menggambarkan kegiatan yang harus dikerjakan untuk memperagakan hasil kerja/karya pada setiap elemen kompetensi. Kriteria unjuk kerja harus mencerminkan aktivitas yang dapat menggambarkan 3 aspek yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Untuk setiap elemen kompetensi dapat terdiri 2 s/d 5 kriteria unjuk kerja dan dirumuskan dalam kalimat terukur dengan bentuk pasif.

Pemilihan kosakata dalam menulis kalimat KUK harus memperhatikan keterukuran aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja, yang ditulis dengan memperhatikan level taksonomi Bloom dan pengembangannya yang terkait dengan aspek-aspek psikomotorik, kognitif dan afektif sesuai dengan tingkat kesulitan pelaksanaan tugas pada tingkatan/urutan unit kompetensi.

6. Batasan Variabel

Batasan variabel untuk unit kompetensi minimal dapat menjelaskan : a. Kontek variabel yang dapat mendukung atau menambah kejelasan

(25)

kompetensi tertentu, dan kondisi lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan tugas.

b. Perlengkapan yang diperlukan seperti peralatan, bahan atau fasilitas dan materi yang digunakan sesuai dengan persyaratan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan unit kompetensi.

c. Tugas yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan unit kompetensi.

d. Peraturan-peraturan yang diperlukan sebagai dasar atau acuan dalam melaksanakan tugas untuk memenuhi persyaratan kompetensi.

7. Panduan Penilaian

Panduan penilaian ini digunakan untuk membantu penilai dalam melakukan penilaian/pengujian pada unit kompetensi antara lain meliputi :

a. Penjelasan tentang hal-hal yang diperlukan dalam penilaian antara lain : prosedur, alat, bahan dan tempat penilaian serta penguasaan unit kompetensi tertentu, dan unit kompetensi yang harus dikuasai sebelumnya sebagai persyaratan awal yang diperlukan dalam melanjutkan penguasaan unit kompetensi yang sedang dinilai serta keterkaitannya dengan unit kompetensi lain.

b. Kondisi pengujian merupakan suatu kondisi yang berpengaruh atas tercapainya kompetensi kerja, dimana, apa dan bagaimana serta lingkup penilaian mana yang seharusnya dilakukan, sebagai contoh pengujian dilakukan dengan metode test tertulis, wawancara, demonstrasi, praktek di tempat kerja dan menggunakan alat simulator.

c. Pengetahuan yang dibutuhkan, merupakan informasi pengetahuan yang diperlukan untuk mendukung tercapainya kriteria unjuk kerja pada unit kompetensi tertentu.

d. Keterampilan yang dibutuhkan, merupakan informasi keterampilan yang diperlukan untuk mendukung tercapainya kriteria unjuk kerja pada unit kompetensi tertentu.

e. Aspek kritis merupakan aspek atau kondisi yang harus dimiliki seseorang untuk menemukenali sikap kerja untuk mendukung tercapainya kriteria unjuk kerja pada unit kompetensi tertentu.

(26)

8. Kompetensi Kunci

Kompetensi kunci merupakan persyaratan kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai unjuk kerja yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas pada unit kompetensi tertentu yang terdistribusi dalam 7 (tujuh) kriteria kompetensi kunci antara lain:

1. Mengumpulkan, menganalisa dan mengorganisasikan informasi. 2. Mengkomunikasikan ide-ide dan informasi

3. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan. 4. Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok

5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis 6. Memecahkan masalah

7. Menggunakan teknologi

Masing-masing dari ketujuh kompetensi kunci tersebut, memiliki tingkatan dalam tiga katagori. Katagori sebagaimana dimaksud tertuang dalam tabel gradasi kompetensi kunci berikut (Lihat tabel gradasi kompetensi kunci).

Tabel gradasi kompetensi kunci merupakan daftar yang menggambarkan :

- Kompetensi kunci (berisi 7 kompetensi kunci) - Tingkat/nilai (1, 2 dan 3).

9. Tabel Gradasi Kompetensi Kunci

TABEL GRADASI (TINGKATAN) KOMPETENSI KUNCI

KOMPETENSI KUNCI TINGKAT 1 “Melakukan Kegiatan” TINGKAT 2 “Mengelola Kegiatan” TINGKAT 3 “Mengevaluasi dan Memodifikasi Proses” 1. Mengumpulkan, menganalisa dan mengorganisasi -kan informasi Mengikuti pedoman yang ada dan merekam dari satu sumber informasi

Mengakses dan merekam lebih dari satu sumber informasi

Meneliti dan menyaring lebih dari satu sumber dan mengevaluasi kualitas informasi 2. Meng-komunikasikan informasi dan ide-ide Menerapkan bentuk komunikasi untuk mengantisipasi kontek komunikasi sesuai jenis dan gaya berkomunikasi. Menerapkan gagasan informasi dengan memilih gaya yang paling sesuai.

Memilih model dan bentuk yang sesuai dan memperbaiki dan mengevaluasi jenis komunikasi dari berbagai macam jenis dan gaya cara

(27)

3. Merencanakan dan meng-organisasikan kegiatan Bekerja di bawah pengawasan atau supervisi Mengkoordinir dan mengatur proses pekerjaan dan menetapkan prioritas kerja Menggabungkan strategi, rencana, pengaturan, tujuan dan prioritas kerja.

4. Bekerjasama dengan orang lain & kelompok

Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah dipahami /aktivas rutin Melaksanakan kegiatan dan membantu merumuskan tujuan Bekerjasama untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang bersifat komplek. 5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis Melaksanakan tugas-tugas yang sederhana dan telah ditetapkan

Memilih gagasan dan teknik bekerja yang tepat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang komplek

Bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang lebih komplek dengan menggunakan teknik dan matematis 6. Memecahkan masalah Memecahkan masalah untuk tugas rutin di bawah pengawasan /supervisi Memecahkan masalah untuk tugas rutin secara mandiri berdasarkan pedoman/ panduan Memecahkan masalah yang komplek dengan menggunakan pendekatan metoda yang sistimatis 7. Menggunakan teknologi Menggunakan teknologi untuk membuat barang dan jasa yang sifatnya berulang-ulang pada tingkat dasar di bawah pengawasan/ supervisi Menggunakan teknologi untuk mengkonstruksi, meng-organisasikan atau membuat produk barang atau jasa berdasarkan desain Menggunakan teknologi untuk membuat desain/merancang, menggabungkan, memodifikasi dan mengembangkan produk barang atau jasa

(28)

Contoh pengisian unit kompetensi dapat dilihat di bawah :

KODE UNIT : KJK.SP02.036.01

JUDUL UNIT : Menyusun Desain Pilot Project

DESKRIPSI UNIT : Unit ini berhubungan dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam menyusun desain pilot project pada Koperasi Jasa Keuangan.

ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA

1. Mempersiapkan penyusunan desain

pilot project

1.1 Peraturan perundang-undangan diinventarisir.

1.2 Rencana strategis organisasi diidentifikasi.

1.3 Ketersediaan sumberdaya diidentifikasi. 1.4 Hasil identifikasi didiskusikan.

2. Menetapkan rencana pelaksanaan

2.1 Capaian kinerja pilot project ditetapkan.

2.2 Tahap-tahap pelaksanaan pilot project disusun.

2.3 Jadwal pelaksanaan pilot project disusun.

2.4 Alokasi sumberdaya dan petunjuk pelaksanaan pilot project ditetapkan.

2.5 Rencana pelaksanaan pilot project

disosialisasikan. 3. Menetapkan sistem

monitoring dan evaluasi

3.1 Indikator monitoring dan evaluasi ditetapkan.

3.2 Instrumen monitoring dan evaluasi dipersiapkan.

3.3 Sistem monitoring dan evaluasi ditetapkan.

3.4 Sistem monitoring dan evaluasi disosialisasikan.

3.5 Penyusunan desain pilot project dievaluasi.

4. Melaporkan hasil kegiatan penyusunan desain pilot project

3.1 Format laporan disiapkan.

3.2 Laporan hasil kegiatan penyusunan desain pilot project dibuat dan dilaporkan. BATASAN VARIABEL :

1. Kontek variabel :

Unit ini berlaku untuk ………(elemen kompetensi), yang digunakan untuk ……….(judul unit) pada sektor/bidang...

(29)

2. Perlengkapan untuk ... (judul unit), mencakup : 2.1 ……….

2.2 ………. 2.3 Dst.

3. Tugas pekerjaan untuk ... (judul unit), meliputi : 3.1 ………

3.2 ... 3.3 Dst.

4. Peraturan untuk ... (judul unit), adalah : 4.1 ...

4.2 ... 4.3 Dst.

PANDUAN PENILAIAN :

1. Penjelasan prosedur penilaian :

Unit kompetensi yang harus dikuasai sebelumnya yang mungkin diperlukan sebelum menguasai unit kompetensi ini dengan unit-unit kompetensi yang terkait :

1.1 KJK.SP01.006.01 : ... (judul unit). 1.2 KJK.SP02.035.01 : ... (judul unit). 2. Kondisi penilaian :

2.1 Kondisi penilaian merupakan aspek dalam penilaian yang sangat berpengaruh atas tercapainya kompetensi ... (judul unit). 2.2 Penilaian dapat dilakukan dengan cara : lisan, tertulis,

demonstrasi/praktek, dan simulasi di workshop dan atau di tempat kerja.

3. Pengetahuan yang dibutuhkan :

Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mendukung unit kompetensi ini sebagai berikut :

3.1 ……….. 3.2 ……….. 3.3 Dst.

4. Keterampilan yang dibutuhkan :

Keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung unit kompetensi ini sebagai berikut :

4.1 ... 4.2 ... 4.3 Dst.

5. Aspek kritis :

Aspek kritis yang merupakan kondisi kerja untuk diperhatikan dalam mendukung unit kompetensi ini, sebagai berikut :

5.1 ... 5.2 Dst.

(30)

KOMPETENSI KUNCI

NO KOMPETENSI KUNCI DALAM UNIT INI TINGKAT

1. Mengumpulkan, menganalisa dan mengorganisasikan informasi 1

2. Mengkomunikasikan ide dan informasi 1

3. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan 1

4. Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok 1

5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis 3

6. Memecahkan masalah 2

7. Menggunakan teknologi 2

Catatan ;

Untuk menjamin keseragaman SKKNI dituangkan :

1. Ukuran kertas A4 70 – 80 gram dengan header footer 2.5 cm, margins kiri 3.5 cm dan margin kanan 2.5 cm.

2. Tulisan menggunakan huruf Arial ukuran 12.

3. Penulisan BAB berlanjut di bawah BAB sebelumnya. (tidak pindah halaman)

B.

Urutan Penyusunan SKKNI

1. Halaman Sampul

Halaman sampul dapat dicantumkan kalimat-kalimat sebagai berikut : a. Lambang Garuda Indonesia

b. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : Kep. ... / Men / ... / 200 ...

Tentang : Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sektor/sub sektor/bidang keahlian/pekerjaan. 2. Halaman Surat Keputusan Menteri

Halaman surat keputusan Menteri berisi : a. Keputusan Menteri

b. Lampiran : Keputusan Menteri

Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sektor/sub sektor/bidang keahlian/pekerjaan ...

(31)

3. Halaman Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang

b. Tujuan c. Pengertian

d. Penggunaan SKKNI e. Format Standar SKKNI f. Gradasi Kompetensi Kunci g. Rumusan KKNI

h. Kelompok Kerja

Catatan :

Pada latar belakang perlu ditambahkan bagan pemetaan sektor, sub sektor, bidang dan sub bidang dengan menggunakan acuan KBLI yang dikeluarkan oleh BPS berdasarkan UU. No. 16 tahun 1997 tentang statistik.

4. Halaman Bab II Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. a. Kodefikasi Unit Kompetensi

b. Penuangan KKNI dalam SKKNI

c. Penuangan paket unit kompetensi pada jenjang kualifikasi pekerjaan/jabatan pada SKKNI bidang pekerjaan tertentu.

d. Daftar Unit Kompetensi e. Unit-unit Kompetensi 5. Halaman Bab III Penutup

(32)

BAB IV

TAHAPAN PENYUSUNAN SKKNI

Draft/Rancangan SKKNI yang telah disusun oleh Tim Teknis selanjutnya akan dibahas dan difinalisasi oleh Panitia Teknis yang melibatkan nara sumber yang diperlukan sehingga menjadi RSKKNI. Kemudian selanjutnya RSKKNI akan dibawa dan dibahas melalui Workshop/Pra Konvensi RSKKNI yang diselenggarakan oleh Panitia Teknis RSKKNI. Pelaksanaan pra Konvensi sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali dan hasilnya akan diajukan oleh Panitia Teknis untuk di verifikasi oleh BNSP untuk keperluan kecukupan/kelayakan proses sertifikasi kompetensi .

Apabila kecukupan/kelayakan verifikasi telah selesai dilakukan oleh BNSP dan catatan masukan verifikasi oleh BNSP telah diperbaiki oleh Tim Teknis, maka Tim Teknis segera merancang dan merencanakan Konvensi Nasional dalam rangka pembakuan RSKKNI menjadi SKKNI.

Konvensi Nasional yang diselenggarakan oleh Panitia Teknis harus melibatkan wakil-wakil dari unsur pemangku kepentingan (stakeholder), antara lain: asosiasi profesi, asosiasi perusahaan/industri, asosiasi lembaga pelatihan kerja, pakar/ahli/praktisi di bidang, instansi yang membidangi ketenagakerjaan, instansi teknis terkait dan BNSP.

Penyusunan RSKKNI diawali dengan penyiapan draft awal RSKKNI berdasarkan analisis urutan pekerjaan pada proses produksi barang/jasa ,analisis tugas/jabatan sesuai kebutuhan industri/dunia usaha/pasar kerja yang dipilih berdasarkan prioritas penyusunan standar kompetensi kerja .

TAHAPAN PENYUSUNAN SKKNI PERENCANAAN

PENETAPAN SKKNI PEMBAKUAN RSKKNI PENYUSUNAN RSKKNI

(33)

A. Perencanaan

Perencanaan penyusunan RSKKNI diprakarsai oleh Instansi Teknis Pembina Sektor dalam hal ini dapat merupakan Departemen Teknis/LPND/atau lembaga yang berdasarkan peraturan perundangan ditetapkan sebagai pembina sektor tertentu, guna menyusun Rencana Induk Penyusunan RSKKNI untuk sektor yang dibinanya

Rencana Induk ini akan memuat paling tidak mencakup berapa banyak jenis, jumlah dan bidang pekerjaan yang akan disusun SKKNI nya yang merupakan kebutuhan untuk pembinaan SDM disektor tersebut.

Kebutuhan dimasudkan adalah kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan SDM yang kompeten untuk mendukung keberhasilan sektor tersebut. Keberadaan Rencana Induk seperti halnya masterplan yang dapat menggambarkan pemetaan secara keseluruhan yang akan digarap melalui tahapan jangka pendek,menengah dan panjang yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh sektor tersebut beserta prioritas prioritas yang ditetapkan .

Dalam menyusun rencana induk penyusunan RSKKNI, instansi teknis pembina sektor seharusnya melibatkan seluruh stakeholder dan/atau memperhatikan usul dan saran serta masukkan dari masyarakat profesi, industri, dunia usaha yang terkait dengan sektor tersebut.

B.

Penyusunan RSKKNI

Penyusunan RSKKNI seharusnya dilakukan pada pekerjaan yang belum memiliki SKKNI yang ditetapkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 atau UU lain yang sebelumnya telah diberlakukan .

Untuk standar ketrampilan lain yang disusun berdasarkan kepada ketentuan lain yang belum mengacu kepada undang undang yang terkait dengan standarisasi profesi, maka sebaiknya agar sistem nasional dapat berjalan dan dapat dikatagorikan sebagai Standar Kompetensi Kerja Nasional, maka segera dapat menyesuaikan berdasarkan ketentuan yang terbaru atau yang lebih tinggi .

(34)

Hal ini untuk dapat menjamin keabsahan apabila sewaktu waktu standar kompetensi dimaksud akan dinotifikasikan ke lembaga internasional dan sebagai acuan untuk dibandingkan dengan standar kompetensi kerja negara lain dalam forum mutual recognition agreement (MRA) pada era global yang secara perlahan telah mulai diberlakukan tanpa kita sadari sebelumnya . RSKKNI disusun menggunakan pola RMCS, yang dilakukan oleh Tim penyusun RSKKNI yang dibentuk oleh Komite SKKNI dan/atau Panitia Teknis dengan keanggotaan terdiri dari unsur asosiasi profesi, pakar, praktisi, industri, dan instansi teknis pembina sektor.

Pembahasan draft RSKKNI dilaksanakan melalui pra konvensi. Hasil pra konvensi RSKKNI yang telah diedit diserahkan kepada BNSP untuk diverifikasi guna kecukupan dan kelayakan proses sertifikasi kompetensi . Pelaksanaan verifikasi oleh BNSP dilakukan untuk jangka waktu paling lama 14 ( empat belas ) hari kerja sejak tanggal diterima oleh BNSP berdasarkan bukti agenda surat penerimaan dari panitia Teknis atau pejabat instansi teknis pembina sektor .

C.

Pembakuan RSKKNI

Pembakuan RSKKNI dilakukan melalui penyelenggaraan forum konvensi yang dikoordinasikan oleh komite/panitia teknis RSKKNI pada instansi teknis pembina sektor. Penyelenggaraan forum konvensi melibatkan asosiasi profesi, pakar, praktisi, lembaga diklat, industri, pemerhati profesi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNSP.

Forum konvensi menghasilkan bakuan RSKKNI yang telah disetujui oleh seluruh pemangku kepentingan untuk ditetapkan menjadi SKKNI.

D.

Penetapan SKKNI

RSKKNI yang telah dibakukan melalui forum konvensi, diusulkan oleh intansi teknis pembina sektor kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal yang membidangi pelatihan kerja untuk ditetapkan menjadi SKKNI dengan dilampiri berita acara konvensi dengan tembusannya kepada Ketua BNSP . Penetapan RSKKNI menjadi SKKNI dilakukan oleh Direktorat Jenderal yang membidangi peenetapan standar kompetensi Kerja paling lama dalam

(35)

kurun waktu 20 ( dua puluh ) hari kerja sejak diterimanya usulan dari instansi teknis pembina sektor dengan bukti tanggal agenda penerimaan surat. Dalam hal terdapat penolakan dan atau saran perbaikan dan atau penyempurnaan redaksional akan diberikan secara secara bertahap baik lisan maupun tertulis. SKKNI yang telah ditetapkan oleh Menteri kemudian dalam jangka waktu yang singkat akan disampaikan/diserahkan kepada Instansi Teknis Pembina Sektor yang mengusulkan untuk kemudian diberlakukan secara nasional disektornya

SKKNI yang telah ditetapkan berlaku secara nasional dan menjadi acuan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan profesi, uji kompetensi dan sertifikasi profesi serta keperluan lain yang bersangkutan dengan itu.

SKKNI sebagaimana dimaksud yang telah ditetapkan oleh Menteri dapat ditinjau setiap jangka waktu lima tahun atau sesuai dengan kebutuhan yang diusulkan oleh komunitas profesi melalui instansi teknis pembina sektor nya .

(36)

BAB VII

PENUTUP

Upaya pengembangan SDM pada umumnya dan peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja khususnya yang tercermin dalam peningkatan kompetensi kerja secara bertahap akan terus dilakukan dengan maksud agar daya saing tenaga kerja Indonesia dapat meningkat untuk menghadapi era pasar bebas yang penuh dengan tantangan .

Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain penyelarasan regulasi, revitalisasi kelembagaan lembaga diklat yang meliputi sarana dan prasarana, program, SDM dan manajemen pengelolaan lembaga diklat merupakan prioritas yang tidak bisa ditunda tunda lagi.

Terkait dengan revitalisasi dibidang program maka tidak terlepas dari berbagai standar kompetensi kerja harus dipersiapkan oleh semua pihak yang terkait baik pemerintah, swasta dan masyarakat, oleh karenanya untuk memperlancar terciptanya standar kompetensi yang dapat diakui oleh semua pihak diperlukan adanya suatu pedoman penyusunan standar kompetensi kerja

Pedoman Tata Cara Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional ini diharapkan dapat digunakan oleh para pihak terkait dalam merealisasikan penyusunan standar kompetensi yang telah lama ditunggu oleh semua pihak sebagai acuan pembinaan dan pengembangan SDM di Indonesia sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Semoga dengan diterbitkannya pedoman ini, kiat untuk melakukan penyusunan SKKNI disemua sektor dan bidang pekerjaan akan semakin cepat bergerak, dinamis dan terarah, sistematis, efektif dan efisien. Kiranya dalam suatu proses pasti ada saja kekurangan dan ketidaksempurnaan seperti pepatah tiada gading yang tak retak. Oleh sebab itu ketidaksempurnaan senantiasa akan terus diperbaiki dan disempurakan atas saran dan masukan dari Bapak/Ibu/Sdr sekalian sebagai pembaca yang sekaligus pemanfaat adanya pedoman ini ..

(37)

Akhirnya kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam penyusunan pedoman ini kami sampaikan penghargaan yang setinggi tingginya dan diucapkan terima kasih.

Jakarta, 27 Desember 2008 Direktur Jenderal

Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas

Masri Hasyar

Gambar

Tabel     :     Rumusan parameter KKNI berdasarkan PP 31 Tahun 2006.
Tabel gradasi kompetensi kunci merupakan daftar yang  menggambarkan :

Referensi

Dokumen terkait

Film dokumenter, tidak seperti halnya film fiksi (cerita), merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi.. Definisi

Pengumpulan data dilakukan 2 kali, yaitu pada tahap persiapan melalui studi pendahuluan (data berupa daftar buku teks yang digunakana siswa di beberapa SMA di Kota

Metode: subyek penelitian ini adalah pasien penderita kanker area kepala dan leher yang menjalani perawatan radioterapi di RSUP Universitas Hasanuddin, subyek kemudian

a) Tahap awal metode penelitian ini yaitu riset awal dengan mengumpulkan studi kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.. b) Selanjutnya yaitu

Sistem open dumping , dimana kondisi sampah yang dibiarkan terbuka, tanpa adanya lapisan penghalang lindi dan kelembaban yang tinggi dapat membuat konsentrasi

Hasil penelitian berupa tugas akhir berupa skripsi dan tesis yang relevan dengan materi penelitian mengenai peran dan pengembangan lembaga pariwisata digunakan sebagai

BRI (Persero) Unit Cigombong Cabang Abepura, klausula di dalam perjanjian kredit yang menggunakan nama dan bentuk Surat Pengakuan Hutang, sebagaimana diuraikan dalam Pasal

Tujuan dari penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) ini adalah untuk mengungkapkan serta merumuskan hal-hal yang berkaitan