• Tidak ada hasil yang ditemukan

INFORMASI PUBLIK DAN KEBEBASAN PERS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INFORMASI PUBLIK DAN KEBEBASAN PERS"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

21 PERTANYAAN TENTANG

UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNTUK WARTAWAN

(2)

DAN

KEBEBASAN PERS

21 PERTANYAAN

TENTANG UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNTUK WARTAWAN

(3)
(4)

DAN

KEBEBASAN PERS

21 PERTANYAAN

TENTANG UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNTUK WARTAWAN

Penulis:

Agus Sudibyo

Diterbitkan oleh

(5)

Yayasan SET

Jl. Danau Jempang B III No. 81 Bendungan Hilir Jakarta Pusat.

Telp. (021) 5738679 Fax (021) 57974104 Bekerjasama dengan:

USAID-Democratic Reform Support Program (DRSP)

Indonesia Stock Exchange Building Tower II, 20th floor, suite 2002

Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190 Telp. (021) 5152541 Fax. (021) 5152542

http://www.drsp-usaid.org

Desain sampul dan lay out: Maulana Muhammad

(6)

Kata Pengantar . . . vii

BAGIAN 1

Kasus-Kasus yang Menunjukkan Signifikansi UU KIP

dalam Menunjang Kerja-Kerja Investigatif . . . 1

BAGIAN 2

21 Pertanyaan tentang UU Keterbukaan Informasi Publik untuk Wartawan . . . 11

LAMPIRAN

Undang-Undang No. 14 Tahun 2008

(7)
(8)

Sejarah telah dicatat Indonesia tahun 2008, dengan menempatkan diri sebagai negara kelima di Asia, dan ke-76 di dunia yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. April 2008, DPR mengesahkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Indonesia sejajar dengan India, Jepang, Thailand dan Nepal dalam hal pelembagaan kerangka hukum bagi pemenuhan hak-hak publik untuk mengakses proses-proses penyelenggaraan pemerintahan. Cukup membanggakan dan dapat mengangkat citra Indonesia terkait dengan isu pemberantasan korupsi, transparansi, dan kebebasan pers.

UU KIP secara cukup memadahi mengatur kewajiban badan atau pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka kepada masyarakat. Kewajiban untuk memberikan informasi, dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian dari fungsi birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas untuk pelanggarannya. UU KIP juga mengatur klasifikasi informasi sedemikian rupa sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum tentang informasi-informasi yang wajib dibuka kepada publik, dan yang bisa dikecualikan dengan alasan tertentu. Secara teoritis UU KIP memberikan solusi bagi kalangan jurnalis, peneliti, dan masyarakat yang selama ini menghadapi klaim rahasia negara atau rahasia instansi ketika mengakses dokumen-dokumen badan publik. Persoalannya kemudian, melaksanakan suatu undang-undang bisa jadi lebih kompleks dan problematik daripada saat memperjuangkannya. Oleh karenanya, mensosialisasikan dan memberi penjelasan secara komprehensif tentang duduk-perkara suatu undang-undang kepada masyarakat mutlak dilakukan. Dalam

(9)

konteks inilah buku sederhana ini diterbitkan. UU KIP harus disosialisasikan kepada masyarakat dengan segera, dengan berbagai metode dan penekanan yang berbeda, agar terbentuk pemahaman yang komprehensif serta kebutuhan praktis terhadap kegunaan UU KIP di kalangan masyarakat dengan kepentingan yang berbeda-beda. Sosialisasi juga sangat mendesak agar UU KIP dapat menghindari kelemahan beberapa undang-undang yang bahkan belum benar-benar diketahui publik, meskipun sudah beberapa tahun diundangkan.

Buku ini ingin menjelaskan urgensi UU KIP bagi komunitas pers. Di dalamnya dijelaskan aspek-aspek penting UU KIP dalam hubungannya dengan kebutuhan yang muncul pada kerja-kerja jurnalistik. Mengapa UU KIP perlu dijelaskan secara komprehensif kepada wartawan? Karena wartawan adalah profesi yang bertujuan untuk mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi-informasi publik. Wartawan adalah profesi yang hampir setiap saat berurusan dengan akses informasi ke badan-badan publik dan paling sering berhadapan dengan klaim-klaim rahasia negara, rahasia jabatan, rahasia instansi dari pejabat publik. Dalam menjalankan tugasnya, wartawan belum sepenuhnya dilindungi oleh kerangka hukum yang kuat, yang mampu menjamin hak-hak wartawan dalam mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi-informasi publik. Suatu aspek yang berusaha diatasi oleh UU KIP.

Buku ini berusaha menjelaskan hubungan antara kebebasan informasi dan kebebasan pers. Bahwa tujuan pelembagaan prinsip-prinsip kebebasan informasi adalah pembentukan dan penguatan

good and clean governance yang dengan sendirinya mensyaratkan pers yang bebas, independen dan profesional. Bahwa hak wartawan atas informasi adalah bagian integral dari hak publik atas informasi. Bahwa keterbukaan informasi tidak akan mengurangi fungsi-fungsi sosial media, tetapi justru menguatkannya dengan pelembagaan akses informasi yang terbuka.

(10)

ix Buku ini juga menjelaskan bagaimana koeksistensi antara UU KIP dan UU Pers. Bahwa dengan melembagakan hak-hak publik untuk mengakses informasi-informasi penyelenggaraan pemerintahan, UU KIP sesungguhnya mencoba mengatur hal-hal fundamental yang belum diatur secara komprehensif dalam UU Pers: kewajiban pejabat publik untuk memberikan informasi publik, sanksi yang tegas untuk pejabat publik yang menolak permintaan informasi publik, mekanisme pemberian informasi yang mencakup: jangka waktu pemberian informasi, biaya akses, petugas pelayanan informasi, klasifikasi informasi, dan jenis-jenis medium penyampaian informasi publik.

Pengalaman berbagai negara menunjukkan, wartawan adalah unsur

publik yang paling akfif menggunakan UU KIP (freedom of

information act) dalam aktivitas kerja mereka. Oleh karena itu, kalangan wartawan perlu secara lebih teliti mempelajari aspek-aspek dalam UU KIP. Hal ini semakin urgens di negara seperti Indonesia di mana kondisi-kondisi yang mengarah kepada rejim kerahasiaan negara masih cukup dominan berbagai struktur kekuasaan, bahkan belakangan juga tercermin dalam beberapa program legislasi undang-undang.

Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA Ketua Dewan Pers

(11)

KASUS-KASUS YANG MENUNJUKKAN

SIGNIFIKANSI UU KIP

DALAM MENUNJANG KERJA-KERJA INVESTIGATIF

1. The Guardian Mengungkap Skandal Suap Pembelian Tank Scorpion oleh Pemerintah Indonesia1

Desember 2004, surat kabar The Guardian di Inggris menampilkan

laporan tentang proyek pembelian 100 unit tank Scorpion oleh pemerintah Indonesia pada 1994 sampai 1996. Dalam laporan ini terungkap bahwa, Siti Hardijanti Rukmana menerima suap 16,5 juta pound dari Alvis Vehicle Limited, perusahaan pembuat tank Scorpion berbasis di Coventry, Inggris.

Ikhwal mula terungkapnya skandal ini adalah gugatan Chan U Seek, seorang warga Singapura yang merasa diperdaya oleh Alvis Vehicle Limited. Chan adalah Direktur Avimo Singapore. Chan merasa perusahaannya mempunyai andil atas terjualnya 100 unit tank Scorpion ke Indonesia itu. Total kontrak penjualan itu sebesar 160 juta poundsterling (sekitar Rp 2,8 triliun). Sebagai konsultan Alvis dalam proyek tersebut, Chan menuntut jatah komisi sebesar 6 juta pound. Namun hingga delapan tahun kemudian, tuntutan itu tak juga dipenuhi. Maka Chan menggugat Alvis ke pengadilan. Namun

(12)

2

setelah melalui proses persidangan yang rumit, kedua belah pihak memilih bersepakat damai awal Desember 2004.

Akan tetapi, bagi The Guardian masalah tak berhenti di sini. Ada aspek lain yang tak kalah menarik dan tak kalah penting yang belum terungkap dalam kasus tersebut. Dalam laporannya, The Guardian

mencium banyak hal yang tak patut di balik penjualan senjata itu.

Pertama, dalam kontrak ada perjanjian, disepakati bahwa tank Scor-pion tak boleh digunakan untuk menumpas pemberontakan dalam negeri di Indonesia. Namun, sebagaimana juga telah diprotes oleh Campaign Against Arm Trade (CAAT) yang berpusat di London, terbukti bahwa rejim Orde Baru Indonesia telah menggunakan tank Scorpion dalam konflik bersenjata di Timor Timur. Tahun 2003, tank Scorpion juga digunakan dalam operasi militer di Aceh.

Kedua, fakta yang tak kalah menghebohkan lagi, Alvis Vehicle Lim-ited memberikan komisi yang secara halus disebut “insentif” sebesar 16,5 juta poundsterling (Rp 291 miliar) kepada Siti Hardijanti Rukmana. Putri sulung bekas presiden Soeharto itu berperan besar dalam mengegolkan dana pemerintah Indonesia untuk proyek tersebut.

Fakta yang perlu digarisbawahi di sini adalah, “senjata” yang

digunakan The Guardian untuk mengungkapkan skandal pembelian

tank Scorpion itu adalah “hak publik atas informasi”. Dengan “hak publik atas informasi”, The Guardian berhasil memaksa pengadilan untuk membuka dokumen-dokumen dan keterangan saksi dalam perkara antara Chan U Seek versus Alvis Vehicle Limited. Terungkapnya skandal pembelian tank Scorpion membuktikan efektivitas The Freedom of Information Act untuk membantu fungsi-fungsi jurnalistik, terutama sekali jurnalisme investigatif, dalam mengungkapkan fakta dan kebenaran.

(13)

2. Pentagon Papers, Kebohongan Perang Vietnam, dan Hak Media Mengungkap Fakta2

Pada 17 Juni 1967 Menteri Pertahanan AS, Robert Mc. Namara memerintahkan penyusunan dokumen tentang peran Amerika Serikat dalam perang Vietnam, untuk meneliti bagaimana dan mengapa AS terlibat dalam perang tersebut. Penyusun dokumen berjumlah 36 orang dari unsur sipil dan militer. Mereka mendapat akses penuh ke semua dokumen di Pentagon, Departemen Luar Negeri, dan CIA, namun dilarang mewawancarai siapapun guna menjaga segala permasalahan dalam arsip.

Minggu, 13 Juni 1971 New York Times memuat bocoran dokumen Pentagon itu dengan head line “Vietnam Archive: Pentagon Study Traces 3 Decades of Growing U.S. Involvement”. Pada saat itu pemerintah Nixon secara militer masih terlibat di Asia Tenggara khususnya Kamboja, meskipun tidak terlibat secara teknis di Vietnam. Jaksa Agung John Mitchell kemudian memerintahkan penghentian pemuatan dokumen yang kemudian terkenal dengan

Pentagon Papers itu. Times menolak, bahkan menerbitkan edisi kedua. Langkah Times juga diikuti media-media lain. Pemerintahan Presiden Nixon menganggap dokumen itu sebagai dokumen pertahanan yang telah diklasifikasi (dirahasiakan). Departemen

Kehakiman melalui telegram juga memerintahkan Times

menghentikan publikasi dan mengembalikan dokumen yang pengungkapannya “dapat mengakibatkan kehancuran negara secara segera dan tidak dapat dipulihkan, kematian langsung terhadap para tahanan perang AS, memperpanjang perang, menegangkan hubungan dengan sekutunya, dan menghalangi negosiasi dengan para musuhnya”. Penerbitan itu juga dianggap melanggar Espionage Act. Times tetap menolak dan terus menerbitkan edisi ketiga.

(14)

4

Pada 18 Juni 1971, Washington Post juga memuat serial artikel bocoran Pentagon Papers. Langkah ini kemudian diikuti beberapa suratkabar lain seperti Boston Globe (22 Juni 1971), Chicago Sun-Times serta 8 dari 11 suratkabar kelompok Knight (the Knight group) (23 Juni 1971), dan St. Louis Post-Dispatch (25 Juni 1971). Times, Post dan suratkabar lainnya beralasan bahwa penyebaran informasi semacam itu merupakan kepentingan publik dan tidak membahayakan keamanan negara.

Karena Times tetap menolak untuk mengembalikan Pentagon Papers

dan justru bersikeras menerbitkan edisi ketiganya, Departemen Kehakiman mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Distrik Federal di Foley Square, New York. Tanggal 15 Juni 1971 hakim Murray I. Gurfein mengeluarkan perintah pengekangan sementara (temporary restraining order), memaksa Times berhenti mempublikasikan dokumen itu. Pertama kali dalam sejarah AS, pemerintah federal menghentikan suatu publikasi pers. Keputusan ini terbukti lemah ketika seorang reporter dapat menunjukkan bahwa dokumen yang dianggap rahasia negara itu ternyata pernah diterbitkan oleh pemerintah secara resmi. Pada 19 Juni 1971, hakim Gurfein menolak memutuskan perintah pengekangan permanen karena pemerintah dinilai gagal membuktikan tuntutannya, dan hanya menyembunyikan suatu dokumen atas dasar rasa malu (embarrassment). Namun hakim Gurfein tetap memberlakukan perintah pengekangan sementara kepada Times. Pemerintah naik banding ke Pengadilan Banding di New York. Pengadilan Banding memutuskan perintah prior restraining order untuk menghindari

keterancaman negara. Akhirnya Times mengajukan kasasi Mahkamah

Agung.

Pada sisi lain, Departemen Kehakiman juga menuntut serial reportase Pentagon Papers oleh Post. Kasus ini dibawa ke pengadilan Distrik Federal di District of Columbia. Hakim Pengadilan Distrik Gerhard A. Gesell menyetujui penerbitan dokumen tersebut. Gesell

(15)

pemerintah kepada Post tidak masuk akal. Espionage Act hanya mengatur masalah kriminal dan bukan untuk prior restraint terhadap

penerbitan media. Post tetap boleh melanjutkan penerbitan

Pentagon Papers. Pemerintah naik banding. Pengadilan Banding kemudian memutuskan mendukung keputusan Gesell yang berarti memenangkan pihak Post. Tetapi Post diperintahkan untuk tidak menerbitkan dokumen Pentagon itu. Departemen Kehakiman kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Di Mahkamah Agung kasus Times dan Post, dijadikan satu dan ditangani bersama dengan nama New York Times v. United States.

Pada 30 Juni 1971 Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan per

curiam (pendapat terpisah) dengan 6 banding 3 yang memenangkan Times dan Post, dan mengizinkan kedua media ini

melanjutkan penerbitan Pentagon Papers. Mahkamah Agung

berdalih, pemerintah tidak dapat membuktikan bahwa publikasi

Pentagon Papers dapat membahayakan keamanan Negara, maka perintah prior restraint terhadap Times dan Post tidak dapat dibenarkan. Pemerintah terlalu berhati-hati dalam mengklasifikasi dokumen itu sebagai top secret, dan publikasi atas dokumen itu tidak membahayakan keamanan Negara.

Pengadilan Amerika memutuskan Pentagon Papers dapat (bahkan harus) dipublikasikan karena rakyat berhak mengetahui apa yang tertulis di dalam dokumen publik yang bersangkutan langsung

dengan kepentingan publik. Pentagon Papers adalah dokumen

negara yang penting yang menjelaskan segala kebijakan pemerintah Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Bukankah telah banyak pengorbanan rakyat Amerika Serikat yang telah dilakukan selama perang Vietnam? Pengungkapan dokumen itu penting agar Pemerintah Amerika Serikat menghentikan penyimpangan penggunaan kekuasaan dalam Perang Vietnam.

(16)

6

John Kennedy dan Lyndon Johnson sering menyembunyikan keputusan militer dan politik yang vital dari pengetahuan publik, bahkan Konggres. Para juru bicara pemerintah sering memberikan pernyataan yang menyimpang dan tidak benar. Usaha untuk menyembunyikan Pentagon Papers, sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Agung, ternyata tidak benar-benar didasari oleh pertimbangan menjaga kepentingan keamanan negara, tetapi lebih untuk menutupi kesalahan dan kelemahan pemerintah dalam mengambil keputusan terkait dengan Perang Vietnam. Lebih spesifik lagi, penyembunyian Pentagon Papers lebih untuk menutupi rasa malu pemerintahan (Kennedy, Johnson, Nixon) yang telah mengambil kebijakan yang salah dan tanpa sepengetahuan publik dalam Perang Vietnam. Persoalannya kemudian, hukum di Amerika Serikat tidak mengizinkan penyembunyian atau pengklasifikasian informasi semata-mata untuk menyelamatkan pejabat atau instansi dari rasa malu di hadapan publik.

3. Harian The Herald Company Menggugat Transparansi Pemilihan Pejabat Kota Bay City3

Februari 1996, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Bay City (The Bay

City Fire Chief) negara bagian Michigan Amerika Serikat pensiun. Menurut ketentuan pemerintah kota, pemangku jabatan ini harus diangkat oleh Komisi Kota (The Bay City Commission) atas rekomendasi Kepala Penyelenggara Kota (City Manager) yang saat itu dijabat Bruce McCandless. Dari 34 pelamar untuk jabatan tersebut, kemudian dilakukan seleksi hingga akhirnya terpilih 7 kandidat. Tanggal 6 Mei 1996, editor harian The Herald Company

mengajukan permohonan berdasarkan Freedom of Information Act

kepada pemerintah kota Bay City untuk membuka kepada publik nama-nama, jabatan terakhir, kota asal, dan usia dari 7 kandidat

3 Wishnu Basuki, “Kebebasan Informasi di Amerika Serikat”, dalam Aa Sudirman

dan Josi Khatarina (ed.), Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, Koalisi Untuk Kebebasan Informasi dan Friedrich Abert Stiftung, 2002, hlm. 25-26.

(17)

tersebut. Tanggal 13 Mei 1996, pemerintah kota Bay City menolak permintaan The Herald Company. Lalu tanggal 16 Mei 1996 tiba-tiba McCandless mengirim surat ke Komisi Kota Bay City yang isinya merekomendasikan satu kandidat, yaitu Gary Mueller untuk jabatan Kepala Dinas Kebakaran. Pada 13 Juni 1996, Komisi Kota Bay City mengangkat Gary Mueller sebagai Kepala Dinas Kebakaran.

The Herald Company menggugat pemerintah Bay City ke pengadilan negeri dengan tuduhan melanggar Freedom of Information Act. Undang-Undang ini menjamin hak publik atas informasi, termasuk informasi tentang kandidat-kandidat pemangku jabatan strategis tertentu dalam struktur pemerintahan. Pengadilan Negeri Bay City

kemudian memutuskan gugatan The Herald Company mengandung

cacat hukum dan melihat kemungkinan lain bahwa informasi yang diminta tersebut memang jenis informasi dikecualikan untuk tidak dibuka kepada publik. The Herald Company mengajukan banding dan Pengadilan Banding menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Bay City. Mudah diduga, Pemerintah Bay City mengajukan banding ke Mahkamah Agung Michigan. Mahkamah Agung Michigan kemudian menyimpulkan bahwa pengumuman data-data tentang 7 kandidat Kepala Dinas Kebakaran kota merupakan informasi publik. Mahkmah Agung menyimpulkan, pemerintah Bay City harus membuka data tersebut sebagai bagian dari fasilitasi akses masyarakat ke informasi-informasi tata-kelola pemerintahan kota. Dengan merujuk kepada Freedom of Information Act, Mahkamah Agung Michigan telah memperteguh hak media atas informasi, sebagai bagian integral dari hak publik atas informasi.

4. Citizen Ombudsman Mengungkap Penyelewengan Budget Jamuan Makan Pejabat Pemda di Jepang4

Citizen Ombudsman adalah sebuah LSM di Jepang yang memiliki jaringan luas di setiap propinsi di Jepang. Pada tahun 1995, setelah

(18)

8

beberapa Pemda mengakui hak atas informasi, Citizen Ombudsman dan jaringannya secara serentak meminta informasi tentang budget pembelian makanan oleh Pemda-Pemda di Jepang. Di negeri sakura ini, memang dikenal alokasi dana resmi untuk pembelian makanan kecil untuk rapat internal, makan malam bagi staff yang lembur. Citizen Ombudsman ingin melihat sejauh mana budget tersebut telah digunakan sebagaimana mestinya. Maka permintaan informasi pun diajukan kepada biro sekretariat umum dan biro keuangan di 47 Pemda yang sudah melembagakan prinsip keterbukaan informasi publik. Berkat regulasi tentang keterbukaan informasi, Citizen Ombudsman memperoleh akses terhadap data lengkap pengeluaran biaya resmi untuk keperluan jamuan makan 47 Pemda di Jepang, termasuk kuitansi-kuitansinya.

Sangat mengejutkan bahwa data tersebut menunjukkan, banyak dana jamuan makan yang dipergunakan untuk keperluan di luar alokasi yang semestinya. Dana tersebut ternyata digunakan juga untuk menjamu pejabat pemerintah pusat yang sedang berkunjung, pejabat Pemda lainnya, juga anggota DPR/DPRD. Analisis Citizen Ombudsman menunjukkan, jamuan-jamuan yang tidak semestinya itu telah berulang-ulang terjadi dalam beberapa tahun di 47 Pemda di Jepang. Ditemukan banyak kuitansi yang ditulis orang yang sama di hari yang sama untuk jamuan yang berbeda. Lebih menjengkelkan lagi, pejabat pemerintah pusat tidak mengakui keikutsertaannya dalam jamuan-jamuan makan yang menguras uang negara tersebut.

Berkat jaminan hak atas informasi, Citizen Ombudsman juga memperoleh dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa badan audit yang secara resmi ditunjuk melakukan audit keuangan Pemda juga melakukan praktek korupsi. Auditor resmi itu memasukkan ternyata lebih banyak satu orang dari yang sebenarnya hadir. Berdasarkan kenyataan tersebut dibentuk satu badan audit independen yang khusus memeriksa kasus-kasus dana jamuan makan di seluruh wilayah Jepang.

(19)

Advokasi Citizen Ombudsman dan jaringannya ini bukan hanya berhasil membuka jalan bagi penyelamatan dana publik, tetapi juga berhasil mengubah kebijakan administratif. Jika tahun 2005, 47 Pemda mengeluarkan rata-rata 23,6 miliar yen (sekitar Rp 2,832 triliun) untuk biaya jamuan makan, maka pada tahun 2007, terjadi perubahan pola jamuan makan dengan penghematan sebesar 58-84,2 persen pada biaya jamuan makan itu, atau kira-kira penghematan 12 miliar yen (Rp 1,44 triliun) setiap propinsi.

5. Masyarakat Mengungkap Penyimpangan Biaya Perjalanan Anggota DPRD di Jepang5

Sebagaimana lazim terjadi di Indonesia, masyarakat Jepang juga pernah dihadapkan pada kontroversi tentang kunjungan pejabat ke luar negeri atau ke luar daerah. Pada suatu ketika, dengan memanfaatkan jaminan hukum terhadap hak publik atas informasi, masyarakat Jepang menuntut transparansi biaya perjalanan pejabat DPRD. Setelah informasi didapatkan, terungkap penyimpangan penggunaan dana publik untuk kunjungan-kunjungan para pejabat itu. Terungkapnya penyimpangan ini tak lepas dari rasa ingin tahu masyarakat terhadap dana perjalanan anggota DPRD Tokyo ke Roma pada tahun 1996 untuk menandatangani perjanjian persahabatan antara pemerintah Roma dan pemerintah Tokyo.

DPRD sesungguhnya tidak termasuk lembaga publik yang diwajibkan membuka informasi berdasarkan Perda Keterbukaan Informasi di Tokyo. Namun peluang tetap terbuka karena pejabat keuangan Pemda yang mengeluarkan dana untuk kebutuhan DPRD, terikat kewajiban untuk memberikan informasi-informasi yang diminta masyarakat. Peluang inilah yang digunakan masyarakat untuk menuntut transparansi Pemda Tokyo atas biaya perjalanan DPRD. Awalnya, pejabat keuangan Pemda Tokyo tidak mau membuka

(20)

10

dokumen perjalanan DPRD tersebut, dengan alasan akan merusak hubungan baik antara eksekutif dan legislatif.

Kelompok masyarakat kemudian membawa masalah ini ke Pengadilan Negeri Tokyo. Putusan Pengadilan Negeri, yang kemudian dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi Tokyo memenangkan gugatan masyarakat. Diputuskan bahwa data-data laporan keuangan perjalanan DPRD adalah bagian dari informasi publik yang harus terbuka bagi masyarakat. Alasan pejabat keuangan Pemda bahwa pembukaan data tersebut dapat merusak hubungan baik antara eksekutif dan legislatif dianggap berlebihan. Hubungan baik antar lembaga, menurut majelis hakim, harus dapat dilihat secara rasional dan dinilai secara obyektif oleh masyarakat. Pemda Tokyo tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Jepang. Mahkamah Agung ternyata menolak memeriksa perkara tersebut sehingga putusan Pengadilan Tinggi yang memerintahkan dibukanya semua informasi tentang perjalanan dinas DPRD menjadi keputusan yang final dan mengikat.

Setelah memenangkan gugatan di depan hukum, dan setelah membaca data-data yang didapatkan, masyarakat kemudian menuntut dilakukannya audit independen. Hasil audit independen ini menunjukkan perjalanan DPRD Tokyo telah merugikan negara sebesar 800 ribu yen (Rp 96.000.000) yang diakibatkan adanya kuitansi-kuitansi yang tidak benar. Akhirnya anggota DPRD dan pejabat keuangan Pemda Tokyo diwajibkan mengganti kerugian negara dengan membayar ulang sejumlah kurang lebih 1.000.000 Yen (Rp 120.000.000) guna mengganti uang negara yang telah mereka gunakan secara tidak pada tempatnya. Bukan hanya itu, selanjutnya juga terjadi perubahan kebijakan administratif yang berujung pada penghematan perjalanan pejabat sebesar 17 miliar (RP 2,04 triliun) yen di Pemda Tokyo dan pemda-pemda lain di Jepang.

(21)

21 PERTANYAAN

TENTANG

UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNTUK WARTAWAN

1. Apa sebenarnya tujuan UU KIP?

• Undang-Undang KIP mengatur dan menjamin hak atas

informasi (right to know), atau hak-hak publik atas akses yang terbuka, efisien dan memadahi terhadap informasi-informasi tata kelola dan proses penyelenggaraan pemerintahan. Hak publik atas informasi di sini adalah bagian dari hak politik warga negara untuk mengontrol proses penyelenggaraan kekuasaan. Tanpa informasi yang memadahi, mustahil fungsi kontrol ini dapat dilaksanakan. Dari sisi yang sebaliknya, dapat dijelaskan bahwa pemerintah melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dan kekuasaan berdasarkan mandat dari publik. Mandat ini harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Maka membuka diri untuk diperiksa dan memberikan informasi kepada publik adalah bagian integral dari kewajiban pemerintah. Di sini ditemukan urgensi keterbukaan informasi.

Hak atas informasi juga merupakan bagian dari hak

(22)

12

yang mempengaruhi pemenuhan hak-hak ekonomi, politik, sosial dan budayanya sebagai warga masyarakat. Tidak mempunyai informasi di jaman yang serba tersistematisasi seperti saat ini, hanya akan mengondisikan seseorang menjadi korban kebijakan-kebijakan yang diskriminatif, tata kelola masyarakat yang tidak adil, dan pelanggaran-pelanggaran oleh pihak lain. Sekedar contoh, tanpa informasi yang memadahi tentang rencana tata kota, warga miskin ibukota sangat rentan menjadi korban penggusuran untuk berbagai proyek pembangunan. Penggusuran yang bermakna perampasan hak-hak ekonomi dan hak atas tempat tinggal yang layak.

• Keterbukaan Informasi adalah kondisi yang dibutuhkan untuk pemberantasan korupsi, perwujudan pemerintahan yang bersih dan transparans. Sebaliknya, ketertutupan birokrasi menjadi sumber terjadinya korupsi, malpraktek birokrasi dan pelanggaran HAM.

(23)

2. Sejauhmana ruang-lingkup UU KIP?

• Hak untuk mengamati perilaku pejabat dalam menjalankan

fungsi-fungsi pemerintahan (Right to Attend Public Meeting).

• Hak untuk mengakses dokumen-dokumen badan publik.

• Hak untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.

• Hak untuk mendapatkan perlindungan dalam mengungkapkan

fakta & kesaksian (Whistle Blower Protection).

• Hak untuk mengajukan keberatan dan mendapatkan keadilan

jika hak-hak di atas tidak dipenuhi (Right to Appeal).

• Kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan

(24)

14

3. Bagaimana Asas Keterbukan Informasi Publik?

• Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses

oleh setiap orang sebagai pengguna informasi publik. Setiap Informasi Publik juga harus dapat diperoleh dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana. Konsekuensinya, badan publik harus mengumumkan kepada masyarakat tentang tenggang-waktu yang jelas, biaya minimum dan prosedur yang sederhana untuk mengakses informasi-informasi di badan publik.

• Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas, didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat, serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. Dengan kata lain, pengecualian atau perahasiaan informasi di badan-badan publik tidak bersifat permanen, sepihak dan semena-mena. Setiap pengecualian informasi harus disertai dengan penjelasan yang rasional dan masuk akal, serta selalu mempertimbangkan kepentingan publik yang lebih besar.

(25)

4. Apakah yang dimaksud dengan informasi publik?

“Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik”.

(Pasal 1 UU KIP)

5. Apakah yang dimaksud dengan badan publik?

• Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang

fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

• Organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh

dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.

(Pasal 1 UU KIP)

6. Apa pentingnya UU KIP bagi wartawan?

• Wartawan adalah profesi yang bertujuan untuk mencari,

mengolah dan menyebarluaskan informasi yang berkaitan ataupun relevans dengan kepentingan publik (masyarakat).

• Wartawan adalah profesi yang hampir setiap saat berurusan

(26)

16

• Wartawan adalah kelompok yang paling rentan terhadap

klaim-klaim rahasia negara, rahasia jabatan, rahasia instansi yang sering digunakan pejabat publik untuk menutup akses ke informasi, dokumen atau data tertentu. Klaim rahasia yang tidak sungguh-sungguh dimaksudkan untuk melindungi informasi strategis tertentu, sehingga status kerahasiaannya justru sering merugikan kepentingan publik.

• Dalam menjalankan tugasnya, wartawan belum sepenuhnya

dilindungi oleh kerangka hukum yang kuat, yang mampu menjamin hak-hak wartawan dalam mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi-informasi publik.

• Sejauh ini masih terus terjadi proses kriminalisasi terhadap wartawan dengan dakwaan pencemaran nama baik, pembocoran rahasia negara, penghinaan dan menyebarkan kabar bohong.

(27)

7. Bagaimana hubungan antara UU KIP dan UU Pers?

• UU Pers secara spesifik mengatur segi-segi kebebasan pers.

Tercakup di dalamnya pengaturan tentang fungsi pers untuk mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi, fungsi-fungsi sosial media, hubungan antara media, masyarakat dan negara, pengaturan keorganisasian media.

• UU KIP secara lebih luas mengatur aspek-aspek kebebasan

informasi. Dengan tujuan menjamin dan melembagakan hak-hak publik untuk mengakses informasi-informasi penyelenggaraan pemerintahan di semua lini dan semua level birokrasi. Jika subyek dalam UU Pers adalah media atau wartawan, maka subyek dalam UU KIP adalah publik, warga negara, setiap orang. Di sini kita menemukan perbedaan antara UU Pers dan UU KIP, sekaligus juga menemukan koeksistensi di antara keduanya.

• Prinsip universal kebebasan informasi menempatkan

kebebasan pers sebagai bagian dari ruang-lingkup kebebasan informasi. Tujuan pelembagaan prinsip-prinsip kebebasan informasi adalah pembentukan dan penguatan good and clean governance yang dengan jelas mensyaratkan berkembangnya pers yang bebas, independen dan profesional.

• Hak wartawan atas informasi adalah bagian integral dari hak publik atas informasi.

• Berbagai negara, seperti Amerika Serikat misalnya, tidak

memiliki UU Pers. Dalam prakteknya, di negara tersebut UU

KIP (Freedom of Information Act) banyak digunakan untuk

(28)

18

8. Apa kelemahan UU Pers terkait dengan akses informasi publik?

• UU Pers hanya mengakui hak media untuk mencari, mengolah

dan menyebarluaskan informasi, namun tidak mengatur kewajiban nara sumber, khususnya pejabat publik untuk memberikan informasi publik kepada wartawan.

• UU Pers tidak mengatur sanksi yang tegas untuk

pejabat publik yang menolak permintaan informasi dari wartawan, meskipun informasi tersebut jelas-jelas dibutuhkan publik.

• UU Pers tidak mengatur mekanisme pemberian informasi yang mencakup: jangka waktu pemberian informasi, biaya akses, petugas pelayanan informasi, klasifikasi informasi, dan jenis-jenis medium penyampaian informasi publik (papan pengumuman, website, brosur, pelayanan langsung dst). “Dalam konteks ini ditemukan koeksistensi antara UU KIP dan UU Pers, antara kebebasan informasi dan kebebasan pers”.

(29)

9. Problem-problem apa yang sering dihadapi wartawan dalam mengakses informasi?

Informasi publik tidak tersedia, padahal sangat urgens untuk

segera disampaikan kepada publik.

• Informasi terlambat diberikan, sehingga kehilangan

relevansi dan nilai, karena jurnalisme menuntut kecepatan penyampaian informasi.

• Informasi diklaim rahasia secara sepihak, tanpa penjelasan

yang memadahi, tanpa mempertimbangkan kepentingan publik untuk mengetahui informasi tersebut.

Mekanisme pelayanan informasi yang buruk: tidak jelas

petugas atau bagian mana yang melayani akses informasi publik, sehingga wartawan sering di-”ping-pong” kesana-kemari. Tak jarang, kemudian informasi didapatkan dengan cara-cara yang tak selayaknya: memberikan uang tempel kepada petugas, memanfaatkan kedekatan dengan pejabat tertentu, dan seterusnya.

• Akses informasi yang asimetris: hanya wartawan yang

dekat dengan pejabat tertentu yang mendapatkan informasi atau dokumen. Sementara wartawan yang mencoba menempuh prosedur formal atau yang tidak mempunyai kedekatan dengan pejabat, tidak mendapatkan informasi atau dokumen yang dibutuhkan.

10. Bagaimana UU KIP mengatasi problem-problem tersebut?

Merumuskan kepastian hukum tentang:

• Informasi publik dan informasi yang dikecualikan

(30)

20

• Pengecualian (perahasiaan) informasi yang terbatas dan

dapat dibatalkan melalui uji konsekuensi

• Sanksi untuk berbagai bentuk pelanggaran atas

prinsip-prinsip informasi publik.

11. Apa manfaat klasifikasi informasi bagi wartawan?

Klasifikasi informasi sangat penting untuk memberikan kepastian hukum tentang jenis-jenis informasi yang wajib diberikan kepada publik dan informasi yang dapat dikecualikan. Dengan adanya kepastian hukum ini, dapat mereduksi kontroversi yang sejauh ini muncul ketika pejabat publik menunda pemberian informasi, menuntut alasan dan syarat yang bermacam-macam untuk mengakses informasi, atau bahkan sama sekali tidak memberikan informasi dengan alasan syarat-syarat akses informasi tidak terpenuhi. Padahal tidak semua informasi seharusnya baru diberikan ketika diminta, tidak semua jenis informasi menunggu adanya permohonan dari publik baru dibuka atau diumumkan.

Klasifikasi Informasi:

Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

• I

nformasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Serta-merta

Informasi Yang Wajib Tersedia Setiap Saat

Informasi Yang Dikecualikan (secara terbatas dan bersyarat) (Pasal 9-20 UU KIP)

12. Bagaimana klaim rahasia negara sering dilakukan pejabat publik?

Tidak semua klaim rahasia negara yang sering dilontarkan pejabat publik atau pemerintah merujuk pada informasi-informasi strategis yang benar-benar dapat membahayakan

(31)

kepentingan negara jika dibuka. Perahasiaan informasi sering dilakukan secara semena-mena, dan hanya untuk melindungi kepentingan birokrasi, kepentingan pejabat atau kepentingan politik tertentu. Di Indonesia political secrecy dan bureaucratic secrecy justru lebih dominan daripada genuine national security. Merujuk pada Steven Aftergood (1996), genuine national security secrecy adalah rahasia negara yang benar-benar untuk melindungi keamanan nasional, sedangkan

political secrecy adalah rahasia negara sebagai rekayasa untuk melindungi kepentingan-kepentingan bersifat politis, dan

bureaucratic secrecy adalah klaim rahasia negara yang hanya ditujukan untuk melindungi kepentingan birokrasi.

Contoh perahasiaan informasi yang merugikan publik?

Buruknya kinerja KPU dalam mendistribusikan informasi

tentang pemilu kepada masyarakat menjadi contoh bekerjanya rejim kerahasiaan. Informasi-informasi tentang pemilu sangat menentukan kualitas penyelenggaraan pemilu. Masyarakat membutuhkan basis informasi dan pemahaman yang cukup tentang tahap-tahap, problem, dan perubahan-perubahan sistem pelaksanaan pemilu. Persoalannya, urgensi informasi tentang pemilu ini tidak diimbangi dengan kesigapan KPU untuk menyediakan sistem pelayanan dan akses informasi yang terbuka, efektif dan cepat untuk masyarakat. KPU secara kelembagaan maupun individu justru menunjukkan sikap reluctans dan menutup diri dari akses pers. Kritisisme dan upaya media untuk menggali informasi tentang persiapan pemilu dianggap sebagai gangguan atas kinerja KPU.

Tak pelak, sepanjang tahun 2008, terjadi kekacauan dan simpang-siur informasi tentang seluk-beluk pemilu.

(32)

22

sedikit penjelasan yang sampai ke masyarakat. Publik juga tidak paham sejauhmana akuntabilitas KPU sebagai otoritas penyelenggaraan pemilu. Jika rejim pemilu cenderung menjadi rejim kerahasiaan, patut dipertanyakan akuntabilitas dan kualitas penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan.

Mendiknas pada tahun 2007 pernah dengan emosional melontarkan tuduhan “pembocoran rahasia negara” ketika beberapa media menulis laporan tentang “rencana pemerintah untuk mengubah sistem pendidikan tinggi menjadi 2 jalur: biasa dan khusus”. Mendiknas tidak menjelaskan apa definisi rahasia negara yang dimaksud. Perubahan sistem pendidikan tinggi jelas berurusan

(33)

langsung dengan kemaslahatan publik, hak publik atas pendidikan yang berkualitas dan adil, sehingga tidak layak dikategorikan sebagai rahasia negara.

Oktober 2004, media massa memberitakan 3 Departemen Teknis (Depdiknas, Depkes, Dephub) dan 2 Gubernur (Lampung, Sulawesi Tengah) Menolak Audit dana dekonsentrasi yang dilakukan BPKP. Alasan yang diajukan kurang lebih adalah “rahasia internal badan publik”. Berdasarkan laporan Menteri Keuangan Budiono kepada BPKP, lebih dari 200 milyar rupiah dana dekonsentrasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh departemen teknis dan gubernur tersebut.

Publik sering mendengar bagaimana DPR, secara

kelembagaan maupun individu menolak atau setidak-tidaknya keberatan terhadap tuntutan agar daftar kekayaan anggota DPR diumumkan kepada masyarakat. Alasan yang diajukan terutama sekali adalah perlindungan privasi anggota DPR. Akuntabilitas DPR secara lebih luas juga dipertanyakan. Persidangan-persidangan DPR yang terus menghasilkan undang-undang yang kontroversial (yang terakhir UU Pornografi dan UU BHP), bersifat tertutup untuk publik. Ironisnya, dalam amandemen UU Susduk yang sedang berlangsung, juga belum ada ketegasan untuk mengubah status persidangan DPR menjadi bersifat terbuka bagi publik.

13. Bagaimana pengecualian informasi dalam UU KIP?

Ruang Lingkup pengecualian informasi adalah informasi publik yang apabila dibuka dapat merugikan:

Kepentingan penegakan hukum

(34)

24

Pertahanan dan keamanan nasional

Perlindungan kekayaan alam Indonesia

Ketahanan ekonomi nasional

Hubungan luar negeri

Memorandum/surat antar atau intra badan publik

Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang

(Pasal 18 UU KIP)

Pengecualian informasi harus melalui uji konsekuensi:

“Pejabat pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang.”

(Pasal 19 UU KIP)

14. Bagaimana rumusan sanksi dalam UU KIP?

Kelebihan:

sudah dirumuskan sanksi pidana untuk pejabat/badan publik yang tidak memberikan informasi, terlambat memberikan informasi, memberikan informasi secara tidak lengkap dan seterusnya.

Kelemahan:

1. Rumusan sanksi disamaratakan untuk semua jenis pelanggaran, padahal dampak pelanggaran berbeda-beda. 2. Ada sanksi untuk penggunaan informasi secara melawan

(35)

Pasal 52 UU KIP:

“Badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (tahun) dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 juta rupiah”.

Pengaturan sanksi bagi badan publik ini merupakan suatu kemajuan dalam UU KIP. Persoalannya kemudian, sanksi ini tidak memadahi untuk jenis-jenis pelanggaran berat. Misalnya saja, pejabat publik yang lalai menginformasikan peringatan-peringatan bencana alam, lalu terjadi bencana alam dengan jumlah korban jiwa yang besar, apakah cukup hanya dikenakan pidana penjara 1 tahun atau pidana denda lima juta rupiah?

(36)

26

Contoh lain, pejabat publik yang lalai menginformasikan pemadaman listrik, lalu terjadi pemadaman listrik tiba-tiba sehingga sentra-sentra bisnis menderita kerugian milyaran rupiah, apakah sang pejabat publik hanya cukup dijatuhkan diberi sanksi pidana denda 5 juta rupiah?

15. Adakah sanksi untuk wartawan dalam UU KIP?

Tidak ada sanksi yang spesifik untuk wartawan dalam UU KIP. Hanya ada sanksi yang potensial diterapkan kepada wartawan. Pasal 51 UU KIP mengatur kriminalisasi terhadap publik pengguna informasi: “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/ atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah”. Merujuk pada praktek di negara lain, UU KIP hanya lazim meregulasi akses informasi publik, bukan penggunaan informasi publik. Maka tidak seharusnya ada kriminalisasi terhadap penggunaan informasi publik. Kriminalisasi hanya lazim untuk tindakan-tindakan menutup atau merusak akses informasi publik dan tindakan membuka informasi yang dikecualikan secara ilegal. Tanpa norma yang jelas, pasal itu juga seperti cek kosong yang dapat digunakan pemegang otoritas untuk mendakwakan penggunaan informasi publik secara melawan hukum kepada siapa saja. Namun pasal ini mengandung kelemahan dalam penerapannya: penyalahgunaan informasi merupakan delik aduan.

16. Dengan keterbukaan informasi, apakah peran pers akan terancam?

Di beberapa negara, pada awalnya memang sempat muncul kekhawatiran implementasi UU KIP akan mereduksi peran media massa dalam menyediakan dan mendistribusikan informasi. “Untuk apa peran media jika publik dapat dengan

(37)

bebas dan secara langsung mengakses informasi-informasi di badan publik?” Demikian kurang lebih kekhawatiran itu. Namun kekhawatiran itu dalam perjalanannya tidak terbukti. Sebab meskipun UU KIP berlaku untuk publik, untuk setiap orang, dalam prakteknya hanya sedikit pihak yang secara kontinyu dan sehari-hari menggunakan hak publik atas informasi. Dan sedikit pihak itu terutama sekali adalah kalangan media dan pengacara.

17. Bagaimana kedudukan dan fungsi Komisi Informasi?

Komisi Informasi berfungsi sebagai:

• Lembaga penyelesaian sengketa informasi • Perumus kebijakan praktis pelaksanaan UU KIP

18. Apa manfaat Komisi Informasi bagi wartawan/pers?

Klaim rahasia negara tidak bisa sewenang-wenang, sepihak oleh badan publik, harus melalui pertimbangan dan

pengaturan Komisi Informasi.

Komisi Informasi bisa menjadi lembaga komplain jika akses media terhadap informasi-informasi badan publik dihambat atau ditutup.

Komisi Informasi mempunyai otoritas untuk meminta badan atau pejabat publik membuka informasi atau dokumen publik tertentu yang dibutuhkan publik, termasuk melalui pemberitaan media.

19. Bagaimana kaitan antara Komisi Informasi dan Dewan Pers?

Fungsi Komisi Informasi bersifat paralel dan saling melengkapi dengan fungsi Dewan Pers dalam konteks memperkuat kelembagaan kebebasan pers. Komisi Informasi memberikan

(38)

28

kontribusi terhadap pelembagaan kebebasan pers dengan kapasitas untuk mereduksi munculnya klaim-klaim kerahasiaan informasi secara sepihak, serta untuk memaksa badan-badan publik agar tidak menutup akses pers ke dokumen atau informasi publik tertentu.

20. Apa pentingnya UU KIP secara politis bagi kebebasan pers di Indonesia?

• Memperkuat kedudukan UU Pers.

• Melembagakan dasar hukum bagi hak atas informasi, yang

mencakup hak media atas informasi.

• Mengantisipasi revisi UU Pers yang justru mereduksi

fungsi-fungsi pers dalam mencari dan mendistribusikan informasi.

• Mengantisipasi belenggu kerahasiaan informasi dalam

(39)

21. Apa yang harus dilakukan wartawan untuk mempermudah akses informasi publik?

• Pelajari UU KIP dengan seksama dan sistematis

• Identifikasi kelemahan dan kelebihan UU KIP

• Identifikasi pasal-pasal yang terkait dengan fungsi pers

• Maksimalkan kelebihan-kelebihan UU KIP untuk

mendukung kerja-kerja jurnalistik

(40)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 2008

TENTANG

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap Orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;

b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;

c. bahwa keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana dalam meng-optimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;

d. bahwa pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(41)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN

INFORMASI PUBLIK BAB I KETENTUAN UMUM

Pengertian Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan

badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/

(42)

33

nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dan Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.

6. Mediasi adalah penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara para pihak melalui bantuan mediator Komisi Informasi. 7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik

antara para pihak yang diputus oleh Komisi Informasi.

8. Pejabat Publik adalah Orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada Badan Publik.

9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik.

10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

11. Pengguna Informasi Publik adalah Orang yang menggunakan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(43)

BAB II ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu Asas Pasal 2

(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.

(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas. (3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Bagian Kedua Tujuan Pasal 3

Undang-Undang ini bertujuan untuk:

a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;

c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

(44)

35 d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup Orang banyak;

f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau

g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK

Bagian Kesatu

Hak Pemohon Informasi Publik Pasal 4

(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Setiap Orang berhak:

a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;

b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;

c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau

d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.

(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

(45)

Bagian Kedua

Kewajiban Pengguna Informasi Publik

Pasal 5

(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi

Publik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari

mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan

untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Hak Badan Publik

Pasal 6

(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang

dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik

apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. informasi yang dapat membahayakan negara;

b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan

perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;

d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/

atau

(46)

37

Bagian Keempat

Kewajiban Badan Publik

Pasal 7

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau

menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah

kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain

informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat,

benar, dan tidak menyesatkan.

(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan

sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi

Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan

mudah.

(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis

setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap

Orang atas Informasi Publik.

(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara

lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya,

dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban ayat (1) sampai dengan

ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau

media elektronik dan nonelektronik.

Pasal 8

Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan

pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

(47)

BAB IV

INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN Bagian Kesatu

Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

Pasal 9

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.

(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.

(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.

(6) Ketentuan tentang kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

(48)

39

Bagian Kedua

Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta Pasal 10

(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup Orang banyak dan ketertiban umum.

(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Bagian Ketiga

Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat Pasal 11

(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:

a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;

b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen

pendukungnya;

d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;

e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;

f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;

g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau

h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian

(49)

sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan petunjuk teknis Komisi Informasi.

Pasal 12

Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:

a. jumlah permintaan informasi yang diterima;

b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi;

c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/ atau

d. alasan penolakan permintaan informasi.

Pasal 13

(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:

a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan

b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan informasi publik yang berlaku secara nasional.

(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.

Pasal 14

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya

(50)

41 a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar;

b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dwan komisaris perseroan;

c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;

d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;

e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;

f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas; g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka

sebagai Informasi Publik;

h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;

i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; k. perubahan tahun fiskal perusahaan;

l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;

m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau

n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.

Pasal 15

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:

a. asas dan tujuan;

b. program umum dan kegiatan partai politik;

(51)

d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

e. mekanisme pengambilan keputusan partai;

f. keputusan partai: hasil muktamar/kongres/munas/ dan keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai politik.

Pasal 16

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:

a. asas dan tujuan;

b. program dan kegiatan organisasi;

c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya; d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/ atau sumber luar negeri;

e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi; f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

BAB V

INFORMASI YANG DIKECUALIKAN Pasal 17

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada

Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

(52)

43 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu

tindak pidana;

2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/ atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana

yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;

4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau

5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:

1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; 2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelejen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanaan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;

3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya; 4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan

dan/atau instalasi militer;

5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara

(53)

tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia; 6. sistem persandian negara; dan/atau

7. sistem intelijen negara.

d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:

1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;

2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, model operasi institusi keuangan;

3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;

4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; 5. rencana awal investasi asing;

6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau

7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang. f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada

Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:

1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;

2. korespondensi diplomatik antarnegara;

3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis

(54)

45 g. informasi yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;

h. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;

2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;

3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;

4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau

5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;

j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

Pasal 18

(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:

a. putusan badan peradilan;

b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;

c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum; e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum; f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau

Referensi

Dokumen terkait

(a) Pastikan penulisan label paksi menegak dimulakan dengan “jumlah/amaun/nilai keseluruhan”, misalnya jumlah kelahiran, jumlah eksport atau jumlah perbelanjaan,

Pada saat penelitian dilakukan, perturan yang masih berlaku dan mejadi dasar untuk pembuatan sistem presensi di lingkungan Kementerian XYZ adalah Pemerintah nomor: 53

Ketua Tim Peneliti wajib membuat Surat Pernyataan Tidak Ada Aset (untuk yang tidak ada aset)/Berita Acara Serah Terima Aset (untuk yang memiliki aset) mengikuti format yang

Kualitas produk merupakan modal untuk menentukan keunggulan kompetitif terutama bagi perusahaan perangkat komunikasi.Kualitas produk pada penelitian ini dibentuk

(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa sebanyak 32 responden kelompok yang mengikuti vasektomi memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan sebanyak 9 responden

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan Polri untuk melakukan penyidikan dalam perkara pencurian

Dengan kesadaran masyarakat sehingga baik perempuan maupun laki-laki memperoleh pendidikan yang setara sehingga yang putuh sekolah antara perempuan dan laki-laki