• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PT. Condong Garut terletak di Desa Cigadog, Kec. Cikelet (Pemeungpeuk), Kab. Garut, Prov. Jawa Barat. Lokasi kantor pusat berada di Kecamatan Cimari, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan lokasi perkebunannya terletak disatu areal, namun mencakup hingga beberapa kecamatan. Pabrik Kelapa Sawit PT. Condong Garut dibangun di atas lahan dengan luas ± 5.500 m2 dan telah beroperasi selama kurang lebih 28 tahun. Luas areal tanaman kelapa sawit yang merupakan kebun inti adalah 3 643.57 ha, terdiri dari Bibitan 1.50 ha, TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) 549.40 Ha, TM (Tanaman Menghasilkan) 3.092.67 ha. Letak geografis PT. Condong Garut adalah 400 m dpl. Kawasan perkebunan PT. Condong Garut dikategorikan kedalam tipe iklim C dengan nilai Q =0.3628. Curah hujan rata pertahun adalah 2.750 mm dan jumlah hari hujan rata-rata pertahun 131 hari. Temperatur maksimum mencapai 32°C dan temperatur minimum mencapai 22°C. Kelembaban nisbi 79.82% dan kecepatan angin rata-rata 8.56 m/menit. Data curah hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin berdasarkan SEL 1995.

PT. Condong Garut memiliki satu unit pabrik untuk pengolahan kelapa sawit dengan produk akhir berupa CPO (Crude Palm Oil) dan Kernel (inti sawit). Kapasitas olah pabrik sebesar 20 ton TBS/Jam. Bahan baku PKS (Pabrik Kelapa Sawit) hanya berasal dari perkebunan kelapa sawit milik PT. Condong Garut. Hasil komoditas berupa CPO dan kernel dipasarkan di dalam negeri.

PT. Condong Garut mendapatkan persetujuan pengkajian aplikasi limbah cair ke areal/lahan tanaman sawit pada bulan April 2004. Air permukaan yang ada di lahan pengkajian terdapat diluar areal aplikasi limbah cair atau sekitar 4 km dari lokasi yaitu Sungai Cimangke. Kecepatan infiltrasi dan kapasitas infiltrasi, dan sumur pantau telah dibangun dilokasi aplikasi lahan pengkajian yaitu didua titik sumur pantau yakni dilahan pengkajian dan lahan kontrol. Air permukaan dan air tanah yang berasal dari

(2)

35 Sungai Cimangke dan air sumur artesis dipergunakan diperumahan karyawan namun demikian kedua air tersebut letaknya di hulu aplikasi sehingga tidak berpengaruh terhadap resapan aplikasi limbah cair.

Aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan tanaman sawit pada PT. Condong Garut sudah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Buapati Kab. Garut, cq. Dinas LHKP Kab. Garut yaitu BOD < 5.000 mg/l dan pH berkisar antara 6 – 9.

4.2 Parameter Fisik Instalansi Aplikasi Sistem Flatbed

Perhitungan debit aliran limbah cair, efisiensi penyaluran dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    

Dimana : Q = Debit aliran limbah cair (m3/detik) A = Luas penampang saluran limbah cair (m2) V = Kecepatan aliran limbah cair (m/detik)

Dimana : Vol outlet = Volume keluar (m3) Vol intlet = Volume masuk (m3)

Dimana : t = Waktu operasional pompa (detik)

Dimana : Loses limbah cair = kehilangan limbah cair disetiap titik luasan penampang saluran akibat perembesan.

Berikut hasil perhitungan debit, efisiensi penyaluran, dan kehilangan limbah cair berupa rembesan pada saluran aplikasi sistem flatbed.

(3)

36 Tabel 7. Debit, efisiensi, dan kehilangan air rata-rata hasil pengukuran penyaluran

limbah cair sistem flatbed.

No

Panjang Saluran

(m)

Q (m3/det) Efisiensi (%) Kehilangan air (m3)

A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3 1 4 0,0050 99,64 0,24 2 22,8 0,0050 0,0050 0,0050 99,01 99,01 99,01 0,65 0,63 0,63 3 27,4 0,0049 0,0049 0,0049 98,53 98,53 98,53 0,93 0,93 0,93 4 43,2 0,0049 0,0049 0,0049 97,68 97,33 97,33 1,48 1,70 1,70 5 65,2 0,0048 0,0048 0,0048 96,45 96,28 96,28 2,26 2,38 2,38 6 81,6 0,0048 0,0048 0,0048 95,15 95,15 95,15 3,09 3,09 3,09 7 87,5 0,0047 0,0047 0,0047 94,33 94,33 94,33 3,64 3,64 3,64 8 104,7 0,0047 0,0047 0,0047 93,88 93,88 93,88 3,93 3,93 3,93 9 120,5 0,0046 0,0046 0,0046 92,76 92,76 92,76 4,65 4,65 4,65 10 136,5 0,0046 0,0046 0,0046 91,63 91,67 91,09 5,36 5,34 5,71 11 153,8 0,0045 0,0045 0,0045 90,59 90,59 90,59 6,02 6,02 6,02 12 170,4 0,0045 0,0045 0,0045 89,79 89,85 89,10 6,53 6,48 6,96 13 188 0,0044 0,0044 0,0044 88,04 88,04 88,04 7,68 7,68 7,68 14 204,1 0,0044 0,0044 0,0044 87,70 87,33 87,33 7,88 8,13 8,13 15 225,5 0,0043 0,0043 0,0043 86,29 86,29 86,29 8,78 8,78 8,78 16 246,5 0,0043 0,0043 0,0043 85,55 85,55 85,55 9,23 9,23 9,23 17 262 0,0041 0,0041 0,0041 82,50 82,50 82,50 11,07 11,07 11,07 18 277,1 0,0040 0,0040 0,0040 79,94 79,94 79,94 12,66 12,66 12,66 19 293,2 0,0038 0,0038 0,0038 75,62 75,62 75,62 15,31 15,31 15,31 Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu tempat

pengukuran luas penampang.

Data debit, efisiensi, dan kehilangan air untuk setiap kali pengulangan pengukuran ada pada Lampiran 5.Untuk kehilangan air (limbah cair) pada saluran, tidak memperhitngkan beberapa faktor, yaitu laju evaporasi, infiltrasi, dan sedimentasi. Pada penelitian ini hanya mengukur kehilangan limbah cair akibat panjang saluran.

4.2.1 Debit Aliran Limbah Cair

Hubungan antara panjang saluran terhadap debit aliran limbah cair pada saluran dapat digambarkan pada grafik berikut.

(4)

37 Gambar 8. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil

pengukuran (m3/detik) selama penyaluran

Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara panjang saluran (m) terhadap debit aliran (m3/detik) selama penyaluran. Pada grafik tersebut terdapat dua variabel yaitu variabel x yang merupakan variabel bebas, dan variabel y yang merupakan variabel terikat kepada variabel y. Semua grafik yang terdapat pada penelitian ini menggunakan regresi linear.

Besaran R2 pada grafik ini menunjukkan hubungan antara variable x dan y bersifat linear. Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.957 hampir mendekati 1. Nilai ini berarti bahwa panjang saluran mempengaruhi debit aliran secara linear dengan tidak mempertimbangkan faktor lain, seperti laju penguapan, infiltrasi, dan pengendapan.

Grafik ini memiliki slope atau kemiringan negatif. Nilai ini menyatakan bahwa semakin panjang saluran pengaliran limbah cair, maka debit aliran akan semakin kecil. Panjang saluran sebesar 293.2 m dapat menurunkan debit aliran limbah cair sebesar 1.2 liter/detik atau sebesar 24 %.

(5)

38 Apabila dilakukan perhitungan dengan mempertimbangkan faktor-faktor luar, kekentalan, jenis aliran, dan kehilangan energi, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Nilai Q (debit aliran) hitung penampang saluran instalasi flatbed

Keterangan :

QUkur = Debit aliran limbah cair hasil pengukuran dilapangan tanpa memperhitungkan faktor kehilangan energi (m3/detik)

T = Lebar atas saluran (m) h1 = Tinggi aliran (m)

H1 = Tinggi saluran dari Gulukan (m) (Asumsi) L = Panjang Gulukan (m) (Asumsi)

Cv = Koefisien kecepatan Cd = Discharge koefisien

QHitung = Debit aliran hasil perhitungan dengan mempertimbangkan nilai Cv dan Cd Panjang Saluran (m) QUkur T(m) h1(m) H1(m) L(m) Cv h1/L H1/L Cd Qhitung 4 0,0050 0,166 0,107 0,150 0,200 1,668 0,533 0,75 0,86 0,0179 22,8 0,0050 0,146 0,085 0,150 0,200 2,327 0,427 0,75 0,858 0,0140 27,4 0,0049 0,148 0,084 0,150 0,200 2,379 0,421 0,75 0,857 0,0141 43,2 0,0049 0,147 0,083 0,150 0,200 2,415 0,417 0,75 0,856 0,0139 65,2 0,0048 0,145 0,080 0,150 0,200 2,588 0,398 0,75 0,849 0,0133 81,6 0,0048 0,131 0,075 0,150 0,200 2,852 0,373 0,75 0,847 0,0116 87,5 0,0047 0,129 0,075 0,150 0,200 2,828 0,375 0,75 0,848 0,0115 104,7 0,0047 0,131 0,077 0,150 0,200 2,715 0,385 0,75 0,8485 0,0118 120,5 0,0046 0,128 0,072 0,150 0,200 3,028 0,358 0,75 0,845 0,0111 136,5 0,0046 0,133 0,076 0,150 0,200 2,782 0,379 0,75 0,847 0,0119 153,8 0,0045 0,131 0,074 0,150 0,200 2,901 0,369 0,75 0,846 0,0116 170,4 0,0045 0,137 0,079 0,150 0,200 2,608 0,396 0,75 0,849 0,0126 188 0,0044 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0128 204,1 0,0044 0,140 0,081 0,150 0,200 2,515 0,406 0,75 0,85 0,0130 225,5 0,0043 0,144 0,076 0,150 0,200 2,797 0,378 0,75 0,847 0,0128 246,5 0,0043 0,144 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0132 262 0,0041 0,144 0,074 0,150 0,200 2,860 0,372 0,75 0,848 0,0128 277,1 0,0040 0,139 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0128 293,2 0,0038 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0129

(6)

39 Gambar 9. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil

hasil perhitungan (m3/detik)

Apabila digambarkan ke kurva antara QUkur dan Hitung, maka diperoleh grafik seperti Gambar 8. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa debit aliran limbah cair (m3/detik) mempunyai hubungan yang linear terhadap panjang saluran (m) nilai ini terjadi karena pada perhitungannya tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti kehilangan energi (energy losses). Fenomena yang seharusnya terjadi adalah seperti pada Gambar 9. Debit aliran limbah cair tidak linear terhadap panjang saluran. Untuk melakukan perhitungan ini telebih dahulu ditentukan jenis penampang aliran dengan persamaan :

Nilai H1 dan L terlihat pada Gambar berikut.

(7)

40 Dari perhitungan yang dilakukan terlihat bahwa nilai

adalah 0.75 yang berada pada selang

Pada nilai ini memperlihatkan bahwa saluran dapat dikelompokkan ke dalam broad-crested weir. Sehingga terdapat beberapa faktor yang tidak dapat diabaikan dalam perhitungan debit aliran, yaitu :

Nilai Cd merupakan koefisien aliran yang memperhitungkan nilai kekentalan, turbolensi aliran, dan ketidakseragaman distribusi kecepatan aliran. Nilai Cd diperoleh dari Gambar 11 dengan memasukkan nilai h1/L yang merupakan nilai tinggi aliran terhadap panjang gulukan. Nilai h1 dan L terdapat pada Tabel 8. Sedangkan nilai Cv diperoleh dari persamaan berikut:

dimana nilai Cv merupakan koefisien kecepatan aliran. Untuk nilai Ø adalah 1.5 yang merupakan tetapan untuk jenis penampang saluran persegi. Nilai T merupakan Lebar atas aliran, dan h1 merupakan tinggi aliran. Berikut Gambar perhitungan nilai Cd yang berasal dari hasil plot nilai h1/L.

Gambar 11. Nilai Cd sebagai fungsi dari h1/L

Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh niali Q (debit aliran limbah cair) dalam satuan m3/detik. Terlihat bahwa debit aliran (Q) tidak linear terhadap panjang saluran, hal ini disebabkan adanya variabel-variabel Cd, Cv,T, dan h yang berubah seiring dengan panjang saluran. Untuk

(8)

41 beberapa nilai seperti H1 dan L, merupakan asumsi. Secara umum penampang saluran dapat diperlihatkan pada Gambar 12 berikut. Pada Tabel 8 diperoleh hasil perhitungan Q hitung.

Gambar 12. Penampang saluran aliran limbah cair untuk lebar atas, bawah, dan tinggi aliran

4.2.2 Efisiensi Penyaluran Limbah Cair

Menurut Hansen et. al (1979), konsep efisiensi irigasi yang paling awal untuk dievaluasi adalah efisiensi saluran pembawa air.

Gambar 13. Hubungan panjang saluran (m) terhadap efisiensi penyaluran (%)

Kurva diatas menyatakan bahwa panjang saluran sangat mempengaruhi efisiensi penyaluran, semakin panjang saluran pengaliran limbah cair, maka efisiensi penyaluran akan semakin kecil. Panjang saluran

T

b h1

(9)

42 sebesar 293.2 m dapat menurunkan efisiensi penyaluran limbah cair sebesar 24.02 %.

Efisiensi penyaluran terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang saluran, jenis dan kondisi tanah, dan kondisi saluran (Sapei, 2008). Semakin panjang saluran pembawa air maka efisiensi penyalurannya akan semakin menurun. Dari hasil pengukuran terlihat bahwa semakin panjang saluran, maka kemampuan saluran dalam menyalurkan limbah cair akan semakin menurun. Berikut nilai efisiensi penyaluran air berdasarkan panjang saluran dan jenis tekstur tanah.

Tabel 9. Pengaruh panjang saluran dan tekstur tanah terhadap efisiensi penyaluran

Panjang saluran

Saluran tanah Lined canals

Pasir Debu Liat

Panjang (> 2.000m) 60% 70% 80% 95%

Sedang (200-2.000m) 70% 75% 85% 95%

Pendek(< 200m) 80% 85% 90% 95%

Data yang dieroleh dari perkebunan PT. Condong Garut menyatakan bahwa tanah lahan aplikasi berupa tanah liat. Dari literatur yang diperoleh seperti pada Tabel diatas saluran tanah dengan katagoeri panjang saluran sedang (200-2.000 m) pada tekstur tanah liat mempunyai nilai efisiensi 85 %. Nilai ini tidak sesuai dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan, dimana panjang saluran 293.2 m mempunyai nilai efisiensi sebesar 75.62 %.

Keadaan fisik saluran sangat mempengaruhi efisiensi penyaluran. Penampang saluran atau parit lahan aplikasi perkebunan PT. Condong Garut merupakan saluran tanah. Pada bagian kiri dan kanan saluran terdapat kolam-kolam kecil yang disebut dengan flatbed yang membentuk jalur. Jumlah flatbed tergantung sebaran pohon sawit yang akan dialiri limbah cair. Total jalurnya adalah 26 jalur dengan jumlah flatbed sebanyak 553. Berikut gambar saluran pada aplikasi sistem flatbed. Seperti terlihat pada gambar dibagian kiri dan kanan saluran terdapat tumbuhan.

(10)

43 Untuk setiap aplikasi penyaluran limbah cair, kolam-kolam kecil flatbed akan terisi penuh sesuai dengan efisiensi pada masing-masing saluran pembawa limbah cair.

Gambar 14. Kondisi Saluran Limbah Cair pada Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed.

Gambar 15. Susunan flatbed pada jalur aplikasi limbah cair.

4.2.3 Kehilangan Limbah Cair pada Saluran Sistem Flatbed

Berikut gambar kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed :

Gambar 16. Total kehilangan limbah cair pada sistem flatbed mulai dari saluran inlet sampai dengan saluran outlet

(11)

44 Terlihat pada Gambar 12 bahwa jumlah kehilangan limbah cair pada awal 50 meter pertama adalah 1.63 m3, sedangkan pada panjang saluran akhir kehilangan limbah cair adalah sebear 15,31 m3.

Grafik diatas juga menunjukkan bahwa tingkat kehilangan air dalam setiap panjang saluran tidak sama. Terlihat bahwa saluran dengan panjang >250 m menunjukkan tingkat kehilangan yang lebih besar dari pada saluran dengan panjang < 250 m. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi dan kualitas saluran berbeda-beda. Dari nilai ini terlihat bahwa kehilangan air bukan hanya disebabkan oleh faktor panjang saluran, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor kualitas saluran yang tidak seragam. Kualitas yang tidak seragam diantaranya akan mempengaruhi tingkat kecepatan aliran yang terjadi dan banyaknya rembesan sehingga kehilangan air yang terjadi akan semakin bertambah.

Menurut Kunwibowo (1980), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kehilangan air selama penyaluran, antara lan : (1) penguapan melalui permukaan saluran, (2) evapotranspirasi yang disebabkan oleh vegetasi yang ada disepanjang saluran, (3) perembesan atau “seepage” melalui dasar atau tepi saluran, dan (4) bocoran atau “loakage” pada saluran.

Kondisi panjang saluran yang semakin panjang akan membuka peluang rembesan, bocoran dan penguapan. Dengan demikian faktor kehilangan air akan semakin bertambah.

Menurut literatur yang diperoleh, saluran air sepanjang 3 km yang terbuat dari tanah dapat mengalami kehilangan sebesar 25 – 40% akibat dari adanya perembesan. Perembesan disebabkan oleh beberapa faktor :

1. Berubahnya kecepatan aliran secara tiba – tiba. Contohnya jatuhnya pelebah pohon sawit pada saluran, sehingga menghambat aliran limbh cair disaluran yang menyebabkan terjadinya rembesan.

2. Terdapatnya vegetasi disepanjang saluran sehingga menyebabkan evapotranspirasi tumbuh-tumbuhan. Pada daerah saluran yang tidak dilapisi, misalnya saluran tanah tingkat evapotranspirasi dari tumbuh-tumbuhan dikatakan selalu besar (Kartasapoetra, 1990).

(12)

45 Gambar 17. Rembesan limbah cair menggenangi pangkal pohon kelapa sawit

Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 6 terlihat waktu sebenarnya yang dibutuhkan untuk mengairi flatbed (kolam-kolam kecil) adalah 8.5 jam. Namun kenyataannya dilapangan pompa pada sistem fltbed hanya dioperasikan rata-rata 4 jam. Hal ini memperlihatkan bahwa pengairan dengan sistem flatbed tidak memenuhi kapasitas flatbed yang dibutuhkan.

(13)

46 Tabel 10. Perhitungan kehilangan pendapatan dari kehilangan limbah cair sebesar

15.31 m3

No Spesifikasi Sumber Satuan Nilai

1

Volume limbah cair yang hilang

(Losses) Pengukuran m3 15,31

2

Dosis limbah cair sesuai standar

(Do1) PPKS, Medan m3/ha/bulan 126

3 Jumlah pohon sawit (Jm) PT.Condong Garut pohon/ha 100

4 Aplikasi pemupukan (Ap) PT.Condong Garut aplikasi/bulan 8

5

Rata-rata produksi TBS/pohon

(TBS1) PT.Condong Garut tandan/pohon/bulan 1

6 Rata-rata berat TBS (TBS2) PT.Condong Garut kg/tandan 12

7 Rata-rata harga TBS (TBS3) PT.Condong Garut Rp/kg TBS 1.400

8 Dosis limbah cair (Do2) Do1/Jm/Ap m3/pohon 0,2

9

Peningkatan produksi akibat

aplikasi LCPKS (P) PT.Condong Garut % 4 s/d 6

Perhitungan produksi dari kehilangan limbah cair sebesar 15.31 m3 10

Jumlah pohon sawit yang

seharusnya terairi (Jm2) Losses/Do2 pohon 97

11 Jumlah TBS (TBS4) TBS1*Jm2*12 tandan/tahun 1.166

12 Berat TBS (TBS5) TBS2*TBS4 kg TBS/tahun 13.998

13

Pendapatan dari penjualan TBS

(TBS6) TBS5*TBS3 Rp/tahun 19.596.800

14

Kehilangan pendapatan dari

kehilangan limbah cair P*TBS6 Rp/tahun 1.175.808

Dari Tabel diatas terlihat bahwa limbah cair yang hilang pada saluran sistem flatbed sebesar 15.31 m3 mampu mengairi tanaman sawit sebanyak 97 pohon. Dengan rata-rata produksi 1 tandan sawit/pohon/bulan, maka perusahaan akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 1.175.800/tahun. Nilai ini merupakan kehilangan pendapatan perusahaan akibat kehilangan limbah cair pada saluran akibat rembesan yang seharusnya mampu mengairi tanaman sawit lainnya.

4.3Pengaruh Panjang Saluran Terhadap Perubahan Sifat Kimia Limbah Cair

Tabel data hasil pengukuran pH dan suhu limbah cair untuk empat kali pengulangan ada pada Lampiran 7.

(14)

47 4.3.1 pH Limbah Cair

Gambar 18. Hubungan panjang saluran (m) terhadap perubahan pH limbah cair.

Semakin panjang saluran aplikasi maka pH limbah cair akan semakin tinggi. Pada panjang saluran 465.5 m terukur pH sebesar 8.65. Nilai pH ini menunjukkna bahwa limbah cair yang dialirkan bersifat basa karena lebih besar dari pH netral (6-8). Terjadinya peningkatan nilai pH seiring dengan panjang saluran kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain terdapatnya vegetasi disepanjang saluran yang sebagian menghasilkan bahan-bahan organik yang dapat meningkatkan pH limbah cair, selain itu kemungkinan pengaruh komposisi tanah yang terkikis bersamaan dengan aliran limbah cair akan mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai pH. Menurut Badan Agribisnis Deptan (1995) salah satu syarat aplikasi limbah cair ke lahan adalah limbah cair yang mempunyai pH 6.0. Nilai pH > 8 menunjukkan bahwa limbah cair harus ditambahkan asam (H2SO4) atau dilakukan pengenceran ulang agar dapat menurunkan pH.

(15)

48 4.3.2 Suhu Limbah Cair

Gambar 19. Grafik hubungan panjang saluran (m) terhadap perubahan suhu (°C) limbah cair.

Nilai pada kurva diatas mengartikan bahwa semakin panjang saluran aplikasi maka suhu limbah cair akan semakin tinggi. Pada panjang saluran 465.5 m terukur suhu limbah cair sebesar 28.65. Nilai suhu ini menunjukkna bahwa suhu limbah cair masih berada pada suhu yang normal yaitu sebesar 27-28°C. Dari nilai tersebut terlihat adanya perbedaan dan peningkatan suhu setiap interval panjang saluran. Peningkatan suhu seiring dengan panjang saluran kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain intensitas radiasi atau penyinaran matahari yang semakin meningkat seiring dengan lamanya penyinaran. Pengukuran suhu limbah cair ini dilakukan pada pukul 07.00 – 11.00 WIB.

Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.963 hampir mendekati 1. Nilai ini berarti menyatakan bahwa panjang saluran mempengaruhi suhu limbh cair secara linear.

4.3.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Pengambilan sampel limbah cair dilakukan pada (1) kolam aplikasi, yang berjarak ±300 m dari instalansi flatbed, (2) saluran awal tempat awal keluarnya limbah cair dari pipa (saluran inlet), (3) saluran akhir (saluran outlet). Skema kolam limbah ada pada Lampiran 8. Data-data hasil pengukuran BOD, COD, dan NH3-N dapat dilihat pada Lampiran 9.

(16)

49 Gambar 20. Diagram kandungan bahan kimia limbah cair pada masing-masing

lokasi penyaluran sistem flatbed.

Keterangan : BOD (Biochemical Oxygen Demand) : COD (Chemical Oxygen Demand) : Ammoniak (NH3-N)

Terlihat pada kolam aplikasi mengandung BOD sebesar 22 mg/l, saluran inlet sebesar 26 mg/l, dan salurn outlet sebesar 26 mg/l. Untuk saluran inlet dan outlet tidak menunjukkan perbedaan. Saluran inlet dan outlet berjarak 465.5 m yang merupakan saluran tanah. Tidak adanya perbedan nilai BOD antara saluran inlet dan outlet mengartikan bahwa saluran sepanjang 465.5 meter yang terbuat dari tanah tidak mempengaruhi perubahan nilai BOD.

Namun pada diagram terlihat perberbedaan nilai BOD antara kolam aplikasi dengan saluran inlet. Perbedaan nilai ini tidak terlalu jauh hanya berbeda sebesar 4 mg/l. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kolam dan media penyaluran limbah cair dalam hal ini pipa tidak mempengaruhi nilai BOD limbah cair. Nilai BOD yang tidak jauh berbeda ini disebabkan oleh waktu kontak antara sumber limbah cair dialirkan sampai menuju lahan aplikasi singkat, yaitu berkisar antara 3-4 jam sehingga kemungkinan perubahan sifat kimia limbah cair belum terjadi.

(17)

50 BOD merupakan jumlah oksigen terlarut dalam limbah cair yang dapat digunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada waktu dan kondisi tertentu. Sedangkan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan didalam air. BOD menunjukkan kebutuhan oksigen terlarut pada air limbah. BOD 26 mg/l artinya diperlukan 26 mg oksigen terlarut dalam 1 liter air untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mokroorganisme. Nilai BOD yang besar berarti dibutuhkan oksigen terlarut yang cukup besar untuk menguraikan mikroorganisme yang berarti bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air sangat kecil sehingga menyebaban biota air kekurangan oksigen. Kandungan DO pada air normal adalah > 5 mg/l (Kementrian Lingkungan Hidup).

Limbah cair segar yang dikeluarkan pabrik kelapa sawit PT. Condong Garut mengandung BOD yang cukup besar yaitu 25.000 mg/l. Sebelum dilakukan aplikasi ke lahan sebagai pupuk tanaman sawit, maka terlebih dahulu nilai BOD diturunkan dengan membuat kolam-kolam limbah yang berfungsi untuk menurunkan tingkat BOD. Penurunan nilai BOD ini terjadi secara alami melalui pengendapan dengan mempunyai waktu tinggal tertentu tanpa diberi bahan-bahan kimia atau bahan sejenis.

Pada diagram diatas terlihat bahwa nilai BOD limbah sawit PT. Condong Garut telah memenuhi baku mutu pembuangan limbah sawit ke lingkungan yaitu < 100 mg/l (Kepmen 51/1996). Namun nilai ini jauh dibawah nilai yang disarankan untuk dijadikan pupuk tanaman sawit. Untuk melakukan pemupukan yang dapat meningkatkan produksi tanaman sawit dibutuhkan limbah cair dengan tingkat BOD 3.500-5.000 mg/l. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk kualitas limbah cair PKS (Pabrik Kelapa Sawit) PT. Condong Garut telah memenuhi standar baku Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, BAPEDAL 1995 (BOD < 100 mg/l) untuk melakukan pembuangan limbah cair ke lingkungan atau dengan kata lain nilai ini sudah bagus. Akan tetapi apabila limbah ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman sawit nilai BOD ini terlalu kecil dan kemungkinan kandungan unsur hara

(18)

51 yang dikandung oleh limbah sangat sedikit. Hal ini berdampak pada kurangnya manfaat yang dapat diterima oleh tanaman sawit.

4.3.4 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD disebut juga dengan kebutuhan oksigen kimiawi, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator kalium dikromat (SK. SNI. M-1990-03). Sedangkan menurut Ponten Naibaho (1998) COD merupakan oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorgnik.

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa nilai COD kolam aplikasi adalah 57 mg/l, saluran inlet 84 mg/l, dan saluran outlet 65 mg/l. Dari diagram tersebut terlihat bahwa nilai COD lebih besar daripada nilai BOD, hal ini disebabkan karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalm uji COD, sedangkan pada uji BOD bahan-bahan seperti ini sering tidak terukur (Srikandi Fardias, 1992). Namun pada intinya dua parameter ini yaitu BOD dan COD memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai parameter penentuan tingkat kualitas air.

Dari ketiga tempat pegambilan sampel, terlihat adanya perbedaan nilai COD pada masing-masing lokasi pengambilan. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah terdapatnya perbedaan persebaran jumlah mikroorganisme pada ketiga lokasi pengambilan sampel selain mikroorganisme yang dikandung oleh air ,imbah tersebut. Pada saluran inlet terdapat nilai COD dalam jumlah yang paling besar diantara ketiganya ini memperlihatkan bahwa kandungan bahan organik dan anorganik pada saluran inlet lebih besar dibandinngkan pada kolam aplikasi dan saluran outlet. Kandungan bahan organik dan anorganik yang lebih besar selain terdapat pada air limbah kemungkinan juga terdapat dilingkungan sekitar saluran. Dari diagram diatas dapat diartikan bahwa panjang saluran berpengaruh terhadap penurunan nilai COD, meskipun jumlah penurunannya tidak terlalu banyak.

(19)

52 4.3.5 Ammoniak (NH3-N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Kandungan nitrogen sangat dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen dalam air. Pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (Sawyer, et al, 1994).

Pada diagram diatas terlihat bahwa pada kolam aplikasi terdapat kandungan amoniak sebesar 20.31 mg/l, 11. 8 mg/l pada saluran inlet, dan 4.45 mg/l pada saluran outlet. Perbedaan kandungan amoniak pada kolam aplikasi dengan saluran inlet kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kandungan mikroorganisme pada kolam. Dari nilai amoniak antara saluran inlet dan saluran outlet terlihat adanya perbedaan yang cukup jauh yaitu sebesar 15.86 mg/l atau 78.1 %. Hal ini memperlihatkan bahwa panjang saluran yang terbuat dari tanah mempengaruhi penurunan nilai amoniak.

Perbedaan nilai Amoniak antara saluran inlet dan saluran outlet memberikan gambaran bahwa kandungan oksigen terlarut pada saluran outlet lebih besar jika dibandingkan dengan saluran inlet. Penurunan nilai amoniak ini kemungkinan disebabkan oleh bebrapa faktor, antara lain : 1. Terjadinya kontak limbah cair dengan saluran tanah selama pengairan.

Walaupun waktu kontaknya sangat kecil, tetapi dengan diikuti panjang saluran, maka akan menyebabkan pengendapan.

2. Panjang saluran menyebabkan terjadinya kontak antara limbah cair dengan udara luar yang memungkinkan terjadinya aerasi pada aliran limbah cair yang menyebabkan bertambahnya kandungan dissolved oxygen (oksigen terlarut) yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan amoniak.

Dari nilai COD dan Amoniak limbah cair pada PT.Condong Garut, telah memenuhi standar pembuangan limbah cair ke badan penerima seperti sungai, namun apabila limbah air diaplikasikan ke lahan tanaman sawit, kandungan hara pada limbah ini masih belum maksimal.

(20)

53 4.4 Analisis Efisiensi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-Tangki

Efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki dihitung berdasarkan parameter waktu, yaitu total waktu yang dibutuhkan untuk menyalurkan limbah cair ke pohon sawit.

Tabel 11. Perhitungan Waktu Tempuh Operasi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-tangki

No Spesifikasi Perhitungan Satuan Nilai

1 Kapasitas tangki (Vol) Asumsi liter 2000

2 Debit pompa (Q1) Asumsi liter/detik 5

3 Jarak tempuh kelahan aplikasi (S) Pengukuran meter 200

km 0,2

4 Kecepatan traktor (kerja normal) (V) literatur km/jam 7,54

5 Dosis pengairan limbah cair(Do1)

Standar baku

m3/ha/bulan 126

6 Aplikasi pemupukan (Ap) Pengukuran hari/bulan 8

7 Jumlah pohon sawit (Jm)

Standar

baku pohon/ha 100

8 Lahan pengujian (Lp) Pengukuran ha 4

9 Total pohon sawit (Tp) Jm*Lp pohon 400

10 Kebutuhan waktu pengisian tangki (t1) Vol/Q1 menit 6,667 11 Waktu tempuh traktor (menuju lahan aplikasi)(t2) S/V menit 1,59 12 Dosis pengairan limbah cair/satu kali aplikasi

(Do2)

Do1/Ap/Jm m3/pohon 0,1575 liter/pohon 157,50

13

Jumlah pohon yang terairi untuk 1 kali operasi

(Jp) Vol/Do2

pohon/1 kali

operasi 13

14 Debit penyemprotan ke pohon sawit (Q2) Asumsi liter/detik 5

15 Waktu untuk 1 kali penyemprotan (t3)

500

liter/Q2 menit 1,7

16 Total waktu penyemprotan untuk 13 pohon(t4) 4*t3 menit 6,7

17 Waktu tempuh traktor dari lahan aplikasi (t5)

S/V*60

menit menit 1,59

18

Total waktu operasi traktor untuk 1 kali

penyemprotan (T) t1+t2+t4+t5 menit 16,5

19 Total pengisian tangki Tp/Jp kali operasi 32

20 Waktu tempuh traktor untuk 32 kali operasi T*32 menit 520,27

(21)

54 Pada perhitungan biaya sistem traktor-tangki digunakan trktor yang dimiliki oleh PT.Condong Garut dengan daya 115 hp.

Gambar 21. Traktor yang digunakan pada perhitungan biaya pada aplikasi sistem traktor-tangki

Dari perhitungan diatas, maka total waktu yang dibutuhkan untuk penyaluran limbah cair menuju lahan tanaman sawit adalah 8.67 jam. Nilai ini merupakan total waktu yang terpakai untuk setiap hari pengoperasian traktor-tangki untuk proses pemupukan. Jika dibandingkan dengan sistem flatbed hanya membutuhkan waktu 4 jam. Terlihat perbedaan efisiensi penyaluran limbah cair. Sistem traktor-tangki membutuhkan waktu yang lebih banyak pada perjalanan traktor menuju lahan aplikasi dan proses penyaluran limbah cair yang harus dilakukan ke setiap pohon sawit.

Untuk efisiensi volume limbah cair yang disalurkan, pada sistem traktor-tangki kemungkinan kehilangan limbah cair selama penyaluran sangat kecil, baik pada saat pemompaan limbah cair ke dalam tangki dari kolam limbah maupun dalam perjalanan menuju lahan pohon sawit. Dalam hal ini efisiensi volume limbah cair selama penyaluran dianggap 100%. Sedangkan faktor luar seperti proses penguapan dan rembesan tidak terjadi karena tangki diasumsikan tertutup rapat. Dalam hal ini kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan selama transportasi dianggap 0 (nol).

(22)

55 4.5 Analisis Sifat Kimia Limbah Cair Pada Sistem Traktor-Tangki

Tabel 12. Sifat kimia limbah cair pada penyaluran sistem taktor-tangki

No Parameter Satuan Nilai awal Nilai Akhir

1 BOD(Biochemical Oxygen Demand) mg/l 3000-5000 3000-5000 2 COD(Biochemical Oxygen Demand) mg/l >5000 >5000 3 Amoniak (NH3-N) mg/l >130 >130 4 pH 6.0-7.0 6.0-7.0

(23)

56 Penyaluran limbah cair dengan menggunakan tangki dari kolam anaerobik (kolam sumber/aplikasi) menuju lahan aplikasi tidak merusak kandungan bahan kimia limbah cair dengan kata lain tanaman sawit mendapatkan kandungan hara yang sama dengan kandungan hara dari kolam anaerobik primer.

Jika dibandingakan dengan parameter kimia limbah cair pada sistem flatbed, maka terlihat perbedaan. Pada sistem flatbed kandungan bahan kimia pada kolam aplikasi tidak sama dengan kandungan bahan kimia dari limbah cair yang diterima oleh tanaman sawit. Dari analisa bahan kimia limbah cair ini terlihat bahwa penyaluran limbah cair dengan menggunakan sistem traktor-tangki kandungan bahan kimianya lebih terjaga daripada sistem flatbed.

4.6 Analisis Biaya Sistem Aplikasi Limbah Cair

Perhitungan dilakukan untuk dua sistem aplikasi yaitu sistem flatbed sistem traktor-tangki.

4.6.1 Analisis Biaya Sistem Flatbed

Pada aplikasi limbah cair sistem flatbed diperlukan dua buah pompa yaitu pompa aplikasi dan pompa sirkulasi. Pompa aplikasi berfungsi untuk mengalirkan limbah cair dari kolam limbah menuju lahan aplikasi, sedangkan pompa sirkulasi merupakan pompa yang mengalirkan limbah cair kembali ke kolam sebelumnya, tepatnya dari kolam aplikasi menuju bagian hulu kolam anaerobik. Proses sirkulasi ini berfungsi untuk membantu menurunkan suhu limbah cair, menaikkan pH, dan mempertahankan populasi bakteri. Fungsi-fungsi ini merupakan salah satu persyaratan limbah cair supaya bisa diaplikasikan ke lahan tanaman sawit (PT. Condong Garut).

(24)

57 Gambar 23. Kolam aplikasi limbah cair

Gambar 24. Pompa aplikasi (kiri) dan sirkulasi (kanan) limbah cair

Dalam analisis ini, biaya pembuatan kolam, pembuatan lahan aplikasi, bangunan, pembelian pompa, dan pipa merupakan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Condong Garut pada tahun 1994, tepatnya pada tahun awal pembuatan sistem aplikasi limbah cair. Untuk harga akhir adalah sebesar 10% dari harga awal. Umur ekonomis disesuaikan dengan literatur yang diperoleh untuk jenis komponen yang sama dan tingkat bunga diperoleh dari BRI (Bank Rakyat Indonesia) untuk jenis deposito tahun penelitian. Umur ekonomis untuk instalasi flatbed adalah 10 tahun. Nilai ini disesuaikan dengan keadaan dilapangan dan hasil wawancara dengan tenaga kerja di instalasi flatbed yang menyimpulkan bahwa instalasi flatbed ini mempunyai umur ekonomis 10 tahun.

Untuk rumah pompa, rumah penjaga, dan gudang mempunyai umur ekonomis 20 tahun. Umur ekonomis untuk pompa adalah 15 tahun, panel listrik mempunyai umur ekonomis 5 tahun, sedangkan instalasi perpipaan 20 tahun. Nilai ini disesuaikan dengan kualitas dan umur ekonomis komponen

(25)

58 tersebut di PT. Condong Garut. Berikut daftar komponen-komponen pemakaian energi listrik.

Tabel 13. Daftar Nama Komponen Pengguna Energi Listrik

No Nama Komponen Satuan Nilai Jumlah

1 Motor penggerak pompa aplikasi watt 22000 1 2 Motor penggerak pompa sirkulasi watt 22000 1

3 Lampu gudang&rumahpompa watt 40 3

4 Lampu Penerangan instalasi limbah watt 100 3 5 Lampu penerangan rumah penjaga 1 dan 2 watt 5 10 6 Lampu penerangan rumah penjaga1 dan 2 watt 10 2 Sumber : PT. Condong Garut

Pompa dioperasikan rata-rata 4 jam per hari, dengan operasi nomal 2 hari per minggu. Untuk aplikasi limbah cair dengan sistem flatbed terdapat 2 rumah penjaga, yaitu penjaga untuk siang dan malam. Hal ini dilakukan untuk keamanan pompa. Jam operasi untuk lampu gudang dan rumah pompa, instalasi limbah, dan rumah penjaga untuk 10 watt dan 5 watt. berturut-turut adalah 12 jam, 10 jam, 6 dan 12 jam.

Untuk biaya pelumas pada instalasi pemompaan ini sangat kecil sehingga nilainya dimasukkan pada perhitungan biaya perbaikan dan pemeliharaan instalasi pemompaan. Biaya perbaikan dan pemeliharaan diambil berdasarkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk sumber tenaga (motor penggerak) alat-alat pertanian. Sedangkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk lampu penerangan instalasi limbah mempunyai nilai rata-rata sebesar Rp 10.000/bulan. Nilai ini disesuaikan dengan keadaan dilapangan dan hasil wawancara. Untuk pemompaan mempunyai operasi rata-rata adalah 8 hari per bulan, sedangkan untuk lampu penerangan akan selalu digunakan tiap harinya sehingga rata-rata operasinya adalah 30 hari per bulan. Untuk biaya perbaikan dan pemeliharaan instalasi flatbed tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya perbaikan dan pemeliharaan karena

(26)

59 kegiatan ini dilakukan oleh pegawai tetap yang nantinya akan dimasukkan pada perhitungan biaya operator.

Tabel 14. Daftar kebutuhan operator pada instalasi sistem flatbed.

No Kebutuhan Jumlah (orang) Hari kerja/bulan Gaji (Rp/bulan) 1 Penjaga siang 1 30 600 000 2 Penjaga malam 1 30 600 000 3 Karyawan IPAL 4 27 600 000 4 Operator lapangan 1 1 27 600 000 5 Operator lapangan 2 1 27 600 000 6 Operator perbaikan 1 1 27 600 000 7 Operator perbaikan 2 1 27 600 000

Karyawan IPAL(Instalasi Pengolahan Air Limbah) mempunyai pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi limbah. Operator lapangan 1 dan 2 adalah operator yang ditugaskan untuk mengawasi aplikasi sistem flatbed pada setiap kali pemupukan dilahan aplikasi.

Biaya hal-hal khusus merupakan biaya penggantian suatu bagian atau suku cadang pada instalasi pemompaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan instalasi flatbed, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk penggantian bagian-bagian alat yang rusak ataupun aus adalah sebesar Rp 200.000/6 bulan. Bagian-bagian yang sering mengalami kerusakan antara lain adalah bearing dan seal pada pompa. Dengan mengetahui hari kerja pompa per bulan dan jam kerja pompa per hari maka diperoleh biaya hal-hal khusus dalam satuan Rp/Jam.

Hasil analisis biaya aplikasi sistem flatbed ada pada Lampiran 10. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh biaya tetap pada aplikasi sistem flatbed sebesar Rp 28.449.440/tahun.

(27)

60 Nilai ini mempunyai arti bahwa selama satu periode kerja (1 tahun) nilai ini tidak mengalami perubahan meskipun kegiatan aplikasi dilakukan pada waktu yang berbeda atau bahkan tidak dilakukan sama sekali, biaya ini tetap ada dan perusahaan harus mengeluarkan biaya yang besarnya relatif tetap. Sedangkan biaya tidak tetap adalah Rp 51.338/Jam. Nilai ini mempunyai arti bahwa apabila pompa dioperasikan untuk penyiraman tanaman sawit dengan jam kerja normal, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya Rp 51.338 untuk tiap jamnya. Namun apabila pompa tidak dioperasikan maka perusahaan tidak akan mengeluarkan biaya.

Dengan perkiraan jam kerja per tahun sebesar 384 jam, maka diperoleh biaya total sebesar Rp 125.425/Jam. Biaya total ini merupakan biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan apabila meggunakan aplikasi sistem flatbed. Biaya pokok merupakan biaya total dibagi dengan kapasitas pompa. Kapasitas pompa aplikasi adalah 18.000 liter/jam. Biaya pokok aplikasi limbah cair adalah Rp 7/liter. Nilai ini mengartikan bahwa perusahaan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 7/liter untuk setiap kali melakukan aplikasi pemupukan 1 liter limbah cair.

Apabila perusahaan melakukan penambahan atau pengurangan peralatan ataupun komponen pelengkap lainnya pada aplikasi sistem flatbed, maka akan berpengaruh terhadap biaya tetap dan tidak tetap yang akan menaikkan atau mengurangi biaya total dan biaya pokok. Harga biaya pokok ini akan tetap nilainya apabila semua komponen yang ada dalam analisa ini tidak mengalami pengurangan atau penambahan dalam selang umur ekonomis setiap alatnya.

4.6.2 Analisis Biaya Sistem Traktor-tangki

Untuk sistem traktor-tangki kolam yang dibutuhkan hanya berjumlah 3 yaitu kolam Sludge Pit, kolam pengasaman, dan kolam anaerobik primer. Pada aplikasi sistem traktor-tangki kebutuhan kolamnya tidak sama dengan aplikasi sistem flatbed karena untuk aplikasi sistem flatbed dibutuhkan

(28)

61 limbah cair yang sedikit kandungan padatannya karena dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan pada pipa. Sedangkan limbah yang berasal dari kolam anaerobik primer, tidak mengandung padatan yang terlalu banyak, dan jumlahnya masih tidak menghalangi proses transportasi ke lahan aplikasi jika menggunakan tangki.

Gambar 25. Kolam anaerobik primer

Dalam analisis ini harga traktor yang dipakai adalah harga traktor yang dimiliki oleh PT.Condong Garut dengan daya traktor 115 Hp seharga Rp 150 000 000. Traktor ini merupakan traktor yang biasa dioperasikan diperkebunan PT.Condong Garut, misalnya untuk pengolahan tanah, mengangkut tandan buah segar kelapa sawit, pemupukan, dan transportasi bibit. Traktor yang digunakan dalam analisis ini berbahan bakar solar. Kapasitas tangki yang digunakan adalah 2.000 liter.

Umur ekonomis traktor yang di pakai adalah 10 tahun nilai ini disesuaikan dengan umur ekonomis dari beberapa literatur. Pompa yang digunakan adalah pompa jenis sentrifugal dengan daya sebesar 10 watt. Limbah cair yang berada dikolam anaerobik dipompakan ke tangki dengan menggunakan pompa jenis sentrifugal. Pompa jenis ini merupakan pompa yang sering digunakan untuk kegiatan aplikasi sistem traktor-tangki dibeberapa perusahaan perkebunan.

Untuk analisis bangunan dan garasi meruupakan unit yang dibangun sendiri oleh perusahaan sehingga penentuan biaya dilakukan dengan menghitung biaya penyusutan. Sedangkan untuk tingkat bunga pinjaman disesuaikan dengan tingkat bunga pada instalasi sistem flatbed yaitu sebesar 3.25%.

(29)

62 Tabel 15. Spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi sistem

traktor-tangki.

No Tenaga kerja Spesifikasi pekerjaan Jumlah

(orang) 1 Pengemudi

traktor

Mengemudikan traktor dari kolam tempat limbah (Anaerobik primer) menuju lahan aplikasi

1

2 Operator penyiram

Mengontrol dan mengendalikan tangki untuk penyiraman pohon sawit dilahan aplikasi

1

3 Pekerja IPAL

Mengontrol dan melakukan pemeliharaan terhadap kolam-kolam limbah.

2

Hari kerja semua tenaga kerja untuk aplikasi ini sama dengan hari kerja perusahaan yaitu 6 hari per minggu atau 24 hari per bulan dengan gaji Rp 600.000/bulan (disesuaikan dengan gaji tenaga kerja di PT. Condong Garut) dengan jam kerja 9 jam/hari, maka dapat dihitung biaya operator dalam satuan Rp/jam.

Perhitungan analisis biaya aplikasi sistem traktor-tangki ada pada Lampiran 11. Biaya pokok untuk aplikasi traktor-tangki ini dihitung berdasarkan kapasitas masing-masing alat yang digunakan. Pompa dan traktor mempunyai kapasitas dan jam operasi yang berbeda sehingga perhitungannya berdasarkan jam operasi masing-masing alat tersebut. Biaya pokok pada proses pemupukan dengan sistem traktor-tangki adalah Rp 19/liter. Biaya pokok ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam setiap kali pemupukan 1 liter limbah cair untuk tanaman kelapa sawit.

Gambar

Grafik  tersebut  menggambarkan  hubungan  antara  panjang  saluran  (m)  terhadap  debit  aliran  (m 3 /detik)  selama  penyaluran
Tabel 8. Nilai Q (debit aliran) hitung penampang saluran instalasi flatbed
Gambar 11. Nilai C d  sebagai fungsi dari h1/L
Gambar 12. Penampang saluran aliran limbah cair untuk lebar atas, bawah,  dan tinggi aliran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari program ini, dapat diketahui informasi seperti, status pada link dan device , waktu selama dalam keadaan up , jumlah data yang masuk dan keluar, IP Address, Subnet Mask,

Banyak istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan janin mengalami hambatan pertumbuhan seperti pseudomature, small for date, dysmature, fetal malnutrition syndrome,

Dari hasil amalisis data yang telah peneliti lakukan, maka dapat diambil kesimpulan (1) persentase kesalahan konsep yang dilakukan siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta dalam

TUJUAN MATA KULIAH : Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa dapat mengetahui, memahami, mendesain, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi tentang bangunan

Saat ini komputer tidak hanya digunakan sebagai pengganti mesin ketik atau alat perhitungan biasa, namun lebih dari sekedar itu, komputer digunakan penyimpanan data. Salah

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Identifikasi Masalah ... Batasan Masalah ... Rumusan Masalah ... Batasan Istilah ... Deskripsi Teori ... Hakikat Membaca ...

By including the available emergy for use in the category of Non-Financial Assets, while natural resources and energy used to produce emergy into the

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan CVRP menggunakan algoritma sweep, diperoleh total jarak tempuh kendaraan yaitu 142.9 km