• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. KOMPOSISI KIMIA BIJI KOPI II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B. KOMPOSISI KIMIA BIJI KOPI II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI KOPI

Tanaman kopi (Coffea sp.) diproduksi dari biji tanaman perdu dan termasuk famili Rubiaceae yang dikenal mempunyai 500 jenis dengan tidak kurang dari 600 spesies. Genus Coffea merupakan salah satu genus penting dengan beberapa spesies yang memiliki nilai ekonomi dan dikembangkan secara komersial, terutama Coffea Arabica l, Coffea Liberica, dan Coffea Canephora (diantaranya varietas robusta). Spesies yang paling penting adalah Coffea Arabica l. yang menyediakan 70 % konsumsi kopi sedunia, berasal dari Ethiopia dan Coffea canephora l. yang menyumbang 30 % konsumsi kopi dunia, berasal dari pesisir Afrika Barat, Kongo, dan Angola. Disamping itu terdapat spesies Liberica coffea dan exelsa coffea (Martina, 2010).

Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya. Spesies ini memiliki karakteristik biji picak dengan daun hijau tua dan berombak-ombak. Kopi arabika pertama kali diperkenalkan oleh Linneaus pada tahun 1753. Spesies ini tidak tahan terhadap hama penyakit, banyak terdapat di Amerika Latin, Afrika Tengah dan Timur, India dan beberapa terdapat di Indonesia (Wikipedia, 2008).

Kopi robusta dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak membutuhkan tempat khusus seperti ar9;abika yang hanya dapat tumbuh pada temperatur berkisar antara 15-20 0C. Spesies ini dapat hidup sampai ketinggian 1500 m diatas permukaan laut. Tanaman ini tumbuh optimal pada ketinggian 300-700 m di daerah jawa, sedangkan di daerah asalnya tumbuh dan berkembang hingga ketinggian 1200 m diatas permukaan laut (AKK,1988).

B.

KOMPOSISI KIMIA BIJI KOPI

Komposisi kimia biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia kopi. Misalnya penyangraian akan

(2)

mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi sehingga membentuk komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985).

Kopi yang telah disangrai tidak lagi mengandung tanin seperti sebelum disangrai. Gula pada biji kopi terdiri dari galaktosa, manosa, dan pentosa yang kadarnya 5 % pada biji kopi kering dan 3 % pada biji kopi yang telah disangrai. Beberapa vitamin dan juga mineral terdapat didalam kopi. Perubahan komposisi sifat fisik kimia selama penyangraian terjadi akibat pemanasan kopi dengan suhu cukup tinggi (Clarke dan Macrae, 1987).

Perubahan komposisi kimia biji kopi sebelum dan setelah disangrai dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai (% bobot kering).

Komponen Arabika Green Arabika Roasted Robusta Green Robusta Roasted Mineral 3.0-4.2 3.5-4.5 4.0-4.5 4.6-5.0 Kaffein 09-1.2 1 1.6-2.4 2 Trigonelline 1.0-1.2 0.5-1.0 0.6-0.75 0.3-0.6 Lemak 12.0-18.0 14.5-20.0 9.0-13.0 11.0-16.0 Total Chlorogenic 5.5-8.0 1.2-2.3 7.0-10.0 3.9-4.6 Acid Asam Alifatis 1.5-2.0 1.0-1.5 1.5-1.2 1.0-1.5 Oligosakarida 6.0-8.0 0-3.5 5.0-7.0 0-3.5 Total 50.0-55.0 24.0-39.0 37.0-47.0 - Polisakarida Asam amino 2 0 0 Protein 11.0-13.0 13.0-15.0 13.0-15.0 Humic acids - 16.0-17.0 16.0-17.0

(Sumber : Clarke dan acrae,1987).

Struktur kimia terpenting yang terdapat di dalam kopi adalah kafein dan kafeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf sedangkan kafeol memberikan flavour dan aroma yang baik. Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba. Kristal kafein mengikat satu molekul air, dapat larut dalam air mendidih. Di dalam pelarut organik maka pengkristalan yang terjadi tanpa ikatan molekul air.

(3)

Kafein mencair pada suhu 235-237 °C dan akan menyublim pada suhu 176 oC di ruangan terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang sangat pahit dan mengembang di dalam air. Kafein adalah suatu alkaloid turunan dari methyl xanthyne 1,3,7 trimethyl xanthyne (Ukers,1944).

C. KOPI BUBUK

Kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai (roasted) kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu yang tidak membahayakan kesehatan (SNI 01-3542-1994).

Anonim (2007) menyatakan proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman. Proses penyangraian diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan terdapatnya gas CO2 dalam jumlah banyak dan berwarna putih. Sedangkan secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah sebagai berikut: 1. Suhu 190-195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda), 2. Suhu 200-205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap), 3. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung

agak hitam).

Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar air biji kopi dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolak ukur proses penyangraian adalah derajat sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna

(4)

sampel biji kopi sangrai yang diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar.

Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), dua tahap terpenting di dalam proses perendangan (roasting) yaitu tahap penguapan air pada suhu 100 0C dan tahap pyrolisis pada suhu 180 0C. pada tahap pyrolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10 %. Setelah di sangrai, biji kopi sangrai masuk ke tahap penggilingan. Tahap penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar.

D. BAHAN ADITIF

Menurut Ketaren (1985), Lemak dan minyak dibagi menjadi 2 golongan, yaitu lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak misalnya mentega, margarin serta lemak yang digunakan untuk kembang gula, dan lemak yang dimasak bersama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng.

Adapun tujuan utama penambahan minyak lemak dalam penyangraian kopi adalah memberikan cita rasa akibat flavour khas dari masing-masing bahan aditif tersebut yang diharapkan dapat mempengaruhi flavour kopi bubuk yang dihasilkan.

1. Minyak Goreng

Menurut Ketaren (1985), minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, dan menambah nilai gizi serta kalori di dalam bahan pangan. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak kelapa sawit. Flavour pada minyak ini dihasilkan secara alami yang ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Flavour inilah yang diharapkan dapat meningkatkan citarasa kopi bubuk yang dihasilkan. selain itu, penambahan minyak dapat meningkatkan nilai gizi dan kalori bahan. Berikut merupakan kandungan gizi minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

Tabel 2. Kandungan Gizi Minyak Kelapa Sawit Per 100 Gram No Komponen gizi Jumlah

1 Energi 902 Kal 2 Lemak 100 g 3 Vitamin A 8000 RE 4 Bdd 100 % Sumber : Ketaren (1985). 2. Margarin

Margarin adalah emulsi yang terdiri dari fase internal berupa cairan yang diselubungi oleh fase eksternal berupa lemak yang plastis. Margarin dibuat dengan komposisi lemak, susu skim, garam, vitamin A, pengawet, pewarna, dan emulsifier untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk (Jacobs, 1951).

Menurut Michael dan Bailey (1951), pada margarin, flavour dihasilkan dari penambahan susu yang difermentasi oleh Bacillus lactis acidi yang memecah laktosa susu menjadi asam laktat, menyebabkan adanya aroma khas margarin. Selain itu, aroma timbul karena pencampuran lemak susu dengan lemak hewan atau tumbuhan yang digunakan. Flavour inilah yang diharapkan dapat meningkatkan citarasa kopi bubuk yang dihasilkan. Komposisi margarin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Margarin

Komponen Jumlah (%) Lemak 80-81 Skim milk 14-16 Garam 3 Emulsifier 0.5 Vitamin A 15 000 USP

Sumber: anonym (1960), di dalam Ketaren (1985).

3. Mentega

Mentega merupakan produk industri susu karena bahan utama pembuatannya berasal dari lemak hewani atau susu (80-82 %) dan ditambah dengan bahan pendukung lainnya seperti air, garam dan padatan susu

(6)

(curd). Selain itu mentega diperkaya dengan vitamin A, D, E, dan K yang tidak larut dalam air. Mentega mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dan lebih memberikan rasa gurih serta aroma yang lebih tajam dibandingkan margarin (Bennion dan Bamford, 1973).

Menurut Ketaren (1985), flavour yang disenangi dalam mentega disebabkan oleh persenyawaan diasetil (CH3CO)2. Senyawa ini terbentuk dari hasil penguraian laktosa dalam lemak susu menjadi asetil metil karbinol oleh Bacillus viscosus sacchari, pada proses pemeraman (ripening). Pesenyawaan yang terbentuk jika mengalami oksidasi adalah diasetil dengan jumlah lebih kurang 0.3-2.0 ppm. Flavour inilah yang diharapkan dapat meningkatkan citarasa kopi bubuk yang dihasilkan.

E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN

Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi.

Pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100 %, dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, dan mutu (Rahayu et al., 2003).

Pada penyimpanan, kondisi ruangan sangat berpengaruh pada produk yang akan disimpan. Suhu normal penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi, 2004). Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Berikut merupakan suhu pengujian berdasarkan jenis pangan yang akan disimpan, yang dapat dilihat pada Tabel 4.

(7)

Tabel 4. Penentuan suhu pengujian umur simpan produk.

Jenis produk Suhu pengujian (ºC)

Makanan dalam kaleng 25, 30, 35, 40

Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 Sumber: Labuza dan Schmidl (1985).

Kemasan/ wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air. Salah satu jenis kemasan bahan pangan yaitu plastik. Faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas pada kemasan plastik antara lain adalah jenis permeabilitas, ada tidaknya ikatan silang (cross linking), suhu, bahan tambahan elastis (plastiker), jenis polimer film, sifat dan besar molekul gas, serta kelarutan bahan (Bucle et

al.,1987).

Kemasan yang digunakan pada penelitian adalah kertas kraft dan plastik Polypropylene (PP). Plastik PP merupakan bahan kemasan yang ringan, lebih kuat, dan memiliki daya tembus uap yang rendah. Plastik PP lebih aman untuk kemasan makanan dan minuman, juga tahan terhadap lemak dan stabil terhadap suhu tinggi (Winarno, 1983).

Peningkatan suhu juga mempengaruhi pemuaian gas yang menyebabkan terjadinya perbedaan konstanta permeabilitas. Keberadaan air akan menimbulkan perenggangan pada pori-pori film sehingga meningkatkan permeabilitas. Menurut Yam et al. (1995), permeabilitas Polypropylene (PP) 3.2 ml µ/cm2 hari atm.

Jenis kemasan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas kraft. Kertas kraft merupakan kemasan yang umum digunakan untuk mengemas kopi di pasaran. Kertas kraft adalah kertas dari hasil proses kraft dari bubur kayu. Sangat kuat dan lebih kesat. Kertas kraft umumnya berwarna coklat tapi bisa diputihkan untuk menghasilkan kertas putih. Proses Kraft (juga dikenal kraft pulping atau sulfate process) yang menggambarkan sebuah teknologi untuk merubah kayu menjadi bubur kayu yang hampir seluruhnya mengandung serat

(8)

selulosa murni. Proses ini melibatkan pemrosesan kepingan kayu dengan campuran sodium hidroksida dan sodium sulfida yang memecah ikatan yang menghubungkan lignin pada selulosa (Deni, 2009).

Berikut merupakan perbandingan sifat-sifat utama bahan kemasan secara umum yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan sifat-sifat utama bahan kemasan Jenis material Densitas (gm/cc) Kekuatan (1000 kg/cm2) Kekakuan (1000 kg/cm2) UTL* (oC) Transmisi Cahaya/warna) Plastik 0.80-1.7 0.07-1.0 0.7-42 80-250 Transparan-Opaque Kertas 0.70-1.2 0.07-0.7 7.0-32 160 Translucent-Opaque *UTL=Upper use temperature limit (limit suhu maksimal)

Sumber : Brown, 1992.

Selama penyimpanan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan. Terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavour. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun (Floros, 1993).

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Christian, 1980).

Mikroorganisme menghendaki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0.90, kamir 0.80-0.90, dan kapang 0.60-0.70 (Winarno 1992). Prabhakar dan Amia (1978) menyatakan, pada aw yang tinggi, oksidasi

(9)

lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada aw rendah. Kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan.

Menurut Syarif dan Halid (1993), Metode Arrhenius merupakan pendugaan umur simpan dengan menggunakan metode simulasi. Untuk menganalisa penurunan mutu dengan metode simulasi dibutuhkan beberapa pengamatan, yaitu parameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut mencerminkan keadaan mutu yang terjadi pada kondisi ini. Laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan Arrhenius sebagai berikut.

K= Ko.e -Ea/RT

Keterangan :

K = Konstanta penurunan mutu

Ko = Konstanta (tidak tergantung pada suhu) Ea = Energi Aktivasi (Kal/mol)

T = Suhu mutlak (K)

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Kimia Biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah  disangrai (% bobot kering)
Tabel 2. Kandungan Gizi Minyak Kelapa Sawit Per 100 Gram  No    Komponen gizi  Jumlah
Tabel 4. Penentuan suhu pengujian umur simpan produk.
Tabel 5. Perbandingan sifat-sifat utama bahan kemasan  Jenis  material  Densitas (gm/cc)  Kekuatan (1000  kg/cm 2 )  Kekakuan (1000 kg/cm2)  UTL* (oC)  Transmisi  Cahaya/warna)  Plastik  0.80-1.7  0.07-1.0  0.7-42  80-250   Transparan-Opaque  Kertas  0.70-

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan gula pada produk pangan tidak hanya bertujuan untuk memberikan rasa manis, namun juga bertujuan untuk menambah cita rasa, sumber kalori, dan memperbaiki

Biji kopi arabika memiliki beberapa karakteristik yang khas dibandingkan biji jenis kopi lainnya, seperti bentuknya yang agak memanjang, bidang cembungnya tidak

Pengaruh lama penyangraian serta perbandingan komposisi dari bubuk biji carica dengan penambahan buah nangka dalam pengolahan kopi bubuk biji carica nonkafein menjadi perhatian

Dalam pengolahan kopi bubuk terdapat berbagai perlakuan yaitu dimulai dari; Pengelupasan kulit tanduk(kopi biji) menjadi kopi beras; penyangraian kopi beras; agroindustri kopi

Sukrosa memberikan rasa manis, dan karena mempunyai kelarutan yang sangat tinggi (49g per 100 ml pada 100 0 C) sukrosa digunakan sebagai ingredient utama dalam produk-produk pangan

Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma. Ha : Ada pengaruh

Pada tiwul intstan mempunyai rasa yang sedikit manis dan kasar yang berasal dari penambahan tepung jagung, dengan adanya proses fermentasi yang menimbulkan citarasa yang khas

Hidrogenasi Proses hidrogenasi dapat dilakukan untuk meningkatkan titik jenuh asam lemak tidak jenuh melalui penambahan hidrogen, yang digunakan secara komersial dalam mengubah minyak