BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Lada
2.1.1 Taksonomi Lada Putih
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum (Suwarto, 2010).
2.1.2 Habitat
Tanaman lada yang berada di Serawak, kebayaan berada di tangan orang-
orang keturunan teonghoa. Mereka menangani kebun ladanya cukup intensif
seperti rekan - rekannya yang berada di Pulau Bangka. Berkebun tanaman lada
dimulai dengan membuka hutan yang masih perawah, luas rataa - rata 1,5 ha.
Seluruh lahan kemudian dibersihkan dari sisa - sisa tanaman yang dibakar
bersama tanah bagian atas (top - soil) untuk dibuat guludan berukuran :
Garis tengah : 45 cm
Tinggi : 15 cm
Jarak antara guludan :2,5 meter
Lahan kebun dibiarkan tidak di tanami pohon pelindung dan dibersih kan
segala jenis gulma. Setiap gululundan diberi satu tiang kayu setinggi 3 meter.
Disetiap guludan ditanami satu batang setek tanaman lada, dan diatur agar
menjalar pada tiang penunjang. Setek panjang nya ± 60 cm, diambil dari cabang
orthotrop berumur kurang dari dua tahun. 3 - 5 buku - buku dibenemkan 10 - 15
cm di dalam tanahdengan letak miring 45º. Untuk memperbanyak pertumbuhan
cabang dan ranting, maka tanaman perlu dipangkas sampai tanaman berumur
dua tahun. Pada umur tiga tahun hasil pertama sudah mulai dipanen. Setelah umur
12 - 15 tahun, kebun lada pertama ini ditinggalkan. Pemeliharaan kebun lada di
serawak cuku insentif, yang nampak pada cara pemupukannya. Bayak
dimanfaatkan pupuk organis dalam bentuk pupuk kandungan dan
sisa-sisatanaman, tepung udang, tepung tulang dan darah (Rismunandar, 1994).
Pupuk ini dapat diganti dengan pupuk NPK 12 : 5 : 14 . Buah lada mulai
masak empat bulan setelah berbunga, dan mulai dipetik ,bila buah - buah pertama
yang berada di bagian bawah mulai - mulai nampak bewarna merah. Setiap batang
tanaman lada dapat menghasilkan buah pertama pada umur tiga tahun 1 - 1,5 kg.
Pada umur empat hingga ketujuh tahunnya biasa dihasilkan 4 - 9 kg untuk
kemudian agak menurun setiap tahunnya. Percobaan menanam lada dengam
memfaatkan pagar kawat menghasilkan peningkatan produksi yang cukup tinggi
(Rismunandar, 1994).
Di Serawak, buah lada diolah menjadi lada hitam yang diproleh dengan
cara menjemur buah yang sudah masak petik namun belum merah warnanya.
selama 7 - 10 hari dalam air jernih yang mengalir, untuk kemudian bijinya
dihasilkan dari dagingnya dari yang sudah membusuk. Demikian uraian sepintas
tentang budidaya tanaman lada di Serawak, yang caranya tidak jauh berbeda
dengan Bangka (suwarto,2010)
2.1.3 Morfologi
a. Rimpang/akar
Tanaman lada yang dikotil, pada saat biji tumbuhnya pasti membentuk akar
lembaga yang dikembangkan menjadi akar tanggung. Akar tanggung ini tidak
akan ditemukan pada tanaman lada pada saat ini, karena pembiakannya
dilaksanakan melalui stek, sehingga yang ada hanyalah akar lateral. Akar tanaman
lada dibentuk pada buku - buku setiap dalam ruas batang pokok dan cabang.
Dikenal dua jenis akar, yang dalam hakekatnya adalah sejenis, karna ada
perbedaan letak, akibatnya fungsinya berlainan. Akar - akar yang tumbuh dari
baku di dalam tanah, membentuk akar lateral dan berfungsi sebagai akar
penghisap zat makanan (feeding roots). Akar yang tumbuh dari buku - buku diatas tanah, berfungsi sebagai akar pelekat, yang menopang batang pokok. Akar ini
dapat menjalar keatas pada tiang/pohon penunjang. Akar lateral dengan akar
serabuatnya yang tebal berada di dalam lapisan tanah bagian atas (top soil)
setebak kurang lebih 30 cm, dapat masuk ke dalam tanah hingga 1 - 2 meter.
Rata - rata banyaknya akar lanteral ini 10 - 20 buah, tergantung pada kesuburan
tanahnaya. Dan 3 - 4 meter panjangnya.Perakaran lada sangat peka terhadap
b. Batang Pokok Dan Cabang
Tanaman lada yang berbatang pokok satu pada hakekatnya membentuk
dua jenis cabang (dimorphicy) ialah: Cabang orthotropis (vertikal), cabang plagiotropis (horizontal), cabang - cabang orthotropis yang tumbuhnya vertikel
membentuk kerangka dasar pohon lada, berdiameter 4 - 6 cm, mengayu dan terdiri
ruas - ruas yang rata - rata panjangnya 5 - 12 cm (Rismunandar, 1994).
Dari baku - baku antra ruas yang agak membengkak pertumbuhannya, tumbuh
sehelai daaun dan kuntum yang dapat tumbuh menjadi cabang yang plagiotropis
dan akar - akar pelekat. Kedua jenis batang tersebut bercabang - cabang, yang
orthotropis tumbuhnya naik keatas dan yang plagiotropis menbentuk cabang
ranting yang tumbuhnya kesamping (lateral) dan bisa berbunga serta berbuah.
Cabang - cabang plagiotripis yang lateral itu buku - bukunya tidak berakar. Maka
untuk pembibitan dimanfaatkn cabang - cabang orthotropis (Rismunandar, 1994).
c. Daun
Daun lada bentuknya sederhana, tunggal, bentuk bulat telor meruncing
pucuknya, bertangkai panjang pucuknya 2 - 5 cm dan membentuk aluran di
bagian atasnya. Ukuran daun 8 - 20 × 4 - 12 cm. Berurat 5 - 7 helai, hijau tua
warnanya, mengkilau bagian atasnya, pucat di bagian bawah. Di bagian bawah
nampak titik-titik kelenjar. Bentuk daun lada beraneka ragaam, perbedaan ini
bedasarkan letak tumbuhnya (Tjitrosoepomo, 1994).
d. Bunga Lada (Organum Reproductivum)
Bunga tanaman lada berbentuk mulai, yang agak megelantung, panjang 3 -
berjumlah hingga 150 buah lebih. Bunga tumbuhan behadap dengan daun dari
cabang/ ranting - ranting yang plagiotropis (Rismunandar, 1994).
Bunga yang uniseksual dalam bentuk: Monocius atau berumah satu, yang
berarti pada satu tanaman yang terbentuk bunga betina dan jantan yang terpisah.
Dioecious atau berumah dau, yang berarti bunga betina dan jantan masing-masing
terpisah pada pohan yang berlainan atau hermafrodit (lengkap berputik dan
berbenang sari). Bentuknya kecil - kecil tumbuh dalam ketiak, berkelopak yang
berdinding. Tidak bermahkota alias telanjang, berbenang sari 2 - 4 helai, panjang
1 mm. Letaknya kanan kiri bakal buah. Kepala sarinya terdiri dari dua kantung
tepung sari (Rismunandar, 1994).
Bakal buahnya bulat bentuknya, bersel tungal, bertelur tunggal.
Banyaknya putik 3 - 5 batang yang agak berdinding, dihias dengan titik-titik
gelembung putih (papilla), yang berubah menjadi coklat warnanya, setelah
persarian selesai. Kepala putik dapat menerima tepungsari selama 10 hari setelah
mulai subur, dan tingkat kesuburannya, mencapai puncaknya 3 - 5 hari setelah
mulai nampak. Bunga mulai membuka di bagian bawah terus naik keatas dan
selesai setelah 7 - 8 hari. Jenis - jenis tertentu yang bunganya hermafrodit, dapat
mengadakan persarian sendiri. Persarian dapat berlangsung tanpa bantuan angin
dan hujan (Rismunandar, 1994).
Tepungsari yang membentuk gumpalan seperti bahan perekat, bila terkan
air hujan dapat mungurangi, dan tertangkap oleh papilla dari kepala putik.
Terjadilah persarian sampai di mana angina serangan dapat membantu persarian
tuntas. Yang lebih jelas demi keberasilan produktivitas kebun lada perlu
diusahakan memilih bibit yang berbunga hermafrodit, karena jaminan persarian
sendiri tetap ada (Rismunandar, 1994).
e. Buah Lada
Buahnya tidak bertangkain alias duduk, berbiji tunggal, bulat bentuknya,
berdiameter 4 - 6 mm, berbanding, kulitnya hijau masih muda dan berubah
warnanya menjadi merah bila udah masak. Buah yang msih hijau kulitnya akan
menjadi kehitam - hitaman bila dijemur dibawah terik sinar matahari. Mulai buah
biasanya mencapai panjang 15 cm, minimal 5 cm (Syukur, 2001).
Biji lada berukuran rata - rata 3 - 4 mm, embrionya sangat kecil. Berat 100
biji lada 3 - 8 gram, namun rata - rata 4,5 gram adalah normal. Biji lada diliputi
selapis daging buah yang berlindir dan manis rasanya, hingga disukai burung
bekicau. Biji lada tidak umum untuk dijadikan bibit, karena tanaman lada baru
bias berubah 7 tahun setelah disamaikan. Biji lada relatif cepat berkurang daya
tumbuhnya, untuk disamaikan, kulit bijinya dibuang kemudian diangin-anginkan
beberapa hari. Untuk mempercepat tumbuhnya, dianjurkan biji lada direndam
dalam larutan zat asam - sulfat yang agak peka selama dua menit. Tempat
penyimpanan biji cukup harus basah dan diberi naungan yang cukup gelap.
Rata-rata biji yang Semai yang tumbuh, beraneka ragam bentuk dan sifatnya.Kekuatan
tumbuhnaya pun tidak seragam. Samai yang kuat pertumbuhannya, yang akan
dimanfaatkan untuk bibit, dipindahkan dalam kantong pelastik. Rata - rata 1 (satu)
2.1.4 Kandungan Kimia
Lada memiliki rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas tersebut
karena adanya zat piperine, piperanin, dan chavicine. Sedangkan aroma dari biji
lada akibat adanya minyak atsiri, yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpene.
Lada memiliki rasa pedas, berbau khas, dan aromatik. Bahan kimia yang
terkandung dalam lada diantaranya kamfena, boron, ealamane, calamenene,
caryophyllene, terpenes, β carvacrol chavicine, bisibolene, camphene,
sesquiterpenes, alkaloid (piperine; piperiline; piperoleine a, b, dan c; piperanine;
serta piperonal), protein dan sejumlah kecil mineral, saponin, flavonoid, minyak
atsiri, kavisin, resin, zat putih telur, amilum, dihidrokarvol, kanyo-filine oksida,
kriptone, trait pinocarrol, serta minyak atsiri lada (berbau phellandren) (Heinrich.,
2010).
2.1.5 Susunan Kandungan Kimia Lada:
1. Minyak atsiri (Essential oil)
Lada kering mengandung 1,2 – 2,6% minyak atsiri yang terdiri dari
dabinine (15 - 25%), caryophyllene, α- pinene, β-pinene, β-ocimene, δ- guaiene,
farnesol, δ-candinol, guaiacol, 1-phellandrene, 1,8 cineole, pcymene, carvone,
citronellol, α- thujene, α-terpinene, bisabolene, dllimonene, dihydrocarveol,
camphene dan piperonal (Sastrohamidjojo, 2004).
a) Alkoloids
Alkoloids terdiri dari chavicine, piperidine dan piperretine, methyl caffeic
b) Amides
Merupakaan senyawa yang memberikan oroma tajam terdiri dari piperine,
piperylin, piperolain A dan B, cumaperine, piperanine, piperamides, pipericide,
guineensine dan sarmentine. Alkoloids terdiri dari chavicine, piperidine dan
piperretine, methyl caffeic acid, piperidide dan β- methyl pyrroline
(Sastrohamidjojo 2004).
c) Aminoacids
Lada putih kaya akan kandungan β- alanine, aeginine, serine, threonine,
thiamine, lysine, cystine, asparagines dan glutamic acid.
d) Vitamin dan mineral
Lada putih mempunyai kandungan ascorbic acid, carotenes, thiamine,
riboflavin, nicotinic acid, potassium, sodium, calcium, magnesium, besi,
phosphorus, tembaga dan seng (Hapsoh, 2011).
2.1.6 Kegunaan lada
Faedah lada adalah sebagai bunbu masakan, bahan obat-abatan dan bahan
minyak lada. Sebagai bahan pengawet daging misalnya pada daging yang dibuat
dengdeng. Lada dapat menghasilkan minyak lada. Minyak lada ini dihasilkan dari
penyulingan. Minyak lada mempunyai bau yang sedap yang dapat digunakan
sebagai wangi - wangian (Hapsohm, 2011).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap pada suhu kamar di
udara terbuka, minyak eteris, atau minyak essensial yang mewakili bau darii
berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang
beragam (Sastrohamidjojo, 2004).
Minyak atsiri merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan
atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Ditinjau
dari segi kimia, fisika, minyak atsiri hanya mengandung dua golongan senyawa,
yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagian hidrokarbon di dalam
minyak atsiri dan berwujud cairakan. Umumnya senyawa oleoptena ini terdiri atas
senyawa monoterpena, sedangkan stearoptena adalah senyawa hidrokarbon
teroksigenasi yang umumnya berwujud padat. Stearoptena ini umumnya terdiri
atas senyawa turunan oksigen dari terpena. Pada dasarnya semua minyak atsiri
mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat
kompleks. Komponen kimia miyak atsiri sangat kompleks, tetapi biasanya tidak
melebihi 300 senyawa. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya
komponen yang persentasenya tinggi.Walaupun begitu kehilangan satu komponen
yang persentasinya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma
minyak atsiri tersebut (Andria, 2000).
Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri
yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau
penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk
di proses menjadi produk - produk lain. Biasanya komponen utama yang terdapat
dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan
bertingkat selalu dilakukan dalam keadaan vakum. Hal ini dikerjakan untuk
dilakukan berdasarkan reaksi kimia hanya terdapat pada beberapa minyak atsiri.
Contoh isolasi eugenol dari komponen yang lain yang terdapat didalam minyak
daun cengkeh dengan menggunakan larutan natrium hidroksida. Isolasi sitronelal
dari komponen dalam minyak sereh dengan menggunakan larutan jenuh natrium
bisulfit. Kelompok kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi
komponen murninya. Lazimnya minyak atsiri tersebut langsung dapat digunakan,
tanpa diisolasi komponen-komponennya, sebagai pewangi berbagai produk
(Andria, 2000).
2.2.1 Sifat-sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat dari minyak atsiri ialah (Gunawan, 2004)
1. Tersusun dari bermacam-macam komponen senyawa.
2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau
ninyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya.
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit,
tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
4. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari, dan panas karena terdiri dari berbagai macam
komponen penyusun.
5. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air.
2.2.2 Fungsi Minyak Atsiri
a. Fungsi Minyak Atsiri bagi Tanaman
Dalam jumlah yang relatif besar minyak atsiri disimpan dalam tanaman,
karena tidak ditransfer ke batang atau daun sebelum daun itu gugur sehingga
timbul asumsi kuat bahwa minyak atsiri merupakan sumber energi yang
terpenting. Minyak ini dapat menolak kehadiran binatang akan tetapi bagi
tanaman tertentu, minyak atsiri dapat menarik serangga sehingga penyerbukan
lebih efektif. Dilain pihak tercipta sejenis daya tahan tanaman terhadap
kerusakan oleh binatang maupun tanaman parasit dengan dihasilkan minyak
dengan bau yang merangsang. Minyak berfungsi sebagai penutup bagian kayu
yang terluka atau berfungsi sebagai vernis untuk mencegah penguapan air (cairan
sel) yang berlebihan sehingga berfungsi sebagai penghambat penguapan air
(Guenther, 1987).
b. Fungsi Minyak Atsiri bagi Manusia
Minyak atsiri sebagai bahan pewangi dan penyedap, antiseptik internal
atau eksternal, dan sebagai bahan analgesik. Minyak atsiri mempunyai sifat
membius, dan merangsang. Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya
dapat digunakan sebagai obat cacing. Minyak atsiri juga membantu pencernaan
dengan merangsang saraf sekresi sehingga dengan mencium bau-bauan tertentu,
maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi
basah. Kegunaan lain dari minyak atsiri adalah sebagai bahan pewangi kosmetik
2.2.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi atau penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan
komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih
berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih
komponen - komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).
Metode Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim
digunakan sebagai berikut:
1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak.
Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.
2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok.
Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri
sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan
terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang
cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya habis dalam proses pemerasan.
4. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage).
Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak
1. Metode Destilasi
Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim digunakan adalah
metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai
perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut:
a. Metode destelasi dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.
Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja,
air penghasil uap tidak diidikan bersama – sama dalam kaatel penyulingan.
Uap yang digunakan berupa jenuh atau uap yang kelewat panas dengan
tekanan lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses penyulingan dengan upa ini,
uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar berpori dan berada dibawah, bahan
tanaman yang akan disulung. Kemudian uap akan bergerak menuju bagian atas
melalui bahan yang disimpan diatas saringan (Tony Lukman, 2002).
b. Metode destilasi dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air memdidih. Bahan dapat mengapumg diatas air atau
terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang
disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antra bahan dan air
mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Minyak atsiri
dari beberapa jenis bahan seperti bubuk buah badan dan bunga mawar cocok
diproduksi dengan cara ini sebab seluruh bagian didih.Jika disuling dengan
membentuk gumpalan besar yang kompak sehingga uap tidak bisa berpenetrasi
ke dalam bahan (Tony Lukman 2002).
Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan, yaitu:
1. Bahan tanaman langsung direbus dalam air.
2. Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tiak direbus. Dari bawah
dialirkan uap air panas.
3. Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan
oleh air mendidih dari bawah dandang.
4. Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disemburkan uapair dari
luar bejana
c Metode destelasi dengan uap dan air
Pada model destelasi ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan
diatas rak – rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi
dengan air sampai permukaan tidak jenuh dari bagian bawah saringan. Ciri khas
model ini yaitu uap selalu dalam keadan basa, jenuh dan tidak terlalu panas.
Bahan tanaman yang akan disuliung hanya berhubungan dengan uap dan tidak
dengan iar panas (Tony Lukman 2002).
Kelebihan dan kekurangan model destilasi
Sebenarnya tidak tedapat perbedaan yang mendasar pada prinsip ketiga
model destelasi tersebut. Namun, dalam praktek hasilnya akan berbeda kadang
-kadang perbedaannya sangat berarti karena masing – metode mempunyai
2. Metode Penyarian
Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan
pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyak
nya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain,
minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri
menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut
sempurna di dalam bahan pelarut nonpolar (Gunawan, 2004).
3. Metode Pengepresan atau Pemerasan
Metode pemerasan/pengeprasan dilakukan terutama untuk minyak-minyak
atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap
minyak - minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut
penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya
relatif besar (Gunawan, 2004).
4. Metode Enfleurage
Metode enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkanpada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa
jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam
menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati,
Jasminum sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung (Gunawan., 2004).
2.2.4 Penggolongan Minyak Atsiri
Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau
peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai
obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri
dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
1. Minyak atsiri Hidrokarbon
Contohnya :
a) Minyak terpentin dari tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae) antara lain
Pinus palustris Miller, Pinus maritime Lamarck, Pinus longifolia Roxb,
Pinus merkusii L.
b) Minyak cubebae dari hasil penyulingan buah Piper cubeba Linn. (Kemukus, famili Piperaceae).
Kegunaannya sebagai peluruh air seni, asma, karminatif, ekspektoran, dan
stimulan.
2. Minyak atsiri Alkohol
Contohnya :Minyak pipermen yang diperoleh dari daun tanaman Mentha piperita Linn. (Poko, famili Labiatae).
Kegunaannya sebagai Bahan pewangi (corrigen odoris), kolagoga dan ekspektoransia.
3. Minyak atsiri Fenol
Contohnya :Minyak cengkeh yang diperoleh dari bunga dan daun tanaman
Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum(famili Myrtaceae). Kegunaannya sebagai antiseptik, obat mulas, menghilangkan rasa mual dan
muntah.
Contohnya: Minyak adas yang berasal dari hasil penyulingan buah
Pimpinella anisum atau Foeniculum vulgare (famili Apiaceae atau Umbelliferae).
Kegunaannya sebagai pelengkap sediaan obat batuk, bahan parfum, serta
menutupi bau tidak enak pada sediaan farmasi (korigen odoris). 5. Minyak atsiri Oksida
Contohnya. Minyak kayu putih yang diperoleh dari isolasi daun
MelaleucaLeucadendron L. (famili Myrtaceae).
Kegunaannya sebagai obat gosok, meredakan kembung (Karminativum),
obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya
untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk perjalanan.
6. Minyak atsiri Ester
Contohnya :Minyak gandapura yang diperoleh dari isolasi daun dan batang
tanaman Gaultheria procumbens L. (famili Erycaceae).
Kegunaannya sebagai korigen odoris, bahan pewangi, bahan parfum, dalam
sediaan farmasi, industri permen dan minuman (Gunawan, 2004).
2.3 Tahap Pengambilan Minyak Atsiri dan Perlakuan Bahan Tanaman 2.3.1 Tahap Pengambilan Minyak Atsiri
Pekerjaan utama penyulingan adalah mengisolasi atau mengeluarkan
minyak atsiri dari bahan tanaman yang berbau. Dalam tanaman minyak atsiri
terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu - bulu kelenjar. Minyak atsiri
terdapat dipermukaan. Proses lepasnya minyak atsiri ini hanya dapat terjadi
dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringann - jaringan tanaman
(Sastrohamidjojo, 2004).
Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat. Untuk mempercepat
proses difusi maka sebelum penyulingan dilakukan bahan tanaman harus
dioperkecil dengan cara dipotong - potong, atau digerus. Pemotongan menjadi
kecil - kecil atau penggerusan sering diistilahkan kominusi. Ada kalanya
meskipun sudah dipotong - potong ternyata hanya sebagian minyak atsiri yang
dapat terbebaskan. Perlu diperhatikan bila bahan telah dipotong - potong atau
diperkecil harus segera disuling. Bila tidak segera diproses maka minyak atsiri
yang mempunyai sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan. Ada dua hal
yang dapat merugikan proses ini pertama, hasil total minyak atsiri yang diperoleh
berkurang karena ada yang menguap kedua komposisi minyak atsir akan berubah,
hingga akan mempengaruhi baunya (Sastrohamidjojo, 2004).
2.3.2 Penyimpanan Bahan Tanaman
Penyimpanan bahan tanaman sebelum dilakukan kominusi sering
mengandung bahaya yaitu lepasnya minyak atsiri yang mudah menguap. Biasanya
hilangnya minyak atsiri oleh penguapan relatif sedikit, tetapi hilangnya minyak
atsiri kebanyakan disebabkan oleh peristiwa oksidasi dan pendamaran atau
2.4 Parameter Mutu Minyak Atsiri 2.4.1 Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Dari seluruh sifat fisika, kimia, nilai bobot jenis
sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai minyak atsiri berkisar antara
0,696 - 1,188 pada 15°C. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang
praktis dan tepat digunakan. Bentuk kerucut piknometer bervolume sekitar 10 ml,
dilengkapi dengan sebuah termometer dan sebuah kapiler dengan gelas penutup