• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Pengaruh Imbalan Jasa yang dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Pengaruh Imbalan Jasa yang dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENGARUH IMBALAN JASA TERHADAP KINERJA YANG DIPERSEPSIKAN OLEH PERAWAT PELAKSANA

DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN DAN

RSU MARTHA FRISKA MEDAN

SKRIPSI

Oleh Elisabeth Stefani

071101057

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan peneliti panjatkan kepada

Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul

“Perbedaan Pengaruh Imbalan Jasa terhadap Kinerja yang dipersepsikan oleh

Perawat Pelaksana dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RSUP H. Adam

Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat bagi untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang

menyediakan waktu serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan,

dan ilmu yang bermanfaat selam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Diah Arruum, S.Kep,

Ns, M.Kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan yang

berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska yang telah

(4)

5. Bapak Subari sebagai Kepala Bidang Keperawatan RSUP H. Adam Malik

Medan, Sdri Yanti Harahap Bidang Diklat RSU Martha Friska Medan yang

membantu dalam proses penelitian.

6. Para responden yang telah berpartispasi selama proses penelitian berlangsung.

7. Teristimewa kepada orang tua tercinta Ayahanda Alm. Drs. James

Parlindungan Siahaan, Ibunda Dra. Tiominar Butar Butar yang telah

memberikan cinta, doa, bimbingan, dan menghibur. Buat abangku Andri

Samudra Siahaan, SP, kakakku Betha Rina Siahaan, serta keluarga besar.

8. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara, khususnya stambuk 2007 (Tirolyn, Ruth, Wasli, Wahyu, Elyani,

Teman-teman Kelompok D, dll) yang memberikan semangat, masukan dalam

penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang membantu penyelesaian skripsi

maupun penyelesaian perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya

kepada semua pihak yang telah membantu peneliti. Harapan peneliti semoga

skripsi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu

keperawatan.

Medan, Juni 2011

Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Imbalan Jasa ... 8

1.1. Pengertian Imbalan Jasa ... 8

1.2. Jenis-jenis Imbalan Jasa ... 9

1.3. Tujuan Pemberian Imbalan Jasa ... 10

1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Imbalan ... 12

1.5. Prinsip Imbalan Jasa ... 16

1.6. Pendekatan Sistem Imbalan Jasa terhadap Kinerja ... 17

2. Kinerja ... 19

3.1 Pengertian Asuhan Keperawatan ... 28

3.2 Implikasi Asuhan Keperawatan ... 29

3.3 Standar Asuhan Keperawatan ... 30

4. Rumah Sakit ... 34

4.1 Pengertian Rumah Sakit ... 34

4.2 Rumah Sakit Swasta ... 35

4.3 Rumah Sakit Pemerintah ... 36

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konsep ... 37

2. Defenisi Operasional ... 39

(6)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian ... 41

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

2.1 Populasi ... 41

2.2 Sampel ... 41

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

4. Pertimbangan Etik ... 42

5. Instrumen Penelitian ... 43

5.1. Kuesioner Imbalan Jasa ... 43

5.2. Kuesioner Kinerja Perawat Pelaksana ... 44

6. Validasi dan Reliabilitas ... 45

7. Pengumpulan Data ... 46

8. Analisa Data ... 47

8.1. Statistik Univariat ... 48

8.2. Statistik Bivariat ... 48

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 50

2. Pembahasan ... 57

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 65

2. Rekomendasi ... 66

3. Keterbatasan Peneliti ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN 1. Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian... 71

2. Lembar Kuesioner ... 72

3. Hasil Uji Validitas ... 75

4. Hasil Uji Reliabilitas ... 80

5. Hasil Data SPSS ... 84

6. Surat Izin Survey Awal Penelitian ... 106

7. Surat Izin Penelitian ... 107

8. Jadwal Penelitian ... 108

9. Taksasi Dana ... 109

(7)

DAFTAR SKEMA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional ... 39 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden di Ruangan

Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan April2011 ... 51 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Imbalan Jasa yang Diterima Perawat

Pelaksana di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan 2011 ... 52 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kinerja yang Dipersepsikan oleh

Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan 2011 ... 53 Tabel 5 Hasil Regresi Linier Pengaruh Imbalan Jasa terhadap kinerja yang

dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik Medan 2011 ... 54 Tabel 6 Hasil Regresi Linier Pengaruh Imbalan Jasa terhadap Kinerja yang

Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana di RSU Martha Friska Medan 2011 ... 55 Tabel 7 Hasil Penelitian Perbedaan Pengaruh Imbalan Jasa terhadap Kinerja

(9)

Judul Penelitian : Perbedaan Pengaruh Imbalan Jasa yang dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan

Nama : Elisabeth Stefani

NIM : 071101057

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2007/2011

ABSTRAK

Perawat pelaksana yang bekerja sebagai pegawai/karyawan di instansi swasta atau pemerintah tentunya berharap akan memperoleh penghasilan atau imbalan yang cukup guna memenuhi kebutuhan yang paling mendasar atau primer. Perilaku ini dapat dijelaskan karena tingginya tingkat imbalan akan mempengaruhi motivasi pegawai dalam bekerja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan pada RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan. Desain penelitian ini adalah komparatif, dengan jumlah populasi sebanyak 286, sedangkan sampel diambil sebanyak 25% yaitu72 responden, 36 responden di RSUP H. Adam Malik Medan dan 36 responden di RSU Martha Friska Medan. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputerisasi menggunakan analisis regresi linier dan uji “t”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (72,2%) perawat pelaksana di RSUP HAM menyatakan jumlah imbalan jasa yang diterima cukup, sedangkan pada RSU Martha Friska lebih dari setengah (61,1%) perawat pelaksana menyatakan imbalan jasa yang diterima kurang. Pada kinerja perawat ditemukan bahwa mayoritas perawat pelaksana pada RSUP HAM Medan dan RSU Martha Friska Medan memiliki kinerja baik yaitu (94,4%) pada RSUP HAM Medan, dan (97,2%) pada RSU Martha Friska Medan. Hasil analisis uji regresi linier diperoleh persamaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja di RSUP HAM Medan Kinerja = 36,722 + 0,653(imbalan jasa), dan di RSU Martha Friska Medan Kinerja = 43,034 + 0,710(imbalan jasa). Hasil uji “t” diperoleh Thitung > Ttabel (2,518 > 2,000)

dan probabilitas <0,05 (0,014< 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak

yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perawat pelaksana di RSUP HAM Medan dan RSU Martha Friska Medan. Disarankan kepada pihak manajerial RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan untuk lebih memperhatikan pengelolaan sistem imbalan jasa.

(10)

Title : The differences of Influence on Performance Compensation perceived by Executive Nurse in Providing Nursing Care at H. Adam Malik Hospital and Martha Friska Hospital in Medan

Name : Elisabeth Stefani

NIM : 071101057

Department : Bachelor of Nursing (S. Kep)

Year : 2011

Abstract

The nurse executive who worked as an employee/employees in private or government agencies would expect to earn income or remuneration sufficient to meet the most basic or primary. Such behavior can be explained because of the high rate of return will increase the level of employee motivation in work. The purpose of this study to determine the difference effect of fees on performance perceived by the nurse executive in providing nursing care to H. Adam Malik Hospital and Martha Friska Hospital in Medan. The design of this study is comparative, with a population of 286, while the sample was taken by 25% yaitu 72 respondents, 36 respondents in H. Adam Malik Hospital Medan and 36 respondents in Martha Friska Hospital Medan. Data analysis was performed with the aid of computerized using linear regression analysis and "t" test. The results showed that more than half (72.2%) nurse executive at the department of Human Rights states the amount of compensation received enough, while the RSU Martha Friska more than half (61.1%) nurses stating executor fees received less. On the performance of nurses found that the majority of nurses implementing the human rights department of Martha Friska Hospital Medan and Medan has a good performance is (94.4%) in the department of human rights field, and (97.2%) on Martha Friska Hospital Medan. Linear regression analysis of test results obtained equation the influence of compensation on performance in the field of human rights department of Performance = 36.722 + 0.653 (compensation), and in RSU Martha Friska Field Performance = 43.034 + 0.710 (compensation). Test results of "t" is obtained Tcount> Ttable (2.518> 2.000) and the probability of <0.05 (0.014

<0.05) it follows that H0 is rejected, which means there are significant differences

between the performance of the nurse executive in the department of human rights and Hospital Medan Martha Friska Medan. It is recommended to the managerial Dr H. Adam Malik Hospital in Medan and Medan Martha Friska to pay more attention to the management system of remuneration.

(11)

Judul Penelitian : Perbedaan Pengaruh Imbalan Jasa yang dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan

Nama : Elisabeth Stefani

NIM : 071101057

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2007/2011

ABSTRAK

Perawat pelaksana yang bekerja sebagai pegawai/karyawan di instansi swasta atau pemerintah tentunya berharap akan memperoleh penghasilan atau imbalan yang cukup guna memenuhi kebutuhan yang paling mendasar atau primer. Perilaku ini dapat dijelaskan karena tingginya tingkat imbalan akan mempengaruhi motivasi pegawai dalam bekerja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan pada RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan. Desain penelitian ini adalah komparatif, dengan jumlah populasi sebanyak 286, sedangkan sampel diambil sebanyak 25% yaitu72 responden, 36 responden di RSUP H. Adam Malik Medan dan 36 responden di RSU Martha Friska Medan. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputerisasi menggunakan analisis regresi linier dan uji “t”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (72,2%) perawat pelaksana di RSUP HAM menyatakan jumlah imbalan jasa yang diterima cukup, sedangkan pada RSU Martha Friska lebih dari setengah (61,1%) perawat pelaksana menyatakan imbalan jasa yang diterima kurang. Pada kinerja perawat ditemukan bahwa mayoritas perawat pelaksana pada RSUP HAM Medan dan RSU Martha Friska Medan memiliki kinerja baik yaitu (94,4%) pada RSUP HAM Medan, dan (97,2%) pada RSU Martha Friska Medan. Hasil analisis uji regresi linier diperoleh persamaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja di RSUP HAM Medan Kinerja = 36,722 + 0,653(imbalan jasa), dan di RSU Martha Friska Medan Kinerja = 43,034 + 0,710(imbalan jasa). Hasil uji “t” diperoleh Thitung > Ttabel (2,518 > 2,000)

dan probabilitas <0,05 (0,014< 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak

yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perawat pelaksana di RSUP HAM Medan dan RSU Martha Friska Medan. Disarankan kepada pihak manajerial RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan untuk lebih memperhatikan pengelolaan sistem imbalan jasa.

(12)

Title : The differences of Influence on Performance Compensation perceived by Executive Nurse in Providing Nursing Care at H. Adam Malik Hospital and Martha Friska Hospital in Medan

Name : Elisabeth Stefani

NIM : 071101057

Department : Bachelor of Nursing (S. Kep)

Year : 2011

Abstract

The nurse executive who worked as an employee/employees in private or government agencies would expect to earn income or remuneration sufficient to meet the most basic or primary. Such behavior can be explained because of the high rate of return will increase the level of employee motivation in work. The purpose of this study to determine the difference effect of fees on performance perceived by the nurse executive in providing nursing care to H. Adam Malik Hospital and Martha Friska Hospital in Medan. The design of this study is comparative, with a population of 286, while the sample was taken by 25% yaitu 72 respondents, 36 respondents in H. Adam Malik Hospital Medan and 36 respondents in Martha Friska Hospital Medan. Data analysis was performed with the aid of computerized using linear regression analysis and "t" test. The results showed that more than half (72.2%) nurse executive at the department of Human Rights states the amount of compensation received enough, while the RSU Martha Friska more than half (61.1%) nurses stating executor fees received less. On the performance of nurses found that the majority of nurses implementing the human rights department of Martha Friska Hospital Medan and Medan has a good performance is (94.4%) in the department of human rights field, and (97.2%) on Martha Friska Hospital Medan. Linear regression analysis of test results obtained equation the influence of compensation on performance in the field of human rights department of Performance = 36.722 + 0.653 (compensation), and in RSU Martha Friska Field Performance = 43.034 + 0.710 (compensation). Test results of "t" is obtained Tcount> Ttable (2.518> 2.000) and the probability of <0.05 (0.014

<0.05) it follows that H0 is rejected, which means there are significant differences

between the performance of the nurse executive in the department of human rights and Hospital Medan Martha Friska Medan. It is recommended to the managerial Dr H. Adam Malik Hospital in Medan and Medan Martha Friska to pay more attention to the management system of remuneration.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan

asuhan keperawatan kepada pasien. Kelancaran pelaksanaan asuhan keperawatan

sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat pelaksana. Kemampuan

melaksanakan tugas merupakan unsur utama dalam menilai kinerja seseorang

tetapi tanpa dukungan, kemauan dan motivasi, maka tugas tidak akan dapat

diselesaikan (Nursalam, 2009).

Penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan

perilaku pegawai dan untuk menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas yang

tinggi. Penilaian kinerja perawat pelaksana berguna untuk membantu kepuasan

perawat pelaksana dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja perawat pelaksana,

memberitahu perawat pelaksana bahwa kerja mereka kurang memuaskan,

mempromosikan jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi

syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan,

serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan

bimbingan khusus (Nursalam, 2009).

Hasil yang diperoleh dari penilaian kinerja yang dilakukan adalah

menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Job performance

(kinerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku dalam

pekerjaan yang bersangkutan. Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya,

(14)

rendah, begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar

yang tinggi tetapi rendah motivasinya. Harapan yang merupakan motivasi para pegawai

untuk memiliki kehidupan yang lebih baik sesuai pengorbanan dan tanggung jawab,

dibebankan pegawai dalam melakukan pekerjaannya (Hasibuan, 2007).

Terpenuhinya kebutuhan perawat pelaksana dapat memberikan kenyamanan dalam

bekerja sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien dapat optimal karena kebutuhan

yang dihalangi atau tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya perilaku negatif sedangkan

ketidakpuasan akan imbalan yang diterima dapat mengakibatkan munculnya keluhan

terhadap beban kerja yang tidak seimbang dengan imbalan yang diperoleh, seperti:

pemogokan kerja, keinginan pindah kerja ke rumah sakit lain, perawat pelaksana hanya

memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang rendah dan minim karena terpaksa

melakukan bisnis lain yang menyebabkan kelalaian/malpraktek, tingkat kemangkiran tinggi

atau terpaksa pulang lebih dulu karena bekerja shift sore di rumah sakit lain (Sofyandi, 2008).

Perawat pelaksana yang bekerja sebagai pegawai/karyawan di sebuah instansi, baik

di instansi swasta atau pemerintah tentunya berharap akan memperoleh penghasilan atau

imbalan yang cukup guna memenuhi kebutuhan yang paling mendasar atau primer yaitu

kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan akan pangan, sandang, perumahan, prestasi, dan

afiliasi kekuatan atau aktualisasi diri. Perilaku seperti ini dapat dijelaskan karena tingginya

tingkat imbalan akan mempertinggi tingkat kepuasan dan motivasi pegawai dalam bekerja

(Sofyandi, 2008). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1996, Imbalan mencakup

semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan/instansi untuk pegawainya dan

diterima atau dinikmati oleh pekerja/karyawan, baik secara langsung, rutin atau tidak

langsung. Instansi atau perusahaan dalam memberikan imbalan kepada karyawan yang

(15)

karena setiap pegawai beserta keluarganya harus hidup layak dari gajinya, sehingga dengan

demikian ia dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya melaksanakan tugas yang

dipercayakan kepadanya.

Pengaturan kompensasi pada instansi pemerintah sudah diatur dan ditetapkan

dengan UU dan PP dengan jalur hukum positif. Berbeda dengan pengaturan kompensasi pada

perusahaan swasta yang diatur sendiri oleh masing-masing perusahaan sesuai dengan kondisi

kemampuan yang bersangkutan sehingga wajar kalau kompensasi pegawai negeri lebih kecil

dibanding mereka. Pengertian kompensasi lebih luas dari pada pembayaran gaji dan upah,

karena gaji dan upah lebih menekankan pada wujud finansial saja, sedangkan kompensasi

mencakup balas jasa berupa uang dan fasilitas lain berupa perumahan, tunjangan beras dan

sembako termasuk kesehatan. Perbedaan dalam pemberian imbalan jasa (compensation) yang diterima pegawai instansi pemerintah dan swasta dapat menjadi pemicu kinerja dari

masing-masing pegawai di instansi yang berbeda (Hasibuan, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan Ilyas (2001, dalam Firdaus, 2003), menyatakan

bahwa faktor karakteristik organisasi berhubungan dengan kinerja personel kesehatan, pada

organisasi pemerintah kinerjanya relatif rendah, dan semakin tinggi pada organisasi swasta.

Hal yang sama juga didapat dari penelitian Firdaus (2003) mengenai Analisis Komparatif

Kinerja Perawat pelaksana Ruang Rawat Inap di RS Swasta dan RS Pemerintah Kota

Banjarmasin menunjukkan bahw

sebagian tingkat disiplin kehadiran dan jadwal pulang tidak dipatuhi sesuai ketentuan,

sedangkan penerapan standar operasional prosedur (SOP) sebagian besar tidak dipatuhi

(16)

pelayanan keperawatan melalui kotak saran dan surat kabar. Pada Rumah Sakit Swasta proses

keperawatan belum berjalan secara baik, tetapi SOP sebagian besar sudah berjalan.

Hasil penelitian Samosir (2010) mengenai pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja

perawat pelaksana pada Rumah Sakit Pemerintah diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan imbalan jasa yang diterima perawat pelaksana dengan kinerja perawat pelaksana

dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini terlihat dengan ditemukan hasil bahwa pada

umumnya kinerja perawat pelaksana dalam kategori baik, walaupun 37% perawat pelaksana

dalam kategori kurang baik. Responden yang menyatakan bahwa imbalan rendah, kinerjanya

berada dalam kategori kurang baik sedangkan responden yang menyatakan bahwa imbalan

jasa cukup, kinerjanya berada dalam kategori baik.

Hasil studi pendahuluan melalui proses wawancara yang dilakukan peneliti dengan

Kapokja Rindu A di RSUP H. Adam Malik Medan dan bagian diklat di RSU Martha Friska

Medan mengenai imbalan jasa ditemukan adanya perbedaan imbalan jasa yang diterima oleh

perawat pelaksana. Pada RSUP H. Adam Malik Medan, imbalan jasa yang diterima oleh

setiap perawat pelaksana terdiri dari gaji pokok, uang makan, jasa pelayanan, tunjangan hari

raya (THR), jasa mahasiswa praktek belajar lapangan, asuransi kesehatan, pelatihan, dan

uang pensiun. Imbalan jasa yang diterima perawat pelaksana pada RSU Martha Friska Medan

terdiri dari gaji pokok sesuai UMR, upah berkala tahunan, tunjangan jabatan, tunjangan

pelatihan dan pendidikan, tunjangan hari raya, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan

kecelakaan kerja, dan jaminan kematian.

Berdasarkan data di atas terlihat adanya perbedaan kinerja perawat di instansi

pemerintah dan swasta. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja perawat, salah satunya

adalah pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja perawat pelaksana. Peneliti ingin mengetahui

pengaruh imbalan jasa yang diberikan oleh masing-masing instansi dan kinerja yang

(17)

penelitian mengenai perbedaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan

oleh perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan pada RSUP H. Adam Malik

Medan dan RSU Martha Friska Medan.

2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, peneliti ingin mengetahui:

“Perbedaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat

pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU

Martha Friska Medan.”

3 Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh

imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan

asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha Friska Medan.

3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui imbalan jasa di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Mengetahui imbalan jasa di RSU Martha Friska Medan.

c. Mengetahui kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan

asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

d. Mengetahui kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan

(18)

e. Mengetahui pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat

pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik

Medan dan RSU Martha Friska Medan.

f. Mengetahui perbedaan kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam

memberikan asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha

Friska Medan.

4 Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit

pemerintah dan rumah sakit swasta terkait pemberian imbalan jasa terhadap peningkatan

kinerja perawat pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan yang berdampak langsung

terhadap mutu dan kepuasan klien.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai masukan bagi mahasiswa untuk menambah wawasan keilmuan perawat di

bidang manajemen dan untuk menerapkan kepada mahasiswa agar memiliki kinerja yang

baik dalam pelayanan keperawatan. 4.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi atau tambahan wawasan dan

(19)

e. Mengetahui pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat

pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik

Medan dan RSU Martha Friska Medan.

f. Mengetahui perbedaan kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam

memberikan asuhan keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Martha

Friska Medan.

4 Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit

pemerintah dan rumah sakit swasta terkait pemberian imbalan jasa terhadap peningkatan

kinerja perawat pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan yang berdampak langsung

terhadap mutu dan kepuasan klien.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai masukan bagi mahasiswa untuk menambah wawasan keilmuan perawat di

bidang manajemen dan untuk menerapkan kepada mahasiswa agar memiliki kinerja yang

baik dalam pelayanan keperawatan. 4.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi atau tambahan wawasan dan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Imbalan Jasa

1.1 Pengertian Imbalan Jasa

Imbalan jasa (compensation) mempunyai cakupan yang lebih luas dari pada upah atau gaji. Imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk

pekerja dan diterima atau dinikmati oleh pekerja, baik secara langsung (rutin) atau tidak

langsung (pada suatu hari nanti) (Ruky, 2001). Wungu dan Hartanto (2003) menyatakan

bahwa imbalan jasa merupakan penghasilan yang pemberiannya didasarkan pada berat

ringannya tugas jabatan yang diduduki oleh pegawai. Imbalan jasa dari perusahaan yang

diberikan kepada para pegawainya dalam bentuk uang atau faslitas yang dapat disesuaikan

dengan nilai uang sesuai dengan kinerja pegawai dalam pencapaian tujuan perusahaan.

Handoko (1992) mengartikan kompensasi sebagai segala sesuatu yang diterima

para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Melalui kompensasi inilah suatu

lembaga meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Sihotang

(21)

bagi pegawai dan para manajer baik berupa finansial maupun barang jasa pelayanan yang

diterima oleh setiap karyawan.

Menurut Hasibuan (2007), kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk

uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas

jasa yang diberikan kepada perusahaan. Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan imbalan jasa.

1.2 Jenis-jenis Imbalan

Imbalan dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: Imbalan langsung (direct compensation) yang tediri dari komponen imbalan yang diterima secara “langsung”, rutin atau periodik. Imbalan langsung terdiri dari upah/gaji pokok, tunjangan tunai sebagai

suplemen upah/gaji yang diterima setiap bulan atau minggu, tunjangan hari raya (THR) dan

gaji ke 13 dan 14, bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja atau

kinerja perusahaan, dan insentif sebagai penghargaan untuk prestasi (Ruky, 2001).

Imbalan tidak langsung (indirect compensation) adalah pemberian imbalan kepada karyawan sebagai tambahan yang didasarkan pada kebijakan pimpinan untuk meningkatkan

kesejahteraan karyawan. Imbalan ini tidak secara langsung berkaitan dengan pekerjaan yang

dilakukan karyawan, yang terdiri dari komponen imbalan yang tidak diterima secara rutin

atau periodik, yang diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada karyawan. Imbalan tidak

langsung mencakup: fasilitas/kemudahan seperti transportasi, pemeliharaan kesehatan,

upah/gaji yang tetap diterima oleh pekerja/karyawan selama cuti dan izin meninggalkan

pekerjaan, bantuan dan santunan untuk musibah, bantuan biaya pendidikan

(22)

Imbalan jasa juga disebut penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap

bentuk penghargaan berupa uang atau bukan uang yang diberikan kepada pegawai secara

layak dan adil sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan dalam mencapai tujuan

perusahaan. Input karyawan meliputi segala sesuatu yang diperkirakan oleh karyawan diberikan kepada perusahaan, misalnya: pendidikan, inteligensi, pengalaman, pelatihan,

keterampilan, senioritas, usia, jenis kelamin, latar belakang, status sosial, dan besarnya usaha

yang digunakan. Dalam keadaan tertentu, input bisa saja berupa penampilan, kesehatan, pemilikan kendaraan dan sebagainya. Outcomes adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan atau yang diperkirakan perusahaan kepada karyawannya, misalnya: gaji, insentif

dan mungkin berupa fasilitas (Panggabean, 2002).

1.3 Tujuan Pemberian Imbalan Jasa

Manajemen imbalan tidak dibatasi pada pemberian imbalan finansial misalnya:

upah atau gaji, bonus, komisi dan pembagian laba, namun juga yang berkaitan dengan

imbalan non finansial yang memuaskan kebutuhan psikologis karyawan akan variasi dan

tantangan pekerjaan, prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk memperoleh

pengembangan keterampilan dan karir, dan pelaksanaan pengaruh yang lebih besar dalam

proses pengambilan keputusan. Untuk mempertahankan dan menjaga tingkat prestasi kerja,

maka motivasi dan komitmen perlu ditingkatkan (Sofyandi, 2008).

Ruky (2001) menyatakan bahwa tujuan utama dari kebijakan dan sistem

penggajian perusahaan pada dasarnya adalah untuk memenuhi kewajiban yang bersifat

normatif seperti yang dimuat dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan

Menteri yang berlaku. Pada dasarnya ada empat tujuan utama yang dapat dicapai oleh

perusahaan, yaitu:

1. Mampu menarik tenaga kerja yang berkualitas baik dan mempertahankan mereka agar

(23)

kewajiban normatifnya, tetapi sekaligus ingin agar tenaga profesional yang baik yang

mereka butuhkan untuk menjalankan perusahaan tertarik untuk melamar dan setelah

masuk tidak akan tertarik untuk pindah ke perusahaan lain.

2. Memotivasi tenaga kerja untuk berprestasi. Tenaga kerja harus memberikan kinerja yang

baik kepada perusahaan sesuai kemampuan mereka. Untuk itu kebijakan dan sistem

imbalan harus dirancang sedemikian rupa agar mampu merangsang motivasi kerja.

3. Mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam usaha peningkatan

kualitas sumber daya manusia, perusahaan secara bertahap melakukan pergantian

teknologi dan memperbaharui proses dan sistem operasinya karena itu kualitas sumber

daya manusia harus ditingkatkan ke standar tertentu.

4. Membantu mengendalikan biaya imbalan tenaga kerja (labor cost). Pimpinan perusahaan akan memantau perkembangan peningkatan imbalan tenaga kerja (labor cost), menilai efektivitasnya berdasarkan tujuan dan mengevaluasi apakah perkembangan biaya

seimbang dengan peningkatan produktivitas yang diharapkan.

Sofyandi (2008) menyatakan bahwa tujuan diadakannya pemberian imbalan adalah

untuk menjalin ikatan kerjasama antara pimpinan dengan karyawan, artinya bahwa dengan

terjalinnya kerjasama secara formal akan terbentuk komitmen yang jelas mengenai hak dan

kewajiban yang harus dipikul masing-masing, memberikan kepuasan kepada karyawan

karena melalui kepuasan yang dirasakan para karyawan, maka karyawan akan memberikan

prestasinya yang terbaik, untuk memotivasi karyawan dalam bekerja, agar karyawan

bersemangat dalam bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya, dan untuk menciptakan

disiplin kerja bagi karyawan.

Setiap program imbalan (compensation) harus mampu mendorong seseorang untuk bekerja, seperti yang dikemukakan oleh Peterson & Plowman (dalam Sofyandi, 2008) bahwa

(24)

mempunyai keinginan untuk hidup merupakan keinginan yang utama. Orang bekerja untuk

memenuhi kebutuhannya dan tetap mampu untuk bertahan hidup. The desire for possession

artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan kebutuhan berikutnya yang

menyebabkan mengapa orang mau bekerja. The desire for power artinya adanya keinginan untuk memiliki kekuasaan, dan the desire for recognition artinya adanya keinginan untuk mendapat pengakuan dari pihak lain.

1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Imbalan

Sofyandi (2008) menyatakan bahwa organisasi atau perusahaan dalam menentukan

besarnya imbalan sangat dipengaruhi oleh:

1. Adanya permintaan dan penawaran tenaga kerja

Permintaan tenaga kerja artinya pihak perusahaan sangat membutuhkan tenaga

kerja, maka secara otomatis imbalan relatif tinggi. Penawaran tenaga kerja artinya pihak

individu yang membutuhkan pekerjaan, maka tingkat imbalan relatif lebih rendah.

Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply)

tenaga kerja lebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya imbalan yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan

tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka imbalan yang diberikan akan

besar. Besarnya nilai imbalan yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik

calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut. Dalam keadaan dimana jumlah

tenaga kerja lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya imbalan sedikit

banyak menjadi terabaikan.

2. Kemampuan dan kesediaan perusahaan membayar

Bahwa ukuran besar-kecilnya imbalan yang akan diberikan kepada karyawan akan

sangat tergantung kepada kemampuan finansial yang dimiliki perusahaan dan seberapa

(25)

karyawannya. Kemampuan organisasi untuk melaksanakan imbalan tergantung pada dana

yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat

prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi kerja

maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besarnya keuntungan yang

diperoleh perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk imbalan, maka

pelaksanaan imbalan akan semakin baik.

3. Serikat buruh atau organisasi karyawan

Karyawan akan membentuk suatu ikatan dalam rangka perlindungan terhadap

kemungkinan ketidakadilan pimpinan dalam memberdayakan karyawan. Dalam hal ini

muncul rasa yang menyatakan bahwa perusahaan tidak akan bisa mencapai tujuannya

tanpa ada karyawan sehingga para karyawan yang ikut bergabung dalam serikat buruh

dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penetapan imbalan dalam suatu perusahaan.

Serikat buruh dapat menjadi simbol kekuatan karyawan dalam menuntut kesejahteraan

dari perusahaan. Keberadaan serikat buruh perlu mendapatkan perhatian atau perlu

diperhitungkan oleh pihak manajemen.

4. Produktivitas kerja/prestasi kerja karyawan

Kemampuan karyawan dalam menghasilkan prestasi kerja akan sangat

mempengaruhi besarnya imbalan yang akan diterima karyawan. Produktivitas kerja

dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan

dalam menetapkan imbalan. Pengaruh ini memungkinkan karyawan pada posisi dan

jabatan yang sama mendapatkan imbalan yang berbeda. Pemberian imbalan ini

dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

(26)

Besarnya imbalan terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya

hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling tidak imbalan yang diberikan harus sama dengan ataudi atas biaya hidup minimal.

Jika imbalan yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi

adalah proses pemiskinan bangsa. Misalnya tingkat upah di daerah atau kota terpencil

akan lebih kecil dibandingkan dengan tingkat upah di kota-kota besar.

6. Posisi atau jabatan karyawan

Tingkat jabatan yang dipegang karyawan akan menentukan besar-kecilnya imbalan

yang akan diterima, juga berat ringannya beban dan tanggung jawab suatu

pekerjaan.Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya imbalan.

Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung

jawabnya, maka semakin tinggi pula imbalan yang diterimanya. Hal tersebut berlaku

sebaliknya.

7. Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja

Pendidikan dan pengalaman berperan dalam menentukan besarnya imbalan.

Semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak pengalaman kerja, maka semakin tinggi

pula imbalan yang diterima. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan

organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu

karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.

8. Sektor pemerintah

Dalam kaitannya dengan imbalan, pemerintah menentukan upah minimum, jam

kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut

pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat

mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa. Pemerintah

(27)

ditetapkan perusahaan/organisasi, serta instansi-instansi lainnya, agar karyawan

mendapatkan imbalan yang adil dan layak, seperti dengan dikeluarkannya kebijakan

pemerintah dalam hal pemberian upah minimum.

1.5 Prinsip Imbalan Jasa

Salah satu bagian penting dalam keseluruhan proses pengelolaan sumber daya manusia

dalam setiap organisasi adalah tercipta dan terpeliharanya sistem imbalan yang baik. Sistem

imbalan yang baik adalah suatu sistem pemberian balas jasa kepada para pegawai yang

didasarkan pada paling sedikit empat prinsip, yaitu:

1. Prinsip Keadilan, yaitu imbalan yang diberikan kepada para pegawai sudah

memperhitungkan alat-alat pembanding yang digunakan oleh para pegawai dalam organisasi

yang bersangkutan.

Alat pembanding pertama, diri sendiri, berarti bahwa setiap pegawai baru membawa

serta harapan tertentu mengenai berbagai hal, termasuk imbalan, yang menurut persepsinya

layak diterimanya. Dengan pendidikan atau pelatihan yang pernah ditempuh dan

diselesaikan, pengetahuan, keterampilan, bakat dan pengalaman yang dibawanya ke dalam

organisasi, ia berharap menerima sejumlah imbalan. Alat pembanding kedua, orang lain

dalam organisasi yang sama, dan alat pembanding ketiag adalah orang lain dalam organisasi

yang berbeda. Sedangkan Alat pembanding ketiga adalah imbalan yang diterima oleh orang

lain di organisasi lain tetapi dengan sifat pekerjaan, tingkat jabatan, kedudukan dan pangkat

yang sama. Dalam lingkungan pemerintahan hal ini tidak merupakan persoalan karena,

sistem imbalan bagi para pegawai pemerintah sudah diatur secara nasional.

2. Prinsip Kewajaran; Pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah tidak berdasarkan

motivasi mencari nafkah, melainkan karena pengabdian kepada bangsa dan negara, tetap

ingin memuaskan berbagai kebutuhan secara wajar.

3. Prinsip Komparasi; imbalan yang diberikan oleh pemerintah kepada para pegawainya relatif

(28)

walaupun terdapat perbedaan yang tidak terlalu menonjol. Penerapan prinsip ini menjadi

lebih penting lagi apabila diingat bahwa sebagai manusia biasa, para pegawai pemerintah

tidak kebal terhadap godaan materi betapapun besarnya rasa pengabdiannya kepada

pemerintah, bangsa dan negaranya.

4. Prinsip Kemampuan. Prinsip terakhir yang lumrah dipertimbangkan dalam menciptakan dan

memelihara sistem imbalan ialah prinsip kemampuan. Pengalaman banyak negara

menunjukkan bahwa dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membayar

berbagai imbalan bagi para pegawainya merupakan komponen yang sangat besar dalam

anggaran belanja pemerintah yang bersangkutan. Kenyataan demikian antara lain karena

pemerintah merupakan pemakai tenaga kerja yang paling besar di samping harus

mengeluarkan biaya bagi para pensiunan sipil dan angkatan bersenjata (Siagian, 2000).

1.6 Pendekatan Sistem Imbalan terhadap Kinerja

Imbalan dapat dipakai sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat perilaku

dan prestasi, dan dorongan pemilihan organisasi sebagai tempat bekerja. Imbalan dapat

memenuhi kebutuhan hubungan kerja, memuaskan kebutuhan, mengarahkan pada proses

pembelajaran perilaku baru, dan mengarahkan seseorang pada pemilihan perilaku alternatif.

Sistem imbalan yang dirancang oleh suatu organisasi harus mampu memacu motivasi kerja

dari anggota organisasi agar dapat berprestasi pada tingkat yang tinggi. Dalam pemberian

imbalan, harus diperhatikan faktor-faktor seperti keadilan, kemampuan organisasi,

mengaitkan dengan prestasi, peraturan pemerintah, dan bersifat kompetitif. (Ardana, Mujiati

& Sriathi, 2008).

Imbalan jasa dapat dilihat sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya

karena kebutuhan pegawai terus berkembang dan dari sisi pandang lain para pegawai juga

menyadari bahwa perusahaan mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh keberadaan

(29)

kerja, tingginya absensi, keluh kesah, pemogokan dan bahkan juga keluarnya atu pindahnya

karyawan ke perusahaan lain sampai harus ditutupnya kegiatan operasional perusahaan

(Wungu & Hartanto, 2003).

Perawat pelaksana bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan aspirasinya dan

tentunya menginginkan penghargaan ekonomis, peningkatan kedudukan, kekuatan, dan

status. Penghargaan sekecil apapun yang diterima perawat pelaksana dapat menjadi motivasi

dalam meningkatkan kinerjanya. Imbalan jasa merupakan penghargaan atas keberhasilan

seseorang yang menunjukan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan kewajibannya

dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus sebagai pengakuan atas

kemampuan potensi yang bersangkutan dalam menduduki posisi yang lebih tinggi di suatu

organisasi. (Swansburg, 2001).

2. Kinerja

2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance, yaitu prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Kinerja (job performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing,

dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Tercapainya tujuan lembaga atau perusahaan

hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi lembaga atau

(30)

yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian,

mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik (Prawirosentono, 1999).

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahawa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil

kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1987, dalam Ilyas, 2001) ada tiga faktor (variabel) yang

mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi.

Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan

demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak

langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan

variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal

yang kompleks dan sulit diukur. Terkait dengan belajar semakin tinggi tingkat pendidikan

perawat pelaksana cenderung mempunyai mutu pekerjaan yang baik. Dengan pengetahuan

yang tinggi tingkat pemahaman dalam bekerja akan baik sehingga kinerja akan baik pula.

(31)

pekerjaannya dan telah berada pada lingkungan pekerjaan yang sesuai maka kinerja atau

produktivitasnya serta loyalitas terhadap pekerjaan tersebut akan dapat ditampilkan secara

maksimal. Pada keadaan ini biasanya individu tidak bekerja semata-mata untuk mencari

nafkah tetapi termasuk di dalamnya bagaimana mengaktualisasikan diri melalui pekerjaannya

sehingga dapat menimbulkan kepuasan secara pribadi (Nugroho, 2004).

Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu

terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Faktor

organisasi sangat menunjang individu dalam mencapai prestasi kerja. Sekalipun jika faktor

organisasi kurang menunjang, maka bagi individu yang memiliki tingkat pikiran memadai

dengan tingkat kecerdasan emosi baik, sebenarnya ia tetap dapat berprestasi dalam bekerja.

Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan itu dapat diubah dan dapat diciptakan oleh dirinya

serta merupakan pemacu, tantangan bagi dirinya dalam berprestasi di organisasi

(Mangkunegara, 2005).

2.3 Kinerja Perawat Pelaksana

Kelompok keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap

sebagai kunci dari keberhasilan asuhan kesehatan di rumah sakit. Hal ini terjadi karena

perawat pelaksana selalu berada di samping pasien, dimana asuhan keperawatan telah

dirasakan pasien sejak masuk rumah sakit, selama proses perawat pelaksana, dan sampai

pada waktu pulang. Asuhan keperawatan dalam hal ini merupakan proses rangkaian kegiatan

pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien untuk memenuhi

kebutuhan dasar pasien yang berpedoman pada standar dan etika keperawatan (Sumijatun,

2010).

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan

dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan

(32)

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan

dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang,

tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatan (Nursalam, 2002). Sistem pelayanan

perawatan inap terdiri dari:

a. Masukan, yaitu: perawat, pasien dan fasilitas perawatan

b. Proses, yaitu: intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi:

keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Fasilitas keperawatan

meliputi: efisiensi, kenyamanan dan keamanan.

c. Keluaran, yaitu: berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan yang

terpenuhi, aman nyaman, pasien puas, sesuai kaidah bio-psiko-sosio-spiritual

d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian

Standar proses merupakan standar yang terkait dengan asuhan keperawatan yang

terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perawat pelaksana

melakukan serangkaian tindakan yang ditujukan untuk kemajuan dan kepentingan pasien

dengan cara mengubah lingkungan internal dan eksternal, membantu klien beradaptasi dan

mencegah timbulnya masalah kesehatan, meningkatkan rasa nyaman psikologik dan

fisiologik serta mengkoordinasikan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan klien bersama

dengan tim kesehatan lain dan dengan pasien beserta keluarga (Sumijatun, 2010).

2.4 Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana

Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kinerja karyawan. Penilaian kinerja memberikan mekanisme

penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan

standar-standar kinerja serta memotivasi karyawan di waktu berikutnya. Penilaian kinerja

memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi,

(33)

faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja, yaitu: karakteristik situasi, deskripsi pekerjaan,

spesialisasi pekerjaan dan standar kerja, tujuan-tujuan penilaian kinerja, sikap para karyawan,

dan manajer terhadap evaluasi (Sofyandi, 2008).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer

perawat pelaksana dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Swanburg,

2000). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku

pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang

tinggi. Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat pelaksana guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat pelaksana. Hal

ini berguna untuk membantu kepuasaan perawat pelaksana, memberitahu perawat pelaksana

bahwa pekerjaannya kurang memuaskan sehingga perawat pelaksana dapat memperbaiki

perilaku kerjanya agar dapat berprestasi lebih efektif, mempromosikan jabatan dan kenaikan

gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi

antara atasan dan bawahan, serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang

memerlukan bimbingan khusus (Nursalam, 2009).

Menurut Nursalam (2009), ada beberapa manfaat penilaian kinerja, yaitu:

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok dengan

memberikan kesempatan pada mereka unutk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam

kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan

mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya.

3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya

(34)

4. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf

yang lebih tepat guna sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan

tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan

gaji atau sistem imbalan yang baik.

6. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya

tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan

dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Manfaat penilaian kinerja di atas dapat membantu pihak rumah sakit

mengidentifikasi staf yang mempunyai potensi untuk dikembangkan kariernya sehingga

dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa

yang akan datang atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Bagi karyawan yang terhambat

disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik, maka perlu

diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung (Nursalam,

2009).

2.5 Metode Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana

Metode penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara berorientasi ke masa lalu

atau masa yang akan datang. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu diartikan sebagai

penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan atau

berdasarkan hasil yang telah dicapai. Kelemahan dalam teknik ini yaitu kinerja tidak dapat

diubah akan tetapi bila kinerja masa lalu dievaluasi maka para karyawan memperoleh umpan

balik untuk perbaikan kinerja. Teknik-teknik penilaian jenis ini meliputi skala penilaian,

daftar periksa, metode kejadian kritis, dan metode catatan prestasi (Soeprihanto, 1988;

Hariandja, 2002).

(35)

Metode ini memerlukan penilai untuk memberikan suatu evaluasi yang subjektif

mengenai penampilan individu pada skala dari rendah sampai tinggi. Formulir

dilengkapi dengan mengecek tanggapan yang paling tepat untuk setiap penampilan.

Kelebihan metode ini, tidak mahal untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Para penilai

membutuhkan sedikit waktu dan sedikit latihan untuk melengkapi formulir tersebut dan

metode ini dapat diterapkan pada sebagian besar pekerja dalam perusahaan. Kelemahan

metode ini yaitu terjadi kesulitan dalam menentukan kriteria yang sesuai dengan

pelaksanaan pekerjaan sehingga formulir akan berisi faktor-faktor kepribadian yang

kurang sesuai. Faktor-faktor penilaian yang dibutuhkan untuk mengukur kinerja,

misalnya: prestasi kerja, kesungguhan kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran,

kerjasama, kepemimpinan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala Likert

(Soeprihanto, 1988).

2. Daftar periksa (checklist)

Daftar periksa (checklist) adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah

pegawai sudah memenuhi atau melakukannya. Standar-standar unjuk kerja misalnya

pegawai hadir dan pulang tepat waktu, pegawai bersedia bilamana diminta lembur,

pegawai patuh pada atasan, dan lain lain. Metode penilaian dengan daftar periksa

memerlukan penilai untuk menseleksi pernyataan yang menjelaskan karakteristik

karyawan. Kelebihan dari daftar periksa adalah hemat, mudah pelaksanaannya, dan

terstandarisasi. Kelemahannya meliputi pemakaian kriteria kepribadian (mendengarkan

saran, membantu karyawan lain, menjaga kerapian tempat kerja) dan bukan kriteria

penampilan (kemampuan kerjasama, kecakapan, kesungguhan kerja) (Soeprihanto,

1988).

(36)

Metode ini mencatat pernyataan yang menggambarkan tingkah laku karyawan baik dan

buruk dan dihubungkan dengan cara kerja mereka dan mencatat tangggal dan waktu

terjadinya perilaku tersebut. Pernyataan tersebut disebut kejadian-kejadian kritis.

Metode kejadian kritis sangat berguna dalam memberi karyawan umpan balik tentang

keterkaitan pekerjaan dan menambah masukan baru (Soeprihanto, 1988).

4. Metode catatan prestasi

Metode catatan prestasi adalah metode yang membandingkan karyawan yang satu

dengan yang lain dalam mengerjakan pekerjaan. Setiap orang di tiap-tiap bagian dapat

diketahui sebagai karyawan yang baik dan yang lebih baik dari karyawan lainnnya

(Soeprihanto, 1988).

Penilaian kinerja berorientasi masa yang akan datang adalah penilaian kinerja

karyawan saat ini serta penetapan sasaran prestasi kerja di masa yang akan datang, yaitu

penilaian diri (self asessment), penilaian pendekatan management by objective (MBO) dan pusat-pusat penilaian. Penilaian berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa depan

dengan mengevaluasi potensi karyawan atau merumuskan tujuan kinerja masa depan. Ada

empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja masa depan, yaitu:

penilaian diri, pengelolaan berdasarkan tujuan, penilaian psikologis, dan assessment centre

(Soeprihanto, 1988).

1. Penilaian diri

Karyawan dilatih untuk meneliti kinerja mereka sendiri dan lingkungan kerja, membuat

pengkajian diri terhadap tujuan dan harapan. Penilaian diri digunakan untuk

menentukan kelemahan yang perlu perbaikan (Swanburg, 2000).

2. Penilaian berdasarkan tujuan

Penilaian berdasarkan tujuan memungkinkan perawat pelaksana mengendalikan kinerja

(37)

menetapkan sasaran kerja yang ingin dicapainya, membuat tuntutan pada diri mereka

sendiri agar dapat bertanggung jawab dan mampu dalam mencapai tujuan (Swanburg,

2000).

3. Penilaian psikologis

Ilmu psikologi dipakai sebagai evaluasi, maka penilaian individu kepada mereka yang

mempunyai peranan utama di masa yang akan datang penilaian biasanya dilakukan

dengan wawancara, tes psikologi, bertukar pendapat dengan penanya, penilaian. Ahli

psikologi akan mencatat penilaian pegawai tentang: kepandaian, kemauan, dorongan

dan sifat pekerjaan yang lain yang akan membantu prestasi kerja di masa yang akan

datang (Soeprihanto, 1988; Swanburg, 2000).

4. Assessment centre

Assessment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan

dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan

tanggung jawab yang besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan interview

mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi

terbuka, dan menstimulasi pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari suatu

masalah untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, dan potensi seseorang (Hariandja,

2002).

3. Asuhan Keperawatan

3.1 Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu konsep yang diterapkan dalam praktik

(38)

klien/keluarga yang terdiri dari 5 tahap: pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi (Iyer et al, 1996 dalam Nursalam, 2002).

Yura & Walsh (1983, dalam Nursalam, 2002) menyatakan bahwa asuhan

keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan

keperawatanyang meliputi: mempertahankan keadaan kesehatan klien yang optimal, apabila

perubahannya membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan keperawatan terhadap

kondisinya kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat

tercapai, proses keperawatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal

berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi selama

hidupnya.

Setiap langkah dalam proses keperawatan selalu didasarkan pada suatu ilmu yang

luas, khususnya ilmu dan model keperawatan yang berlandaskan filosofi keperawatan, yaitu

bahwa asuhan keperawatan kepada klien harus menekankan pada 3 (tiga) aspek: humanistic

memandang dan memperlakukan klien sebagai manusia dan bahkan sebagai perawat

pelaksana, holistik intervensi keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia

secara utuh (bio-psiko-sosio-spiritual), dan care asuhan keperawatan yang diberikan harus berlandaskan pada standar praktik keperawatan dan etik keperawatan (Nursalam

2002).

3.2 Implikasi Asuhan Keperawatan

Nursalam (2002) menyatakan bahwa penerapan asuhan keperawatan mempunyai

implikasi atau dampak terhadap profesi keperawatan, klien dan perawat pelaksana.

1. Profesi keperawatan

Asuhan keperawatan menyajikan suatu lingkup praktik keperawatan melalui 5 langkah

keperawatan yang secara terus menerus mendefinisikan perannya kepada klien dan

(39)

melaksanakan rencana seperti yang telah diresepkan dokter. Praktik keperawatan

mencakup standar praktik keperawatanyang diadopsi dan diterbitkan oleh American Nurses’ Association. Di Indonesia pelaksanaan standar praktik keperawatan telah diatur dalam peraturan pemerintah melalui Undang-undang Kesehatan di Indonesia dan

diberlakukannya PERMENKES No. 647/2000 yang mengatur tentang praktik

keperawatan professional di Indonesia.

2. Klien

Penggunaan asuhan keperawatan sangat bermanfaat bagi klien dan keluarga. Kegiatan ini

mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam keperawatandengan melibatkan

mereka ke dalam 5 (lima) langkah proses. Klien menyediakan sumber untuk pengkajian,

validasi diagnosa keperawat pelaksanaan, dan menyediakan umpan balik untuk evaluasi.

Perencanaan keperawatan yang tersusun dengan baik, memungkinkan perawat pelaksana

memberikan pelayanan secara berkesinambungan, aman, dan terciptanya lingkungan

terapeutik yang membantu mempercepat kesembuhan klien.

3. Perawat pelaksana

Asuhan keperawatan akan meningkatkan kepuasan dalam bekerja, meningkatkan

perkembangan profesionalisasi, meningkatan hubungan perawat pelaksana dengan klien.

Asuhan keperawatan memungkinkan suatu pengembangan dan kreatifitas dalam

penjelasan masalah klien.

3.3 Standar Asuhan Keperawatan

Standar asuhan keperawatan mengidentifikasi harapan-harapan minimal bagi para

perawat profesional dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis.

Dengan adanya standar asuhan keperawatan, maka profesi keperawatan dapat mewujudkan

(40)

menuntun para perawat pelaksana dalam menjalankan tugasnya memberikan asuhan

keperawatan (Priharjo, 1995).

Kebutuhan adanya standar asuhan keperawatan telah dipenuhi oleh Pemerintah

dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 660/Menkes/SK/IX/1987, yang dilengkapi

dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.105/Yan Med/RS

Ummudik/RW/I/88, tentang penerapan Standar Praktek Keperawatan bagi perawat pelaksana

di Rumah Sakit. Berdasarkan kedua surat tersebut, dinyatakan bahwa semua tenaga perawat

pelaksana perlu memperhatikan serta menerapkan Standar Praktek Keperawatan yang telah

ditentukan. Lingkup dari Standar Asuhan Keperawatan meliputi: falsafah keperawatan,

tujuan asuhan keperawatan, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan

keperawatan, intervensi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan catatan asuhan keperawatan

(Nursalam, 2009).

Standar praktik keperawatan digunakan untuk menilai kualitas pelayanan

keperawatan kepada klien yang merupakan pedoman bagi perawat pelaksana dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan mengacu dalam tahapan

proses keperawatan yang meliputi: 1) pengkajian, 2) diagnosis keperawat pelaksanaan,

3) perencanaan, 4) implementasi, dan 5) evaluasi (PPNI, 2000 dalam Nursalam, 2009).

1) Standar I: Pengkajian keperawatan

Perawat pelaksana mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,

menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi:

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik,

serta dari pemeriksaan penunjang.

2. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang terkait tim kesehatan, rekam

(41)

3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

a. Status kesehatan klien masa lalu.

b. Status kesehatan klien saat ini.

c. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.

d. Respons terhadap terapi.

e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal.

f. Risiko-risiko tinggi masalah.

4. Kelengkapan data dasar mengandung unsure LARB (lengkap, akurat, relevan, dan

baru)

2) Standar II: Diagnosis keperawatan

Perawat pelaksana menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis

keperawatan.

Kriteria proses:

1) Proses diagnosis terdiri atas analis, interpretasi data, identifikasi masalah klie, dan

perumusan diagnosis keperawatan.

2) Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejela

(S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE)

3) Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis

keperawatan.

3) Standar III: Perencanaan keperawatan

Perawat pelaksana membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan

meningkatkan kesehatan klien.

Kriteria proses, meliputi:

1) Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan

(42)

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

4) Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4) Standar IV: Implementasi

Perawat pelaksana mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam

rencana asuhan keperawatan.

Kriteria proses, meliputi:

1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan

asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons

klien.

5) Standar V: Evaluasi keperawatan

Perawat pelaksana mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam

pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Kriteria proses:

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat

waktu, dan terus menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah

pencapaian tujuan.

3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

(43)

5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan

menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan

yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan

keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan

untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Gillies, 1996).

4. Rumah Sakit

4.1 Pengertian Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit bergantung pada sudut pandang yang dipergunakan oleh

yang meninjau, dengan kata lain tidak ada pengertian umum yang dapat diterima oleh

segenap kalangan, misalnya masyarakat umum menyebutkan bahwa rumah sakit adalah

tempat bagi orang-orang yang sakit untuk berobat, sedangkan dokter dan perawat pelaksana

menyebutkan rumah sakit sebagai lahan untuk mencari nafkah hidup. Menurut Anggaran

Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia seperti diundangkan dalam Bab I

Ketentuan Umum Pasal 1, bahwa rumah sakit adalah suatu lembaga dalam mata rantai sistem

kesehatan nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat

(Iskandar, 1998).

4.2 Rumah Sakit Swasta

Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang didirikan oleh pihak swasta, yaitu

non-Pemerintah, yaitu beberapa orang (person) sepakat untuk mendirikan suatu badan hukum atau perusahaan hukum dan badan hukum ini melakukan kegiatan dalam bidang pendirian

dan menjalakan rumah sakit. Selain yang didirikan oleh person terdapat juga rumah sakit yang didirikan oleh kelompok-kelompok seperti misi agama. Badan hukum yang didirikan

(44)

hukum yang memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari pemiliknya, dengan maksud

tujuan tertentu dan lazimnya bersifat idiil dan diurus oleh suatu badan pengurus tanpa

mempunyai anggota. Tujuan didirikan yayasan adalah bersifat idiil, dengan kata lain bukan

mencari keuntungan pribadi bagi para pendiri atau pengurusnya. Biaya pengelolaan rumah

sakit yang didirikan oleh pihak swasta ini berasal dari sumbangan para dermawan (Iskandar,

1998).

Seiring dengan perkembangan masa dan perkembangan alam pikiran masyarakat,

kpada awalnya pelayanan yang dilakuikan oleh rumah sakit hanya bersifat sosial semata

mengalami perubahan, karena semakin hari semakin sulit bagi pihak pengelola rumah sakit

untuk mendapatkan biaya yang berasal dari sumbangan para dermawan, sebab semakin hari

biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit semakin besar dan tidak seimbang lagi dengan

pemasukan rumah sakit maka untuk kelangsungan rumah sakit, pendiri/pengelola membuat

kebijaksanaan seluruh biaya yang diperlukan dan dikeluarkan oleh rumah sakit untuk

perawatan terhadap orang yang berobat dihitung, kemudian biaya tersebut ditagih kepada

pasien.

4.3 Rumah Sakit Pemerintah

Perbedaan pokok dengan rumah sakit swasta terutama sekali menyangkut sumber

pendanaan rumah sakit yang bersangkutan, yakni kalau rumah sakit pemerintah biaya untuk

pengelolaan rumah sakit tersebut sepenuhnya didanai oleh pemerintah, yaitu dengan cara

menganggarkannya dalam APBN, APBD, dan lain-lainnya. Karena dana pengelolaan rumah

sakit ini berasal dari pemerintah maka segala pendapatan yang diperoleh oleh rumah sakit

harus dikembalikan ke kas Negara (Iskandar, 1998).

Dalam perkembangannya, untuk biaya pengelolaan rumah sakit pemerintah inti

tidak sepenuhnya dapat diandalkan hanya dengan mengharapkan APBN dan APBD saja,

Gambar

Tabel 1. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden di Ruangan Rawat
Tabel 6 Hasil Regresi Linier Pengaruh Imbalan Jasa terhadap Kinerja yang Dipersepsikan oleh Perawat Pelaksana di RSU Martha Friska Medan 2011 2

Referensi

Dokumen terkait

5.2.3 Pengaruh Beban Kerja Perawat Terhadap Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Kardiovaskuler RSUP H.Adam Malik, Medan.... Surat Permohonan

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA RUANGAN DENGAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA.. DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DIRUANG

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan perawat tentang manajemen nyeri pada pasien dan dapat dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya

Disarankan kepada manajemen RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun untuk: memberikan reward bagi perawat pelaksana yang telah melakukan kinerja dalam asuhan keperawatan dengan

Kemenkes (2013) menjelaskan kinerja perawat dinilai melalui penampilan kerja perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan berdasarkan tugas dan tanggung

disimpulkan bahwa kepala ruang yang memberikan fungsi manajemen mempunyai peluang 3,44 kali untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan

Hubungan Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Rsud Toto Kabila Kabupaten

Adam Malik Medan memiliki resiliensi yang baik dalam mengatasi stres dan kecemasan yang dialaminya. Peneliti mengharapkan agar perawat memberikan asuhan keperawatan yang