• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERAN PERAWAT PELAKSANA DENGAN

KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Lina Togatorop 071101042

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Peran Perawat dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang memberikan pemikiran berharga baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata,M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati,S.Kp,MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Jenny M. Purba,S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan waktu dan masukan yang sangat berharga selama proses akademik.

(4)

5. Ibu Rosina Tarigan,S.Kp,M.Kep,Sp.KMB,CWCC selaku dosen penguji I dan Ibu Rika E.Nurhidayah,S.Kp,M.Pd selaku dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada penulis selama proses akademik dan seluruh staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administrasi.

7. Direktur RSUP HAM Medan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUP HAM Medan.

8. Ibu Liberta Lumbantoruan,S.Kep,M.Kep dan Bapak Iwan Rusdi, S.Kp,MNS yang telah memvalidkan kuesioner penulis dan memberikan masukan yang berharga terhadap penelitian ini.

9. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses penelitian berlangsung.

10. Teristimewa kepada keluargaku tercinta Ayahanda S. Togatorop dan Ibunda D. Saragih yang tetap setia memberikan doa, cinta, dorongan, bimbingan, kekuatan, motivasi serta memberikan dana bagi penulis, serta kepada Abangku tersayang Sandi Pitara Togatorop dan Adik-adikku terkasih Baboritha Lusiana Togatorop, Polin Mouna Togatorop, dan pudanku tersayang Abednego Canro Togatorop yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis dari awal hingga akhir.

(5)

Rivo yang selalu menemani peneliti dalam berbagai kondisi, juga kepada Kelompok KecilQ tercinta( k’Ova, Resti, K’Elyani, Juliana,) dan teman-teman seperjuangan (Betty, Wahyu, Dian, Moncha, Mey, Tiwi, Dahlia, Delima, Vina, Wasli, K’Ruth, Wanda, Olin, Septian, K’Sabet, Septian). 12. Sahabat-sahabatku yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan doa

Debora Simanjorang dan Maslin Sitohang serta Gazeboku Eva Sonatalia (Pong), Juliana Pandiangan (Jupe), Irvan Riko Pasaribu (Ickong), Heberlin Tinambunan (Berta), Ita Silalahi (Dado), dan Goklas Pasaribu (Gokpeng), serta teman-teman Gitar 5 tercinta Devi, Eva, Nova, K’Agatha, Shelvia, Lidia dan Vera yang selalu mendukung penulis, tidak lupa juga kepada Alexius Alfred M. Malau yang selalu memberikan doa, motivasi, semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam menyelesaikan skripsi maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yesus Kristus mencurahkan berkat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juni 2011

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan Sidang Proposal ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... ix

Abstrak ... x

Bab 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

1.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis ... 8

1.3 Manifestasi Gagal Ginjal Kronis ... 9

1.4 Hemodialisa ... 9

1.5 Komplikasi Hemodialisa ... 10

2. Konsep Peran Perawat ... 11

2.1 Defenisi Peran Perawat ... 11

2.2 Peran Perawat Pelaksana ... 12

2.3 Penilaian Standar Peran Perawat Pelaksana ... 14

3. Konsep Kualitas Hidup... 19

3.1 Defenisi Kualitas Hidup ... 19

3.2 Teori Kualitas Hidup ... 20

3.3 Komponen Kualitas Hidup ... 24

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 25

3.5 Pengukuran Kualitas Hidup ... 25

Bab 3 Kerangka Penelitian ... 26

1. Kerangka Penelitian ... 26

2. Defenisi Operasional ... 27

4. Hipotesis Penelitian ... 27

Bab 4 Metodologi Penelitian ... 28

1.Desain Penelitian ... 28

2.Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

3.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.Pertimbangan Etik Penelitian... 29

(7)

6.Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument ... 33

7.Pengumpulan Data ... 34

8.Analisa Data ... 35

Bab 5 Hasil dan Pembahasan ... 37

1. Hasil Penelitian ... 37

1.1 Distribusi Karakteristik Data Demografi Responden ... 37

1.2 Peran Perawat Pelaksana pada Pasien GGK ... 39

1.3 Kualitas Hidup Pasien GGK ... 40

1.4 Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup pasien GGK ... 42

2. Pembahasan ... 43

2.1 Peran Perawat Pelaksana pada Pasien GGK ... 43

2.3 Kualitas Hidup Pasien GGK ... 45

2.4 Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup pasien GGK ... 46

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Jadwal Penelitian

3. Taksasi Dana

4. Instrumen Penelitian 5. Curriculum Vitae 6. Surat Survey Awal

7. Surat Izin Penelitian di RSUP HAM Medan 8. Realibilitas

9. Distribusi Karakteristik Responden 10.Analisa Data Peran Perawat Pelaksana

11.Analisa Data Kuesioner Peran Perawat Pelaksana 12.Analisa Data Kualitas Hidup

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional Varibel Penelitian

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Perawat Pelaksana pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Tabel 5. Hasil Analisa Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : Lina Togatorop NIM : 071101042

Program : Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Tahun : 2011

Abstrak

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang membuat kondisi pasien harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang harus dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Perawat pelaksana berperan memberi asuhan keperawatan secara holistik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dilakukan pada tanggal 10 Februari-16 Maret 2011 dengan jumlah responden 32 orang. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif

dengan pengambilan sampel purpusive sampling dankriteria sampel adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa, dewasa, dan mandiri.

Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner peran perawat, dan kuesioner kualitas hidup. Hasil penelitian diuji dengan spearman rho dan menunjukkan peran peran perawat pelaksana mayoritas dalam kategori baik sebesar 90,6% (29 orang) dan kategori kurang baik sebesar 9,4% (3 orang) dan kualitas hidup pasien dalam kategori tinggi sebesar 62,5% (20 orang) dan kategori sedang sebesar 37,5% ( 12 orang). Dari uji koefisien korelasi Spearman rho

didapat nilai p sebesar 0,002 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa, kekuatan korelasi (r) = 0,521 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+) yang artinya semakin baik peran perawat pelaksana, maka semakin tinggi pula kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi pengaruh usia pertama kali menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.

(11)

Title : The Correlations of Nurse’s Role and Quality of Life of Patient with Chronic Renal Failure undergone Haemodialysis Treatment at Haji Adam Malik Hospital Medan

Name : Lina Togatorop

NIM : 071101042

Major : Bacelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2011

Abstract

Chronic renal failure is renal dysfunction that makes the condition of the patient must use hemodialysis machine lifetime. Patients undergoing long term hemodialysis should be confronted with various problems affecting the quality of life. The nurse caregiver role to give nursing care in a holistic manner so as to improve the quality of life of patients. This study aims to determine correlations nurse’s role and quality of life of patients chronic renal failure with hemodialysis therapy in RSUP HAM Medan conducted on 10 February to 16 March 2011 with respondents 32. The study design used in this research is descriptive correlative with purpusive sampling and sample criteria were chronic renal failure patients with hemodialysis therapy, mature, and independent. Research instrument in the form of demographic data questionnaire, nurse role questionnaires, and the quality of life questionnaire. The results were tested with the spearman rho and demonstrate the role of the nurse's role in implementing the majority of good categories at 90.6% (29 people) and the category of poor by 9.4% (3 people) and the quality of life of patients in the high category of 62.5% (20 people) and the category of being at 37.5% (12 people). Of the Spearman rho correlation coefficient test derived p value of 0.002 (p <0.05) indicating a significant relationship exists between the role of nurse executive with the quality of life of patients with chronic renal failure with hemodialysis therapy, the strength of correlation (r) = 0.521 which indicates that the power relations in the category of being and the direction of the correlation (+) which means the better the nurse executive role, the higher the quality of life of patients with chronic renal failure with hemodialysis therapy. Need to do further research to identify the effect of age at first underwent hemodialysis with the quality of life of patients chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy.

(12)

Judul : Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : Lina Togatorop NIM : 071101042

Program : Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Tahun : 2011

Abstrak

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang membuat kondisi pasien harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang harus dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Perawat pelaksana berperan memberi asuhan keperawatan secara holistik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan yang dilakukan pada tanggal 10 Februari-16 Maret 2011 dengan jumlah responden 32 orang. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif

dengan pengambilan sampel purpusive sampling dankriteria sampel adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa, dewasa, dan mandiri.

Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner peran perawat, dan kuesioner kualitas hidup. Hasil penelitian diuji dengan spearman rho dan menunjukkan peran peran perawat pelaksana mayoritas dalam kategori baik sebesar 90,6% (29 orang) dan kategori kurang baik sebesar 9,4% (3 orang) dan kualitas hidup pasien dalam kategori tinggi sebesar 62,5% (20 orang) dan kategori sedang sebesar 37,5% ( 12 orang). Dari uji koefisien korelasi Spearman rho

didapat nilai p sebesar 0,002 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa, kekuatan korelasi (r) = 0,521 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+) yang artinya semakin baik peran perawat pelaksana, maka semakin tinggi pula kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi pengaruh usia pertama kali menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.

(13)

Title : The Correlations of Nurse’s Role and Quality of Life of Patient with Chronic Renal Failure undergone Haemodialysis Treatment at Haji Adam Malik Hospital Medan

Name : Lina Togatorop

NIM : 071101042

Major : Bacelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2011

Abstract

Chronic renal failure is renal dysfunction that makes the condition of the patient must use hemodialysis machine lifetime. Patients undergoing long term hemodialysis should be confronted with various problems affecting the quality of life. The nurse caregiver role to give nursing care in a holistic manner so as to improve the quality of life of patients. This study aims to determine correlations nurse’s role and quality of life of patients chronic renal failure with hemodialysis therapy in RSUP HAM Medan conducted on 10 February to 16 March 2011 with respondents 32. The study design used in this research is descriptive correlative with purpusive sampling and sample criteria were chronic renal failure patients with hemodialysis therapy, mature, and independent. Research instrument in the form of demographic data questionnaire, nurse role questionnaires, and the quality of life questionnaire. The results were tested with the spearman rho and demonstrate the role of the nurse's role in implementing the majority of good categories at 90.6% (29 people) and the category of poor by 9.4% (3 people) and the quality of life of patients in the high category of 62.5% (20 people) and the category of being at 37.5% (12 people). Of the Spearman rho correlation coefficient test derived p value of 0.002 (p <0.05) indicating a significant relationship exists between the role of nurse executive with the quality of life of patients with chronic renal failure with hemodialysis therapy, the strength of correlation (r) = 0.521 which indicates that the power relations in the category of being and the direction of the correlation (+) which means the better the nurse executive role, the higher the quality of life of patients with chronic renal failure with hemodialysis therapy. Need to do further research to identify the effect of age at first underwent hemodialysis with the quality of life of patients chronic renal failure undergoing hemodialysis therapy.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel karena kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer dan Bare, 2004). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Soeparman, 2003). Gangguan ginjal yang telah berada pada tahap berat ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa zat metabolisme dari dalam tubuh. Ketidakmampuan ginjal menyebabkan tubuh dipenuhi dengan air dan racun sehingga timbul gejala seperti mual, muntah dan sesak napas yang memerlukan hemodialisa darah sesegera mungkin (Indonesian Kidney Care Club/IKCC, 2008).

(15)

Prevalensi penderita gagal ginjal kronis di Amerika Serikat pada akhir tahun 2002 sekitar 345.000 orang sedangkan tahun 2007 terjadi peningkatan 80.000 orang. Setiap tahunnya sekitar 70.000 orang di Amerika Serikat meninggal dunia disebabkan oleh gagal ginjal (Kusmardanu, 2008).

Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang dirilis pada tahun 2000, memperkirakan gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Gagal ginjal kronis di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8% tiap tahun. Data yang diterima dari RSU dr. Soetomo Jakarta pada tahun 2004-2006, diperkirakan tiap tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus gagal ginjal. Data tersebut didapat bahwa sekitar 60%-70% dari pasien tersebut menjalani terapi dengan kondisi sudah masuk tahap gagal ginjal kronis sehingga pasien harus bergantung pada hemodialisa seumur hidup (Winata,2007 dalam Desita, 2009).

Soeparman (2003) mengatakan, Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menunjukkan jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia yang menjalani terapi hemodialisa sekitar lima puluh orang per satu juta penduduk. Menurut laporan tahunan dari Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) tahun 2006, diperkirakan jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia sebanyak 150 ribu pasien dan jumlah total pasien tersebut 21% berusia 15-34 tahun, 49% berusia 35-55 tahun, dan 30% berusia diatas 56 tahun.

(16)

ginjal tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (Smeltzer dan Bare, 2004).

Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays, 1992 ).

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa masih merupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan. Pasien bisa bertahan hidup dengan menjalani terapi hemodialisa, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari terapi hemodialisa. Mencapai kualitas hidup perlu perubahan secara fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit gagal ginjal kronis itu sendiri.

(17)

Keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu unsur yang digunakan sebagai indikator pelayanan kesehatan yang bermutu, serta sangat berperan dalam menentukan kepuasan pasien yang dirawat di rumah sakit (Mubarak, 2006).

Peran perawat pelaksana merupakan peran perawat yang sangat penting karena peran ini membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses perawatan. Proses perawatan tidak hanya sekedar sembuh dari penyakit tertentu, namun dengan keterampilan yang dimilki perawat, peran perawat pelaksana mampu meningkatkan kesehatan fisik, dan mengembalikan emosional dan spiritual(Perry dan Potter, 2004).

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa memerlukan hubungan yang erat dengan seseorang yang bisa dijadikan tempat menumpahkan perasaannya saat-saat stres dan kehilangan semangat. Perawat dapat memberi dukungan kepada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dengan mengidentifikasi strategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi berbagai masalah dan rasa takut sehingga kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis dapat meningkat (Smeltzer dan Bare, 2004).

(18)

yang tidak memiliki dukungan. Penelitian Sapri (2010) menyatakan faktor keterlibatan peran perawat sangat diperlukan pasien terutama dalam memberikan asuhan keperawatan, informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Fenomena di lapangan masih menyisihkan adanya kecenderungan perawat masih belum melaksanakan perannya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang berdampak kepada kualitas hidup pasien pada penyakit kronis. Hasil penelitian Rumintang (2006, dalam Arlinda, 2008) mengatakan pelaksanaan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan masih jauh dari standart asuhan keperawatan professional dan masih minim dilakukan oleh perawat yang berpengaruh terhadap kepuasan dan depresi pasien.

Berdasarkan uraian diatas dan fenomena yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan peran perawat pelaksana di RSUP HAM Medan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa terhadap kualitas hidupyang masih menyisakan sejumlah persoalan penting.

2. Rumusan Masalah

(19)

3. Pertanyaan Penelitian

3.1 Bagaimana peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan?

3.2 Bagaimana kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan?

3.3 Adakah hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan?

4. Tujuan Penelitian

4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2 Tujuan Khusus

4.2.1 Mengidentifikasi peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.2 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(20)

5. Manfaat Penelitian

5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan tentang ilmu keperawatan terutama kajian peran perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standart praktek keperawatan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.

5.2 Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan dan dikembangkan bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.

5.3 Bagi Pelayanan Keperawatan

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Gagal Ginjal Kronis

1.1 Defenisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel karena kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer dan Bare, 2004). Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Soeparman, 2003).

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) tahun 2009, gagal ginjal kronis merupakan suatu kerusakan ginjal dimana nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Dasar etiologi karena kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nefron ke arah suatu kemunduran nilai dari laju filtrasi glomerulus (LFG). Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu.

1.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI)

klasifikasi penyakit gagal ginjal kronis didasarkan atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

(22)

telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG lebih besar dari 90 mL/min/1.73 m2 atau LFG normal, derajat dua terjadi bila reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2, derajat tiga dimana reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73 m2, derajat empat terjadi reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73 m2, dan derajat lima telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu kurang dari 15 mL/min/1.73 m2.

Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2, bagian kedua penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular, penyakit tubulointerstitial, penyakit kistik serta bagian ketiga adalah penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat, penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy.

1.3 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis

Gambaran klinik gagal ginjal kronis berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a) Kelainan hemopoeisis

(23)

b) Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. c) Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronis. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronis yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d) Kelainan kulit

(24)

e) Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f) Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g) Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronis sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

1.4 Hemodialisa

(25)

Terapi hemodialisa merupakan terapi teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kretinin, asam urat, dan zat-zat sisa lain malalui dengan proses difusi, osmosis, daan ultrafiltrasi (Smeltzer dan Bare, 2004).

Hemodialisa dilakukan untuk mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah (Sudoyo.,et al, 2006). Pada penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian namun tidak menyembuhkan penyakit ginjal yang tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal ( Smeltzer dan Bare, 2004).

1.5 Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi akut hemodialisa adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisa berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal demam, dan menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi seperti sindrom disekuilibirium, reaksi dialiser, aritmia, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli paru, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia (Sudoyo., et al, 2006).

(26)

dialisis), nyeri dada ( 2-5% dari dialisis), sakit tulang belakang (2-5 % dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada nak-anak (<1 %dari dialisis).

Pada umumnya terapi hemodialisa dilaksanakan pada gagal ginjal kronis dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari keadaan ini seperti keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata, K serum > 6mEq/L, ureum darah > 200mg/DI, pH darah < 7,1, anuria berkepanjangan (> 5 hari), dan fluid overloaded (Sudoyo., et al, 2006).

2. Konsep Peran Perawat

2.1 Defenisi Peran Perawat

Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai pendidikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Kedudukannya dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai wewenang dalam menyelenggarakan pelayanan keperawatan (Kozier, Barbara 1995 dalam Mubarak 2006).

Tugas pokok perawat menurut Kep Men PAN No 94 thn 2001 tentang jabatan fungsional perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/kesehatan individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang keperawatan/kesehatan.

(27)

Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (Nursalam, 2007). Menurut Mubarak (2006), peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenagan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai cirri terpisah untuk demi kejelasan.

2.2 Peran Perawat Pelaksana

(28)

tersebut. Kemampuan ini diperoleh selama masa pendidikan dan dimantapkan saat menjalankan tugasnya di sarana pelayanan kesehatan.

Peran perawat pelaksana dalam pemenuhan kebutuhan keamanan adalah perawat yang memberi perawatan langsung pada klien dan keluarga yang mengalami masalah terkait dengan kebutuhan keamanan.

Peran perawat pelaksana menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 adalah peran yang dilakukan oleh perawat dengan mempertahankan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Asuhan keperawatan yang diberikan dari hal ini dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.

Peran pelaksana yaitu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat pelaksana dapat meliputi perawatan fisik dan emosional secara langsung dengan metode pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan perannya perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator, serta

rehabilitator (Old,1988).

a. Peran sebagai protector, perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman kepada klien

(29)

terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

c. Peran sebagai communicator, peran perawat bertindak sebagai penghubung klien dengan anggota keshatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam

d. Peran sebagai rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal

2.3 Penilaian Standar Peran Perawat Pelaksana

Indikator standar asuhan keperawatan adalah pemberdayaan proses keperawatan meliputi standar: 1) Pengkajian perawatan: data di anamnesa, untuk menegakkan diagnosa keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan: respon pasien yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan: disusun sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan : ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara maksimal, 5) Evaluasi Perawat : dilakukan secara periodik dari semua tindakan dan rencana tindakan yang tidak terlaksana (Retnowati, 2005 dalam Hutapea, 2009).

1) Pengkajian

(30)

merumuskan diagnosis keperawatan. Data yang dikumpulkan berguna untuk menentukan aktivitas keperawatan dan juga sebagai sumber data bagi profesi yang lain. Pertukaran data antar profesi sangat penting dalam peningkatan kualitas dan keabsahan pelayanan kesehatan. Perawat sering mengutamakan pengkajian fisiologis dan mengabaikan fisikologis, sosiobudaya, perkembangan, spiritual dan interaksi. Kelima area pengkajian tersebut sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien serta dalam membantu klien mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, 1994).

Perawat harus mempunyai kemampuan seperti komunikasi efektif, observasi yang sistematik, pemeriksaan fisik, interpretasi masing masing gejala indentifikasi pola interaksi, untuk dapat melakukan pengkajian yang akurat.

2) Diagnosa keperawatan

Setelah melakukan pengkajian langkah selanjutnya adalah penegakan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang telah didapatkan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan menjelaskan status kesehatan atau masalah yang ada pada pasien baik aktual, resiko tinggi dan potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintetis data klinis dan menentukan tindakan keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Carpenito, 1983).

3) Perencanaan tindakan keperawatan

(31)

sasaran (goal) dan tujuan objektif. 3. Menetapkan kriteria evaluasi. 4. Merumuskan tindakan dan aktivitas keperawatan (Keliat, 1994). Tindakan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien. Pendekatan dalam penyusunan dan tindakan keperawatan berorientasi pada tujuan, rencana tindakan dan rasional.

4) Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah aplikasi dari rencana tindakan keperawatan yang disusun oleh perawat dan dilakukan pada klien, yang menjadi petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1). Tindakan dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. 2). Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat. 3). Keamanan fisik dan psikologis dilindungi. 4). Dokumentasi tindakan dan renspon klien (Keliat, 1994).

5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan setelah seluruh tindakan keperawatan yang telah disusun pada perencanaan telah dilakukan pada pasien. Untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah berhasil atau tidak terhadap status kesehatan pasien maka dapat dinilai melalui proses perawatan dengan metode evaluasi.

(32)

sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat proses keperawatan telah selesai semua dilakukan artinya seluruh tindakan yang ada telah dilakukan terhadap pasien kemudian dilaksanakan evaluasi. Tehnik pelaksanaan evaluasi beriorentasi kepada data subjektif, data objektif, analisa dan perencanaan / tindak lanjut. Dengan demikian secara teknis yang dituliskan pada pendokumentasian proses perawatan pada tahap evaluasi adalah semua data subjektif, data objektif, analisa (kesimpulan dari data subjektif dan objektif) serta perencanaan berdasarkan hasil analisa.

a) Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan, meliputi pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien masa lalu, satus kesehatan klien masa kini, status biologis-psikologis-sosial-spiritual pasien terhadap terapi, harapan tingkat kesehatan yang optimal, dan resiko tinggi bermasalah. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB ( Lengkap, akurat, Relevan, dan Baru). b) Standar II : Diagnosis Keperawatan

(33)

keperawatan. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab. Bekerja sama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

c) Standar III : perencanaan keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien, meliputi perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien dan mendokumentasikan rencana keperawatan.

d) Standar IV : Implementasi

(34)

e) Standar V : Evaluasi keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan, meliputi menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasa dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriftif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai (Nursalam, 2007).

3. Konsep Kualitas Hidup

3.1 Defenisi Kualitas Hidup

(35)

psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

3.2 Teori Kualitas Hidup

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu:

(36)

b) Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

c) Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup, mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor objektif.

a. Kesejahteraan yaitu kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.

(37)

c. Kebahagiaan yaitu menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d. Makna dalam hidup yaitu makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.

(38)

f. Mencapai potensi hidup yaitu teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi. Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.

(39)

memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan (American Thoracic Society, 2004).

3.3 Komponen Kualitas Hidup

Universitas Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).

a) Internal Individu

Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual.Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual.

b) Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

(40)

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Avis (2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sesio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan sedangkan bagian kedua adalah medic yaitu lama menjalani terapi hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang menjalani.

3.5 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi tiga komponen kualitas hidup yaitu kesehatan, kepemilikan, dan harapan. Komponen kesehatan yaitu terdiri dari kesehatan fisik, psikologis dan spiritual. Komponen kepemilikan meliputi hubungan dengan lingkungan serta hubungan dengan teman-teman atau tetangga. Komponen harapan yaitu bagaimana seseorang itu merasa dihargai dalam kehidupan sehari-hari (Anonimous, 2004 dalam Kurtus, 2005).

Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner yang dimodifikasi dari WHOQOL-SRPB Field Test Instrument ( Saxena, 2002), The World Health Organitation Quality of Life (WHOQOL)-BREF (Anonimous,2004)

(41)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan peran perawat pelaksana dengan mengidentifikasi pelaksanaan asuhan keperawatan (pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi) yang dibagi menjadi dua kategori peran perawat pelaksanana baik dan kurang baik dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa (komponen kesehatan, kepemilikan, dan harapan) yang dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, suku, pendidikan, penghasilan, penyakit lain dan lamanya menjalani hemodialisa sehingga didapat kualitas hidup dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Skema 1. Kerangka penelitian hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Peran perawat

Kualitas hidup pasien hemodialisa: 1. Kesehatan

Faktor yang mempengaruhi : 1. Usia

(42)

2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Defenisi

(43)
(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Survei awal telah dilakukan peneliti bulan Oktober 2010, diperoleh jumlah pasien bulan September yang menjalani terapi hemodialisa secara rutin di RSUP Haji Adam Malik Medan dalam adalah 126 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau yang mewakili dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2009). Menurut Polit & Hungler (1999) jika populasi tidak dapat ditentukan setiap bulannya maka untuk pengambilan sampel dapat menggunakan

(45)

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa secara rutin (dua kali seminggu) minimal menjalani terapi satu tahun, dewasa, dapat berbahasa Indonesia, toleransi aktivitas secara mandiri, dan bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu pasien yang tidak sadarkan diri, mengalami gangguan jiwa dan tidak bersedia menjadi resonden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit hemodialisa RSUP Haji Adam Malik Medan yang berada di Jalan Bunga Lau No. 17 Medan. Lokasi ini dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian karena rumah sakit milik pemerintah, rumah sakit pendidikan di kota Medan, rumah sakit tipe A, dan mempunyai unit hemodialisa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai Maret 2011.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Sumatera Utara dan izin dari RSUP Haji Adam Malik Medan. Responden terlebih dahulu diberi informasi tentang sifat, manfaat, tujuan, dan proses penelitian ini. Responden yang bersedia diteliti terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (informed consent).

(46)

nama serta tidak mencampuri hal-hal yang bersifat pribadi dari responden, dan hanya digunakan untuk kepentingan peneliti (Nursalam, 2003).

5. Instrument Penelitian

5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen digunakan peneliti untuk memperoleh informasi dari responden. Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pertama kuesioner data demografi, kuesioner kedua yaitu kuesioner peran perawat pelaksana dan kuesioner ketiga adalah kuesioner kualitas hidup. Kuesioner ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka.

a. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa yang meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin, status, suku, agama, pendidikan, pekerjaan sebelumnya, penghasilan perbulan, dan penyakit penyebab gagal ginjal kronik.

b. Kuesioner Peran Perawat pelaksana

(47)

pernyataan (no 1-5), perencanaan ada 2 pernyataan (no 6-7), implementasi ada 13 pernyataan (no 8-20), dan evaluasi ada 5 pernyataan (no 21-25). Pengukuran kuesioner ini menggunakan skala Likert dan semua pernyataan adalah pernyataan positif. Jawaban terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu selalu perawat lakukan (SL) bernilai 4, sering perawat lakukan (SR) bernilai 3, kadang-kadang perawat lakukan (KD) bernilai 2, dan tidak pernah perawat lakukan (TP) bernilai 1. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 25 dan nilai tertinggi adalah 100.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (1992), p = rentang / banyak kelas dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) yaitu sebesar 75 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk peran perawat pelaksana, maka akan diperoleh panjang kelas (p) sebesar 37. Nilai p = 37 dan nilai terendah 25 sebagai batas bawah kelas pertama, maka peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan dikategorikan atas dua kelas sebagai berikut :

25-62 = peran perawat pelaksana kurang baik 63-100= peran perawat pelaksana baik

c. Kuesioner Kualitas Hidup

(48)

kepemilikan, dan harapan hidup) yaitu komponen kesehatan (kesehatan fisik no. 1-5, psikologis no. 6-10, dan spiritual no.11-15), komponen kepemilikan (no 16-20), dan komponen harapan (no 21-25). Kategori jawaban yaitu selalu saya lakukan (SL), sering saya lakukan (SR), kadang saya lakukan (KD), dan tidak pernah saya lakukan (TP). Penilaian menggunakan skala Likert yang terbagi menjadi dua bagian pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif dengan empat pilihan jawaban yaitu selalu saya lakukan (SL) bernilai 4, sering saya lakukan (SR) bernilai 3, kadang-kadang saya lakukan (KD) bernilai 2, dan tidak pernah saya lakukan (TP) bernilai 1. Pernyataan negatif dengan 4 jawaban yaitu selalu saya lakukan (SL) bernilai 1, sering saya lakukan (SR) bernilai 2, kadang-kadang saya lakukan (KD) bernilai 3, dan tidak pernah saya lakukan (TP) bernilai 4. Kuesioner pernyatan positif ada sebanyak 19 pernyataan yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23,24,25. Kuesioner pernyataan negatif ada sebanyak 6 pernyatan yaitu 6,7,8,9,21,22. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 25 dan nilai tertinggi adalah 100.

Dengan menggunakan rumus statistik menurut Sudjana (1992), p=rentang/banyak kelas dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) yaitu sebesar 75 dan banyak kelas dibagi atas tiga kategori kelas untuk kualitas hidup, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 25. Dengan p=25 dan nilai terendah 25 sebagai batas bawah kelas pertama, maka kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan dikategorikan atas tiga kelas sebagai berikut :

(49)

51-75 = kualitas hidup sedang 75-100= kualitas hidup tinggi

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalitan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2009). Tinggi rendahnnya suatu instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Adapun pengujian validitas yang dilakukan yaitu pengujian validitas isi (content validity) yaitu instrumen dibuat berdasarkan isi dan menjelaskan isi. Pengujian validitas isi dilakukan dengan memberikan konsep kepada seorang yang ahli di bidangnya. Ahli yang diminta untuk melakukan uji validitas kuesioner peran perawat pelaksana adalah staf perawat bidang keperawatan di RSUP HAM Medan yaitu Ibu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M.Kep sedangkan ahli yang diminta untuk melakukan uji validitas kuesioner kualitas hidup adalah Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS. Proses validasi dilakukan dengan memberikan keterangan mengenai tujuan penelitian dan selanjutnya Ibu Liberta menelaah lanjut isi proposal. Beberapa item kuesioner ada yang dilakukan perubahan sebelum instrument ini dikatakan valid.

(50)

mengisi buku dokumentasi dihapus karena pasien tidak dapat menilai perawat melakukan pengisian dokumentasi dan diganti dengan pernyataan perawat memberi kemudahan kepada pasien.

Kuesioner kualitas hidup diambil dari kuesioner Desita, (2010) dan dilakukan uji validitas kepada Bapak Iwan Rusdi. Item no item no.4 mematuhi asupan makanan dan minuman dipisahkan masing-masing pernyataan, item no 4 menanyakan asupan makanan dan item no 5 menanyakan asupan cairan. Item no 9 kata selalu dihapus karena pada jawaban sudah ada jawaban selalu. Item no 12 kata sering dihapus karena pada jawaban kuesioner sudah ada jawaban sering.

(51)

7. Pengumpulan Data

Tahap awal peneliti mengirimkan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian setelah mendapat izin dan kemudian menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya yang nantinya diambil menjadi subjek penelitian.

Peneliti selanjutnya menjelaskan pada responden tersebut tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuisioner, kemudian responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Penelitian ini dilakukan saat pasien sedang menjalani terapi hemodialisa dengan terlebih dahulu membuat kontrak dengan pasien, kemudian peneliti bertanya kepada pasien terkait dengan isi kuesioner. Interaksi antara peneliti dan pasien berlangsung selama 20 menit. Setelah semua kuisioner diisi, kemudian data dikumpulkan untuk diolah.

8. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi kemudian dilanjutkan dengan analisa data univariat dan bivariat.

(52)

peran perawat pelaksana dan variabel dependen yaitu kualitas hidup. Analisa univariat ini ditampilkan berupa distribusi frekuensi dan persentase.

Analisa bivariat merupakan analisa statistik yang dapat digunakan oleh peneliti untuk menerangkan keeratan antara dua variable. Analisa data dilakukan untuk melihat hubungan variabel indevenden dan variabel devenden dengan menggunakan uji korelasi Spearman rho yaitu untuk menentukan hubungan antara dua skala ordinal. Nilai r menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai r

berada pada level 0.80-1.00 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat kuat, level 0.40-0.59 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang, level 0.20-0.39 (baik plus atau minus) menunjukkan derajat hubungan yang lemah dan level 0.00-0.19 (baik plus atau minus) menunjukkan derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan, 2008).

Menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji satu arah, jika nilai p

(53)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dimulai pada tanggal 10 Februari 2011 sampai dengan tanggal 16 Maret 2011 di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan jumlah responden 32 orang.

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian dibagi atas empat bagian yaitu distribusi karakteristik data demografi responden, peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa, kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa, dan mengidentifikasi ada tidaknya hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.1 Distribusi Karakteristik Data Demografi Responden

(54)

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32) di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Februari-Maret 2011.

No. Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Kristen Protestan 15 46,9

Kristen Katolik 2 6,3

8. Penghasilan keluarga

(55)

1.2 Peran Perawat Pelaksana pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP HAM Medan

Peran perawat pelaksana di RSUP HAM Medan diidentifikasi dengan menggunakan kuesioner yang merupakan penerapan standar asuhan keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dari 32 pasien yang menjadi responden, mayoritas pelaksanaan peran perawat dari proses pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi dapat diidentifikasi sebesar 90,6% (29 orang) dalam kategori baik dan 9,4% (3 orang) dalam kategori kurang baik.

(56)

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Peran Perawat Frekuensi Persentase (%)

1.3 Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP HAM Medan

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dibagi menjadi tiga komponen yaitu kesehatan (kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual), kepemilikan dan harapan. Hasil analisa data untuk mengukur kualitas hidup, maka dapat diidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan dengan jumlah responden 32 orang mayoritas dalam kategori tinggi sebesar 62,5% (20 orang) dan kategori sedang sebesar 37,5% (12 orang).

(57)

hidup pasien dari kesehatan psikologis pasien mayoritas pada kategori tinggi sebesar 75,0% (24 orang) dan kategori sedang ada 8 orang (25,0%), dan kualitas hidup pada kesehatan spiritual pasien mayoritas kategori tinggi sebesar 90,6% (29 orang) dan kategori sedang ada 9,4% (3 orang). Berdasarkan kualitas hidup dari komponen kepemilikan mayoritas pasien menyatakan dalam kategori tinggi sebesar 78,1% (25 orang) dan kategori sedang ada 21,9% (7 orang). Kualitas hidup dari komponen harapan pasien mayoritas dalam kategori tinggi ada 65,6% (21 orang) dan kategori sedang sebesar 34,4% (11 orang). Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 32 responden terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan maka distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

(58)

1.4 Hubungan Peran Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP HAM Medan

Analisa hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman rho. Analisa data dilakukan dengan uji korelasi spearman rho didapat koefisien korelasi (r) antara peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa yaitu (r) 0,520 dengan tingkat signifikan (p) 0,02 (< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dengan kekuatan hubungannya sedang dan positif, dalam arti semakin tinggi peran perawat pelaksana maka semakin tinggi pula kualiatas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan.

Tabel 5. Hasil analisa hubungan peran perawat pelaksana dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Variabel r p

Peran perawat pelaksana 0,520 0,002 Kualitas hidup

(59)

2. Pembahasan

2.1 Peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialasi di RSUP HAM Medan

Peran perawat pelaksana bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling kompleks, baik secara langsung atau tidak langsung kepada klien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Perawat pelaksana menggunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Ali, 2002).

Hasil analisa data peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dari 32 responden didapat 90,6% peran perawat pelaksana dalam kategori baik dan 9,4% dalam kategori kurang baik (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan Perry dan Potter (2004) bahwa seorang perawat memilki peranan untuk mengidentifikasi strategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi berbagai masalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Hal ini juga diutarakan oleh Suarli (2009), bahwa proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal terutama pada pasien penyakit kronis.

(60)

pengkajian fisik terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi pada pasien gagal ginjal kronis (Lampiran 11). Perry dan Potter, (2005) mengatakan pengkajian kepada pasien merupakan pengkajian yang sangat penting dilakukan karena dapat memberikan gambaran status kesehatan yang terjadi pada klien. Hal ini juga diperkuat oleh Nursallam, (2007) bahwa perawat harus memiliki kompetensi mengumpulkan data melalui anamnesis, observasi, dan pemeriksaan fisik secara lengkap, akuran, relevan dan baru.

Hasil penelitian diperoleh bahwa peran perawat dalam proses perencanaan di RSUP HAM Medan sudah baik, dimana sebanyak 81,3% perawat pelaksana telah melakukan proses perencanaan dengan baik dan hanya 18,8% perawat melakukan proses perencanaan kurang baik (Tabel 3). Hal ini dapat dilihat juga dari hasil kuesioner penelitian 75% perawat telah mempersiapkan terlebih dahulu semua peralatan yang dibutuhkan pasien (Lampiran 11). Menurut Nursallam, (2007) dalam perencanaan perawat memenuhi seluruh kebutuhan klien untuk meningkatkan proses keperawatan.

(61)

kuesioner penelitian dimana perawat pelaksana 71,9% telah berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya (Lampiran 11). Hal ini sesuai dengan Nursallam, (2003) bahwa selama perencanaan perawat berkolaborasi dengan klien dan keluarga serta tim kesehatan lainnya untuk meningkatkan status kesehatan klien. Implementasi dalam kategori baik juga dapat dilihat dari hasil kuesioner penelitian dimana 65,6% perawat pelaksana telah menunjukkan sikap menghormati dan menghargai hak pasien, 68,8% perawat memperhatikan kenyamanan pasien selama terapi sebesar, 75,0% perawat menunjukkan sikap sopan, ramah kepada pasien dan keluarga setiap melakukan tindakan (Lampiran 11). Menurut Olds (1989), perawat pelaksana harus memiliki kemampuan untuk melakukan asuhan keperawatan dan menunjukkan sikap sebagai protektor yaitu memberi kenyamanan, bersikap sopan, ramah, serta menghargai hak dan kewajiban pasien setiap memberikan asuhan kepada pasien.

Hasil penelitian peran perawat pelaksana dalam proses evaluasi di RSUP HAM Medan sudah tergolong dalam kategori baik sebanyak 78,1% dan kategori kurang baik 21,9% (Tabel 3). Hal ini juga terlihat dari hasil kuesioner penelitian yang menunjukkan 75,0% perawat mengukur dan memeriksa kembali kondisi pasien (Lampiran 11).

2.2 Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan

(62)

kematian. Hal ini akan menyebabkan ketidakpuasan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Hasil analisa data kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa pada 32 responden didapat 62,5% dengan kualitas hidup tinggi dan 37,5% dengan kualitas hidup sedang (Tabel 4). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Ibrahim (2009) yang mengatakan sebagian besar pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa mempersepsikan kualitas hidupnya rendah.

Berdasarkan hasil penelitian kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodilisa di RSUP HAM Medan pada komponen kesehatan dapat dilihat dari komponen kesehatan fisik dalam kategori sedang 50,0%, komponen kesehatan psikologis kategori tinggi 75,0%, dan komponen kesehatan spiritual sudah dalam kategori tinggi 90,6% (Tabel 4).

(63)

dapat dilihat dari hasil kuesioner penelitian dimana terdapat 46,9% pasien tidak mematuhi asupan makan yang telah ditentukan sesuai program pengobatan dan 37,5% pasien tidak mematuhi asupan minuman yang dapat dikonsumsi sesuai program pengobatan. Hal ini dapat diasumsikan dapat mempengaruhi kesehatan fisik pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.

Hasil penelitian pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan dilihat dari komponen kesehatan psikologis dari 32 responden didapat 75,0% kesehatan psikologis tinggi dan kesehatan psikologis sedang adalah 25% (Tabel 4). Smeltzer dan Bare, (2004) pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa merasa khawatir dengan kondisi sakitnya dan menghadapi masalah finansial, serta kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan. Teori lain mengatakan bahwa kecemasan dan kegagalan yang terjadi disebabkan oleh adanya ancaman terhadap perubahan pada status kesehatan, sosial, ekonomi, fungsi peran dan hubungan dengan orang lain. (Doengoes, Moorhouse 1999). Hasil penelitian Wijaya (2008) juga mengatakan ada hubungna depresi dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dimana sebesar 62,5% pasien tidak mengalami depresi (Lampiran 13). Hal ini dapat diasumsikan karena adanya dukungan emosional yang diterima pasien dari keluarganya ataupun koping adaptif dari pasien itu sendiri (Safarindo, 1998 dalam Arlija, 2006)

Gambar

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32) di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Februari-Maret 2011
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase peran perawat pelaksana pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan pada RSUP

Penelitian ini hanya meneliti empat faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa yaitu status nutrisi, kondisi komorbid,

K esimpulan : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lama hemodialisis dan perubahan indeks massa tubuh pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP

Pengalaman perawat dalam menerapkan atraumatic care pada anak yang menjalani hospitalisasi di RSUP H.Adam Malik Medan ... KESIMPULAN DAN SARAN

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MENERAPKAN ATRAUMATIC CARE PADA ANAK YANG MENJALANI HOSPITALISASI DI RSUP H.ADAM.

5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan dalam Pencegahan Luka Tekan pada Pasien Tirah Baring di RSUP Haji Adam Malik Medan

Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.. Skripsi Mahasiswa FKM

KECElVIASAN PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIS YANG AKAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIP SI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi